Anda di halaman 1dari 12

Laporan Harian Kegiatan Membaca

Judul Buku : Semesta Cinta Zahara

Pengarang : Lebah Fittriyu Siregaru

Penerbit, tahun terbit : Sinar kejora, (cetakan 30) Oktober 2017 dan

Jenis buku : Nonfiksi (Novel)

Tebal buku : 268

No. Bab/ Informasi Penting


Halaman
1. Suara gaduh membangunkan Zahara. Jam dinding yang bertengger diatas
1
Malam itu pintu kamar menunjukkan pukul tiga dini hari. Suara dari sesuatu yang
pecah kembali terdengar, membuat rasa kantuk lenyap seketika. Zahara
bangkit, mengikat rambut yang tergerai rambutnya, menyambar jilbab
yang tersangkut diisandaran kursi, lalu mengenakannya sambil berjalan
tergesa-gesa keluar kamar untuk mencari tahu apa yang terjadi.
2. Pintu rumah kecil itu terbuka lebar, perabotannya berantakan. Seorang
pria berjaket kulit cokelat berdiri sombong dengan kedua tangan
dipinggang. Tatapannya sangat tidak bersahabat. Kumisnya yang tebal
menambah kesan sangar diwajahnya. Bu Darni jatuh tersungkur di
keributi tiga anaknya yang masih kecil-kecil.

“Hei, pakai aturanlah kalau mau nagih utang!”


3 Zahara bangkit, kesal dengan ulah pria itu. “Ini jam berapa? Dan, nggak
usah pakai rusakin barang-barang!” Seru Zahara jengkel.
“ Sudah, kubilang jangan ikut campur!” Pria itu menarik jilbab Zahara
dan mencengkramnya kuat.

Ponsel dipangkuan Zahara kembali berdering, namun tak panjang,


4. Sebuah pesan masuk dari nomor yang sama dengan penelpon sbelumnya.
Sebuah kontak bernama “M”. Zahara membuka pesan tiu dangan hati
bergetar. Tertulis singkat dilayar,”Segera datang!” Zahara mengalihkan
pandangannya dari layar ponsel, tersenyum pada Ayah dan ibu yang
memperhatikannya. Kedua orang tuanya tidak menyadari kecamuk yang
tersembunyi dibalik senyum Zahara.
5. Sudah hampir dua minggu Zahara hanya dirumah, menikmati mengurus
2
Ayah yang masih sakit. Dia seperti hilang dari peredaran bagi rekan-
Kabar rekan kerjanya. Berkali-kali dia hubungi, namun tidak pernah
Mengejut- memberikan respons. Terakhir kali dia mengirim pesan pada rekan
kan kerjanya, “Ayahku sakit, aku akan datang setelah ayah sembuh.”

6. Beberapa bulan sejak operasi itu dan beberapa kali kemoterapi, ayah
sudah dinyatakan sembuh dari kanker tulangnya. Meski begitu
rehabilitasi untuk terapi fisik setelah operasi masih rajin diikuti Ayah
untuk memperbaiki kekuatan dan fungsi tulangnya sesuai yang
disarankan dokter, ditambah lagi dorongan keluarga yang ingin ayah
benar-benar sembuh total.

7. Zahara menutup telepon setelah menjawab salam. Usai meletakkan


ponselnya dimeja, dia kembali menyeruput teh. Belum lama ditaruh,
ponselnya kembali berdering. Zahara selintas melihat sebuah nama
dikontak, lalu membiarkannya. Sementara itu, Ayah meletakkan koran
yang telah dilipatnya di meja dan sempat melirik ponsel Zahara yang
berdering.

8. “Siapa ini M, Za?” Ayah mulai penasaran, karena sebelumnya tak sengaja
membaca SMS diponsel Zahara yang tertinggal dikamarnya tempo hari.
Pesan singkat dari kontak berinsial M yang menyuruhnya segera datang.
“Hmm, manager, Yah”, jawab Zahara tetap membiarkan ponselnya tetap
bersering sampai panggilan terputus , diam sejenak dan kemudian
berdering lagi.

9. Sesuai prosedur, pihak keluarga lurus menandatangani persetujuan


operasi dan membayar biaya sangat mahal. Ibu memohon kepada dr.
Syarif untuk menyelamatkan Ayah, Sementara Zahara berusaha
menenangkan ibu.

10. Zahara segera sadar bahwa menangis tidak akan menghasilkan apa-apa.
Dia harus berusaha mendapatkan uang itu bagaimanapun caranya. Sekuat
tenaga dia menegarkandiri. Dikecupnya kening ayahnya, lantas beranjak
cepat. Otaknya terus berpikir kemana akan mencari uang itu. Apa yang
harus dia lakukan agar mendapatkan uang secepat mungkin.
11. “Permisi”, suara yang sangat familiar di telinga Zahara terdengar dari
3
halaman. Jantung Zahara berdegup kencang. Ya, itu adalah suara
Demi perempuan yang menyelamatkan sekaligus menjerumuskan dirinya,
Ayah Karin.
“Pagi, om, Tante. Aku Karin,” Sapa karin sembari salim dengan ayah dan
ibu. “Kita pernah ketemu sekali, Tante, Waktu dirumah sakit dua tahun
yang lalu.” Ibu mengangguk sembari berusaha mengingat, menyambut
uluran tangan karin. Ibu permisi kedapur untuk mengambil cangkir teh
setelah mempersilahkan Karin duduk.

12. “Gimana keadaan, Om? Kata Za, Om lagi sakit.”


Ayah tersenyum ramah, “Om sudah sehat, Za hanya terlalu khawatir
dengan keadaan Om. Jadi, dia beberapa hari ini menemani Om.”
“Tuh, Za. Om sudah sembuh. Berarti kau sudah bisa kembali ke bekerja..
Betul ‘kan’ Om?” Ayah tertawa mengiyakan.

13. Ibu mulai mengajak karin mengobrol, bertanya tentang pekerjaan dan
teman-teman Zahara dikantor. Semua dijawab Karin dengan santai tanpa
menimbulkan kecurigaan apapun.
“Maaf, Nak Karin, Tante jadi banyak tanya. Za tertutup soal
pekerjaannya. Setiap Tante mau tanya ini itu, Za pasti mengalihkan
pembicaraan,” Keluh ibu. “Kadang Tante pengen ketempat kerjanya,
pengen lihat-lihat.”

14. “Ide bagus tuh, Tante”. Karin menoleh kearah Zahara, menikmati raut
wajahnya yang tampak khawatir. Mata mereka seolah-olah saling bicara.
Tolong akhiri pembicaraan ini, tatap Zahara. Kau bisa apa? Balas Karin.
“Tapi nggak perlu, Tante,” Karin beralih lagi ke Ibu. “ Tempat kerjanya
terlalu ramai, berisik, dan sedikit membosankan. Pasti Tante akan merasa
kurang nyaman disana,” lanjut Karin meyakinkan ibu.
15. Zahara merasa sangat lega. “Makasih, Karin,” ucapnya sembari sepontan
menyentuh tangan karin.Senyumnya mengembang. Sementara, Lina
menarik-narik ujung kemejanya berusaha mengingatkan, namun tidak
digubrisnya. Setitik harapan mengubah lelah menjadi cahaya di
wajahnya.

16. Zahara membuka jendela kamarnya, menyangkutkan gorden hijau muda-


4
warna kesukaanya- pada tali di kiri dikanan jendelanya. Angin menyapa
Betapa begitu akrab. Dia berdiri di tengah-tengah jendela yang berukuran tiga
wajah itu meter itu. Dipejamkan kedua matanya. Lalu dia mulai menarik napas
menipu dalam, berusaha memenuhi rongga hati dan jiwanya sehingga mampu
mengalirkan kedamaian, kemudian mengeembuskannya perlahan.
Dibukanya perlahan matanya, menikmati warna-warni bnga dari taman
kecil yang berada lurus di hadapannya.

17. Zahara membalikkan badan, berjalan lurus menuju cermin, lalu duduk
berhadapan ddengan dirinya sendiri. Dia menegakkan posisi tubuhnya,
merapikan jilbab hjau mudah yang dikenakannya, lalu mengembangkan
senyum terbaik. Betapa wajah itu menipu, siapa pun yang melihatnya
akan menganggapnya wanita baik-baik.Zahara sangat iri dengan bunga-
bunga taman, tidak ada kubusukan yang tersembunyi dibalik
keindahannya.

18, Zahara berniat untuk mengakhiri semuanya, bicara baik-baik agar semua
berakhi dengan baik tanpa-tanpa keluarganya tahu. Tak terasa taksi sudah
memasuki daerah stasiun kereta api yang sedikit padat, sehingga
memperlambat kecepatannya, berbelok ke kanan lalu kembali melaju
dengan kecepatan sedang. “Makasih, pak”. Zahara menyerahkan
selembar uang merah turun dari taksi. Sopir taksi itu ikut turun untuk
menyerahkan kembalian yang kemudian ditolak Zahara.

19. Rumah itu terlihat senyap, tidak seperti biasa. Rumah yang dijadikan
salon dilantai atu dan kantor sekaligus tempat tinggal bosnya di lantai dua
bersama dua orang asisten rumah tangganya, serta dua orang pekerja
yang membantu mengurusi bisnis Online-nya. Zahara menghela napas
berat, berusaha menormalkan detak jantung yang berdegup kencang. Dia
teringat saat pertama kali datang kerumah itu untuk menjemput harapan.
20. Hati Zahara berkata tegas tidk ada, namun dia sendiri meragukannya.
Zahara terdiam, memikirkan pilihan kata yang harus diucapkannya tanpa
menyinggung perasaan Riyan. “Yan, aku sama kamu, semua hanya
sebatas kerja. Kamu baik selama ini, aku terkesan. Tapi seperti yang
benar kubilang, jangan main hati. Dan, aku benar-benar nggak mau salah
satu dari kita terbawa perasaan. “Zahara mengucapkannya penuh kehati-
hatian.
21. “Nggak papa Ra. Aku nggak akan menuntut kalau kamu nggak datang.
Dan, kamu juga nggak perlu ganti rugi, cukup dengan memberikan
alamat rumah dan nomor hp-mu.”
“Itu melanggar aturan kerja. Kau membuatku dalam masalah.” Zahara
seketika beranjak dan Ryan berusaha menahannya. Tap dia tak peduli, dia
meninggalkan Riyan yang memohon padanya untuk kembali. Dia sadar,
kalau Riyan mengajukan komplain ke Mahya, akan menjadi maslah lagi
buatnya. Tapi dia yakin pada Riyan, pria itu tidak akan melakukannya.
22. Karin menjemput Zahara tepat pukul delapan. Mereka berangkat menuju
5
Pintu rumah teman karin. Mereka tiba disana sejam kemudian. Sebuah rumah
Desa dengan pagar kayu yang tinggi. Rumah mewah dua lantai dengan
halamannya yang hijau dan tempat parkir yang cukup luas, menunjukkan
bahwa tempat itu tidak sekedar rumah.

23. Zahara dan Karin melintasi ruang salon yang masih sepi menuju lantai
dua. Beberapa karyawan sedang beres-beres. Mereka menyapa Karin
Ramah. Karin mengetuk pintu sebuah ruang yang bertuliskan “ Ruang
pertemuan”. “Masuk”, perintah seseorang dari dalam ruangan itu.
Seorang perempuan cantik sedang duduk dikursi utama.

24. Mencoret-coret suatu dikertas. Ada sebuah laptop di hadapannya. Dari


penampilannya, terlihat usianya tidak lebih tua dari Zahara dan Karin,
namun dialah yang menjadi bos ditempat itu. Perempuan itu tersenyum
manis pada Zahara dan Karin, “Silahkan masuk, girls,” Sambutnya.
“Ini Zahara. Yang butuh bantuan, Mah” sebut Karin memperkenalkan
Zahara. Zahara megulurkan tangan.

25. “Panggil saja Za.”


“Za,” ulang perempuan itu menyambut tangan Zahara. “Silahkan duduk,”
ajak nya mempersilahkan. “Tidak telalu tinggi, tidak juga pendek, kuning
langsat, hidung tidak terlalu mancung terpadu dengan bibir yang indah,
terlihat sepadan. Keseluruhannya.” Perempuan itu tersenyum. “ Manis”,
lanjutnya menatap Zahara.
26. “ Baiklah” Mahya mencondongkan tubuhnya ke arah Zahara. “Ini adalah
bisnis online yang menawarkan jasa pelayan”, Ucapnya sambil membuat
isyarat tanda kutip dengan kedua tangannya, “Untuk orang-orang yang
membutuhkan.”

27. Zahara ameletakkan gelas yang dipegangnya di meja yang ada


dihadapannaya, berdiri, melangkah dengan kaki gemetar. Tirai jendela
terbuka lebar, menyajikan pemandangan indah, kelap-kelip bintang diatas
langit dan lampu kendaraan dibawah. Zahara akan sangat senang melihat
pemandangan itu seandainya saja kondisinya tidak seperti saat ini.

28. Riyan menghantarkan Zahara ketempat tidur yang berada ditengah-


tengah ruang kamar, menutupi tirai dengan remote, mematikan lampu
utama dan menghidupkan lampu hias yang memancarkan suasan remang.
Dia memulai mendekati Zahara yang panik. “Kamu takut?” bisik Riyan
di telinga Zahara.

29. Zahara diam tak menjawab. Dia bingung harus bagaimana, apa yang
harus dia lakukan, kemungkinan itu masih ada, berontak lalu kabur, tapi
situasinya tak akan semudah itu sekarang. Tubuhnya gemetar, Jantungnya
seakan mau copot. Matanya mulai basah, hatinya menjerit, jiwanya
meronta.

30. Didalam kamar remang itu kini hanya ada dosa. Setan-setan tertawa,
Padahal tuhan, tiada akan terkurangi kemaha sucian-nya hanya karena
mahkluk-nya berbuat dosa.

31. Hidupadalah pilihan, setiap orang selalu punyapilihan dalam menempuh


6
Pilihan langkahnya tanpa tahu kemana arah dan hasil dari jalan yang dipilihnya.
Pahit Namun, Tuhan juga punya ketetapan yang disebut tajdir. Manusia tidak
bisa menentang takdir yang sudah digariskan dalam hidupnya. Zahara
bertanya-tanya dalam hatinya, entah jalan mana yang ia akan ia pilih

32. Zahara menangis tersedu tak mampu menahan perasaan yang hancur. Dia
memunggungi pria asing yang baru saja merenggut harga dirinya. Pria itu
sudah jatuh tertidur. Dibekapnya mulutnya rapat agar tidak megeluarkan
suara yang bisa membangunkan pria itu. Dia bangkit, berusaha menahan
rasa sakit disekujurjiwa dan raganya.
33. Zahara meninggalkan apartemen itu setelah menelpon taksi untuk datang
untuk menjemputnya melalui ponsel milik Riyan yang berada disaku
celananya. Dia melintas rung-ruang yang terasa sangat jauh. Seorang
satpam dilobi memperhatikannya dari ujung kepala sampai ujung
kakinya. Zaharapun menutupkan topinya lebih dalam.

34. Zahara merasa lega, taksi pesanannya sudah datang menjemput di luar.
Zahara buru-buru masuk ke taksi. Dia lantas menyalakan ponsel, empat
belas panggilan tak terjawab dari Lina. Zahara sekuat tenaga menahan air
mata yang berdesakan ingin keluar. Maafkan aku, Lin. Sahabatmu ini
sekarang menjadi pelacur. Zahara menarik napas yang menyesakkan.

35. Taksi berhenti tepat didepan rumahnya. Zahara melirik cargo,


mengeluarkan uang dari dompet, lalu membayar ongkos taksi seraya
berkata, “Ambil saja kembaliannya, Pak.” Dia pun sgera turun membuka
pagar dan berjalan tergesa, tak ingin seorang pun melihatnya.

36. Adzan subuh berkumandang, Zahara yang sempat menangis dibalik


bantalnya sembari bangkit. Dia lalu mandi, masih sambil menangis.
Dibersihkannya tubuhnya yang penuh dengan kehinaan. Dia merasa jijik
dengan dirinya sendiri. Dengan penuh rasa berdosa, dia menghadap
Tuhannya, sang pemilik hati. Dia memohon ampun.

37. Zahara menimbang sejenak, Dia mempertimbangkan risiko dari syarat


yang akan dibuang.
“Buruan, Za. Atau, ketiganya akan batal.”
“Aku pilih syarat nomor satu.”
“Hanya terima klik dari Ryan,” ucap Mahya sambil mengetiknya.

38. “Hati-hati, Za. Kau bisa jatuh cinta sama dia, atau sebaliknya,” seloroh
Mahya. Kertas mulai keluar dari mesin printer. Mahya menyerahkannya
pada Zahara. Dengan hati berat, Zahara terpaksa menandatanganinya.

39. “Hai, Za,” kejut Lina menghampiri Zahara yang berjalan menuju kelas.
8
Dilema “Eh, lin, ngejutin aja,” Zahara tersenyum. Mereka berjalan beriringan.
Hati “Ada yang titip salam untuk, Za.”
Zahara melirik Lina, mengankat alisnya, “siapa?”
“Bang Affan.”
40. “Waalaikumussalam”
“Dia sudah balik kejakarta, jadi entar aja kalau dia pulang aku sampein
jawaban salammu.”
“Terserah kamu saja,” Zahara tersenyum. Mereka masuk kelas, memilih
dua kursi berdampingan dibagian tengah. Teman-teman yang lain mulai
ramai masuk satu per satu. Kelas masih beberapa menit lagi baru mulai.

41. Karin masuk, duduk dibangku depan Zahara. Diputarnya badan dia,
“Gimana Kemarin, Za?” tanyanya antusias dengan suara normal, sama
sekali tidak mengecilkan volumenya, membuat Lina yang mendengarnya
ikut menoleh. Zahara menggerutu kesal dengan tindakan Karin dan
setelahnya hanya bisa membisu.

42. Lina menuliskan sebuah pesan di kertas, “Apa makud pertanyaan Karin?
Ada apa kemarin?”. Dia lantas menyodorkan kertas itu pada Zahara.
Zahara menerimanya, membacanya, lalu menulis sebuah balasan dibalik
kertas yang sama, “Dosen udah mulai menjelaskan didepan.” Dia
kemudian memberikan kertas itu pada Lina saat dosen melihat kearah lain

43. Lina membacanya dan menulis lagi disela-sela kertas yang masih osong,
“ Nanti kita bicarakan.” Lina kembali menyodorkan kertas itu Pada
Zahara . Saat itu, dosen sedang menatap Lina yang tidak sadar sedang
diperihatikan. Dosen itu endekati Zahara yang sudah memegang kertas
dari Lina.

44. “ Jaga mulutmu ya, Lin!” Karin mengacungkan telunjuknya tepat diujung
hidung Lina. Tatapannya Tajam. Jelas dia merasa tersinggung dengan
tuduhan Lina. Dia kemudian berlalu. Dalam hatinya, Dia merasa kesal
dengan Lina dan juga Zahara yang menurutnya tak tahu terma kasih.

45. Sementara itu, Zahara tiba di rumah. Dia menyapa Ayah yang sedang
berlatih berjalan diteras, mencium tangannya, lantas masuk kekamar dan
menangis membekap wajahnya dengan bantal. Tiba-tiba sebuah pesan
masuk dari Mahya, lalu dibukanya. Panggilan itu lagi. Tangisnya
semakin menyesakkan.

46. Pertemuan dengan Riyan tak terelakkan lagi. Menguatkan hati adalah hal
9
Merajut yang harus dilakukan. Selama bersama Riyan, Zahara menganggap dia
Asa Baru bukanlah dirinya, tapi orang lain yang meminjam raganya namun hati
tudak akan sudi diberikan. Dia bersih keras tak akan membiarkan hatinya
meikmati kebersamaan dengan Riyan sedikitpun.
47. Riyan sempat menceritakan hubungannya dengan Ratu sudah membaik.
Ratu mulai Lunak berhadapan dengannya. Itu membuat Riyan senang,
tapi maslah barunya adalah bayangan Zahara tak bisA pegi dari
pikirannya. Semakin dia berusaha untuk melupakan, semakin lekat
bayangan itu, bahkan selalu menghantuinya.

48. “Bagus, dong, kalau rumah tanggamumembaik. Seharusnya kamu nggak


perlu memanggilku lagi.”
“Betul, tapi entah kenapa aku ingin memanggilmu.”
“Itu namanya penghianatan. Istrimu sudah mulai menerimamu, tak
seharusnya kamu mengkhianatinya.”

49. Riyan diam sejenak, mengembuskan napas berat. “ Tapi bayanganmu


selalu mengganguku. Rasanya berlebihan, tapi aku merasa rindu padam.
Seperti kamu sudah mencuri hatiku.” Ditatapnya Zahara dengan tatapan
elangnya.

50. Zahara segera mengalihkan pandangan dari tatapan Riyan , “ Kamu


jangan main api. Aku ini hanya seorang pelacur.” Zahara suah bersiap-
siap untuk pergi, ada nada kegetiran dalam ucapannya.
“Hei jangan ngomong gitu. Aku nggak akan disini kalau bukan pelacur.”
Zahara sebenarnya yakin pada ucapan Riyan yang tidak mengangapnya.

51. Hari-hari berjalan tanpa gairah hidup lagi. Di satu sisi, Zahara rasanya
ingin mati saja, meninggalkan dunia yang kejam ini. Namun disisi lain,
dia takut menemui ajal dalam keadaan penuh dosa. Bekal apa yang akan
dia bawah unutk menjalani kehidupan diakhirat kelak? Kebaikan tak
seberapa yang pernah dilakukannya
. K Menurut saya kedua buku ini sangat menarik. Apalagi khususnya
kalangan dewasa(Perkuliahan). Kedua buku ini sama membahas
O
mengenai percintaan. Sangat menarik dibaca dimulai senang, sedih, tawa,
M dan duka. Buku ini memiliki beberapa konflik salah satunya tentang
E fitnah.
N
T
A
R

ISI
BUKU

Baharuddin IskandarS.pd, M.pd Marwah Mansyur S.pd

NIP. NIP.

Anda mungkin juga menyukai