Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN OSTEO

SARCOMA DI RUANG 7B RSUD dr.Saiful Anwar Malang

NAMA : Agung Tri Widodo


NIM : 1520004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Px dengan OSTEO SARCOMA di RUANG 7B


Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang yang Dilakukan Oleh :
Nama : Agung Tri Widodo
NIM : 15.20.004
Prodi : Pendidikan Profesi Ners
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners
Departemen Keperawatan Medikal Bedah, yang dilaksanaka pada tanggal 11
November 2019 – 16 November 2019, yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :

Malang, November 2019

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(.............................................) (.............................................)

(.............................................)
(.....
.............
.............
.............
.)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer pada tulang yang

sering dijumpai. Data epidemiologi menunjukkan insidens yang tinggi dari

osteosarkoma pada usia10 – 20 tahun dan >40 tahun.

Osteosarkomamerupakan keganasan ke delapan terbanyak dengan

insidensi 4,4 per sejuta.Disamping peningkatan teknik diagnosis dan terapi

osteosarkoma, tingkat ketahanan hidup 5 tahun yang masih sangat rendah

dengan banyaknya relapse lokal maupun metastase merupakan masalah

yang masih dihadapi dalam penyakit ini(Ottaviani, 2009).

Prognosis klinis yang kurang baik salah satunya disebabkan karena

kurangnya indikator untuk mendeteksi tumor pada fase awal. Saat ini

indikator prognostik yang digunakan adalah Enneking kriteria dan kadar

Alkaline fosfatase. Namun berdasarkan ini masih dijumpai outcome yang

heterogen pada staging tumor yang sama.

Data penelitian yang terbaru menunjukkan produk imunologi

sebagai respon inflamasi sistemik dapat digunakan sebagai biomarker

prognostik independen pada beberapa jenis tumor. Sebagaimana telah

banyak dipublikasikan bahwa sistem imun manusia berperan penting

dalam mekanisme anti tumor maupun tumorigenesis. Beberapa penelitian

melaporkan hubungan antara produksi sitokin dan marker inflamasi

dengan prognosis pasien seperti trombositosis, leukositosis, rasio


neutrofil-limfosit, rasio platelet-limfosit, dan rasio limfosit-monosit

(Limmahakhun, 2011).

Rasio limfosit-monosit yang rendah preoperasi berhubungan

dengan prognosis yang buruk pada pasien dengan kanker serviks (Chen,

2015). Penelitian lain juga menggunakan rasio limfosit-monosit sebagai

prediktor independen terhadap pasien dengan nasofaring karsinoma (Jiang,

2015).Zhang, et al (2015) melaporkan bahwa rasio limfosit-monosit

merupakan faktor prognostik yang baik pada pasien dengan karsinoma

kandung kemih yang menjalani radical cystectomy.

Pada pasien osteosarkoma Tao Liu,dkk melaporkan bahwa rasio

limfosit-monosit pre operasi yang rendah berhubungan prognosis yang

buruk dan rasio limfosit monosit dapat digunakan sebagai prediktor

independen terhadap prognosis pasien. Pada penelitiannya didapatkan nilai

cut-off rasio limfosit-monosit pre operasi sebesar 3,34 dari total 327 pasien

osteosarkoma yang diteliti (Liu, 2015).


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang


primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang
tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang
panjang, terutama lutut (Price, 1998).
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah tumor yang muncul dari
mesenkim pembentuk tulang. (Wong, 2003).
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) merupakan tulang primer
maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis
hematogen awal ke paru. Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang
paling sering ditemukan pada anak-anak. rata-rata penyakit ini terdiagnosis
pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki dan anak
perempuan adalah sama, tetapi padaakhir masa remaja penyakit ini lebih
banyak ditemukan pada anak laki-laki (Smeltzer, 2001).
Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang
mempunyai kemampuan untuk membentuk osteoid atau tulang yang
imatur.

2.2 Etiologi

Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir


ini, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh
yaitu C-Fos dapat meningkatkan kejadian tumor tulang. Radiasi sinar radio
aktif dosis tinggi, Keturunan, Beberapa kondisi tulang yang ada
sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi ), (Smeltzer.
2001).
Adapun faktor predisposisi yang dapat menyebabkan osteosarcoma
antara lain :
1. Trauma
Osteosarcoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun
setelah terjadinya injuri. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat
dianggap sebagai penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat
trauma ringan maupun parah jarang menyebabkan osteosarcoma.
2. Ekstrinsik karsinogenik
Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan
melebihi dosis juga diduga merupakan penyebab terjadinya
osteosarcoma ini. Salah satu contoh adalah radium. Radiasi yang
diberikan untuk penyakit tulang seperti kista tulang aneurismal,
fibrous displasia, setelah 3-40 tahun dapat mengakibatkan
osteosarcoma.
3. Karsinogenik kimia
Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk penderita
tuberculosis mengakibatkan 14 dari 53 pasien berkembang menjadi
osteosarcoma.
4. Virus
Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarcoma
baru dilakukan pada hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk
menemukan oncogenik virus pada osteosarcoma manusia tidak
berhasil. Walaupun beberapa laporan menyatakan adanya partikel
seperti virus pada sel osteosarcoma dalam kultur jaringan. Bahan
kimia, virus, radiasi, dan faktor trauma. Pertumbuhan yang cepat dan
besarnya ukuran tubuh dapat juga menyebabkan terjadinya
osteosarcoma selama masa pubertas. Hal ini menunjukkan bahwa
hormon sex penting walaupun belum jelas bagaimana hormon dapat
mempengaruhi perkembanagan osteosarcoma.
5. Keturunan ( genetik )
2.3 Patofisiologi

Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh


sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu
proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau
proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses
osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum
tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan
tulang yang abortif.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa
ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas
tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat
yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen jaringan lunak seperti
jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling
dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui
dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis
epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang penyebab pastinya
tidak diketahui. Ada beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan
osteosarkoma.Sel berdiferensiasi dengan pertumbuhan yang abnormal dan
cepat padatulang panjang akan menyebabkan munculnya neoplasma
(osteosarkoma). Penampakan luar dari osteosarkoma adalah bervariasi.
Bisa berupa:
1. Osteolitik dimana tulang telah mengalami perusakan dan jaringan
lunak diinvasi oleh tumor.
2. Osteoblastik sebagai akibat pembentukan tulang sklerotik yang
baru.
Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi, dan
pada hasil pemeriksaan radigrafi menunjukkan adanya suatu bangunan yang
berbentuk segitiga. Walaupun gambaran ini juga dapat terlihat pada
berbagai bentuk keganasan tulang yang lain, tetapi bersifat khas untuk
osteosarkoma; tumor itusendiri dapat menghasilkan suatu pertumbuhan
tulang yang bersifat abortif. Gambaran seperti ini pada radiogram akan
terlihat sebagai suatu “sunburst”(pancaran sinar matahari).

Reaksi tulang normal dengan respon osteolitik dapat bermetastase ke


paru- paru dan keadaan ini diketahui ketika pasien pertama kali berobat.
Jika belumterjadi penyebaran ke paru-paru, maka angka harapan hidup
mencapai 60%. Tetapi jika sudah terjadi penyebaran ke paru-paru
merupakan angka mortalitastinggi.Tumor bisa menyebabkan tulang menjadi
lemah. Patah tulang di tempat tumbuhnya tumor disebut fraktur patologis
dan seringkali terjadi setelah suatu gerakan rutin. Dapat juga terjadi
pembengkakan, dimana pada tumor mungkin teraba hangat dan agak
memerah (Smeltzer, Suzanne C,2001).
2.4 Pathway
2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien dengan Osteosarkoma menurut


Smeltzer Suzanne C (2001) adalah sebagai berikut :
1. Nyeri pada ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin
parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan
progresivitas penyakit)
2. Pembekakan pada atau di atas tulang atau persendian serta
pergerakan yang terbatas
3. keterbatasan gerak
4. kehilangan berat badan (dianggap sebagai temuan yang
mengerikan).
5. Masa tulang dapat teraba, nyeri tekan, dan tidak bisa di gerakan,
dengan peningkatan suhu kulit diatas masa dan ketegangan vena.
6. Kelelahan, anoreksi dan anemia.
7. Lesi primer dapat mengenai semua tulang, namun tempat yang
paling sering adalah distal femur, proksimal tibia, dan proksimal
humerus
8. Gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam,
berat badan menurun dan malaise

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi
Biasanya gambaran radiogram dapat membantu untuk menentukan
keganasan relatif daritumor tulang. Pemeriksaan radiologi yang
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis meliputi foto sinar-x
lokal pada lokasi lesi atau foto survei seluruh tulang ( bone survey )
apabila ada gambaran klinis yang mendukung adanya tumor
ganas/ metastasis. Foto polos tulang dapat memberikan gambaran
tentang:
a. Lokasi lesi yang lebih akurat, apakah pada daerah epifisis,
metafisis, diafisis, ataupada organ-organ tertentu.
b. Apakah tumor bersifat soliter atau multiple.
c. Jenis tulang yang terkena.
d. Dapat memberikan gambaran sifat tumor, yaitu:
e. Batas, apakah berbatas tegas atau tidak, mengandung kalsifikasi
atau tidak.
f. Sifat tumor, apakah bersifat uniform atau bervariasi, apakah
memberikanreaksi pada periosteum, apakah jaringan lunak di
sekitarnya terinfiltrasi.
g. Sifat lesi, apakah berbentuk kistik atau seperti gelembung sabun.
Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Pemindaian radionuklida.
Pemeriksaan ini biasanya dipergunakan pada lesi yang kecil
seperti osteoma.
b. CT-scan.
Pemeriksaan CT-scan dapat memberikan informasi tentang
keberadaantumor, apakah intraoseus atau ekstraoseus.
c. MRI
MRI dapat memberika informasi tentang apakah tumor berada
dalam tulang,apakah tumor berekspansi ke dalam sendi atau ke
jaringan lunak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan/
penunjang dalam membantumenegakkan diagnosis tumor.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi:
a. Darah. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan laju endap darah,
haemoglobin,fosfatase alkali serum, elektroforesis protein serum,
fosfatase asam serum yangmemberikan nilai diagnostik pada tumor
ganas tulang.
b. Urine . Pemeriksaan urine yang penting adalah pemeriksaan protein
Bence-Jones.
3. Biopsi
Tujuan pengambilan biopsi adalah memperoleh material yang
cukup untuk pemeriksaanhistologist, untuk membantu menetapkan
diagnosis serta grading tumor. Waktu pelaksanaanbiopsi sangat penting
sebab dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologi
yangdipergunakan pada grading. Apabila pemeriksaan CT-scan
dilakukan setelah biopsi, akan tampak perdarahan pada jaringan lunak
yang memberikan kesan gambaran suatu keganasanpada jaringan lunak.
Ada dua metode pemeriksaan biopsi, yaitu :
a. Biopsi tertutup dengan menggunakan jarum halus ( fine needle
aspiration, FNA) dengan menggunakan sitodiagnosis, merupakan
salah satu biopsi untuk melakukandiagnosis pada tumor.
b. Biopsi terbuka.
Biopsi terbuka adalah metode biopsi melalui tindakan operatif.
Keunggulan biopsi terbuka dibandingkan dengan biopsi tertutup,
yaitu dapat mengambil jaringan yang lebih besar untuk pemeriksaan
histologis dan pemeriksaanultramikroskopik, mengurangi kesalahan
pengambilan jaringan, dan mengurangikecenderungan perbedaan
diagnostik tumor jinak dan tunor ganas (seperti antara enkondroma
dan kondrosakroma, osteoblastoma dan osteosarkoma). Biopsi
terbuka tidak boleh dilakukan bila dapat menimbulkan kesulitan
pada prosedur operasi berikutnya, misalnya pada reseksi end-block .
2.7 Penatalaksanaan

1. Tindakan Medis
a. Pembedahan secara menyeluruh atau amputasi. Amputasi dapat
dilakukan melalui tulang daerah proksimal tumor atau sendi proksimal
dari pada tumor.
b. Kemoterapi.
Merupakan senyawa kimia untuk membunuh sel kanker. Efektif
pada kanker yang sudah metastase. Dapat merusak sel normal.
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkamo adalah kemoterapi preoperative (preoperative
chemotherapy) yang disebut juga dengan induction chemotherapy atau
neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi postoperative (postoperative
chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada
tumor primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan
memberikan pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-
metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah melakukan
operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat
mempertahankan ekstrimnya. Pemberian kemoterapi posperatif paling
baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi.
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
osteosarkoma adalah : doxorubicin (Andriamycin), cisplatin (Platinol),
ifosfamide (Ifex), mesna (Rheumatrex). Protocol standar yang
digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa
methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant)
atau terai adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan ifosfamide.
Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang
intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate 60-80%.
c. Radiasi.
Efek lanjut dari radiasi dosis tinggi adalah timbulnya fibrosis.
Apabila fibrosisini timbul di sekitar pleksus saraf maka bisa timbul
nyeri di daerah yang dipersarafinya. Nyeri di sini sering disertai
parestesia. Kadang-kadang akibat fibrosis ini terjadi pula limfedema di
daerah distal dari prosesfibrosis tersebut. Misalnya fibrosis dari pleksus
lumbosakral akan menghasilkan nyeri disertai perubahan motorik dan
sensorik serta limfedema di kedua tungkai.
d. Analgesik atau tranquiser.
Analgesik non narkotik, sedativa, psikoterapi serta bila perlu
narkotika.
e. Diet tinggi protein tinggi kalori.

2. Tindakan Keperawatan
a) Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas
dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi (
pemberian analgetika ).
b) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan
mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga
untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c) Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai
efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi
yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi
reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan
sesuai dengan indikasi dokter.
d) Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang
kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik
perawatan luka di rumah.
2.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul,antara lain gangguan produksi anti-


bodi,infeksi yang biasa disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang yang
luas dan merupakan juga efek dari kemoterapi,radioterapi,dan steroid yang
dapat menyokong terjadinya leucopenia dan fraktur patologis,gangguan
ginjal dan system hematologis,serta hilangnya anggota
ekstremitas.Komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda – tanda apatis
dan kelemahan.
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Data pasien yang harus dikaji mencakup beberapa hal yaitu:
1. Identitas Pasien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang dipakai,
pekerjaan, penghasilan dan alamat.
2. Riwayat Penyakit Terdahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita suatu penyakit yang
berat/penyakit tertentu yang memungkinkan berpengaruh pada
kesehatan sekarang, kaji adanya trauma prosedur operatif dan
penggunaan obat-obatan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena, Klien
mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak,
Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami
gangguan seperti yang dialami klien/gangguan tertentu yang
berhubungan secara langsung dengan gangguan hormonal seperti
gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
5. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual yang Mungkin Terganggu
a) Bernapas
Gejala: Napas pendek, dispnea nocturnal paroksismal, batuk
dengan atau tanpa sputum.
Tanda: Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul, batuk
produktif.
b) Makan dan Minum
Gejala: Kebiasaan diet buruk (misalnya : rendah serat, tinggi
lemak, aditif, dan bahan pengawet), Anoreksia, mual/muntah,
Intoleransi makanan.
Tanda: Perubahan berat badan (BB), penurunan BB hebat,
kaheksia, berkurangnya massa otot, Perubahan pada
kelembapan/turgor kulit, edema.
c) Eliminasi
Gejala: Perubahan pola defikasi, misalnya : darah pada feses,
nyeri saat defikasi. Perubahan eliminasi urinearius misalnya : nyeri
atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria, sering berkemih.
Tanda: Perubahan bising usus, distensi abdomen.
d) Aktifitas
Gejala: Kelemahan, malaise.
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak, Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen,
tingkat stress tinggi
e) Istirahat Tidur
Gejala : Perubahan pada pola tidur dan waktu tidur pada
malam hari
Tanda : nyeri, ansietas, dan berkeringat malam.
f) Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh pasien biasanya meningkat pada infeksi.
g) Kebersihan/Hygiene
Pasien tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri
akibat kelemahan yang dialami.
h) Nyaman
Gejala: Nyeri tekan/nyeri lokal pada sisi yang sakit, mungkin
hebat atau dangkal.
Tanda : Perilaku hati – hati (distraksi), gelisah, jalan pincang
i) Keamanan
Gejala: Berulangnya infeksi. Pemajanan pada kimia toksik,
karsinogen, pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda: Fraktur tulang, kalsifikasi metastasik, keterbatasan
gerak sendi, Ruam kulit, ulserasi.
j) Komunikasi dan Sosialisasi
Gejala: Kesulitan menjalankan fungsi peran dalam keluarga.
k) Belajar
Kebanyakan pasien tidak mengetahui penyakit yang
dialaminya serta apa pemicu munculnya stroke tersebut.
l) Rekreasi
Pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur atau pun keluar
rumah karena mengalami kelemahan dan mengikuti prosedur
pengobatan
m) Prestasi
n) Spiritual

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik atau inflamasi.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya tumor
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan
kerusakan muskuloskeletal
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan perubahan status
kesehatan
C. INTERVENSI

No Diagnosa NOC NIC


1. Nyeri akut berhubungan NOC: NIC:
dengan obstruksi jaringan 1. Pain level Pain Manajement
saraf atau inflamasi. 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri
3. Comfort level secara komprehensif
kriteria Hasil : termasuk lokasi,
1. Mampu karakteristik, durasi,
mengontrol nyeri frekuensi, kualitas dan faktor
(tahu penyebab presipitasi.
nyeri,mampu 2. Observasi reaksi non verbal
menggunakan dan ketidaknyamanan,
teknik non seperti pasien tampak
farmakologi untuk meringis, dan memegangi
mengurangi nyeri) bagian tubuh yang sakit.
2. Melaporkan bahwa 3. Gunakan tehnik komunikasi
nyeri berkurang terapeutik untuk mengetahui
dengan pengalaman nyeri pasien.
menggunakan 4. Kontrol lingkungan yang
manajemen nyeri dapat menpengaruhi nyeri
3. Mampu mengenali seperti suhu ruangan,
nyeri pencahayaan dan kebisingan.
(skala,intensitas,fre 5. Kurangi faktor presipitasi
kuensi, dan tanda nyeri.
nyeri) 6. Pilih dan lakukan
4. Menyatakan rasa penanganan nyeri
nyaman setelah (farmakologi (analgetik), dan
nyeri berkurang non – farmakologi (relaksasi
nafas dalam)
7. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi.
8. Ajarkan tentang tehnik non –
farmakologi.
9. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
2 Gangguan citra tubuh NOC: NIC:
berhubungan dengan 1. Body Image Body Image Enhancement
adanya tumor 2. Self esteem 1. Diskusikan dengan klien
Kriteria Hasil: tentang perubahan dirinya
1. Body image 2. Bantu klien dalam
positif memutuskan tingkat actual
2. Mampu perubahan dalam tubuh
mengidentifikasi atau level fungsi tubuh
kekuatan 3. Monitor frekuensi
personal pernyataan klien
3. Mendiskripsikan 4. Berikan dukungan dan
secara faktual suport mental serta
perubahan spiritual.
fungsi tubuh 5. Libatkan keluarga untuk
4. Mempertahanka memberikan dukungan
n interaksi sosial sacara mental dan spiritual

3 Hambatan mobilitas NOC : NIC :


fisik berhubungan 1. Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
dengan penurunan Active 1. Monitoring vital sign
kekuatan dan 2. Mobility Level sebelm/sesudah latihan dan
kerusakan 3. Self care : ADLs lihat respon pasien saat latihan
muskuloskeletal 4. Transfer 2. Konsultasikan dengan terapi
performance fisik tentang rencana ambulasi
Kriteria hasil: sesuai dengan kebutuhan
1. Klien meningkat 3. Bantu klien untuk
dalam aktivitas menggunakan tongkat saat
fisik berjalan dan cegah terhadap
2. Mengerti tujuan cedera
dari peningkatan 4. Ajarkan pasien atau tenaga
mobilitas kesehatan lain tentang teknik
3. Memverbalisasika ambulasi
n perasaan dalam 5. Kaji kemampuan pasien dalam
meningkatkan mobilisasi
kekuatan dan 6. Latih pasien dalam
kemampuan pemenuhan kebutuhan ADLs
berpindah secara mandiri sesuai
4. Memperagakan kemampuan
penggunaan alat 7. Dampingi dan Bantu pasien
Bantu untuk saat mobilisasi dan bantu
mobilisasi (walker) penuhi kebutuhan
ADLs
1. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
2. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

4 Ansietas berhubungan NOC: NIC:


dengan ancaman kematian Penurunan Kecemasan
 Anxiety self control
dan perubahan status 1. Gunakan pendekan yang
 Anxiety level
kesehatan menyenangkan
 Coping 2. Nyatakan dengan jelas
Kriteria hasil : harapan terhadap pelaku
1. Klien mampu pasien
mengidentifikasi dan 3. Jelaskan semua prosedur
mengungkapkan dan apa yang dirasakan
gejala cemas. selama prosedur
2. Mengidentifikasi, 4. Temani pasien untuk
mengungkapkan dan memberikan keamanan dan
menunjukkan teknik mengurangi takut
untuk mengontrol 5. Dengarkan dengan penuh
cemas. perhatian
3. Vital sign dalam 6. Identifikasi tingkat
batas normal kecemasan
4. Postur tubuh, 7. Bantu pasien mengenal
ekspresi wajah, situasi yang menimbulkan
bahasa tubuh, dan kecemasan
tingkat aktivitas 8. Dorong pasien untuk
menunjukkan mengungkapkan perasaan,
berkurangnya ketakutan, persepsi
kecemasan. 9. Intruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencanca keperawatan yang
telah disusun. Selama implementasi perhatikan respon klien dan
dokumentasikan.

E. EVALUASI
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah NOC yang telah kita
rencanakan telah tercapai atau tidak. Evaluasi dilakukan dengan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta:


EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku / Elizabeth J. Corwin.


Jakarta: EGC.

Doenges, E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman


untuk perencanaan keperawatan pasien. Edisi 3 .Jakarta : EGC

Hadaming, Elvi. 2014. Askep Osteosarkoma.


http://evyhadaming.blogspot.com/2014/04/askep-osteosarkoma.html.
diakses tanggal 19 Desember 2014. Pukul 20.00 wita

Kurniasih, Amanda. 2013. Laporan Pendahuluan Askep Osteosarkoma.


https://id.scribd.com/doc/168720911/Laporan-Pendahuluan-
Osteosarcoma. Diakses tanggal 19 Desember 2014. Pukul 21.05 wita.

Nanda NIC-NOC.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Edisi Revisi Jilid 1. Jakarta : ECG

Nanda NIC-NOC.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta : ECG

Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah.Vol III. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai