Anda di halaman 1dari 11

Sistem pendidikan di Indonesia bisa dikatakan sangat buruk.

Biaya sekolah yang


semakin mahal tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Memang siswa selalu
lulus dengan nilai sangat baik, tetapi angka tersebut hanya diatas kertas. Buktinya
kualitas penduduk Indonesia masih sangat rendah dibandingkan di negara lain. Tak
heran kita selalu mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri sementara kita selalu
mengirim tenaga kerja ke luar negeri sebagai buruh atau pembantu.
Kualitas pendidikan dinegara Indonesia memang tergolong rendah hal ini
disebabkan tingkat kepedulian yang lemah antara sesama masyarakat Indonesia. Hal ini
dapat dikendalikan oleh penerapan sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Pemerintah
berperan penting dalam hal ini, kondisi bangunan sekolah di beberapa daerah sudah
tidak layak di jadikan gedung sekolah. Daripada memberi tunjangan kepada anggota
DPR lebih baik dana tersebut dipergunakan untuk memperbaikan sekolah-sekolah
beserta fasilitasnya dan membangun jembatan menuju dari lingkungan pemukiman
menuju sekolah yang dibatasi oleh sungai. Selain itu sistem pendidikan di Indonesia
yang menekan siswanya untuk belajar dalam jangka waktu yang sangat panjang.
Hal ini sama sekali tidak efektif bagi siswa karena dalam dunia pendidikan
mereka juga dibebani dengn tugas yang banyak yang belum lagi mereka dituntut untuk
mengikuti berbagai ekstrakulikuler, organisasi dan kegiatan lainnya. Hal ini membuat
sebagian siswa merasa terbebani hingga memutuskan tidak sekolah dan ada yang
merasa stress karena terlalu banyak beban yang ditimpakan kepadanya. Pemerintahan
hanya membuat sistem dan kulikulum namun mereka tidak merasakan betapa beratnya
kebijakan tersebut.

PANEL 1 : KUALITAS PENDIDIKAN YANG RENDAH


Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
1. Efektifitas Pendidikan di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik
untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat tercapai tujuan sesuai
dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur,
dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar
pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan
melakukan penelitian dan survei ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak
adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal
ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan
sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini
merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran.
Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.

Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya
menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak
peduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah
melaksanakan pendidikan dijenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh
masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di
Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-
masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya
bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.

2. Efisiensi Pengajaran di Indonesia


Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses
yang lebih “murah”. Dalam proses pendidikan, akan jauh lebih baik jika kita
memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang
baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita
kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil
yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di Indonesia adalah mahalnya biaya pendidikan,


waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajar, dan banyak hal lain
yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia.

Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektifitas. Efektifitas merupakan bagian dari
konsep efisiensi karena tingkat efektifitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan
relatif terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu
program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan
pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program
pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan
antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya
pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.

3. Standardisasi Pendidikan di Indonesia

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang
standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk
menentukan standar yang akan diambil.

Dunia pendidikan terus berubah semakin cepat sejalan dengan perkembangan global
yang terjadi dewasa ini. Kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat terus-menerus
berubah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam era
globalisasi. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga
pendidikan haruslah memenuhi standar agar bisa survival dalam dunia kerja.

Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaimana agar mencapai


standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan
dapat digunakan nantinya. Tidak peduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau
lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpenting adalah memenuhi nilai di atas
standar saja.

Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan
makna saja karena terlalu menuntut standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu
penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan
dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia sebagai berikut:

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik


Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang
gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku
perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian
teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang
tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
laboratorium dan sebagainya. Hal tersebut tentunya akan memengaruhi secara
langsung kualitas pendidikan kita, karena disaat bangsa lain sibuk berbenah untuk
maju, kita masih seolah jalan di tempat saja.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga sangat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum


memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana
disebut dalam Pasal 39 UU No 20 Tahun 2003 yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan,
melakukan pelatihan, melakukan penelitian, dan melakukan pengabdian masyarakat.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar.
Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai
satuan pendidikan sebagai berikut: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07%
(negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk
SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar
55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan


pendidikan tetapi pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi,
sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas
pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah
juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas


pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia)
pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar 3
juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar 1,5 juta, guru
bantu 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata 10 ribu per jam. Dengan
pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan
sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi
tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan
sebagainya (Republika, 13 Juli 2005).

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS)
agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam
pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan
memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan
profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan
tugasnya. Mereka yang diangkat Pemkot/Pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas
rumah dinas.

4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai
misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional
sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003/2004,
siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi
matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini
prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga
yang terdekat. Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi
bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang
memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan
mengerjakan soal pilihan ganda.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan


Kesempatan memeroleh pendidikan masih terbatas pada tingkat sekolah dasar. Data
Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga
Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk
anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini
termasuk kategori tinggi. Angka partisipasi murni pendidikan di SLTP masih rendah
yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat
terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat
pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan
kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah
ketidakmerataan tersebut.

