Anda di halaman 1dari 7

KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN M (IgM) SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN

BRAINSTEM EVOKED
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME
DANU YUDISTIRA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Definisi Congenital Rubella Syndrome adalah penyakit yang disebabkan

oleh infeksi virus rubella atau campak Jerman. Pada anak-anak, infeksi biasanya

hanya menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa gejala. Infeksi pada orang dewasa

dapat menimbulkan keluhan demam, sakit kepala, lemas dan konjungtivitis. Jika

infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan, khususnya trimester pertama sering

menyebabkan Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS mengakibatkan

terjadinya abortus, bayi lahir mati, premature dan cacat apabila bayi tetap hidup

(Kadek & Darmadi, 2007).

Sekitar tahun 1962-1965 rubella menjadi penyakit yang endemik dan

diperkirakan 12,5 juta kasus rubella terjadi pada daerah Amerika serikat dengan

hasil data 2000 kasus encephalitis, 11.250 terjadi abortus, 2.100 terjadi kasus

kematian neonatal dan 20.000 kasus terjadi kelahiran bayi dengan CRS.

Pemberian vaksin rubella diawali pada tahun 1969 dan memberikan efek yang

sangat signifikan. Rubella dan CRS sebagian besar dapat terjadi pada daerah

Kanada dan bagian negara lainnya, oleh karena itu penyakit ini sangat

mendapatkan perhatian dunia (Huong mc Lean,2012).

Walaupun saat ini kasus rubella sudah dapat ditangani dengan vaksin

namun bagi beberapa negara dibelahan dunia masih menjadi penyakit yang

endemik. Data dari WHO menyebutkan angka perkiraan kasus rubella lebih dari

1
KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN M (IgM) SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
BRAINSTEM EVOKED 2
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME
DANU YUDISTIRA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

100.000 kelahiran bayi dengan kasus CRS tiap tahunnya. Data dari rekam medik

poliklinik Departemen Ilmu kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Pusat DR.

Sardjito tercatat 89 kasus Sindrom Rubella Kongenital selama periode 2011-2016,

dan 274 kasus gangguan tumbuh kembang pada anak terkait bahasa dan wicara

(Data Rekam Medik RSUP Dr. Sardjito, 2016).

Insidensi Sindrom Rubella Kongenital adalah 1-2/1.000 kelahiran hidup.

Estimasi global menunjukkan bahwa jumlah bayi yang lahir dengan CRS pada

tahun 2008 melebihi 110.000, dan kejadian CRS tertinggi ada di Asia Tenggara

(48%) dan Afrika (38%). Berdasarkan data WHO setiap tahun terjadi 236 kasus di

negara berkembang dan meningkat 10 kali lipat saat terjadi epidemi (Pedoman

Surveilans CRS, 2014).

Infeksi rubella saat kehamilan trimester pertama akan menyebabkan

sindrom rubella kongenital (congenital rubella syndrome/ CRS). Manifestasi

klinis CRS antara lain berupa kebutaan, kurang pendengaran, penyakit jantung

kongenital, dan retardasi mental. Diperkirakan 238.000 anak diseluruh dunia lahir

dengan CRS setiap tahun, dan sebagian besar dinegara berkembang. Dilaporkan

bahwa insidensi keseluruhan imunitas terhadap rubella pada ibu dalam tiga bulan

pertama kehamilan sebesar 55% dan hampir 45% jenis kelamin perempuan rentan

terhadap terjadinya CRS. Infeksi yang terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan

akan menyebabkan infeksi rubella kongenital sebesar 90% dengan risiko

terjadinya defek kongenital hampir 100%. Infeksi pada minggu ke 13 sampai 17

memiliki risiko terinfeksi sekitar 60% dan resiko defek sekitar 50%. Infeksi pada
KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN M (IgM) SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
BRAINSTEM EVOKED 3
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME
DANU YUDISTIRA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

minggu ke 18 sampai 24 berisiko terinfeksi sekitar 25% dan hampir tidak berisiko

terjadi defek kongenital (Adam,2014).

Cacat yang terjadi bisa satu atau kombinasi dari jenis kecacatan berikut

seperti tuli, katarak, mikroftalmia, glaucoma congenital, mikrosefali,

meningoensefalitis, keterbelakangan mental, patent ductus arteriosus, defek

septum atrium atau ventrikel jantung, purpura, hepatosplenomegali, ikterus dan

penyakit tulang radiolusen. Sindroma Rubella Kongenital adalah penyakit

menular aktif dengan keterlibatan multi sistem, spektrum ekspresi klinis luas

(Nicholas, 2000).

Gejala klinis infeksi rubella tidak khas dan penegakkan diagnosis dengan

gejala klinis tidak akurat. Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kadar

antibodi (IgG dan IgM) terhadap rubella memegang peran penting dalam

penegakkan diagnosis rubella. Bahan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui

kadar antibodi IgG dan IgM bisa dengan oral fluid (OF) atau dengan dried blood

spot (DBS) dengan sensitifitas dan spesifitas 96% sampai 100%. Jika pemeriksaan

antibodi dilakukan sebelum umur pasien 3 bulan dan didapatkan kadar IgG dan

IgM yang positif maka diagnosis CRS dapat ditegakkan sebagai CRS

terkonfirmasi (Adam,2014).

Pada pemeriksaan penunjang yang dicurigai adanya gangguan

pendengaran, terdapat beberapa test yang dapat dilakukan dan hasil pemeriksaan

n y a cukup baik dan banyak digunakan yaitu Auditory Brainstem Response

Testing / Brainstem Evoked Response Auditory (ABR / BERA), Auditory Steady-

State Response (ASSR), Otoacoustic Emission Testing (OAE) (Sokol et al., 2002).
KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN M (IgM) SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
BRAINSTEM EVOKED 4
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME
DANU YUDISTIRA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Prosedur Otoacoustic Emission (OAE) merupakan pilihan

pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk kepentingan skrining gangguan

pendengaran karena untuk mengetahui hasilnya tidak membutuhkan waktu lama.

Biasanya membutuhkan waktu kurang dari 2 menit untuk melakukan

pemeriksaan pada kedua telinga. Pemeriksaan ini termasuk non-invasif dan

tidak memerlukan obat penenang bagi pasien. Karena tidak ada respons perilaku

yang diperlukan, pemeriksaan OAE dapat dilakukan bahkan pada pasien dalam

kondisi yang tidak baik seperti contohnya didalam inkubator. Pada pasien yang

tenang dan kooperatif, rekaman biasanya membutuhkan lebih sedikit.

beberapa menit per telinga. Pemeriksaan pada pasien yang tidak kooperatif atau

lingkungan yang sangat berisik, rekaman memakan waktu yang jauh lebih lama

atau bahkan tidak berhasil dilakukan (Campbell, 2010).

Brainstem evoked response audiometry (BERA) digunakan untuk menilai

sensitifitas pendengaran dengan pasien bayi baru lahir. Karena banyak penelitian

menyebutkan 1 sampai 3 kasus per 1.000 kelahiran memiliki faktor resiko

penurunan pendengaran. Faktor resiko termasuk lahir premature, hiperbilirubin,

abnormalitas dari kraniofacial, infeksi pada saat hamil termasuk CRS, riwayat

keluarga yang memiliki penurunan pendengaran, sepsis, hipoksia, dan perdarahan

intracranial (Sharma et al., 2006).


KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN M (IgM) SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
BRAINSTEM EVOKED 5
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME
DANU YUDISTIRA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan fakta-fakta tersebut diatas

dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Angka kejadian Sindrom Rubella Kongenital di Indonesia masih cukup

tinggi.

2. Infeksi Rubella yang terjadi pada ibu hamil trimester pertama membuat

kecacatan yang permanen.

3. Deteksi dini Sindrom Rubella Kongenital sangat diperlukan berdasarkan

tanda klinis dan pemeriksaan penunjang serologis.

4. Skrining sedini mungkin dengan alat OAE dan BERA dapat mengetahui

letak kelainan yang dialami oleh penderita Sindrom Rubella Kongenital.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diajukan pertanyaan

penelitian apakah terdapat korelasi antara Imunoglobulin M (IgM) spesifik rubella

dengan nilai ambang pendengaran pada bayi sindrom rubella kongenital di rumah

sakit DR. Sardjito Yogyakarta?

D. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adakah korelasi kadar Imunoglobulin M (IgM) spesifik

rubella dengan nilai ambang pendengaran pada pasien Sindrom Rubella

Kongenital di rumah sakit DR. Sardjito Yogyakarta.


KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN M (IgM) SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
BRAINSTEM EVOKED 6
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME
DANU YUDISTIRA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data gambaran besaran hubungan

kadar Imunoglobulin M (IgM) terhadap hasil pemeriksaan BERA pada pasien

Sindrom Rubella Kongenital di rumah sakit DR. Sardjito Yogyakarta.

2. Dapat sebagai acuan untuk penegakkan dan skrining awal seluruh bayi baru

lahir di RSUP dr. Sardjito baik yang dicurigai CRS atau tidak

3. Data dan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan

pengembangan penelitian selanjutnya.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai hubungan kadar imunoglobulin M (IgM) dengan hasil

pemeriksaan BERA pada pasien Sindrom Rubella Kongenital belum banyak

dilakukan di negara-negara lain, dan penelitian di Indonesia juga belum banyak

dilakukan, dalam hal ini di RSUP Dr. Sardjito. Beberapa penelitian terkait yang

pernah dilakukan di negara-negara lain tersebut dapat dilihat dalam tabel 1.


KORELASI KADAR IMUNOGLOBULIN M (IgM) SPESIFIK RUBELLA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
BRAINSTEM EVOKED
RESPONSE AUDIOMETRY PADA PASIEN CONGENITAL RUBELLA SYNDROME 7
DANU YUDISTIRA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel 1. Penelitian-Penelitian tentang Congenital Rubella Syndrome


Peneliti Rancangan
Tujuan Sampel Hasil
(tahun) Penelitian
Ahmed, Case control Untuk mengetahui 355 wanita 39% IgM anti
(1992) study kadar IgM dan IgG hamil, 212 rubella (+),
spesifik rubella pada dengan riwayat 61% IgG anti
wanita hamil dengan abortus (+), 143 rubella (+)
riwayat aborsi wanita kontrol (-
)
Rahman et al., Case control Untuk mencari 198 Sampel Dari 198 anak
study hubungan faktor NHL (+) dan 200 NHL 74% IgG
(2002)
risiko rubella dengan Sampel NHL antirubella (+),
NHL control (-) 200 anak
NHL(-) 18 %
Ig G (+) anti
rubella
Noorbakhsh et Case control Membandingkan IgM 95 kasus Terdapat 34,6%
al., (2008) study dan IgG pada anak NHL(+), 63 IgM CMV pada
yang kontrol NHL (-) NHL (+),
sedangkan IgG
terinfeksi TORCH CMV 72% pada
dan hubungannya NHL(+)
dengan kejadian NHL
Christine et Kohort Skrining hearing loss Semua bayi baru Dari 1461 bayi
al., Prospektif pada bayi dengan lahir yang yang diskrining,
faktor risiko dengan berisiko 46 bayi
(2009) mengalami (29,48%) NHL,
menggunakan OAE
gangguan 4 bayi (8,7%)
dan BERA pendengaran infeksi TORCH
Junaid et al., Kohort Skrining kadar IgM 93 anak-anak 42 (45,2%) IgM
Prospektif spesifik Rubella usia 0-10 tahun anti rubella (+),
(2011) 51 (54,8%) IgM
terhadap anak-anak di
anti rubella (-)
negara endemis rubell

Anda mungkin juga menyukai