Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAGEMEN KEPERAWATAN BANGSAL SERUNI


DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG

NAMA KELOMPOK :

1. Lismia khaerunnisa (P1337420716003)


2. Dina Utami (P1337420716007)
3. Anif Ismawati (P1337420716011)
4. Andi Saputro (P1337420716015)
5. Anisa Silvia N A (P1337420716017)
6. Fatat Ulfatus Syarifah (P1337420716025)
7. Mei Elis Setiawati (P1337420716027)
8. Sintiya (P1337420716032)
9. Winda Melati P A (P1337420716036)
10. Rahma Wibawati (P1337420716040)
11. Kharisma Nurul Hapsari (P1337420716049)
12. Miftah Khuljannah (P1337420715027)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIV KEPERAWATAN MAGELANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manajemen atau pengelolaan bangsal merupakan upaya mulai dari pengelolaan tenaga,
pengaturan tata ruang, pengaturan logistik pengaturan dokumentasi, pengolaan administrasi,
penerapan model asuhan keperawatan profesional atau yang biasa dikenal dengan metode
penugasan serta upaya lain yang mendukung terpenuhinya kualitas keperawatan yang baik .
Sering kita lihat bahwa manajemen keperawatan ini diberbagai rumah sakit belum
semaksimal diterapkan atau kurang terkoordinir dengan baik dalam menciptakan lingkungan
yang nyaman dan harmonis antara perawat dan pasien untuk melakukan tindakan
keperawatan atau praktik keperawatan dan asuhan keperawatan.

Disamping itu manajemen keperawatan ini sebagai struktur kegiatan operasional dalam
melakukan pelayanan keperawatan yang akan mendukung proses penyembuhan dan
pemulihan kesehatan pasien yang dirawat selama 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa
manajemen keperawatan sangat penting karena membutuhkan waktu yang panjang untuk
melayani pasien. Dengan demikian perawat membutuhkan lingkungan kerja yang baik.
Karena lingkungan kerja merupakan lingkungan internal dalam sebuah organisasi yang
mempengaruhi perilaku perawat dalam menjalankan tugasnya (Huber, 1996).

Manajemen keperawatan harus dapat diaplikasikan dalam tatanan pelayanan nyata di rumah
sakit sehingga perawat perlu memahami bagaimana konsep dan aplikasinya didalam
organisasi keperawatan itu sendiri.
Selanjutnya kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan organisasi keperawatan,
bagaimana tugas dan tanggung jawab dari masing-masing personil didalam organisasi yang
harapannya membuat kita lebih memahami bagaimana konsep dasar Manajemen
Keperawatan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting untuk menyusun laporan
pendahuluan tentang konsep model praktik keperawatan profesional untuk mengetahui lebih
dalam tugas perawat dalam memberi asuhan keperawatan sehingga memberi kepuasan bagi
pasien.
1. Tujuan Umum

Laporan pendahuluan ini dibuat untuk mengetahui, memahami, dan menerapkan konsep
manajemen keperawatan dalam bidang kesehatan, khususnya bidang keperawatan.
2. Tujuan Khusus

Diharapkan Mahasiswa mampu :


1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari manajemen keperawatan
2. Untuk mengetahui dan memahami konsep dan proses manajemen keperawatan
3. Untuk mengetahui dan memahami model praktik keperawatan profesional
4. Untuk mengetahui dan memahami tugas, tanggung jawab, dan fungsi kepala ruangan
5. Untuk mengetahui dan memahami tugas, tanggung jawab, dan fungsi ketua tim
6. Untuk mengetahui dan memahami tugas, tanggung jawab, dan fungsi perawat pelaksana
7. Untuk mengetahui dan memahami tugas, tanggung jawab dan fungsi case manajer
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN


1. PENGERTIAN MANAJEMEN
Manajemen biasanya diidentikkan dengan cara untuk mengatur beberapa hal secara
baik dan sesuai dengan tujuan. Pengaturan dilakukan agar hal hal yang diatur berjalan
seimbang, lancar, dan mencapai tujuan yang diharapkan. Berikut ini akan diuraikan
beberapa pengertian manajemen secara umum dari beberapa ahli. Manajemen adalah
proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang lain (Gillies,1989). Menurut Siagian
(1999), manajemen berfungsi untuk melakukan semua kegiatan yang perlu dilakukan
dalam rangka mencapai tujuan dalam batas – batas yang telah ditentukan pada tingkat
administrasi. Sedangkan Liang Lie mengatakan bahwa manajemen adalah suatu ilmu dan
seni perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengontrolan dari benda dan manusia
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya Swanburg (2000)
mendefinisikan manajemen sebagai ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan
sumber daya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dari beberapa pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa
manajemen adalah proses yang dinamis, yang senantisa berubah sesuai dengan tuntutan
perkembangan. Manajemen merupakan proses mengorganisir sumber-sumber untuk
mencapai tujuan dimana arah tujuan yang akan dicapai ditetapkan berdasarkan visi, misi,
filosofi organisasi. Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota
staf keperawatan untuk memberikan asuhan, pengobatan dan bantuan terhadap para pasien
(Gillies, 1989).
2. PRINSIP-PRINSIP YANG MENDASARI MANAJEMEN KEPERAWATAN
Prinsip-prinsip yang mendasari manajemen keperawatan adalah :
a. Manajemen keperawatan seyogianya berlandaskan perencanaan karena melalui fungsi
perencanaan, pimpinan dapat menurunkan resiko pengambilan keputusan, pemecahan
masalah yang afektif dan terencana.
b. Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang efektif.
Manajer keperawatan menghargai waktu akan menyusun perencanaan yang
terprogram dengan baik dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan sebelumnya.
c. Manajemen keperawatan akan melibatkan pengambilan keputusan berbagai situasi
maupun permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kegiatan keperawatan
memerlukan pengambilan keputusan di berbagai tingkat manajerial.
d. Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus perhatian manajer
keperawatan dengan mempertimbangkan apa yang pasien lihat, fikir, yakini dan ingini
. Kepuasan pasien merupakan point utama dari seluruh tujuan keperawatan.
e. Manajemen keperawatan harus terorganisir. Pengorganisasian dilakukan sesuai dengan
kebutuhan organisasi untuk mencapai tujuan.
f. Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan yang meliputi proses
pendelegasian, supervisi, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan rencana yang telah
diorganisasikan.
g. Manejer keperawatan yang baik adalah manajer yang dapat memotivasi staf untuk
memperlihatkan penampilan kerja yang baik.
h. Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang
efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan memberikan persamaan pandangan arah
dan pengertian diantara bawahan.
i. Pengembangan staf penting untuk dilaksanakan sebagai upaya mempersiapkan perawat
pelaksana untuk menduduki posisi yang lebih tinggi ataupun upaya manajer untuk
meningkatkan pengetahuan karyawan.
j. Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang meliputi penilaian
tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat, pemberian instruksi dan menetapkan
prinsip-prinsip melalui penetapan standar, membandingkan penampilan dengan standar
dan memperbaiki kekurangan.
Berdasarkan prinsip-prinsip diatas maka para manajer, administrator dan bawahan
seyogianya bekerja bersama-sama dalam merencanakan dan pengorganisasian serta
fungsifungsi manajemen lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
3. LINGKUP MANAJEMEN KEPERAWATAN
Mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah industri besar yang melibatkan
berbagai aspek upaya kesehatan. Pelayanan kesehatan sudah menjadi hak yang paling
mendasar bagi semua orang dan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan
membutuhkan upaya perbaikan menyeluruh dari sistem yang ada. Pelayanan kesehatan
yang memadai sangat dipengaruhi oleh pelayanan keperawatan yang ada didalamnya.
Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis. Manajer keperawatan yang efektif
seyogianya memahami hal ini dan mampu memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana
meliputi : menggunaan proses keperawatan dalam setiap aktivitas asuhan keperawatannya,
melaksanakan intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditetapkan,
menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan dan hasil-hasil keperawatan yang
dilaksanakan oleh perawat, serta mampu mengendalikan lingkungan praktek keperawatan.
Seluruh pelaksanaan kegiatan ini senantiasa di inisiasi oleh para manajer keperawatan
melalui partisipasi dalam proses manajemen keperawatan dengan melibatkan para perawat
pelaksana.
Berdasarkan gambaran diatas maka lingkup manajemen keperawatan terdiri dari:
Manajemen operasional/ menajemen layanan dan manajemen asuhan keperawatan.
a. Manajemen Layanan/Operasional
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang perawatan yang
terdiri dari tiga tingkatan menajerial dan setiap tingkatan dipimpin oleh seseorang yang
mempunyai kompetensi yang relevan. Tingkat manajerial tersebut yaitu :

Gambar 1.1 Tingkat Manajerial

Agar mencapai hasil yang baik, ada beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh
orangorang yang memimpin dalam tiap level manajerial tersebut. Faktor-faktor
tersebut adalah : kemampuan menerapkan pengetahuan, ketrampilan kepemimpinan,
kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin, dan kemampuan melaksanakan
fungsi manajemen.

b. Manajemen Asuhan Keperawatan


Manajemen asuhan keperawatan adalah suatu proses keperawatan yg menggunakan
konsep-konsep manajemen di dalamnya seperti perencanaan, pengorganisasan,
implementasi, pengendalian dan evaluasi. Manajemen asuhan keperawatan ini
menekankan pada penggunaan proses keperawatan dan hal ini melekat pada diri
seorang perawat. Setiap perawat dalam melaksanakan tugasnya harus menggunakan
proses keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan pasien. Proses
Keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yg menekankan pada
pengambilan keputusan tentang keterlibatan perawat sesuai yang dibutuhkan pasien.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahapan yaitu : pengkajian, penentuan diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.
4. TUJUAN MANAJEMEN KEPERAWATAN
Tujuan dari manajemen keperawatan adalah mengarahkan seluruh kegiatan yang
direncanakan, mencegah/mengatasi permasalahan manajerial, pencapaian tujuan organisasi
secara efektif dan efisien dengan melibatkan seluruh komponen yang ada, meningkatkan
metode kerja keperawatan sehingga staf perawatan bekerja lebih efektif dan efisien,
mengurangi waktu kerja yang sia-sia, mengurangi duplikasi tenaga.
Hasil akhir (outcome) yang diharapkan dari manajemen keperawatan adalah
terselenggaranya pelayanan, asuhan keperawatan yang berkualitas, pengembangan staf,
budaya riset bidang keperawatan.
5. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KEPERAWATAN
Agar manajemen dapat berjalan sesuai dengan harapan dan mencapai tujuan organisasi,
maka pemahaman tentang prinsip-prinsip manajemen sangatlah dibutuhkan. Ada tujuh
prinsip manajemen yang harus diketahui, yaitu: perencanaan, penggunaan waktu yang
efektif, pengambilan keputusan, pengelola/pemimpin, tujuan sosial, pengorganisasian dan
perubahan. Berikut dibawah ini akan dijelaskan maksud dari prinsip-prinsip manajemen
tersebut.
a. Perencanaan (Planning).
Perencanaan adalah fungsi dasar dan pertama dalam manajemen (the first
function of management). Semua fungsi manajemen tergantung dari perencanaan.
Perencanaan adalah suatu proses berpikir atau proses mental untuk membuat
keputusan dan peramalan (forecasting). Perencanaan harus berorientasi ke masa depan
dan memastikan kemungkinan hasil yang diharapkan (Swansburg & Swansburg,
1999). Dalam perencanaan, salah satu hal penting yang menjadi pusat perhatian adalah
rencana pengaturan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya yang lain yang
relevan. Perencanaan yang baikakan meningkatkan capaian tujuan dan pembiayaan
yang efektif.
b. Penggunaan Waktu Efektif (Effective utilization of time). Penggunaan waktu efektif
berhubungan dengan pola pengaturan dan pemanfaatan waktu yang tepat dan
memungkinkan berjalannya roda organisasi dan tercapaianya tujuan organisasi.
Waktu pelayanan dihitung, dan kegiatan perawat dikendalikan.
c. Pengambilan keputusan (Decision making). Pengambilan keputusan adalah suatu
hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan
di antara beberapa alternatif yang tersedia yang dilakukan oleh seorang pembuat
keputusan. Keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan/
implementasi dari pilihan keputusan yang diambil.
d. Pengelola/Pemimpin (Manager/leader). Manajer yang bertugas mengatur manajemen
memerlukan keahlian dan tindakan nyata agar para anggota menjalankan tugas dan
wewenang dengan baik. Adanya manajer yang mampu memberikan semangat,
mengontrol dan mengajak mencapai tujuan merupakan sumber daya yang sangat
menentukan.
e. Tujuan sosial (Social goal). Manajemen yang baik harus memiliki tujuan yang jelas
dan ditetapkan dalam bentuk visi, misi dan tujuan organisasi.
f. Pengorganisasian (Organizing). Pengorganisasian adalah pengelompokan sejumlah
aktivitas untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Penugasan pada masing-masing
kelompok dilakukan berdasarkan supervisi, ada koordinasi dengan unit lain baik
secara horizontal maupun secara vertikal (Swansburg & Swansburg, 1999).
g. Perubahan (Change) adalah proses penggantian dari suatu hal dengan yang lainnya
yang berbeda dari sebelumnya (Douglas, 1988). Perubahan, di dalam manajemen
keperawatan perubahan dijadikan prinsip karena sifat layanan yang dinamis mengikuti
karakteristik pasien yang akan di layani.
6. PERBEDAAN MANAJER DAN LEADER