6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996)
yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang
dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S1 sebesar 27,5% dan PT sebesar
36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup
tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%.
Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus
sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah
ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan
kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional
terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan di Indonesia menjadi sulit bagi mereka yang hidup di bawah garis
kemiskinan. Mayoritas penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan
mengakibatkan terbengkalainya mereka dalam hal pendidikan. Selain kemauan mereka
yang tidak pernah tumbuh dan sadar akan pendidikan, faktor ekonomi menjadi alasan
utama mereka untuk tidak menyentuh dunia pendidikan.
Pemerintah sudah mencanangkan pendidikan gratis dan bahkan pendidikan wajib 12
tahun, akan tetapi biaya-biaya lain yang harus ditanggung oleh para siswa tidaklah
gratis. Biaya untuk perjalanan ke sekolah, membeli buku, seragam, dan peralatan
sekolah lainnya tidak murah. Mereka harus memikirkan biaya lain selain biaya
pendidikan yang bahkan lebih mahal dibandingkan biaya pendidikan itu sendiri. Selain
itu, biaya hidup yang semakin meninggi terkadang membuat masyarakat lebih memilih
untuk bekerja mencari nafkah dibanding harus melanjutkan pendidikannya.

PANEL 2 : UPAYA PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN


INDONESIA

1. Sertifikasi
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat
pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru
profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik
pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang
ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal
pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.
Dalam Undang-undang Guru dan Dosen disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang
dimaksud di sini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk
guru disebut sertifikasi guru dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen.

Tujuan Sertifikasi adalah untuk :


1. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
3. Meningkatkan martabat guru
4. Meningkatkan profesionalitas guru

Adapun manfaat sertifikasi guru dapat dirinci sebagai berikut :


1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten yang dapat
merusak citra profesi guru
2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktif pendidikan yang tidak berkualitas
dan tidak profesional
3. Meningkatkan kesejahteraan guru

2. Akreditasi
Akreditasi sekolah kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau
lembaga mandiri yang berwenang. untuk menentukan kelayakan program dan/atau
satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang
dan jenis pendidikan., berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk
akuntabilitas publik yang dilakukan dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan
komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada
Standar Nasional Pendidikan.
Alasan kebijakan akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga negara
berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan
pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi
atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan
setiap satuan/program pendidikan

Dasar Hukum Akreditasi Sekolah


Dasar hukum akreditasi sekolah utama adalah : Undang Undang No. 20 Tahun 2003
Pasal 60, Peraturana Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan
Mendiknas No. 87/U/2002.

Tujuan Akreditasi Sekolah


Akreditasi sekolah bertujuan untuk :
1. Memberikan informasi tentang kelayakan Sekolah/Madrasah atau program yang
dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.
2. Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.
3. Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada
program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait.

Manfaat Akreditasi Sekolah


1. Dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu
Sekolah/Madrasah dan rencana pengembangan Sekolah/Madrasah.
2. Dapat dijadikan sebagai motivator agar Sekolah/Madrasah terus meningkatkan
mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional.
3. Dapat dijadikan umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan
kinerja warga Sekolah/Madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan,
sasaran, strategi, dan program Sekolah/Madrasah.
4. Membantu mengidentifikasi Sekolah/Madrasah dan program dalam rangka
pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk
bantuan lainnya.
5. Bahan informasi bagi Sekolah/Madrasah sebagai masyarakat belajar untuk
meningkatkan dukungan dari pemerintah, masy, maupun sektor swasta dalam
hal profesionalisme, moral, tenaga, dan dana.
6. Membantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan dan mempermudah
kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru, dan
kerjasama yang saling menguntungkan.

3. Standarisasi
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional
Pendidikan terdiri dari :
 Standar Kompetensi Lulusan
 Standar Isi
 Standar Proses
 Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
 Standar Sarana dan Prasarana
 Standar Pengelolaan
 Standar Pembiayaan Pendidikan
 Standar Penilaian Pendidikan
Fungsi dan Tujuan Standar :
1. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu
2. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat.
3. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global

PANEL 3 : UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN MAHASISWA DALAM


MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN INDONESIA

kami selaku mahasiswa memiliki konstribusi yang besar terhadap peningkatan mutu
pendidikan bangsa yaitu melalui:
1. Pengembangan potensi diri
Selaku calon guru, kami harus mengembangkan potensi kami menjadi seorang
guru yang frofesional yang sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Melakukan control kebijakan pemerintah terhadap penentuan arah karakteristik
pendidikan bangsa.
Mengawasi setiap keputusan pemerintah terutama dalam bidang pendidikan,
apakah kebijakan tersebut dapat meningkatkan mutu pendidikan atau tidak.
Mendukung dan ikut serta dalam setiap kebijakan pemerintah yang telah
ditetapkan.
3. Berupaya untuk senantiasa memenuhi kebutuhan akan perbaikan dari sebuah
system pendidikan nasional Indonesia.
PANEL 4 : AKSI KELAS KAMI DALAM UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai