Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Hukum Waris di Indonesia

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Mawaris

Dosen Pengampu: Asyrofi Aziz, M.S.I

Disusun Oleh :

1. Anggarani Sukma Wati (23010170027)


2. Siti Karomah Lestari (23010170
3. Atika Indriyani (23010170020)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

TAHUN 2019
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayahNya makalah tentang Sejarah Waris di Indonesia ini dapat kami selesaikan
tepat pada waktunya.

Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Namun sangat menyadari bahwa dalam makalah
ini kami masih terdapat banyak kekurangan baik isi maupun penyajiannya. Pleh karena itu, kami
sangat mengharapkan saran dari para pembaca untuk perbaikan dan kesempurnaan makalah
berikutnya.

Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya
dalam memahami makalah Sejarah Waris di Indonesia.

Salatiga, 6 September 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang mayoritas warganya beragama Islam. Oleh karena
itu Negara mengatur kehidupan masyarakat Indonesia dengan aturan agama Islam.
Masalah waris diserahkan kepada Peradilan Agama, juga termaktub dalam KHI
(Komplikasi Hukum Islam). Dalam KHI umat Islam dapat melaksanakan pembagian
waris berdasrkan hukum Islam atau berdasarkan adat yang berkembang atau berdasarkan
berbagi sama antara laki-laki dan perempuan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah waris di Indonesia?
2. Bagaimana hukum waris adat di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah waris di Indonesia
2. Untuk mengetahui hukum waris adat di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Waris di Indonesia


Menyangkut sejarah hukum Islam di Indonesia tentunya berkaitan erat
dengan masuknya agama Islam sekarang di Nusantara. Tentang masuknya
agama Islam di Nusantara sampai saat ini belum ada kesatuan pendapat di
antara para ahli sejarah Indonesia sementara ahli sejarah ada yang
mengemukakan agama Islam masuk ke Nusantara pada abad I Hijriyah ( 7
Masehi ) dan ada yang berpendapat pada abad ke 7 Hijriyah ( 13 Masehi).
Menyangkut sejarah dan kedudukan Islam dalam tata hukum Indonesia
secara singkat dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Masa Sebelum Pemerintahan Kolonial Belanda
Ketika Ibnu Batuttah singgah di Samudra Pasai pada tahun 1345
Masehi, ia telah mengagumi kemampuan Sultan Al Malik Azh-Zahir
berdiskusi tentang berbagai permasalahan Islam dan ilmu fiqh dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa agama Islam telah lebih dahulu
berkembang dan dilaksanakan di Nusantara ketimbang kolonial Belanda
mengijakkan kaki di bumi Nusantara. Dalam perkembangan sejarah
Indonesia tercatat bahwa pada abad ke 16 organisasi perusahaan dagang
Belanda yang dikenal dengan VOC merapat di pelabuhan Banten Jawa
Barat, semula maksudnya hanya untuk berdagang namun perkembangan
lebih lanjut tujuan berubah menjadi ingin menguasai kepulauan Indonesia
sehingga VOC mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pedangan dan sebagai
badan pemerintahan.
Dalam sejarah perkembangan hukum di Indonesia lebih lanjut
dikemukakan bahwa tidak efektif peradilan yang diciptakan VOC maka
VOC meminta kepada D.W.Freijer untuk menyusun “Compedium yang
memuat hukum perkawinan dan hukum perwarisan Islam”. Kondisi ini
dipakainya hukum Islam pada lembaga peradilan yang dibentuk oleh VOC
berlangsung selama kurang lebih 2 abad, dan selanjutnya secara perlahan
dan sistematis dicoba untuk menghapuskannya yaitu pada waktu
pemerintahan VOC digantikan oleh kolonial Belanda.
2. Masa Pemerintahan Belanda
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa secara perlahan dan
sistematis pemerintah kolonial Belanda mecoba untuk menghapus
pengaruh hukum Islam dalam lingkungan peradilan yang ada karena
banayak orang Belanda berpendapat bahwa pertukaran agama penduduk
menjadi Kristen akan menguntungkan negeri Belanda karena penduduk
pribumi mengetahui eratnya hubungan agama mereka dengan agama
pemerintahannya. Pada abad ke 19 banyak oran Belanda baik di negerinya
sendiri maupun di Hindia Belanda sangat berharap segera dapat
menghilangkan pengaruh hukum Islam dari sebagian besar orang
Indonesia dengan berbagai cara di antara melalui proses kristenisasi.
Namun demikian usaha tidak berhasil bahkan lebih lanjut mister Scolten
Van Oud Harlem menulis sebuah nota kepada pemerintah Hindia-Belanda
yang isinya “Untuk mencegah timbulnya keadan yang tidak
menyenangkan ungkin juga perlawanan jika di adalkan pelanggaran
terhadap orang bumi putera dan agama Islam maka harus di Ikhtiarkan
sedapatnya agar mereka dapat tetap tinggal dalam lingkungan agama serta
adat istiadat mereka.
3. Masa Pemerintahan Jepang
Pada masa kedudukan Jepang semua peraturan pada masa kolonial
Belanda dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan hukum pemerintahan Dai Nippon pada masa ini lembanga
peradilan Agama tetap di pertahakan akan tetapi sebagaimana mana
diungkapkan oleh Mohtar Zarkasy sebagai mana dikutip oleh M Idris
Pramulyo namanya diubah menjadi Scorio Hooin dan Mahkamah Agama
Islam tinggi namanya diubah menjadi Kaikoo Kootoo. Perubahan
didasarkan pada pasal 3 aturan peralihan bala tentara Jepang pada tanggal
7 Maret 1942.
4. Masa Kemerdekaan Sampai Saat ini
Dengan dikemukakannya proklamasi kemerdekaan pada tanggal
17 Agustus 1945, maka seluruh sistem hukum yangada semuanya
berdasarkan sistem hukum Nasional, sebab pada tanggal 18 Agustus telah
ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Hukum Dasar Negara.
Menurut Hazanain, sejak diproklamirkan kemerdekaan repluk
Indonesia, hukum agama yang diyakini oleh pemeluknya memperoleh
legalitas secara konstitusional yuridis.
Dalam perkembangannya (khususnya Lembaga Peradilan Agama)
sempat beberapa kali mengalai penyempurnaan-penyempurnaan.pada
tanggal 29 Desember 1989 yaitu dikeluarkan undang-undang tentang
Peradilan Agama. dalam buku-buku hukum Indonesia sering ditemukan
uraian yang yang mengemukakan bahwa pada zaman kolonial Belanda,
hukum Islam dipandang sebagai bagian dari sistem hukum adat (terutama
dalam perkawinan). Selain itu dalam kewarisan masyarakat sering
mmpergunakan hukum adat, oleh karenanya, pada waktu itu pemerintah
kolonial Belanda persoalan warisan dimasukkan ke dalam kekuasaan
Pengadilan Negeri dan diadili berdasarkan hukum adat.
B. Ketentuan hukum waris di Indonesia
1. Ketentuan Umum
Pada pasal 171 berisi tentang penjelasan tentang hukum waris, pewaris,
ahli waris, harta peninggalan, harta warisan, wasiat, hibah, anak angkat dan
baitul mal. Hukum waris menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam) adalah
hukum yang mengatur pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya masing-masing. Pewaris adalah orang yang ada pada saat
meninggalnya atau dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan,
beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. Dalam
istilah arab pewaris adalah muwarits yaitu orang yang memberikan waris atau
orang yang memiliki harta peninggalan. Sedangkan ahli waris adalah orang
yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan
perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena
hukum untuk menjadi ahli waris.1 Hukum waris di Indonesia masih beraneka
ragam coraknya, dimana tiap golongan penduduk tunduk kepada hukumnya
masing-masing. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan tentang arti dan
makna hukum waris. Hukum waris tunduk kepada hukum yang dianut oleh
pewaris. Sistem hukum waris yang dianut di Indonesia meliputi Hukum waris
Islam, hukum waris adat, dan hukum waris menurut kitab undang-undang
hukum perdata.
Hukum waris adat, pandangan ini sangat dintentukan oleh persekutuan
hukum adat itu sendiri, beberapa persekutuan itu diantaranya pertama
persekutuan berdasarkan keturunan.

1
Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris(Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,2007)hlm. 114

Anda mungkin juga menyukai