Berikut ini adalah perbedaan antara manajer dan pemimpin (leader)


Manajer Lead
Posisi formal sesuai struktur organisasi Seringkali tanpa
er kewenangan
yang didelegasikan tapi memiliki power
Mempunyai sumber power yang Mempunyai peran yang lebih beragam
terlegitimasi

Melaksanakan fungsi, tugas, dan Bisa bukan dari organisasi formal


tanggung
jawab tertentu

Menekankan pada kontrol, Fokus pada proses kelompok,


pembuatan pengumpulan
keputusan, analisa keputusan, dan hasil info, umpan balik, pemberdayaan yang
Memanipulasi orang, lingkungan dan Menekankan
lain pada hubungan
waktu dan sumber lain untuk interpersonal
mencapai tujuan
Tanggung jawab akuntabilitas formal Mempunyai pengikut yang suka/suka
lebih rela
Organisasi
besar daripada leader
Mempunyai bawahan langsung yang Mempunyai tujuan yang mungkin atau
suka dan tidak suka tidak merefleksikan organisasi tersebut

Gambar. 1.2 Perbedaan Manajer dan Leader

7. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah kemampuan membuat seseorang mengerjakan apa yang tidak
ingin mereka lakukan dan menyukainya (Truman dalam Gillies, 1996). Kepemimpinan
merupakan penggunaan keterampilan mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan
sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya (Sullivan & Decleur, 1989).
Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan untuk mempengaruhi anggota kelompok
bergerak menuju pencapaian tujuan yang ditentukan (Baily, Lancoster & Lancoster, 1989).
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu pihak memiliki kemampuan yang
lebih besar untuk mempengaruhi perilaku pihak lain yang didasarkan pada perbedaan
kekuasaan antara pihak-pihak tersebut (Gillies, 1996). Sedangkan menurut Ngalim
Purwanto (1993: 26). "Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasi, suatu seni pembinaan
kelompok orangorang tertentu, biasanya melalui 'human relations' dan motivasi yang tepat,
sehingga tanpa adanya rasa takut mereka mau bekerja sama dan membanting tulang
memahami dan mencapai segala apa yang menjadi tujuan-tujuan organisasi".
8. SYARAT PEMIMPIN
Pemimpin mempunyai syarat-syarat (karakteristik) tertentu yang menunjukkan
kecakapannya. Ada 3 syarat pemimpin yaitu,
a. Kekuasaan
Merupakan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin untuk
memimpin suatu kelompok
b. Kewibawaan
Merupakan kelebihan, keunggulan yang dimiliki seorang yang membuat oarang
lain bersedia melakukan perbuatan tertentu
c. Kemampuan
Merupakan segala kesangguapan, kecakapan yang dianggap melebihi
kemampuan kelompok lainnya.
Pemimpin juga memiliki peran yaitu,
1) Interpersonal role
Pernanan yang berkaitan dengan hubungan antar pribadi
2) Informational role
Peranan yang berhubungan dengan informasi, baik informasi yang diterima maupun
harus disampaikan
3) Decisional role
Peranan terkait dengan pembuatan keputusan
9. AZAS-AZAS KEPEMIMPINAN
a. Azas Kemanusian
Memperhatikan bawahan dan memandang bawahan sebagai manusia
b. Azas Efisiensi
Dengan sumber daya yang terbatas, pemimpin dapat mengefisienkan untuk
kepentingan kelompoknya
c. Azas kesejahteraan yang lebih merata
Pemimpin berusaha mengurangi kesenjangan dan konflik yang dapat mengganggu
jalannya organisasi
10. FUNGSI KEPEMIMPINAN
fungsi kepemimpinan :
a. Memandu, menuntun, membimbing, memotivasi
b. Menjalin komunikasi yang baik
c. Mengorganisasi, mengawasi dan membawa organisasinya pada tujuan yang
telah ditetapkan
Seorang pemimpin harus mampu menjadi contoh peran bagi yang lainnya dan
mampu menempatkan dirinya seperti sosok Ki Hajar Dewantoro. Fungsi
kepemimpinan yang bisa kita contoh dari Ki Hajar Dewantoro
1) Ing Ngarso sung Tulodho ketika di depan memberikan contoh
2) Ing Madyo Mbangun Karso ketika berada di tengah bersama sama
menyelesaikan tugas
3) Tut Wuri Handayani ketika berada dibelakang mampu memberikan dorongan
dan motivasi
11. GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan merupakan cara seseorang memanfaatkan kekuatan yang tersedia
untuk memimpin orang lain. Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda.
Ada 3 faktor yang menjadi kunci gaya kepemimpinan seseorang yang merupakan faktor
yang saling melengkapi dan mempengaruhi satu sama lainnya, yaitu: pemimpin itu sendiri,
orang yang dipimpin dan situasi.
Bisa disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan seseorang merupakan fungsi dari ke
tiga variabel di atas. Marilah kita pelajari bersama penjelasan dari masing-masing variabel
tersebut melalui pemahaman teori –teori gaya kepemimpinan. Bila dilihat dari Pemimpin itu
sendiri, Anda bisa pelajari teori bakat, bila dilihat Pemimpin itu sendiri dan orang yang
dipimpin, maka bisa Anda cocokkan dengan Teori perilaku dan bila dilihat Situasinya,
maka bisa kita gunakan Teori Situasional. Beikut ini adalah uraian dari masing-masing teori
tersebut.
a. Teori Bakat
Teori Bakat menekankan bahwa setiap orang adalah pemimpin (pemimpin dibawa
sejak lahir bukan didapatkan) dan mereka mempunyai karakteristik tertentu yang
membuat mereka lebih baik dari orang lain (Marquis dan Huston, 1998). Teori ini
disebut juga sebagai Great Man Theory. Banyak penelitian terhadap riwayat kehidupan
untuk menguji teori ini. Teori bakat mengabaikan dampak atau pengaruh dari siapa
yang mengasuh, situasi, dan lingkungan lainnya, tetapi menurut teori kontemporer,
kepemimpinan seseorang dapat dikembangkan bukan hanya dari pembawaan sejak
lahir. Teori ini mengidentifikasi karakteristik umum tentang inteligensi, personalitas,
dan kemampuan (perilaku).

Ciri-ciri Pemimpin menurut Teori Bakat

Intelegensi Kepribadian Perilaku

• Kemampuan bekerja
• Pengetahuan. • Adaptasi. sama.

• Kemampuan
• Keputusan. • Kreatif. interpersonal.

Kelancaran • Kemampuan
• berbicara. • Kooperatif. diplomasi.
• Siap/siaga. • Partisipasi sosial.
• Rasa percaya diri. • Prestise.
• Integritas.

Keseimbangan emosi
• dan
mengontrol.
• Independen.
• Tenang

b. Teori Perilaku
Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan
bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya. Perilaku sering dilihat sebagai
suatu rentang dari perilaku otoriter ke demokratis atau dari fokus suatu produksi ke
fokus pegawai. Menurut Vestal (1994), teori perilaku ini dinamakan sebagai gaya
kepemimpinan seorang manajer dalam suatu organisasi.
Gaya diartikan sebagai suatu cara penampilan karakteristik atau tersendiri.
Gaya didefinisikan sebagai hak istimewa tersendiri dari si ahli dengan hasil akhir
yang dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies (1996) menyatakan bahwa
gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan perilaku pemimpin itu
sendiri. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun-tahun
dalam kehidupannya. Oleh karena itu, kepribadian seseorang akan memengaruhi
gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepemimpinan seseorang cenderung
sangat bervariasi dan berbeda-beda. Menurut para ahli, terdapat beberapa gaya
kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam suatu organisasi antara lain sebagai
berikut.
1) Gaya kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt.
Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan
melalui dua titik ekstrem yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan
kepemimpinan berfokus pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor
manajer, faktor karyawan, dan faktor situasi. Jika pemimpin memandang bahwa
kepentingan organisasi harus didahulukan jika dibanding dengan kepentingan
individu, maka pemimpin akan lebih otoriter, akan tetapi jika bawahan
mempunyai pengalaman yang lebih baik dan menginginkan partisipasi, maka
pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasinya.
Gaya kepemimpinan menurut Likert dalam Nursalam (2002)
mengelompokkan gaya kepemimpinan dalam empat sistem.
i. Sistem Otoriter–Eksploitatif.
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah
terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau
hukuman. Komunikasi yang dilakukan bersifat satu arah ke bawah (top-
down).
ii. Sistem Benevolent–Otoritatif (Authoritative).
Pemimpin mempercayai bawahan sampai pada tingkat tertentu,
memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu,
dan membolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide
bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan
keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
iii. Sistem Konsultatif.
Pemimpin mempunyai kepercayaan yang cukup besar terhadap bawahan.
Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan
dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi
dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.
iv. Sistem Partisipatif.
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan,
selalu memanfaatkan ide bawahan, serta menggunakan insentif ekonomi
untuk memotivasi bawahan. Komunikasi bersifat dua arah dan menjadikan
bawahan sebagai kelompok kerja.
2) Gaya kepemimpinan menurut Teori X dan Teori Y.
Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam bukunya The Human
Side Enterprise (1960). Dia menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu
organisasi dapat dikelompokkan menjadi dua kutub utama, yaitu sebagai Teori
X dan Teori Y. Teori X mengasumsikan bahwa bawahan itu tidak menyukai
pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, cenderung
menolak perubahan, dan lebih suka dipimpin daripada memimpin. Sebaliknya
Teori Y mengasumsikan bahwa bawahan itu senang bekerja, bisa menerima
tanggung jawab, mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi,
dan kreatif. Berdasarkan teori ini, gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat
macam.
1. Gaya kepemimpinan diktator.
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta
menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan
Teori X.
2. Gaya kepemimpinan otokratis.
Pada dasarnya gaya kepemimpinan ini hampir sama dengan gaya
kepemimpinan diktator namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan
berada di tangan pemimpin, pendapat dari bawahan tidak pernah
dibenarkan. Gaya ini juga merupakan pelaksanaan dari Teori X.
3. Gaya kepemimpinan demokratis.
Ditemukan adanya peran serta dari bawahan dalam pengambilan
sebuah keputusan yang dilakukan dengan cara musyawarah. Gaya
kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai dengan Teori Y.
4. Gaya kepemimpinan santai.
Peranan dari pemimpin hampir tidak terlihat karena segala
keputusan diserahkan pada bawahan. Gaya kepemimpinan ini sesuai
dengan Teori Y (Azwar, 1996).
3) Gaya kepemimpinan menurut Robert House.
Berdasarkan teori motivasi pengharapan, Robert House mengemukakan empat
gaya kepemimpinan.
1. Direktif.
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana
melaksanakan suatu tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin
selalu berorientasi pada hasil yang dicapai oleh bawahannya.
2. Suportif.
Pemimpin berusaha mendekatkan diri kepada bawahan dan bersikap
ramah terhadap bawahan.
3. Partisipatif.
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan
masukan dan saran dalam rangka pengambilan sebuah keputusan.
4. Berorientasi tujuan.
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan
bawahan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut dengan seoptimal
mungkin.
4) Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard.
Tipe Kepemimpinan Situsional Hersey dan Blanchard (dalam Supriyanto,
2010).
1. Instruksi:
a. tinggi tugas dan rendah hubungan;
b. komunikasi sejarah;
c. pengambilan keputusan berada pada pimpinan dan peran bawahan
sangat minimal;
d. pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik
serta mengawasi dengan ketat.
2. Konsultasi:
a. tinggi tugas dan tinggi hubungan;
b. komunikasi dua arah;
c. peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan cukup besar, bawahan diberi kesempatan untuk memberi
masukan, dan menampung keluhan.
3. Partisipasi:
a. tinggi hubungan tapi rendah tugas;
b. pemimpin dan bawahan bersama-sama memberi gagasan dalam
pengambilan keputusan.
4. Delegasi:
a. rendah hubungan dan rendah tugas;
b. komunikasi dua arah, terjadi diskusi dan pendelegasian antara
pemimpin dan bawahan dalam pengambilan keputusan pemecahan
masalah.
5) Gaya kepemimpinan menurut Lippits dan K. White.
Menurut Lippits dan White, terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu:
otoriter, demokrasi, dan liberal yang mulai dikembangkan di Universitas Iowa.
1. Otoriter.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri antara lain:
a. wewenang mutlak berada pada pimpinan;
b. keputusan selalu dibuat oleh pimpinan;
c. kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan;
d. komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan;
e. pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan
para bawahan dilakukan secara ketat;
f. prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan;
g. tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran,
pertimbangan atau pendapat;
h. tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif;
i. lebih banyak kritik daripada pujian;
j. pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat;
k. pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat;
l. cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman;
m. kasar dalam bersikap;
n. tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan.
2. Demokratis.
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan dalam
memengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Berbagai kegiatan yang akan dilakukan
ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri antara lain:
a. wewenang pimpinan tidak mutlak;
b. pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan;
c. keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan;
d. komunikasi berlangsung timbal balik;
e. pengawasan dilakukan secara wajar;
f. prakarsa dapat datang dari bawahan;
g. banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan
pertimbangan;
h. tugas-tugas yang kepada bawahan lebih bersifat permintaan daripada
instruktif;
i. pujian dan kritik seimbang;
j. pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas
masing-masing;
k. pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar;
l. pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak;
m. terdapat suasana saling percaya, saling menghormati, dan saling
menghargai;
n. tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung bersama-sama.
3. Liberal atau Laissez Faire.
Kepemimpinan gaya liberal atau Laissez Faire adalah kemampuan
memengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan
dengan cara lebih banyak menyerahkan pelaksanaan berbagai kegiatan
kepada bawahan.
Ciri gaya kepemimpinan ini antara lain:
a. pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan;
b. keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan;
c. kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan;
d. pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan;
e. hampir tidak ada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan;
f. prakarsa selalu berasal dari bawahan;
g. hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan;
h. peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok;
i. kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok;
j. tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perorangan.
6) Gaya kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang.
Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan
dibedakan menjadi empat.
a. Otoriter.
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan.
Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin
menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan.
Informasi diberikan hanya pada kepentingan tugas. Motivasi dilakukan dengan
imbalan dan hukuman.
b. Demokratis.
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan
setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong
ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat
rencana dan pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan seluas-
luasnya dan terbuka.
c. Partisipatif.
Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin
yang menyampaikan hasil analisis masalah dan kemudian mengusulkan
tindakan tersebut pada bawahannya. Pemimpin meminta saran dan kritik staf
serta mempertimbangkan respons staf terhadap usulannya. Keputusan akhir
yang diambil bergantung pada kelompok.
d. Bebas tindak
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan
tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi
pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber
informasi dan pengendalian secara minimal.
7) Teori Situasional
Pemimpin berubah dari satu gaya ke gaya lainnya sesuai dengan perubahan
situasi yang terjadi. Jadi seseorang pemimpin yang efektif pada situasi tertentu
belum tentu mampu bersikap dan bertindak efektif pada situasi lain
12. KOMPETENSI YANG HARUS DIMILIKI OLEH MANAJER
KEPERAWATAN DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS
KEPEMIMPINANNYA PADA ABAD KE-21
Penelitian mengenai kompetensi yang harus dimiliki manajer keperawatan
telah dilaksanakan kepada 313 tenaga kesehatan di Australia (Harris dan
Belakley, 1995). Kompetensi tersebut dikategorikan menjadi tujuh, yaitu: 1.
Kepemimpinan; 2. Pengambilan keputusan dan perencanaan; 3. Hubungan
masyarakat/komunikasi; 4. Anggaran; 5. Pengembangan; 6.
Personalitas/perilaku; dan 7. Negosiasi. Keterangan lengkap seperti terlihat
pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Kategori Kompetensi

Kompetensi Penjabaran

 Berkomunikasi tentang organisasi dan


dalam memfasilitasi kegiatan oeganisasi
1. Kepemimpinan. dan pelaksanaan perubahan

 Mendelegasikan dan mendapatkan


orang lain untuk melaksanakan tugas
dan menerima tanggung jawab.

 Menyeleksi dan memilih pegawai yang


tepat.

 Menciptakan budaya organisasi yang


kondusif dan efektif.

 Mengonsultasikan dengan staf dan orang


lain di luar organisasi yang sesuai tentang
keadaan organisasi

 Mengenal kapan peraturan harus


dilaksanakan (fleksibilitas).

Kompetensi Penjabaran

Pengambilan
keputusan dan  Berpikir ulang dan menyusun kembali
2.perencanaan prioritas organisasi.

 Merespons secara cepat dan tepat


tentang perubahan yang tidak
diharapkan.
 Mengantisipasi dan melaksanakan
perencanaan perubahan anggaran
 Memberikan pedoman dan arahan
tentang keputusan organisasi melalui
pengetahuan dari pemerintah daerah,
provinsi, dan nasional.
 Menginterpretasi perubahan industri
dan mengimplementasikan dalam
organisasi
 Menginterprestasikan perubahan
ekonomi staf.
 Menempatkan organisasi sebagai
bagian yang penting dari
pemerintahan.

 Empati, mendengar, dan tanggap


terhadap semua pernyataan orang lain
Hubungan  Menciptakan situasi yang kondusif
3. masyarakat/ dalam komunikasi
komunikasi.

 Membaca dan tanggap terhadap situasi


politik yang terjadi.
 Menunjukkan rasa percaya diri mrlalui
kemampuan berkomunikasi (verbal/non
verbal ) dalam mempengaruhi orang
lain.

 Berkomunikasi secara efektif


melalui tulisan.

 Mengembangkan proses hubungan yang


baik di dalam dan di luar organissi
 Menggunakan media
pemasaran/keuntungan untuk organisasi

 Bertanya dan melihat


rencana sebelumnya
4. Anggaran.
 Mengontrol anggaran
 Menginterprestasi
penggunaan anggaran
sesuai kebutuhan

 Merencanakan jauh ke depan


(misalnya lima tahun ke depan).

 Menggunakan pengukuran dan


rata-rata industri.

 Menyediakan risiko terhadap


kekurangan keuangan.

 Mengonsultasikan masalah
keuangan.

 Pengembangan tim kerja


yang efektif.
 Mempertaruhkan dan
mengembangkan
hubungan profesional antar
5. Pengembangan staf

 Memberikan umpan balik


yang positif.

 Menerapkan peran mentor


yang efektif.

 Menggunakan sistem pemberian


penghargaan yang baik.

 Mengembangkan, meningkatkan, dan


meninjau indicator organisasi

 Memfokuskan satu atau lebih dari dua


6. Kepribadian kejadian dalam satu periode

 Mengaplikasikan filosofi manajemen


dan komitmen terhadap kualitas
pelayanan
 Mengambil
keputusan yang
tepat.
 Mengelola stres
individu
 Menerima sesuatu
terhadap kejadian
yang tidak
diharapkan

 Menggunakan koping yang efektif


pada setiap masalah.

 Mensyukuri nikmat yang telah


diberikan atas keberhasilan prncapaian
tujuan

Kompetensi Penjabaran

7. Negosiasi • Mengidentifikasi dan mengelola konflik.

 Memfasilitasi perubahan.
 Mendemonstrasikan pemahaman tentang
perbedaan pendapat.
 Melakukan negosiasi dengan baik.
 Melakukan klarifikasi kejadian yang
melibatkan seluruh staf.
 Melakukan negosiasi dengan staf, kelompok,
dan organisasi luar.
 Menjadi mediator terjadinya konflik antar staf
atau kelompok.

The ABC’s of Management


Sebagai manajer dalam asuhan keperawatan, perawat dituntut mempunyai suatu
kiat dan strategi dalam menyelesaikan program atau masalah yang terjadi di
organisasi. Oleh karena itu, perawat perlu menjabarkannya secara proporsional
agar strategi tersebut dapat dimengerti oleh seluruh komponen organisasi.
Tabel 4.7 Istilah dalam Kategori Kompetensi

Istilah Arti Contoh


Apa yang dilakukan
manajer sebelum
A= Activator. pelasanaan Satu menit tujuan:

Lingkup tanggung
jawabnya.

Standar
pelaksanaan/praktik.
Instruksi/arahan.

Pelaksanaan apa yang


B= Behavior. dikatakan/ Menulis laporan.

dilakukan seseorang Menjual hasil/memberi


(staf). pelayanan.

Datang di tempat kerja


tepat waktu.

Tidak pernah menunda-


nunda.
Menulis surat.
Membuat kesalahan.
Sesuai prosedur.

C=Consequen Apa yang akan dilakukan


ce manajer setelah Satu menit “praising”
pelaksanaan (persetujuan).
Segera dan spesifik.
Ekspresi perasaan.

Satu menit
“reprimand”
pengulangan.
Segera dan spesifik.
Ekspresi perasaan.
Dukungan individu.
Tidak ada respons.
Price System
Dalam melaksanakan tugasnya, perawat harus dapat mengambil langkah-
langkah yang efektif dan efisien. Oleh sebab itu, perawat dituntut untuk
merespons setiap permasalahan yang terjadi di organisasi. Pendekatan yang
dapat digunakan adalah dengan PRICE System (sistem PRICE), di mana setiap
pergantian atau perubahan yang terjadi di organisasi adalah suatu harga (PRICE:
Pinpoint; Record; Involved; Coach; Evaluator). “Manajer Satu Menit” bekerja
dengan pendekatan “PRICE system.”

Figur 4.2 Manajemen Sistem Price


Tabel 4.8 Alternatif Tindakan Kepemimpinan Berdasarkan Situasi
13. INSTRUMEN PENILAIAN KECENDERUNGAN GAYA KEPEMIMIPINAN

Kecenderungan gaya kepemimpinan ini merupakan penjabaran teori dari Paul


Heresy dan Keneth H. Blanchard dalam mengukur kecenderungan seorang pemimpin
di suatu unit organisasi, misalnya pada tingkat ruangan, seksi/bidang keperawatan,
atau pada tingkat yang lebih tinggi. Nilai terbanyak merupakan kecenderungan gaya
kepemimpinan yang sering diterapkan.

B. MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP)


1. Definisi Model Praktik Keperawatan Profesional
Keperawatan profesional Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional
yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan
yang profesional merupakan praktek keperawatan yang dilandasi oleh nilai-nilai
profesional, yaitu mempunyai otonomi dalam pekerjaannya, bertanggung jawab dan
bertanggung gugat, pengambilan keputusan yang mandiri, kolaborasi dengan disiplin
lain, pemberian pembelaan dan memfasilitasi kepentingan klien. Tuntutan terhadap
kualitas pelayanan keperawatan mendorong perubahan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang efektif dan bermutu. Dalam memberikan asuhan keperawatan yang
profesional diperlukan sebuah pendekatan manajemen yang memungkinkan
diterapkannya metode penugasan yang dapat mendukung penerapan perawatan yang
profesional di rumah sakit (Marquis, 2010).
Model praktek keperawatan profesianal (MPKP) adalah salah satu metode pelayanan
keperawatan yang merupakan suatu system, struktur, proses dan nilai-nilai yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan
termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut. MPKP telah
dilaksanakan dibeberapa negara, termasuk rumah sakit di Indonesia sebagai suatu
upaya manajemen rumah sakit untuk meningkatkan asuhan keperawatan melalui
beberapa kegiatan yang menunjang kegiatan keperawatan profesional yang sistematik.
Penerapan MPKP menjadi salah satu daya ungkit pelayanan yang berkualitas. Metode
ini sangat menekankan kualitas kinerja tenaga keperawatan yang berfokus pada
profesionalisme keperawatan antara lain melalui penerapan standar asuhan
keperawatan.
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni
: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Definisi
tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas
produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut
sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan
kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud
(Nursalam, 2014).
Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan sistem MAKP adalah suatu
bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang mendefinisikan empat unsur, yakni : standar, proses keperawatan,
pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP untuk mengatur pemberian asuhan
keperawatan.
2. Tujuan Model Keperawatan
Menurut Nursalam (2014), karakteristik ronde keperawatan sebagai berikut :
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan.
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi
setiap anggota tim keperawatan.
3. Komponen Model Keperawatan
Menurut Nursalam (2014), tujuan dari ronde keperawatan yaitu :
a. Nilai professional.
b. Pendekatan manajemen.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan.
d. Hubungan professional.
e. System penghargaan dan kompensasi.
4. Kualitas Pelayanan Keperawatan
Menurut Nursalam (2014), Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan
selalu berbicara mengenai kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk :
a. Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen.
b. Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi.
c. Mempertahankan eksistensi institusi.
d. Meningkatkan kepuasan kerja.
e. Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan.
f. Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.
5. Standar Praktik Keperawatan
Menurut Nursalam (2014), Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun
oleh Depkes RI (1995) terdiri atas beberapa standar, yaitu :
a. Menghargai hak-hak pasien.
b. Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS).
c. Observasi keadaan pasien.
d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi.
e. Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif.
f. Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif.
g. Pendidikan kepada pasien dan keluarga.
h. Pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan
dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 Kebutuhan Dasar Manusia dari
Henderson), meliputi :
1) Oksigen.
2) Cairan dan elektrolit.
3) Eliminasi.
4) Kemananan.
5) Kebersihan dan kenyamanan fisik.
6) Istirahat dan tidur.
7) Aktivitas dan gerak.
8) Spiritual.
9) Emosional.
10) Komunikasi.
11) Mencegah dan mengatasi risiko psikologis.
12) Pengobatan dan membantu proses penyembuhan.
13) Penyuluhan.
14) Rehabilitasi.
6. Penetapan Jenis Tenaga Keperawatan
Pelaksanaan MPKP dalam satu ruangan harus ditetapkan jenis tenaga
keperawatannya, beberapa jenis tenaga yang ada meliputi kepala ruang rawat, Clinical
care manager (CCM), perawat primer (PP), serta perawat asosiet (PA). Peran dan
fungsi antara PP dan PA harus jelas dan sesuai dengan tanggung jawabnya. Pada ruang
rawat MPKP pemula, kepala ruangan adalah perawat dengan kemampuan DIII
keperawatan dengan pengalaman, dan pada MPKP tingkat I adalah perawat dengan
kemampuan S. Kep/Ners dengan pengalaman (Marquis, 2010).
Tugas dan tanggung jawab setiap jenis tenaga adalah sebagai berikut :
a. Kepala Ruangan
Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruang adalah perawat
dengan kemampuan DIII keperawatan dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun
b. Clinical care manager (CCM)
Clinical care manager adalah seseorang dengan pendidikan S1
Keperawatan/Ners, dengan pengalaman kerja lebih dari 3 tahun
c. Perawat Primer (PP)
Perawat primer pada MPKP pemula adalah seorang yang berpendidikan DIII,
Tugas perawat primer adalah memimpin dan bertanggung jawab pada
pelaksanaan asuhan dan pelayanan keperawatan serta pendokumentasian dan
administrasi pada sekelompok pasien yang menjadi tanggung jawabnya.
Berpartisipasi dalam visite dokter, mengatasi permasalahan konflik pasien,
penunggu dan petugas di areanya, mengkoordinasikan proses pelayanan kepada
kepala ruangan mengatur dan memantau semua proses asuhan keperawatan di
area kelolaan, dan memastikan kelengkapan pendokumentasian dan administrasi
dari klien masuk sampai pulang.
d. Perawat Asosiet (PA)
Pada MPKP pemula perawat Asosiet adalah yang berpendidikan DIII
Keperawatan, dan tidak menutup kemungkinan masih ada yang berpendidikan
SPK. Tugas PA adalah bertanggung jawab dan melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien yang menjadi tanggungjawabnya. Melaksanakan
dokumentasi keperawatan, dan berkoordinasi dengan perawat primer untuk
pelaksanaan asuhan keperawatan. Pengaturan tanggung jawab PP lebih
ditekankan pada pelaksanaan terapi keperawatan karena bentuk tindakannya
lebih pada interaksi, adaptasi yang memerlukan konsep analisa yang tinggi,
tindakan yang tidak memerlukan analisis dapat dilakukan oleh PA.
7. Dasar Pertimbangan MAKP
Menurut Nursalam (2014), dasar pertimbangan model metode asuhan keperawatan
dapat meliputi :
a. Sesuai dengan visi dan misi institusi.
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan
pada visi dan misi rumah sakit.
b. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan
keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat
ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
c. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.
Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas
dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa
ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.
d. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat.
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap
asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah
model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan pelanggan.
e. Kepuasan dan kinerja perawat.
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja
perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan
justru menambah beban kerja dan frustrasi dalam pelaksanaannya.
f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya.
g. Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan
dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan
dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga
kesehatan lainnya.
8. Macam Metode Praktik Keperawatan Profesional
Menurut Nursalam (2014), dalam setiap perawat memiliki peran masing-masing
diantaranya :
a. Metode Fungsional
Metode Fungsional yaitu pengorganisasian tugas pelayanan keperawatan yang
didasarkan kepada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan.
Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada penyelesaian tugas dan
prosedur keperawatan. Perawat ditugaskan untuk melakukan tugas tertentu untuk
dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Model ini
digambarkan sebagai keperawatan yang berorientasi pada tugas dimana fungsi
keperawatan tertentu ditugaskan pada setiap anggota staff. Setiap staff perawat
hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan pada semua pasien dibangsal.
Misalnya seorang perawat bertanggung jawab untuk pemberian obat-obatan,
seorang yang lain untuk tindakan perawatan luka, seorang lagi mengatur pemberian
intravena, seorang lagi ditugaskan pada penerimaan dan pemulangan, yang lain
memberi bantuan mandi dan tidak ada perawat yang bertanggung jawab penuh
untuk perawatan seorang pasien.
Seorang perawat bertanggung jawab kepada manajer perawat. Perawat senior
menyibukan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pelaksana pada
tindakan keperawatan. Penugasan yang dilakukan pada model ini berdasarkan 3
kriteria efisiensi, tugas didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing-
masing perawat dan dipilih perawat yang paling murah. Kepala ruangan terlebih
dahulu mengidentifikasm tingkat kesulitan tindakan, selanjutnya ditetapkan
perawat yang akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang dimaksud.
Model fungsional ini merupakan metode praktek keperawatan yang paling tua yang
dilaksanakan oleh perawat dan berkembang pada saat perang dunia kedua.
1) Contoh Aplikasi Model Keperawatan Fungsional
Perawat A tugasnya menyuntik sedangkan perawat B tugasnya
mengukursuhu badan pasien.
Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk semua
klien yang ada di unit tersebut. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam
pembagian tugas dan menerima laporan tentang semua klien serta menjawab
semua pertanyaan tentang klien.
2) Kelebihan Model Fungsional
a) Efisien karena dapat menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu singkat
dengan pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang baik.
b) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
c) Perawat akan trampil untuk tugas pekerjaan tertentu saja.
d) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai kerja.
e) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang
berpengalaman untuk tugas sederhana.
f) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik yang
melakukan praktek untuk ketrampilan tertentu.
g) Lebih sedikit membutuhkan perawat
h) Tugas-tugas mudah dijelaskan dan diberikan
i) Para pekerja lebih mudah menyesuaikan tugas
j) Tugas cepat selesai
Kelemahan Model Fungsional
a) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah atau tidak total sehingga kesulitan
dalam penerapan proses keperawatan.
b) Perawat cenderung meninggalkan klien setelah melakukan tugas
pekerjaan.
c) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan
ketrampilan saja.
d) Tidak memberikan kepuasan pada pasien ataupun perawat lainnya.
e) Menurunkan tanggung jawab dan tanggung gugat perawat Hubungan
perawat dan klien sulit terbentuk
f) Tidak efektif
g) Membosankan
h) Komunikasi minimal
3) Struktur Model Keperawatan Fungsional

Kepala Ruangan

Perawat : Perawat : Perawat : Bagian


Bertanggung Perawat :
Memberikan administrasi/
Jawab terhadap Merawat luka
Terapi Rumah Tangga
Obat

Gambar 1.1 Sistem pemberian asuhan keperawatan fungsional (Marquis, 2010)


Pasien
b. Metode Keperawatan Total
Metode keperawatan asuhan pasien total adalah model pegelolaan asuhan
pasien yang paling tua. Pada metode ini, perawat mengemban tanggung jawab total
untuk memenuhi semua kebutuhan pasien yang dikelola selama waktu kerja
mereka (Marquis, 2010).
Metode keperawatan Total yaitu pengorganisasian pelayanan/asuhan
keperawatan untuk satu atau beberapa klien oleh satu orang perawat pada saat
bertugas/jaga selama periode waktu tertentu atau sampai klien pulang. Kepala
ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima semua laporan
tentang pelayanan keperawatan klien.
Metode penugasan ini masih luas digunakan di rumah sakit dan lembaga
perawatan kesehatan di rumah. Struktur organisasi ini memberikan otonomi dan
tanggung jawab yang tinggi pada perawat. Mengelola pasien adalah tindakan yang
sederhana dan langsung serta tidak membutuhkan perencanaan seperti yang
dibutuhkan metode pemberi asuhan yang lain. Batas tanggung jawab dan
pertanggungjawaban jelas. Secara teori, perlu tenaga yang cukup banyak dan
mempunyai kemampuan dasar yang sama pasien mendapatkan asuhan yang
holistic dan tidak terpisah-pisah selama waktu kerja perawat.
Kelebihan :
1) Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.
2) Fokus keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
3) Memberikan kesempatan untuk melakukan keperawatan yang komprehensif.
4) Memotivasi perawat untuk selalu bersama kien selama bertugas, non
keperawatan dapat dilakukan oleh yang bukan perawat.
5) Mendukung penerapan proses keperawatan.
Kekurangan :
1) Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penanggung
jawab klien bertugas.
2) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan.
Struktur Model Keperawatan Total

Perawat
Penanggung Jawab

Staf Keperawatan
Staf Keperawatan
Staf Keperawatan

Pasien/Klien
Pasien/Klien
Pasien/Klien

Gambar 1.1 Sistem pemberian asuhan keperawatan total (Marquis, 2010)


c. Metode TIM
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan perawat. Kelompok ini
dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman kerja serta memiliki
pengetahuan dibidangnya (Regestered Nurse). Pembagian tugas dalam kelompok
dilakukan oleh pimpinan kelompok / ketua group dan ketua group bertanggung
jawab dalam mengarahkan anggota group / tim. Selain itu ketua group bertugas
memberi pengarahan dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan
klien serta membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila menjalani
kesulitan dan selanjutnya ketua tim melaporkan pada kepala ruang tentang
kemajuan pelayanan / asuhan keperawatan terhadap klien. Keperawatan Tim
berkembang pada awal tahun 1950-an, saat berbagai pemimpin keperawatan
memutuskan bahwa pendekatan tim dapat menyatukan perbedaan kategori perawat
pelaksana dan sebagai upaya untuk menurunkan masalah yang timbul akibat
penggunaan model fungsional. Pada model tim, perawat bekerja sama memberikan
asuhan keperawatan untuk sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan seorang
perawat profesional (Nursalam, 2014).
Dibawah pimpinan perawat professional, kelompok perawat akan dapat bekerja
bersama untuk memenuhi sebagai perawat fungsional. Penugasan terhadap pasien
dibuat untuk tim yang terdiri dari ketua tim dan anggota tim. Model tim 5
didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai
kontriibusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga
timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi. Setiap anggota tim
akan merasakan kepuasan karena diakui kontribusmnya di dalam mencapai tujuan
bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi setiap
anggota tim saling melengkapi menjadi suatu kekuatan yang dapat meningkatkan
kemampuan kepemimpinan serta menimbulkan rasa kebersamaan dalam setiap
upaya dalam pemberian asuhan keperawatan. Pelaksanaan konsep tim sangat
tergantung pada filosofi ketua tim apakah berorientasi pada tugas atau pada klien.
Perawat yang berperan sebagai ketua tim bertanggung jawab untuk mengetahui
kondisi dan kebutuhan semua pasien yang ada di dalam timnya dan merencanakan
perawatan klien. Tugas ketua tim meliputi: mengkaji anggota tim, memberi arahan
perawatan untuk klien, melakukan pendidikan kesehatan, mengkoordinasikan
aktivitas klien.
Menurut Nursalam (2014), ada beberapa elemen penting yang harus
diperhatikan :
1) Pemimpin tim didelegasikan/diberi otoritas untuk membuat penugasan bagi
anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
2) Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan demokratik atau
partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota tim.
3) Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan kepada
kelompok pasien.
4) Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat sukses.
Komunikasi meliputi : penu!isan perawatan klien, rencana perawatan klien,
laporan untuk dan dari pemimpin tim, pentemuan tim untuk mendiskusikan
kasus pasien dan umpan balik informal di antara anggota tim.
Kelebihan
1) Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif dan
holistik.
2) Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.
3) Konflik antar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk
belajar.
4) Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.
5) Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda
secara efektif.
6) Peningkatan kerja sama dan komunikasi di antara anggota tim dapat
menghasilkan sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi staf secara
keseluruhan, memberikan anggota tim perasaan bahwa ia mempunyai
kontribusi terhadap hasil asuhan keperawatan yang diberikan.
7) Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
8) Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama bertugas.
Kelemahan
1) Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan supervisi
anggota tim dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi baik sebagai
perawat pemimpin maupun perawat klinik.
2) Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila konsepnya
tidak diimplementasikan dengan total.
3) Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim
ditiadakan, sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.
4) Perawat yang belum trampil dan belum berpengalaman selalu tergantung
staf, berlindung kepada anggota tim yang mampu.
5) Akontabilitas dari tim menjadi kabur.
6) Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena
membutuhkan tenaga yang mempunyai keterampilan tinggi.
Tanggung jawab Kepala Ruang
1) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan.
2) Mengorganisir pembagian tim dan pasien.
3) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan
kepemimpinan.
4) Menjadi nara sumber bagi ketua tim.
5) Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang metode/model tim
dalam pemberian asuhan keperawatan.
6) Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di ruangannya.
7) Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di ruangannya.
8) Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang lainnya.
9) Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangannya,
kemudian menindak lanjutinya.
10) Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan.
11) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
Tanggung jawab ketua tim
1) Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala
ruangan.
2) Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang
didelegasikan oleh kepala ruangan.
3) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi asuhan
keperawatan bersama-sama anggota timnya.
4) Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
5) Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan bimbingan
melalui konferens.
6) Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang
diharapkan serta mendokumentasikannya.
7) Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan
8) Menyelenggarakan konferensi.
9) Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan.
10) Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawab timnya.
11) Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan.
Tanggung jawab anggota tim
1) Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.
2) Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan
berdasarkan respon klien.
3) Berpartisipasi dalam setiap memberiikan masukan untuk meningkatkan
asuhan keperawatan.
4) Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.
5) Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
6) Memberikan laporan

Struktur Model Keperawatan TIM

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Staf perawat Staf perawat Staf perawat

Pasien Pasien Pasien

Gambar 1.2 Sistem pemberian asuhan keperawatan tim (Marquis, 2010)


d. Metode Primer
Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan
beberapa konsep dan perawatan total pasien. Keperawatan primer merupakan
suatu metode pemberian asuhan keperawatan di mana perawat primer
bertanggung jawab selama 24 jam terhadap perencanaan pelaksanaan
pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak klien masuk rumah sakit sampai
pasien dinyatakan pulang. Selama jam kerja, perawat primer memberikan
perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika perawat primer tidak sedang
bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan kepada perawat asosiet yang
mengikuti rencana keperawatan yang telah disusuni oleh perawat primer. Pada
model ini, klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan akan mengetahui
bahwa pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab perawat primer tertentu.
Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer
mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak
dengan lembaga sosial masyarakat membuat jadual perjanjian klinik,
mengadakan kunjungan rumah, dan lain sebagainya. Dengan diberikannya
kewenangan tersebut, maka dituntut akontabilitas yang tinggi terhadap hasil
pelayanan yang diberikan.
Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega yang
memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada. Perawatan yang yang
diberikan direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat primer. Metode
keperawatan primer mendorong praktek kemandirian perawat, yang ditandai
dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang
ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan
selama pasien dirawat. Perawat primer bertanggung jawab untuk membangun
komunikasi yang jelas di antara pasien, dokter, perawat asosiet, dan anggota tim
kesehatan lain. Walaupun perawat primer membuat rencana keperawatan, umpan
balik dari orang lain diperlukan untuk pengkoordinasian asuhan keperawatan
klien.
Dalam menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu berhati-hati
karena memerlukan beberapa kriteria, di antaranya dalam menetapkan
kemampuan asertif, self direction kemampuan mengambil keputusan yang tepat,
menguasai 10 keperawatan klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan
baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara maju pada umumnya perawat yang
ditunjuk sebagai perawat primer adalah seorang perawat spesialis klinik yang
mempunyai kualifikasi master dalam bidang keperawatan.
Karakteristik modalitas keperawatan primer adalah :
1) Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan keperawatan
pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan sampai pemulangan.
2) Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan keperawatan,
kolaborasi dengan pasien dan professional kesehatan lain, dan menyusun
rencana perawatan.
3) Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh perawat primer
kepada perawat sekunder selama shift lain.
4) Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan penyelia.
5) Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat primer
Kelebihan
1) Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan
memungkinkan untuk pengembangan diri.
2) Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi meningkatkan
motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat.
3) Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan perawat primer
dalam memberikan atau mengarahkan perawatan sepanjang hospitalisasi.
4) Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran manajer
operasional dan administrasi.
5) Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberiikan asuhan
keperawatan secara holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh perawat primer
adalah memungkinkan pengembangan diri melalui penerapan ilmu
pengetahuan.
6) Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi tentang
kondisi klien selalu mutakhir dan komprehensif serta informasi dapat
diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan kliennya.
7) Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas mereka.
8) Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan supervisi
dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada klien.
9) Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan karena
terpenuhi kebutuhannya secara individu.
10) Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
11) Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan perawat
yang mengetahui semua tentang kliennya.
12) Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
13) Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
14) Metode ini mendukung pelayanan profesional.
15) Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan
tetapi harus berkualitas tinggi.
Kelemahan
1) Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional
2) Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri, memiliki
akontabilitas dan kemampuan untuk mengkaji serta merencanakan asuhan
keperawatan untuk klien.
3) Akuntabilitas yang total dapat membuat jenuh.
4) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang
sama.
5) Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.
Ketenagaan metode primer
1) Setiap perawat primer adalah perawat “bedside”
2) Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
3) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
4) Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun non
professional sebagai perawat asisten.
Tanggung jawab Kepala Ruang dalam metode primer
1) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
2) Mengorganisir pembagian pasien kepada perawat primer
3) Menyusun jadual dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten
4) Orientasi dan merencanakan karyawan baru
5) Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staff
Tanggung jawab perawat primer
1) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan
3) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
4) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh
disiplin lain maupun perawat lain
5) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
6) Menyipakan penyuluhan untuk pulang
7) Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga sosial
dimasyarakat
8) Membuat jadual perjanjian klinis
9) Mengadakan kunjungan rumah
Struktur Model Keperawatan Primer

Dokter Perawat Penanggung Sumber Daya


Jawab Rumah Sakit

Perawat Primer

Perawat Associate Perawat Associate Perawat Associate


(sore hari) (malam hari) (sesuai kebutuhan)
(sepanjang hari)

Gambar 1.3 Diagram system asuhan keperawatan primer (Marquis, 2010)


e. Metode Modular atau Metode Modifikasi
Metode Modular yaitu pengorganisasian pelayanan / asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh perawat profesional dan non profesional (trampil) untuk
sekelompok klien dari mulai masuk rumah sakit sampai pulang disebut tanggung
jawab total atau keseluruhan. Untuk metode ini diperlukan perawat yang
berpengetahuan, terampil dan memiliki kemampuan kepemimpinan. Idealnya 2-
3 perawat untuk 8-12 orang klien.
Metode modular atau metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan
keperawatan dengan modifikasi antara tim dan primer.
Sekalipun dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan
metode ini dilakukan oleh dua hingga tiga perawat, tanggung jawab paling besar
tetap ada pada perawat professional. Perawat professional memiliki kewajiban
untuk memimbing dan melatih non professional. Apabila perawat professional
sebagai ketua tim dalam keperawatan modular ini tidak masuk, tugas dan
tanggung jawab dapat digantikan oleh perawat professional lainnya yang
berperan sebagai ketua tim.
Peran perawat kepala ruangan (nurse unit manager) diarahkan dalam hal
membuat jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota dalam
bekerja sama, dan berperan sebagai fasilitator, pembimbing secara motivator.
Kelebihan
1) Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif dan holistik
dengan pertanggungjawaban yang jelas.
2) Memungkinkan pencapaian proses keperawatan
3) Konflik atau perbedaan pendapat antar staf dapat ditekan melalui rapat tim,
cara ini efektif untuk belajar.
4) Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
5) Memungkinkan menyatukan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda
dengan aman dan efektif.
6) Produktif karena kerjasama, komunikasi dan moral
7) Model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau diterapkan.
8) Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
9) Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga yang menerima asuhan
keperawatan
10) Lebih mencerminkan otonomi
11) Menurunkan dana perawatan
Kekurangan
1) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin
yang sederhana terlewatkan.
2) Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penanggung
jawab klien bertugas
3) Hanya dapat dilakukan oleh perawat professional
4) Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain karena lebih banyak
menggunakan perawat profesional.
5) Perawat harus mampu mengimbangi kemajuan teknologi
kesehatan/kedokteran
6) Perawat anggota dapat merasa kehilangan kewenangan
7) Masalah komunikasi
Tugas dan tanggungjawab kepala perawat
1) Memfasilitasi pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan pasien.
2) Memberikan motivasi pada staf perawat.
3) Melatih perawat untuk bekerjasama dalam pemberian asuhan
Tugas dan tanggung jawab ketua tim moduler
1) Memimpin, mendukung, dan menginstruksikan perawat non profesional
untuk melaksanakan tindakan perawatan.
2) Memberikan asuhan keperawatan pasien meliputi: mengkaji, merencanakan,
melaksanakan dan menilai hasil asuhan keperawatan.
3) Memberi bimbingan dan instruksi kepada perawat patner kerjanya.
Tugas dan tanggung jawab anggota tim :
Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan yang ditugaskan oleh ketua tim.
Struktur Model Keperawatan Modular

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Staf perawat Staf perawat Staf perawat

Pasien Pasien Pasien

Gambar 1.1 Sistem pemberian asuhan keperawatan modular (Marquis,


2010)
f. Metode Kasus
Metode Kasus yaitu pengorganisasian pelayanan/asuhan keperawatan
dimana perawat mampu memberikan asuhan keperawatan mencakup seluruh
aspek keperawatan yg dibutuhkan.
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap
pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien
dengan pemberian perawatan konstan untuk periode tertentu. Metode penugasan
kasus biasa diterapkan untuk perawatan khusus seperti isolasi, intensive care,
perawat kesehatan komunitas.
Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara
menyeluruh, untuk mengetahui apa yang harus dilakukan pada pasien dengan
baik. Dalam metode ini dituntut kualitas serta kuantitas yang tinggi dari perawat,
sehingga metode ini sesuai jika digunakan untuk ruangan ICU ataupun ICCU.
Kelebihan :
1) Sederhana dan langsung
2) Garis pertanggung jawaban jelas
3) Kebutuhan pasien cepat terpenuhi
4) Memudahkan perencanaan tugas
5) Perawat lebih memahami kasus per kasus
Kekurangan :
1) Moral  perawat profesional melakukan tugas non profesional
2) Tidak dapat dikerjakan perawat non profesional
3) Membingungkan
4) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab
5) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama
Struktur Model Asuhan Keperawatan Kasus

Kepala Ruangan

Staf perawat Staf perawat Staf perawat

Pasien Pasien Pasien

Gambar 1.1 Sistem pemberian asuhan keperawatan kasus (Marquis, 2010)

g. Kegiatan Timbang Terima, Pre Conference, Middle Conference, dan Post


Conference

1) Timbang Terima atau Operan Pasien

Timbang terima atau operan merupakan kegiatan yang rutin sebagai bentuk
serah terima pasien kelolaan antara satu shif dengan shif lainnya sebelum dan
sesudah perawat melaksanakan tugasnya. Timbang terima dilakukan untuk
mengetahuikondisi pasien dengan cermat sesuai kondisi pasien terkini. Dalam
operan akan disampaikan beberapa informasi penting tentang tindakan yang
akan dan telah dilakukan, serta dapat memberikan suatu kejelasan yang lebih
luas yang tak dapat diuraikan secara tertulis dalam kegiatan penulisan laporan.
Kegiatan operan sebaiknya dilakukan setelah perawat membaca laporan shift
jaga sebelumnya atau resume laporan, sehingga saat kegiatan operan
dilakukan perawat telah mempunyai gambaran tentang kondisi pasien yang
dioperkan. Kegiatan operan pasien sebaiknya dilakukan oleh perawat yang
bertanggung jawab langsung dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
perawat yang akan bertanggung jawab memberikan asuhan pada shift
selanjutnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kealpaan atau kekeliruan
dalam kegiatan layanan yang akan diberikan pada pasien.

Dalam metode penugasan tim, operan dapat juga dilakukan oleh ketua tim
kepada ketua tim yang dinas berikutnya. Kegiatan operan sebaiknya diikuti
kepala ruangan, ketua tim dan seluruh perawat yang bertugas saat itu dan yang
akan bertugas. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan informasi yang
jelas (riil) tentang situasi dan kondisi pasien dan memudahkan menerima
limpahan tugas, serta sebagai bahan masukan saat melaksanakan pre
konrefense. Selain kegiatan timbang terima pasien, umumnya juga diikuti
dengan timbang terima barang/alat obat-obatan, uang dan sebagainya. Pada
saat kegiatan ini yang perlu disampaikan adalah jumlah dan kondisi barang
atau alat pada saat operan dilaksanakan.

Agar kegiatan timbang terima dapat dipertanggung jawabkan, selain


informasi secara langsung juga diikuti dengan bukti secara tertulis yang
ditanda tangani oleh kedua belah pihak.

2) Pre Konferens
Pre konferens merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mempersiapkan aktifitas pelayanan pada awal shift dinas. Pada kegiatan ini
sangat efektif untuk membahas rencana kegiatan yang diperlukan umpan balik
atau tanggapan yang bersifat khusus, Maksudnya tanggapan tersebut kurang
etis bila disampaikan di depan pasien saat dilaksanakan timbang terima. Pada
saat kegiatan pre konferens seluruh peserta dapat secara bebas menyampaikan
pendapatnya. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan secara singkat sehingga tidak
mengganggu kelancaran pelayanan keperawatan. Kegiatan ini dibawah
tanggung jawab kepala ruangan atau ketua tim yang telah ditentukan.
3) Middle Konferens
Middle konferens merupakan kegiatan untuk mendiskusikan kegiatan yang
yang telah dilakukan ditengah waktu dinas, kegiatan ini dimaksudkan agar
didapatkan evaluasi lebih awal dari asuhan keperawatan yang sedang dilakukan
dan memperbaiki perencanaan bila diperlukan. Kegiatan ini biasanya dilakukan
secara singkat disela-sela kegiatan yang diikuti oleh ketua tim dan anggotanya.
4) Post Konferens
Pada tahap ini, kegiatan berfokus pada pembahasan dari tindakan yang telah dilaksanakan
serta rencana program selanjutnya. Umumnya kegiatan ini dilakukan sebelum kegiatan timbang
terima pada shif berikutnya. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh perawat dan kepala ruangan
sebagai penanggung jawab.
C. TANGGUNGMJAWAB, PERAN, DAN FUNGSI KEPALA RUANGAN
KEPERAWATAN
1. Peran Kepala Ruangan
Kepala Ruangan diberi tanggung jawab untuk memperkerjakan, mengembangkan
dan mengevaluasi stafnya. Mereka di berikan tanggung jawab untuk pengembangan
anggaran tahunan unit yang di pimpinnya dan memegang kewenangan untuk mengatur
unit sesuai tugas dan tanggung jawabya, memantau kualitas perawatan, menghadapi
masalah tenaga kerjanya, dan melakukan hal-hal tersebut dengan biaya yang efektif
(Potter & Perry, 2005).

Menurut Arwani (2006) Kepala ruangan disebuah ruangan keperawatan,Perlu


melakukan kegiatan koordinasi,kegiatan unit yang menjadi tanggung jawabnya dan
melakukan kegiatan evaluasi, kegiatan penampilan kerja staff dalam upaya
mempertahankan kualitas pelayanan pemberian asuhan keperawatan dapat dipilih
disesuaikan dengan kondisi dan jumlah pasien, dan kategori pendidikan serta
pengalaman staf di unit yang bersangkutan

2. Fungsi Kepala Ruangan


Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2000) sebagai
berikut:

a. Perencanaan
Dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, sasaran, kebijaksanaan, dan
peraturan-peraturan, membuat perencanaan jangka panjang dan jangka pendek
untuk mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi, menetapkan biaya - biaya untuk
setiap kegiatan serta merencanakan dan pengelolaan rencana perubahan.
b. Pengorganisasian
Meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan, menetapkan
metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang paling tepat,
mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuaan unit, serta melakukan peran
dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta wewenang dengan tepat
c. Ketenagaan
Pengaturan ketenagaan dimulai dari rekrutmen, interview, mencari, orientasi
dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosial isasi staf, dan sosialisasi
staf
d. Pengarahan
Mencakup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti
motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi dan
memfasilitasi kolaborasi
e. Pengawasan
Meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan etika aspek legal,
dan pengawasan pofesional. Seorang manejer dalam mengerjakan kelima
fugsinnya tersebut sehari-hari akan bergerak dalam berbagai bidang penjualan,
pembelian, produksi, personalia dan lain - lain.
f. Kepala Ruangan Sebagai Manager Keperawatan
Sebagai manajer keperawatan, uraian tugas kepala ruangan menurut Depkes
(1994) adalah sebagai berikut:

1) Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi:


a) Melaksanakan jumlah dan kategori tenaga serta tenaga lain sesuai
kebutuhan.
b) Merencanakan jumlah jenis peralatan perawatan yang diperlukan
c) Merencanakan dan menentukan jenis kegiatan/ asuhan Keperawatan yang
akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.
2) Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, meliputi:
a) Mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat.
b) Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lain
sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan/ peraturan yang berlaku
(Bulanan,Mingguan, harian).
c) Melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan satu atau
tenaga lain yang bekerja di ruang rawat.
d) Memberi pengarahan dan motivasi kepada perawatan untuk melaksanakan
asuhan keperawatan sesuai standart.
e) Mengkoordinasi seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja sama
dengan pihak yang terlibat dalam pelayanan ruang rawat.
f) Mengenal jenis dan kegunaan barang peralatan serta mengusahakan
pengadaan sesuai kebutuhan pasien agar pelayanan optimal.
g) Menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat, dan bahan lain
yang diperlukan di ruang rawat.
h) Pelindung dan advocat klien
Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien
dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau
pengobatan.Dalam menjalankan perannya sebagai advocath, perawat melindungi
hak klien sebagai manusia dan secara hukutn, serta membantu klien dalam
menyatakan hak-haknya dibutuhkan.

g. Manajer kasus
Perawat mengoordinasikan aktivitas anggota tim kesehatan lain, misalnya ahli
gizi dan ahli terafi fisik, ketika mengatur kelompok yang memberikan perawatan
pada klien, Selain itu perawat juga mengatur waktu kerja dan sumber yang tersedia
di tempat kerja.
h. Rehabilitator
Merupakan proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal setelah
sakit,kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidak berdayaan lainnya,
sering kali klien mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah kehidupan
mereka dan perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan
keadaan tersebut.
i. Pemberi kenyamanan.
Merawat klien sebagai seorang manusia, merupakan peran tradisional dan historis
dalam keperawatan dan telah berkembang sebagai sesuatu peran yang penting
dimana perawat melakukan peran baru. Selama melakukan tindakan keperawatan,
perawat dapat memberikan kenyamanan dengan mendemonstrasikan perawatan
kepada klien sebagai invidu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik.
j. Komunikator
Peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang lain,
Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antara sesama
perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunikasi
k. Penyuluhan
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data - data
tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri,
menilai apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi
kemajuan dalam pembelajaran.
l. Peran karier
Sejumlah peran dan fungsi di bebankan pada perawat di berbagai lingkungan kerja.
Berkarier, merupakan kebalikan dari semuanya, dimana perawat ditempatkan
posisi jabatan tertentu. Karena kesempatan bekerja bagi perawat meningkat,
perkembangan perawat sebagai profesi dan meningkatnya perhatian pada keahlian
dalam pekerjaan, maka profesi perawat menawarkan peran tambahan dan
kesempatan dan kesempatan berkarier yang lebih luas.
m. Perawat pendidik
Perawat pendidik bekerja terutama di sekolah keperawatan, departemen
pengembangan staf dari suatu lembaga perawatan kesehatan, dan departemen
pendidikan klien.

D. TANGGUNG JAWAB PERAN DAN FUNGSI PERAWAT PRIMER


Menurut Gillies (1989) tugas perawat primer adalah : mengkaji kebutuhan pasien
secara komprehensif, membuat tujuan dan rencana keperawatan, melaksanakan rencana
yang telah dibuat selama ia dinas, mengkomunikasikan dan
mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain,
mengevaluasi keberhasilan yang dicapai, menerima dan menyesuaikan rencana,
menyiapkan penyuluhan untuk pulang, melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak
dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal perjanjian klinis dan mengadakan
kunjungan rumah.
Perawat primer bertanggung jawab untuk
mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan
menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter dan staf keperawatan.
Jika perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan pasien/klien
didelegasikan kepada perawat pelaksana (Gillies, 1989).
Manthey (1980) menyatakan perawat primer memberikan asuhan keperawatan selama 24 jam
bagi 4-6 pasien, jika perawat primer tidak masuk (off) maka pelaksanaan asuhan keperawatan
dilanjutkan oleh perawat pelaksana. Perawat pelaksana tetap berkomunikasi dengan perawat
primer dalam pemberian asuhan keperawatan.
E. TANGGUNG JAWAB PERAN DAN FUNGSI PERAWAT PELAKSANA
1. Tanggungjawab Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap
Dalam melaksanakan tugasnya perawat pelaksana di ruang rawat bertanggung
jawab kepada Kepala Ruangan / Kepala Instalasi terhadap hal – hal sebagai berikut:
a. Kebenaran dan ketepatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai standar.
b. Kebenaran dan ketepatan dalam mendokumentasikan pelaksanaan asuhan
keperawatan / kegiatan lain yang dilakukan.
2. Fungsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat
Fungsi perawat pelaksana pada dasarnya sama dengan fungsi perawat pada
umunya, fungsi tersebut antara lain yaitu :
a. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri & tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat
dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri
dalam melakukan tindakan untuk memenuhi KDM.
b. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau
instruksi dari perawat lain sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan.
Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari
perawat primer ke perawat pelaksana.
c. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan diantara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi
apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemebrian
pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga
dari dokter ataupun lainnya.
3. Tugas Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap
a. Memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya.
b. Menerima pasien baru sesuai sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
c. Memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu dalam keadaan siap
pakai.
d. Melakukan pengkajian keperawatan dan menentukan diagnosa keperawatan
sesuai batas kewenangannya.
e. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuannya.
f. Menyusun rencana keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan batas
kemampuannya antara lain Melaksanakan tindakan pengobatan sesuai program
pengobatan, Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya
mengenai penyakitnya.
g. Melatih /membantu pasien untuk melakukan latihan gerak.
h. Melakukan tindakan darurat kepada pasien (antara lain panas tinggi, kolaps,
pendarahan, keracunan, henti nafas dan henti jantung), sesuai dengan protap yang
berlaku selanjutnya segera melaporkan tindakan yang telah dilakukan kepada
dokter ruang rawat/ dokter jaga.
i. Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuannya.
j. Mengobservasi kondisi pasien, selanjutnya melakukan tindakan yang tepat
berdasarkan hasil observasi tersebut, sesuai batas kemampuannya.
k. Berperan serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dan upaya
meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
l. Melaksanakan tugas pagi, sore, malam dan hari libur secara bergiliran sesuai
jadwal dinas.
m. Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh kepala ruang rawat.
n. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dibidang keperawatan, antara lain
melalui pertemuan ilmiah dan penataran atas izin /persetujuan atasan.
o. Melaksanakan system pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat
dan benar sesuai standar asuhan keperawatan.
p. Melaksanakan serah terima tugas kepada petugas pengganti secara lisan maupun
tertulis, pada saat penggantian dinas.
q. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya sesuai dengan
keadaan kebutuhan pasien mengenai Program diet, Pengobatan yang perlu
dilanjutkan dan cara penggunaannya, Pentingnya pemeriksaan ulang di rumah
sakit, puskesmas dan institusi kesehatan ini, Cara hidup sehat, seperti pengaturan
istirahat, makanan yang bergizi, atau bahan, pengganti sesuai dengan keadaan
social ekonomi.
r. Melatih pasien menggunakan alat bantu yang dibutuhkan, seperti Kursi Roda,
Tongkat penyangga.
s. Melatih pasien untuk melaksanakan tindakan keperawatan di rumah, misalnya
Merawat luka, Melatih anggota gerak
t. Menyiapkan pasien yang akan pulang, meliputi Menyediakan formulir untuk
penyelesaian administrasi, seperti Surat Izin Pulang, Surat Keterangan Istirahat,
Petunjuk Diet, Resep obat untuk dibawa pulang, Surat rujukan atau pemeriksaan
ulang, Dan lain – lain.
F. TANGGUNG JAWAB PERAN DAN FUNGSI CASE MANAJER

1. Definisi Case Manajement


Case management adalah suatu proses kolaboratif mengenai asesmen,
perencanaan, fasilitasi, koordinasi asuhan, evaluasi, dan advokasi untuk menentukan
pilihan dan pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan kesehatan pasien dan keluarganya yang
komprehensif, melalui komunikasi dan sumber daya yang tersedia sehingga menghasilkan
outcome yang bermutu dengan biaya efektif (CMSA, 2010).
Case Management didefinisikan sebagai suatu proses perencanaan, koordinasi,
pengelolaan, dan penelaahan asuhan seorang pasien. Case management merupakan suatu
sistem mulai dari proses perencanaan, koordinasi, pengelolaan, dan penelaahan pelayanan
asuhan keperawatan pada seorang pasien. Case Management merupakan prosedur untuk
merencanakan, mencari, mengevaluasi, dan memonitor layanan yang didapatkan pasien
dari beberapa profesi kesehatan (Sunaringtyas & Sulisno, 2015). Suatu model klinis untuk
manajemen strategi kendali mutu dan biaya, dibuat untuk memfasilitasi hasil pasien yang
diharapkan dalam lama perawatan yang layak/patut dan dengan manajemen sumber daya
yang sesuai (CMSA, 2010).

2. Ruang Lingkup Case Managemen


KARS (2015) ruang lingkup case manajemen yaitu:
a. Kontinuitas Pelayanan
Menjaga kontinuitas pelayanan dalam pola asuhan terintegrasi dan pelayanan
berfokus pada pasien.
b. Koordinasi dan Kolaborasi
Manajer Pelayanan Pasien (MPP) berkoordinasi dan kolaborasi dengan Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
lainnya, serta manajemen rumah sakit.
c. Hubungan dengan Pasien
Penting bagi MPP untuk membangun dan memiliki relasi yang kondusif dengan
pasien keluarga agar proses pelayanan dapat memenuhi kebutuhan mereka. MPP
merupakan “laison” pasien keluarga dengan PPA, manajemen rumah sakit,
pembayar.
d. Skrining Pasien
Untuk penanganan pasien, MPP melakukan skrining pasien, kelompok: anak, usia
lanjut, pasien dengan penyakit kronis, risiko tinggi, kasus kompleks dengan hasil
asuhan yang tidak mudah.

3. Jenis Case Management


Menurut Kasim (2008), jenis case management antara lain:
a. Acute care case management (unit based, disease based, continuity of care, primary
nursing) di Indonesia
b. Large case management
c. Disease management
d. Insurance case management
e. Hospice case management
f. Home health care case management
g. Community based cased management

Perkembangan case manajer mengikuti perkembangan pada tempat kerja yaitu :

a. Perawat kepala ruangan difungsikan sebagai case manager


b. Nurse case manager
c. Case manager dari profesi social worker
d. Case manager dengan kualifikasi dari profesi kesehatan lainnya
e. Bidang case management
f. Direktur case management

4. Tata Laksana Case Management


Menurut CMSA (2010), tata laksana case management yaitu:
a. Case manager menggunakan pendekatan patient center care (pelayanan
berpusat pada pasien).
b. Case manager memfasilitasi pengambilan keputusan oleh klien melalui prinsip
advokasi, pengambilan keputusan bersama dan edukasi.
c. Case manager menggunakan pendekatan holistik komprehensif dengan tetap
menghargai nilai-nilai budaya pasien dan menghormati apabila ada perbedaan
pendapat.
d. Case manager meningkatkan keselamatan klien seoptimal mungkin.
e. Case manager meningkatkan integrasi ilmu dan prinsif perubahan perilaku.
f. Case manager menghubungkan dengan sumber daya masyarakat.
g. Case manager membantu menavigasi sistem pelayanan kesehatan untuk mencapai
keberhasilan pelayanan, contohnya selama masa transisi.
h. Case manager mengejar profesional excellence dan mempertahankan kompetensi
dalam praktik.
i. Case manager meningkatkan quality outcomes dan pengukuran outcomes tersebut.
j. Case manager mendukung dan mempertahankan kepatuhan terhadap negara,
daerah, dan organisasi serta peraturan dan regulasi sertifikasi.

5. Proses Case Management


CMSA (2010) mengemukakan langkah-langkah primer dalam proses case management,
yaitu:
a. Identifikasi klien dan seleksi: Fokus pada identifikasi klien yang akan mendapat
layanan case management. Langkah ini termasuk memberikan penjelasan umum
tentang case manager dan mendapatkan persetujuan klien untuk pemberian layanan
case management (informed consent).
b. Asesmen dan identifikasi masalah/peluang: Di mulai setelah selesainya pemilihan
kasus dan klien masuk dalam kriteria klien yang perlu mendapatkan pelayanan case
management.
c. Pengembangan rencana case management: Menetapkan tujuan intervensi dan
memprioritaskan kebutuhan klien, serta menentukan jenis layanan dan sumber
daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang ditetapkan atau hasil yang
diinginkan.
d. Implementasi dan koordinasi kegiatan perawatan: Melaksanakan pada yang sudah
direncanakan.
e. Evaluasi rencana case management dan tindak lanjut: Melibatkan evaluasi status
klien dan tujuan serta hasil terkait.
f. Terminasi proses case management: Mengakhiri perawatan dan atau episode sakit.
Proses ini berfokus pada penghentian case management ketika klien berpindah ke
tingkat tertinggi fungsi, mencapai hasil optimal, kebutuhan atau keinginan
perubahan klien.
Menurut Leonard (2015) proses case management diuraikan sebagai berikut:
a. Assesment
Penilaian adalah fungsi penting pertama dari proses manajemen kasus. Ini
adalah terorganisir, kemajuan multidimensional di mana perawat manajer kasus
mengumpulkan dan menganalisis informasi mendalam dalam upaya untuk
memahami fisik, psikologis, psikososial, kognitif, fungsional, perkembangan,
ekonomi, budaya, spiritual, dan gaya hidup kebutuhan pasien. Untuk melakukan
tugas ini, manajer kasus perawat mengumpulkan informasi penting dari sumber
yang relevan, termasuk pasien, atau keluarganya, profesional kesehatan lainnya
atau lembaga yang telah memberikan pelayanan, pengasuh profesional, majikan,
dan kesehatan masyarakat, sekolah, dan catatan militer. Sebagai hasil dari undang-
undang yang ketat mengenai kerahasiaan, perawat manajer kasus harus
mendapatkan rilis yang ditandatangani dari pasien dan anggota keluarga yang
berlaku sebelum mengumpulkan informasi terkait.
b. Planning
Fungsi penting berikutnya dalam proses manajemen kasus keperawatan
adalah perencanaan. Perencanaan adalah proses di mana manajer kasus perawat
mengembangkan rencana yang berfokus pada pasien, berdasarkan bukti,
perencanaan interdisipliner perawatan berdasarkan analisis data lengkap. Manajer
kasus perawat bekerja sama dengan pasien, keluarga, pengasuh, tim kesehatan,
asuransi, dan pemangku kepentingan lainnya, yang diperlukan untuk
mengembangkan rencana perawatan individu. Rencana komprehensif ini
difokuskan, berorientasi pada tindakan, waktu yang tepat, berbasis bukti, terukur,
dapat dicapai, yang dapat dipertanggung jawabkan secara keuangan, dan
interdisipliner. Rencana perawat manajemen kasus mengandung jangka pendek
dan jangka panjang, tujuan berpusat pada pasien yang ditinjau dan diperbarui
sebagai bergerak pasien melalui kontinum perawatan. Tujuannya adalah untuk
memberikan perawatan yang berkualitas tinggi yang memenuhi kebutuhan pasien
dengan cara yang paling hemat biaya. Rencananya memprioritaskan kebutuhan
pasien dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, sambil bergerak
pasien melalui rangkaian perawatan dalam pengaturan paling ketat.
c. Implementasi
Implementasi adalah fungsi penting ketiga dalam proses manajemen kasus.
Ini adalah pelaksanaan kegiatan manajemen kasus khusus dan intervensi yang
mengarah mencapai tujuan yang ditetapkan dalam rencana perawatan.
Implementasi meliputi kegiatan proaktif seperti sebagai intervensi,
mendelegasikan, memfasilitasi, penetapan tujuan, dan berkomunikasi. Setelah
rencana tersebut dikembangkan dan disetujui oleh dokter yang merawat, pembayar,
pasien dan keluarga, ini diterapkan oleh manajer kasus perawat. Menggunakan
keterampilan negosiasi, perawat manajer kasus bekerja untuk memastikan bahwa
layanan di mulai secara terkoordinasi antara berbagai penyedia, pasien, dan
keluarga.Melalui perencanaan yang matang, pengetahuan sumber daya, dan
komunikasi yang tepat, duplikasi layanan dihindari dan fragmentasi berkurang.
Hasil akhir pasien menerima perawatan yang sesuai, tepat waktu, dan hemat biaya.
d. Koordinasi dan Interaksi
Koordinasi dan interaksi yang penting dan melekat pada semua tahapan
proses manajemen kasus. Komponen ini terdiri dari pengorganisasian,
mengamankan, mengintegrasikan, dan memodifikasi sumber daya yang diperlukan
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam rencana manajemen kasus. Sebagai
bagian dari proses ini, perawat manajer kasus harus menyadari biaya baik saat ini
dan dianjurkan perawatan untuk memastikan bahwa intervensi yang disarankan
adalah biaya efektif. Bila mungkin, sumber daya masyarakat digunakan. Case
manager harus menyadari dan mematuhi peraturan, standar, dan undang-undang
ditingkat lokal, negara bagian, dan tingkat nasional. Kompetensi keahlian penting
untuk manajer kasus perawat yang mengkoordinasikan rencana individual
perawatan, komunikasi yang efektif, kolaborasi, ketegasan, dan kerjasama dengan
semua pihak.
e. Kolaborasi
Kolaborasi merupakan keterampilan penting yang menggunakan manajer
kasus perawat untuk menyatukan anggota tim kesehatan dan lain-lain yang
merupakan bagian integral dari merancang rencana perawatan untuk pasien
perorangan. Kolaborasi dengan manajer kasus menumbuhkan konsistensi yang
mengurangi fragmentasi dan duplikasi layanan. Kolaborasi yang efektif
memastikan pasien dan penyedia kepuasan, hasil penting yang berusaha semua
organisasi kesehatan untuk mencapai. Pengiriman tepat waktu dan penanganan
sensitif dari informasi oleh manajer kasus perawat sangat penting untuk
memastikan kerahasiaan pasien dan relevan pengambilan keputusan. Ketika
informasi terkait dikomunikasikan kepada penyedia pada waktu yang tepat,
manajer kasus perawat memastikan bahwa keputusan dibuat dengan informasi
lengkap, sehingga menurunkan duplikasi layanan.
f. Monitoring dan Evaluasi
Konsep penting terakhir dalam proses manajemen kasus dari hasil,
memantau, dan evaluasi. Untuk memastikan bahwa rencana perawatan adalah
memenuhi tujuan yang ditetapkan, manajer kasus perawat memonitor rencana
perawatan secara berkelanjutan dengan mengumpulkan informasi dari penyedia
yang terlibat untuk menunjukkan bahwa rencana diimplementasikan secara efektif
mencapai tujuan. Pemantauan proaktif rencana memastikan bahwa pasien
membuat kemajuan menuju hasil yang diinginkan. Jika kemajuan tidak sedang
dibuat, modifikasi atau perubahan rencana secara keseluruhan atau komponen
tertentu yang dibuat sesuai kebutuhan. Proses case management ini dimulai dengan
identifikasi dan seleksi. Indikasi pasien yang akan diberikan pelayanan case
management adalah kasus pasien berisiko tinggi, penyakit kronis dengan
kemungkinan biaya tinggi, kasus komplek atau rumit atau kriteria lainnya yang
ditetapkan oleh rumah sakit. Menurut KARS (2015) kriteria bisa ditetapkan
berdasarkan high volume, high risk, dan problem prone. Klien yang telah terpilih
untuk mendapatkan pelayanan case manager, selanjutnya akan dilakukan asesmen.
Pada tahap ini, asesmen komprehensif dan holistik sangat diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan masalah secara akurat. Case manager selain harus
melakukan asesmen komprehensif pada klien, juga harus mengidentifikasi
kekuatan dan sumber daya yang tersedia. Langkah selanjutnya adalah membuat
perencanaan case management. Proses ini memerlukan pemikiran kritis dan
kemampuan analisis seorang case manager. Perencanaan yang baik akan sangat
mempengaruhi proses selanjutnya. Proses selanjutnya adalah melaksanakan
rencana yang telah dibuat dan melakukan evaluasi dan terminasi (KARS,
2015).Semua proses case management ini secara umum tidak terpisahkan dari
pelaksanaan discharge planning. Kozier (2011) menyebutkan bahwa discharge
planning yang efektif seharusnyamencakup pengkajian berkelanjutan untuk
mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang
berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan
kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan
kesehatan. Pelaksanaan case management didasarkan pada kebutuhan dan nilai dari
klien dan dicapai dalam kolaborasi dengan seluruh pemberi pelayanan. Sering kita
temui dalam suatu pelayanan di rumah sakit, dokter menjadi pusat dari pelayanan,
perawat lebih banyak mengerjakan tugas kolaboratif daripada melaksanakan tugas
otonominya. Profesional pemberi asuhan lainnya juga belum memiliki sikap asertif
untuk bertanya atau berdiskusi, hanya menunggu instruksi dokter (KARS, 2015).
6. Definisi Case Manajer
Case manajer merupakan salah satu tenaga kesehatan yang melakukan komunikasi
dengan pasien , dapat membentuk hubungan rasa percaya pasien dan keluarga agar dapat
memperoleh informasi mengenai keadaan pasien.
Case manajer adalah tenaga kesehatan yang berada di rumah sakit untuk
melaksanakan pengelolaan pelayanan pasien yang terdiri dari Case Manager Tingkat
Rumah Sakit (CMRS), Case Nabager Tingkat Instalasi (CMI), Case Manager Tingkat Unit
(CMU).
7. Tugas dan Tanggung jawab Case Manajer
1) Pemberian informasi hak dan kewajiban pasien dan keluarga.
2) General consent
3) Assesmen awal
4) Assesmen gizi
5) Assesmen kebutuhan rohani
6) Assesmen kebutuhan privasi
7) Pemberian edukasi pasien dan keluarga
8) Discharge planning
9) Assesmen lain sesuai kasus (pain, resiko jatuh dan lain-lain)
10) Formulir rekam medis sesuai kebutuhan
11) Mengkoordinasikan validasi pengisian data pelayanan dan dokumen terkait sistem
pelayanan maupun pembiayaan pasien telah lengkap
12) Memantau pengembalian rekam medis yang telah terisi lengkap, benar dan jelas
dalam lurun waktu 2x24 jam untuk pasien keluar rumah sakit
13) Melaporkan aktivitas CMU sesuai format pelayanan
14) CMRS
a. Melakukan koordinasi dengan Case Manajer Tingkat Instalasi (CMI)
mengenai sistem pengelolaan pelayanan pasien.
b. Melakukan pelaporan pelaksanaan setiap bulan kepada Direktur melalui Wakil
Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan.
15) CMI
a. Melakukan pembinaan ,monitoring dan evaluasi serta mengkoordinasi
pelaksanaan sistem case manajemen yang dilakukan oleh unit kerja.
b. Mengkoordinasikan pencarian pelaksanaan sistem case manajemen setiap
bulan kepada case manajer Rumah Sakit atau bila ada kasus khusus.
16) CMU
a. Membantu kelancaran pelayanan sesuai panduan case manajer, panduan
praktik klinik, Standar Asuhan Keperawatan (SAK).
b. Mengevaluasi rekam medik untuk memastikan bahwa telah dilakukan.
8. Peran Case Manajer
a. Melakukan assesmen yang komprehensif dari kesehatan pasien dan kebutuhan
psikososial.
b. Perencanaan bersama klien, keluarga dan pemberi asuhan, dokter
penanggungjawab,pemberi pelayanan lainnya , penjamin biaya dan masyarakat
untuk memaksimalkan respon pelayanan kesehatan.
c. Memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antara anggota tim perawatan kesehatan
yang melibatkan klien dalam proses pengambilan keputusan.
d. Edukasi klien, keluarga atau pengasuh, dan anggota tim pelayanan kesehatan ttg
pemilihan obat , sumber daya masyarakat , manfaat asuransi, kekhawatiran
psikososial.
e. Pemberdayaan klien untuk memecahkan masalah dengan menjelaskan pilihan
perawatan.
f. Mendorong penggunaan yang tepat dari layanan kesehatan dan berusaha untuk
meningkatkan kualitas pelayanan.
g. Membantu klien dalam transisi perawatan yang aman ke tingkat yang paling tepat
dan berusaha meningkatkan advikasi.
h. Advokasi antara klien dan penjamin biaya untuk memfasilitasi hasil positif untuk
klien dan petugas kesehatan.
9. Fungsi Case Manajer
Koordinasi penggunaan sumber daya pelayanan (sarana, obat, pemeriksaan
diagnostik, sarana terapeutik dan prosedur pelayanan) sehingga lebih efektif dan efisien
demikian dapat terjaga komunitas pelayanan dan perawatan selama maupun setelah
pelayanan di rumah sakit sehingga sistem manajemen pelayanan menjadi baik.
Menurut KARS (2015), Fungsi case manajer yaitu :
a) Assesmen utilitas
Mampu mengakses semua informasi dan data untuk mengevaluasi manfaat untuk
kebutuhan manajemen pelayanan pasien.
b) Perencanaan
Menyusun rencana untuk pelaksanaan manajemen pelayanan pasien dalam
mencerminkan kelayakan mutu dan efektivitas biaya.
c) Fasilitas dan Advokasi
Mencakup interaksi antara MPP dan para anggota PPA, perwakilan pembayar,
serta pasien atau keluarga untuk menjaga kontinuitas pelayanan. MPP melakukan
advokasi untuk opsi pengobatan yang dapat diterima setelah berkonsultasi dengan
DPJP, termasuk rencana pemulangan yang aman.
d) Koordinasi pelayanan
Untuk kontinuitas pelayanan dan pemenuhan kebutuhan asuhan pasien.
e) Evaluasi
Evaluasi pelayanan, pelaksanaan clinical pathway, termasuk evaluasi kendali mutu
dan biaya.
f) Tindak Lanjut Pasca Discharge
Pemantauan dan tindak lanjut menjaga kontonuitas pelayanan.
10. Proses Care Manajer
Menurut CMSA (2010) proses care manajer yaitu
a. Melakukan skrining awal tentang pasien yang mempunyai masalah resiko tinggi.
b. Melakukan assesmen utilitas dengan mengumpulkan berbagai macam informasi
klinis, psikososial, sosioekonomi, maupun sistem pembayaran yang dimiliki
pasien.
c. Menyusun rencana manajemen pelayanan pasien tersebut berkolaborasi dengan
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) serta anggota tim klinis.
d. Implementasi case manajement dan koordinasi dengan DPJP serta anggota tim
klinis lainnya.
e. Melakukan evaluasi pada pelaksanaan case manajemendan rencana tindak lanjut.
f. Terminasi proses case manajement.
11. Standar Praktik Case Manager
Menurut ACMA (2013) , standar praktik case manajer yaitu :
1) Akuntabilitas
Seorang case manajer memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab terhadap
pencapaian hasil pelayanan yang optimal.
a. Mengakui adanya tanggungjawab , baik secara individu ataupun tim.
b. Mentaati komitmen care manajer dan menindaklanjuti komitmen.
c. Berkonstribusi dalam pengambilan keputusan dan mendukung keputusan
sebagai bagian tim interdislipiner.
d. Memastikan prioritas yang tepat melalui pertemuan case manajemen.

2) Profesionalisme
Tuntutan masyarakat yang semakin tinggi akan pelayanan yang berkualitas
menuntut case manajer selalu meningkatkan mutu pelayanan.

3) Kolaborasi
Case manajer dalam melaksanakan praktik bersama pasien, keluarga dan
tim kesehatan saling berkomunikasi dan memecahkan masalah dan berbagi
tanggungjawab agar menghasilkan pelayanan yang optimal. Kolaborasi yang
dilakukan tetap mempetimbangkan pilihan pasien dan sumber daya .

4) Koordinasi pelayanan
Seorang case manajer memfasilitasi pasien dan keluarga untuk
mendapatkan pelayanan yang diinginkan dan mengintegrasikan tim kesehatan
dengan cara koordinasi sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati
bersama.

5) Advokasi
Case manajer mengidentifikasi siapa pengambil keputusan, memastikan
pasien dan keluarga mendapat informasi yang cukup dari berbagai sumber daya
yang tersedia agar dapat menentukan pilihan yang tepat, mendampingi pasien
dalam mengambil keputusan dan memastikan semua pemberi layanan
menghormati keinginan dan pilihan pasien / keluarga.

6) Manajemen sumber daya


Case manajer menjamin pemanfaatan sumber daya secara bijaksana dengan
mengevaluasi sumber daya yang tersedia dan memastikan pasien mendapatkan
sumber daya yang tersedia.

7) Sertifikasi
Untuk memastikan case manajer memiliki pengetahuan, kompetensi, dan
keterampilan.
12. Dokumentasi Case Manajer
Menurut NASW Standards for Social Work Case Manajement,2013 yaitu :
a. Informasi dari proses identifikasi/skrinning awal
b. Tanggal , waktu, dan uraian untuk kontak pasien
c. Evaluasi awal, rencana, dan prosedur untuk monitor kemajuan terhadap pencapaian
sasaran.
d. Pelayanan yang diberikan dan informasi lain tentang implementasi rencana dan
rencana tindaklanjut.
e. Hasil dari pelayanan
f. Informasi sekitar rujukan, termasuk alasan rujukan
g. Supervisi atau konsultasi yang dicari atau diberikan untuk meningkatkan
pelayanan.
h. Case manajer harus memegang seluruh informasi pasien.
i. Setiap tambahan catatan harus diberikan tanggal dan ditandatangani oleh case
manajer.
DAFTAR PUSTAKA

Marquis, B. L. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan : teori & aplikasi. Jakarta:
EGC.

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.


Jakarta: Salemba Medika.

http://www.uraiantugas.com/2018/01/uraian-tugas-tanggungjawab-dan-wewenang-perawat-
pelaksana-ruang-rawat-inap.html
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-perawat-primer-atau-primary-nursing/13807/2

Afandi, M, Pembelajaran model praktek keperawatan profesional pendekatan modifikasi


keperawatan primer, PSIK FK UMY, diakses pada 2 April 2011,
Arwani & Supriyatno, H 2006, Manejemen bangsal keperawatan, Jakarta: EGC.
Nursalam, 2007, Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan profesional,
ed.2, Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, 2011, Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan profesional,
ed.3, Jakarta: Salemba Medika.
Sain, I, Model praktik keperawatan professional, diakses pada,
Somantri, I, Konsep model asuhan keperawatan profesional, FIK-UNPAD, diakses pada 25
Maret 2011,
Wahyuni, S 2007, Analisis kompetensi kepala ruang dalam pelaksanaan standar manajemen
pelayanan keperawatan dan pengaruhnya terhadap kinerja perawat dalam mengimplementasikan
model praktik keperawatan profesional di instalasi rawat inap BRSUD Banjarnegara, Pasca
Sarjana UNDIP, diakses 25 Maret 2011
https://galihendradita.wordpress.com
Rahman, A. (2018). Pengembangan Instrumen Tugas Case Manajer Dalam Metode Asuhan
Keperawatan Profesional (MAKP),Case Manajement Di RSUD dr. H. Moch. H. Ansari Saleh
Banjarmasin. Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai