Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN PSIKIATRI MEI 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GANGGUAN KEPRIBADIAN [F60 – F62]

Oleh :
Marina Ariesta Chuwiarco
C111 13 580

Pembimbing :
dr. Mayamariska Sanusi

Supervisor :
dr. Theodorus Singara, M.Kes, Sp.KJ(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN PSIKATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
Daftar Isi

Halaman Judul ............................................................................................................ i

Daftar Isi ..................................................................................................................... ii

Bab I: Pendahuluan .................................................................................................... 1


Bab II: Pembahasan ................................................................................................... 2

2.1 Definisi .............................................................................................................. 2


2.2 Klasifikasi menurut DSM V ............................................................................. 2
2.3 Pedoman Diagnostik ......................................................................................... 3
2.4 Etiologi .............................................................................................................. 3
2.5 Jenis-jenis gangguan kepribadian ..................................................................... 4
Gangguan kepribadian khas .............................................................................. 5
Gangguan kepribadian paranoid ....................................................................... 6
Gangguan kepribadian skizoid.......................................................................... 7
Gangguan kepribadian dissosial ....................................................................... 9
Gangguan kepribadian emosional tak stabil .................................................... 10
Gangguan kepribadian histrionik ..................................................................... 11
Gangguan kepribadian anankastik ................................................................... 12
Gangguan kepribadian cemas .......................................................................... 13
Gangguan kepribadian dependen ..................................................................... 14
Gangguan Kepribadian Khas Lainnya ............................................................. 15
Gangguan Kepribadian YTT............................................................................ 15
Gangguan Kepribadian Campuran dan Lainnya .............................................. 15
Gangguan Kepribadian Campuran ................................................................... 15
Gangguan Kepribadian Bermasalah ................................................................ 15
Perubahan Kepribadian yang berlangsung lama yang tidak diakibatkan oleh
kerusakan atau penyakit otak.……………………………………………….16

Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama setelah mengalami

katastrofa .......................................................................................................... 16
Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama setelah menderita
gangguan jiwa .................................................................................................. 16
Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama Lainnya ............................. 17
Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama YTT .................................. 17

Bab III: Kesimpulan .............................................................................................................. 18

Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 19


BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam menjalani kehidupannya sejak kecil, remaja, dewasa, hingga lanjut usia, seseorang
mempunyai kecenderungan atau kebiasaan menggunakan suatu pola yang relatif serupa dalam
menyikapi masalah yang dihadapi. Bila diperhatikan, cara atau metode penyelesaian itu tampak
sebagai sesuatu yang terpola tertentu dan dapat ditengarai sebagai ciri atau tanda untuk mengenal
orang itu. Fenomena ini dikenal sebagai karakter atau kepribadian. Perkembangan kepribadian
merupakan hasil interaksi dari faktor-faktor : konstitusi (genetik, temperamen), perkembangan,
serta pengalaman hidup (lingkungan keluarga, lingkungan budaya).1

Pada seorang individu dengan Gangguan Kepribadian, terjadi disfungsi dalam hubungan
keluarga, pekerjaan, fungsi sosial. Dapat pula berkaitan dengan tindakan kriminal,
penyalahgunaan zat, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, perceraian, problem pemeliharaan
anak, sering datang ke klinik gawat darurat. Terkadang Gangguan Kepribadian berkaitan dengan
gangguan jiwa yang lain, antara lain depresi, manik, dll.1

Pemahaman terkait kepribadian dan gangguan-gangguan yang dapat muncul berperan


dalam membedakan ilmu psikiatri dengan cabang ilmu kedokteran lainnya secara mendasar.
Seseorang adalah manusia yang memiliki kesadaran diri, seperti yang dikatakan oleh C. Robert
Cloninger, bukan berupa objek yang menyerupai mesin yang kurang memiliki kesadaran diri.
Kepribadian merujuk kepada seluruh ciri-ciri (karakteristik) yang beradaptasi dalam cara yang
unik terhadap lingkungan internal maupun eksternal yang senantiasa berubah.3

Gangguan Kepribadian bersifat umum dan kronik. Gangguan ini terjadi pada 10 – 20%
dari populasi keseluruhan, dan durasi munculnya bervariasi diberbagai dekade kehidupan.
Sekitar 50% dari seluruh pasien psikiatri memiliki gangguan kepribadian, dimana kebanyakan
bersifat komorbid dengan gambaran klinis lainnya. Gangguan kepribadian juga merupakan
faktor predisposisi terhadap gangguan jiwa lainnya (misalnya penyalahgunaan zat, upaya bunuh
diri, gangguan afektif, gangguan pengendalian impuls, gangguan makan, dan gangguan cemas)&
memberi pengaruh terhadap hasil dari pemberian terapi terhadap sindroma klinis, terutama
terkait ketidakmampuan, morbiditas, serta mortalitas pasien.3

Orang dengan gangguan kepribadian lebih sering menolak bantuan psikiatri dan
menyangkal masalah yang mereka alami, dibandingkan dengan orang dengan gangguan cemas,
gangguan depresi, atau gangguan obsesif-kompulsif. Secara umum, gejala gangguan kepribadian
berupa gejala ego-syntonic (penerimaan terhadap ego) dan alloplastic (seperti adaptasi dengan
cara mengubah lingkungan eksternal dibandingkan mengubah dirinya sendiri). Pasien dengan
gangguan kepribadian tidak merasa khawatir terhadap perilaku maladaptif mereka, sebab
terkadang mereka tidak mengenali adanya kesakitan pada dirinya (seperti yang diamati oleh
orang lain sebagai gejala mereka) & sering tampak tidak tertarik terhadap penatalaksanaan dan
penyembuhan atas dirinya.3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Kepribadian adalah totalitas dari ciri perilaku dan emosi yang merupakan karakter
atau ciri seseorang dalam kehidupan sehari-hari dalam kondisi yang biasa. Sifatnya stabil dan
dapat diramalkan. Karakter adalah ciri kepribadian yang dibentuk oleh proses perkembangan dan
pengalaman hidup. Temperamen dipengaruhi oleh faktor genetik atau konstitusional yang
terbawa sejak lahir, bersifat sederhana, tanpa motivasi, baru stabil sesudah anak itu berusia
beberapa tahun.1

Gangguan kepribadian adalah ciri kepribadian yang bersifat tidak fleksibel dan
maladaptif yang menyebabkan disfungsi yang bermakna atau penderitaan subjektif. Orang
dengan gangguan kepribadian menunjukkan pola relasi dan persepsi terhadap lingkungan dan
diri sendiri yang bersifat berakar mendalam, tidak fleksibel, serta bersifat maladaptif.1

2.2 KLASIFIKASI MENURUT DSM-V

Berdasarkan DSM-V, Gangguan Kepribadian dibagi menjadi 3 kelompok


(cluster), yaitu:

1) Kelompok A
Banyak persamaannya, dan seringkali ditemukan dalam keluarga yang menderita
skizofrenia dibandingkan dengan penduduk rata-rata. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah Gangguan kepribadian Skizotipal, Gangguan kepribadian Paranoid, dan Gangguan
kepribadian Skizoid.1
2) Kelompok B
Dalam kelompok ini termasuk Gangguan kepribadian Antisosial, Gangguan kepribadian
Ambang, Gangguan kepribadian Narsisistik, dan Gangguan kepribadian Histrionik.
Gangguan Kepribadian yang tergolong kelompok ini tampaknya ada latar belakang
genetik. Gangguan kepribadian antisosial sering ada kaitannya dengan Gangguan
Penggunaan Alkohol. Pada Gangguan kepribadian Ambang, seringkali juga ditemukan
Gangguan Mood (alam perasaan), khususnya depresi. Sedangkan pada penderita
Gangguan Kepribadian Histrionik seringkali ada Gangguan Somatisasi (Sindrom
Briquet).1
3) Kelompok C
Dalam kelompok ini termasuk Gangguan kepribadian menghindar, Gangguan
kepribadian Obsesif-kompulsif (Anankastik), dan Gangguan kepribadian Dependen.
Kelompok ini juga tampaknya ada latar belakang faktor genetik. Penderita Gangguan
kepribadian menghindar banyak juga menunjukkan derajat kecemasan yang tinggi. Ciri-
ciri obsesif-kompulsif banyak ditemukan pada saudara kembar monozigotik
dibandingkan dengan kembar dizigotik. Pasien dengan Gangguan kepribadian Obsesif-
kompulsif sering menderita depresi, masa laten REM (Rapid Eye Movement)nya
memendek, serta hasil DST (Dexamethasone-suppresion test) yang abnormal.1

2.3 PEDOMAN DIAGNOSTIK UMUM

Pedoman Diagnostik Gangguan Kepribadian

o Sikap dan perilaku yang amat tak serasi dalam beberapa fungsi (afek, kesadaran,
pengendalian impuls, persepsi dan cara berpikir, hubungan dengan orang lain).
o Pola perilaku itu berlangsung lama, berjangka panjang, tidak terbatas pada episode
gangguan jiwa
o Bersifat pervasif, maladaptif terhadap keadaan pribadi dan hubungan sosial yang luas
o Menyebabkan penderitaan pribadi yang berarti
o Biasanya berhubungan dengan masalah pekerjaan dan kinerja sosial.1

2.4 ETIOLOGI

1) Faktor genetik
Pada penelitian yang dilakukan pada 15.000 pasang anak kembar, ditemukan bahwa pada
kembar monozigotik terdapat persamaan dalam gangguan kepribadian dibandingkan
dengan kembar dizigotik.1
2) Faktor biologik
- Hormon. Orang dengan ciri impulsif sering menunjukkan kadar hormon
testosterone, 17-estradiol dan estron yang tinggi. Pada beberapa orang dengan
Gangguan Kepribadian Ambang dan orang yang menderita depresi, kadar
DSTnya abnormal.
- Platelet monoamine oksidase. Penelitian menemukan bahwa kadar MAO yang
rendah ditemukan pada pasien dengan Gangguan Kepribadian Skizotipal.
- “Smooth eye pursuit movement” yang gerakannya tidak mulus (jumpy) ditemukan
pada orang yang introvert, mempunyai rasa rendah diri, dan sering menarik diri
dalam pergaulan, juga pada orang dengan Gangguan Kepribadian Skizotipal.
- Neurotransmitter. Kadar endorfin yang tinggi sering ditemukan pada orang yang
bersifat plegmatik (yakni orang yang senantiasa tampak baik hati, memiliki sikap
penerimaan yang baik, menarik, kadang pemalu, sering lebih memilih stabilitas
dibandingkan ketidakpastian/perubahan, konsisten, tenang, rasional, penuh rasa
penasaran, serta dapat pula tampak pasif-agresif). Kadar 5-hydroxyindoleacetic
acid yang rendah ditemukan pada orang yang mencoba bunuh diri dan pasien
yang impulsif serta agresif. Peningkatan kadar serotonin dengan pemberian bahan
serotonergik (mis.Fluoxetine) mengubah beberapa ciri kepribadian, mis.depresi,
impulsivitas, ruminasi, dan memberikan rasa nyaman. Peningkatan dopamine,
misalnya karena obat psikostimulan (amfetamin) dapat menimbulkan euforia.
- Elektrofisiologi. Pada orang dengan Antisosial dan Ambang sering ada
gelombang lambat dalam EEG.1
3) Faktor psikososial
- Faktor “Internal object relations”. Dalam masa perkembangan anak, pengaruh
internalisasi dari orang tua ke dalam diri anak besar pengaruhnya. Hal itu terjadi
melalui proses introjeksi, ia menginternalisasi orang tua atau orang lain yang
bermakna sebagai sesuatu yang berada didalam dirinya (internal presence),
akibatnya terjadi identifikasi dengan orang tua yang di “internalize” itu. Proses
ini menyebabkan sifat atau ciri orang tuanya menjadi sifat atau ciri diri anak itu.
Demikian pula ciri hubungan anak dengan orang lain mirip dengan ciri hubungan
orang tuanya dengan orang lain.1
- Mekanisme defensi. Mekanisme defensi yang terjadi ketika ego menggunakannya
dalam upaya mengatasi konflik dengan empat area dari “inner life” dalam dirinya,
yaitu dengan : (1) instink (keinginan atau kebutuhan), (2) realitas, (3) orang yang
bermakna, dan (4) hati nurani (conscience). Pada orang dengan Gangguan
Kepribadian yang menggunakan mekanisme defensi secara sangat efektif,
kecemasan dan depresi tidak tampak. Itulah sebabnya upaya untuk
menghilangkan mekanisme defensinya akan sangat sukar, karena akan timbul
kecemasan dan depresi. Ini merupakan salah satu sebab penting mengapa orang
dengan Gangguan Kepribadian sangat sukar dan enggan untuk mengubah
perilakunya.1

Defense mechanisms

Wilhelm Reich menciptakan istilah character armor untuk mendeskripsikan metode


defensif/pertahanan seseorang untuk melindungi dirinya dari impuls internal dan dari
kecemasan terhadap relasi interpersonal. Teori Reich memberikan pengaruh besar dalam
konsep modern dan kepribadian dan gangguan kepribadian. Sebagai contoh, tanda
kepribadian seseorang besar ditentukan oleh karakteristik mekanisme defensif mereka.
Setiap gangguan kepribadian memiliki sekelompok pola defensif yang membantu klinisi
psikodinamik untuk mengenali tipe karakter patologis yang ada. Orang dengan gangguan
kepribadian paranoid, contohnya, menggunakan projection, sedangkan orang dengan
gangguan kepribadian Skizoid menggunakan withdrawal (penarikan diri).3

Ketika mekanisme defensif berjalan efektif, seseorang dengan gangguan kepribadian


akan mampu menguasai perasaan cemas, depresi, amarah, malu, perasaan bersalah, dan
afek lainnya. Perilaku mereka bersifat ego-syntonic, yakni yang tidak menimbulkan
penderitaan bagi mereka meskipun itu dapat berpengaruh terhadap orang lain. Mereka
juga enggan untuk terikat dengan proses terapi, karena mekanisme defensif mereka lebih
dianggap berperan penting dalam mengontrol perasaan tidak menyenangkan mereka,
maka mereka tidak akan tertarik untuk “melepaskannya”. 3

Dalam upaya menolong orang dengan gangguan kepribadian, psikiater harus menerima
mekanisme defensif yang mendasari seorang pasien, yakni proses mental yang terjadi di
alam bawah sadar mereka yang digunakan untuk menyelesaikan konflik antar 4 pedoman
kehidupan internal, yakni instink (keinginan atau kebutuhan), kenyataan, orang-orang
yang dianggap penting, serta hati nurani. Apabila mekanisme defensif berjalan efektif,
terutama pada orang dengan gangguan kepribadian, mereka akan mampu mengeliminasi
kecemasan dan depresi secara sadar. Disisi berlawanan, mengabaikan mekanisme
defensif akan membuat mereka lebih peka/rentan terhadap kecemasan dan depresi,
sehingga inilah alasan utama pasien sangat sulit untuk mengubah/memperbaiki
kepribadian mereka.3

Meskipun pasien dengan gangguan kepribadian umumnya dicirikan dengan mekanisme


yang kaku, pasien-pasien ini menggunakan mekanisme defensif yang berbeda-beda.

2.5 JENIS-JENIS GANGGUAN KEPRIBADIAN

Berdasarkan PPDGJ-III, Gangguan Kepribadian dibagi menjadi sebagai berikut.

F60 Gangguan Kepribadian Khas

F60.0 Gangguan Kepribadian Paranoid

F60.1 Gangguan Kepribadian Skizoid

F60.2 Gangguan Kepribadian Dissosial

F60.3 Gangguan Kepribadian emosional tak stabil

.30 Tipe Impulsif

.31 Tipe Ambang

F60.4 Gangguan Kepribadian Histrionik

F60.5 Gangguan Kepribadian Anankastik

F60.6 Gangguan Kepribadian Cemas (menghindar)

F60.7 Gangguan Kepribadian Dependen

F60.0 Gangguan Kepribadian Khas lainnya

F60.0 Gangguan Kepribadian YTT


F61 Gangguan Kepribadian Campuran dan Lainnya

F61.0 Gangguan kepribadian campuran

F61.1 Perubahan Kepribadian yang bermasalah

F62 Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama Yang Tidak Diakibatkan Oleh

Kerusakan atau Penyakit Otak

F62.0 Perubahan Kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami katastrofa

F62.1 Perubahan Kepribadian yang berlangsung lama setelah menderita gangguan jiwa

F62.8 Perubahan Kepribadian yang berlangsung lama lainnya

F62.9 Perubahan kepribadian yang berlangsung lama YTT.2

F60 GANGGUAN KEPRIBADIAN KHAS

Gangguan kepribadian khas adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi karakteriologis
dan kecenderungan perilaku dari seseorang, biasanya meliputi beberapa bidang dari
kepribadian dan hampir selalu berhubungan dengan kesulitan pribadi dan sosial.2

Pedoman Diagnostik
 Kondisi yang tidak berkaitan langsung dengan kerusakan atau penyakit otak berat atau
gangguan jiwa lain
 Memenuhi kriteria berikut ini :
(a) disharmoni sikap dan perilaku yang cukup berat, biasanya meliputi beberapa bidang
fungsi, misalnya afek, kesiagaan, pengendalian impuls, cara memandang dan berpikir,
serta gaya berhubungan dengan orang lain;
(b) pola perilaku abnormal berlangsung lama, berjangka panjang, dan tidak terbatas pada
episode gangguan jiwa;
(c) pola perilaku abnormalnya bersifat pervasif (“mendalam”) dan maladaptif yang jelas
terhadap berbagai keadaan pribadi dan sosial yang luas;
(d) manifestasi diatas selalu muncul pada masa kanak atau remaja dan berlanjut sampai
usia dewasa;
(e) gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi yang cukup berarti, tetapi baru
menjadi nyata setelah perjalanan yang lanjut;
(f) gangguan ini biasanya, tetapi tidak selalu, berkaitan secara bermakna dengan masalah-
masalah dalam pekerjaan dan kinerja sosial.2
F60.0 Gangguan Kepribadian Paranoid

Gambaran klinis : Kecurigaan dan ketidakpercayaan pada orang lain, berpikir bahwa
orang lain berniat buruk kepadanya; kondisi ini bersifat pervasif, awitan dewasa muda, nyata
dalam pelbagai konteks. Akibatnya mereka sering menuduh keluarga atau orang orang lain akan
mengeksploitasi, mencelakakan dirinya, bersifat tidak setia atau tidak dapat dipercaya. Terhadap
pasangannya seringkali bersifat cemburu patologis atau meragukan kesetiaan pasangannya.
Mereka mengeksternalisasikan perasaannya dan menggunakan mekanisme defensi proyeksi
sehingga segala pikiran dan perasaan buruknya yang tidak mau diterimanya sebagai bagian dari
dirinya, dilontarkannya kepada orang lain dan menuduh orang lainlah yang bersifat demikian.
Mereka jarang sekali menunjukkan kehangatan dan sering bersikap tidak emosional, mereka
sangat memberi perhatian kepada kekuasaan dan kepangkatan, membenci orang yang dianggap
lemah, berpenyakitan atau ada kecacatan. Sering pula mereka bersifat sangat “business like” dan
menimbulkan suasana ketakutan atau konflik dengan orang lain.1

Epidemiologi : Prevalensi sebesar 0,5 – 2,5% penduduk rata-rata. Lebih banyak


ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.Jarang sekali mereka mau datang untuk terapi
atas kemauan sendiri, kebanyakan diantar oleh anggota keluarga atau oleh teman sekerja.
Umumnya mereka tidak tampak menderita. Ada banyak diantara mereka yang mempunyai
anggota keluarga yang menderita Skizofrenia. 1

Diagnosis : Pada pemeriksaan psikiatrik, pasien dengan gangguan kepribadian paranoid


cenderung bersikap formal (resmi) dan bertindak bingung/bimbang akan kebutuhannya untuk
meminta pertolongan psikiater. Ketegangan, ketidakmampuan untuk bersikap rileks, kebutuhan
untuk mengamati lingkungan dengan teliti dapat terlihat, dan sikap pasien cenderung tanpa
humor & serius. Meskipun beberapa premis/isi pembicaraan pasien tampak keliru, pembicaraan
tersebut memiliki tujuan yang terarah dan logis. Isi pikirannya menunjukkan suatu pembuktian
adanya proyeksi, prasangka, serta sesekali terdapat ideas of reference.3

Pedoman Diagnostik

Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri :

(a) kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan;


(b) kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak untuk memaafkan
suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil;
(c) kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman
dengan menyalahartikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu
permusuhan atau penghinaan;
(d) perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang
ada
(e) kecurigaan yang berulang, tanpa dasar, tentang kesetiaan seksual dari pasangannya;
(f) kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang bermanifestasi
dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri (self referential attitude)
(g) preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekokongkol dan tidak substantive dari
suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri pasien sendiri maupun dunia pada umumnya.

Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.2

Diagnosis banding : Skizofrenia Paranoid; Gangguan kepribadian ambang (Borderline).

Terapi : Terapi yang terbaik adalah Psikoterapi, dimana terapis perlu bersikap jujur,
mantap, konsisten, professional, serta tidak terlalu bersikap hangat atau akrab dengan pasien
sebab persoalan pasien adalah kepercayaan serta toleransi terhadap keintiman. Banyak pula
pasien yang mendapat manfaat dengan terapi jenis “social skill training”. Farmakoterapi
diberikan untuk gejala agitasi dan kecemasan. Dapat diberikan obat anticemas seperti Clobazam
atau Diazepam, serta antipsikotik seperti Haloperidol dalam dosis kecil dan untuk sementara
waktu.1

F60.1 Gangguan Kepribadian Skizoid

Gambaran klinis : Pola perilaku berupa pelepasan diri dari hubungan sosial disertai
kemampuan ekspresi emosi yang terbatas dalam hubungan interpersonal. Bersifat pervasif,
berawal sejak dewasa muda dan nyata dalam pelbagai konteks.1 Gangguan Kepribadian
skizoid dicirikan oleh penarikan dari lingkungan sosial secara berkepanjangan. Pasien sering
terlihat eksentrik, terisolasi, atau kesepian. Ketidaknyaman dalam interaksi dengan orang
lain, sikap introversi, serta afek yang terbatas merupakan hal yang patut diperhatikan.
Kehidupan seksual mereka umumnya hanya sebatas fantasi, dan tampak adanya
keterlambatan dalam munculnya hasrat seksualitas.Pasien laki-laki umumnya tidak menikah
akibat ketidakmampuan mereka untuk meraih intimasi; sedangkan wanita umumnya secara
pasif menyetujui pernikahan dengan laki-laki yang agresif & menginginkan pernikahan.
Pasien dengan gangguan kepribadian skizoid juga menunjukkan adanya kesulitan untuk
mengutarakan kemarahan secara langsung, sepanjang hidupnya. Pasien ini umumnya
memiliki ketertarikan dengan hal-hal yang tidak melibatkan interaksi dengan orang lainnya,
seperti dalam bidang matematika, astronomi, kedekatan dengan hewan peliharaan, serta
gerakan filosofis.3

Epidemiologi : Dijumpai pada kira-kira 7,5% penduduk, laki-laki dua kali lebih banyak
daripada perempuan. Sering memilih pekerjaan yang memerlukan sedikit saja hubungan
dengan orang lain atau memilih pekerjaaan dimalam hari disaat ia hanya sedikit kontak
dengan orang lain.1
Diagnosis : Pada pemeriksaan awal psikiatrik, pasien dengan Gangguan Kepribadian
Skizoid umumnya tampak tidak nyaman. Mereka jarang mentoleransi kontak mata, dan
pemeriksa mungkin akan mengira pasien ingin untuk segera mengakhiri wawancara. Afek
pasien umumnya terbatas, inappropriately serious, atau acuh tak acuh. Namun, dibalik afek
tersebut, pemeriksa yang sensitif dapat mengenali adanya rasa takut. Pasien ini mengalami
kesulitan untuk bergembira : upayanya dalam segi humor tampak kekanak-kanakan dan
seolah melenceng. Pembicaraannya terarah, tetapi cenderung memberikan jawaban singkat
atas pertanyaan dan menghindari percakapan yang bersifat spontan. Fungsi sensoris baik,
memori baik, dan interpretasi peribahasa cenderung abstrak.3

Pedoman Diagnostik

Gangguan kepribadian yang memenuhi deskripsi berikut :

(a) Sedikit (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan;


(b) emosi dingin, afek mendatar, atau tak peduli (detachment);
(c) kurang mampu untuk meng-ekspresi-kan kehangatan, kelembutan, atau kemarahan
terhadap orang lain;
(d) tampak nyata ketidak-pedulian baik terhadap pujian maupun kecaman;
(e) kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain (perhitungkan
usia penderita);
(f) hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri;
(g) preokupasi dengan fantasi dan introspeksi yang berlebihan;
(h) tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab (kalau ada hanya satu)
dan tidak ada keinginan untuk menjalin hubungan seperti itu;
(i) sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial yang berlaku.

Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.2

Diagnosis banding : Skizofrenia ; Gangguan kepribadian Skizotipal.3

Terapi : Psikoterapi, dengan membina kepercayaan. Dalam terapi kelompok, mereka


seringkali bersikap pendiam, sehingga perlu dijaga dari sifat agresif teman kelompok yang
lain. Farmakoterapi yang diberikan berupa dosis kecil dari antipsikotik, antidepresan, dan
psikostimulan. Obat anticemas juga berguna pada kecemasan dalam hubungan interpersonal.1

F60.2 Gangguan Kepribadian Dissosial

Gambaran klinis : Pola perilaku pengabaian dan pelanggaran berbagai hak orang lain,
bersifat pervasif, berawal sejak usia dewasa muda dan nyata dalam pelbagai konteks.
Seringkali tampak normal dan menarik, namun riwayat hidupnya menunjukkan riwayat
membohong, menipu, melarikan diri dari rumah, membolos sekolah, mencuri, berkelahi,
menggunakan narkoba, serta berperilaku melanggar hukum yang seringkali berawal sejak
masa kanak. Tidak mengalami waham dan pikiran tidak rasional, mudah sekali menjebak
orang lain untuk ikut dalam aktivitasnya, mudah mencari uang atau mencari ketenaran. Tidak
ada standar moral, sering promiskuis, melakukan kekerasan terhadap pasangan dan anaknya,
sering menyetir kendaraan dalam keadaan mabuk. Secara khas tidak ada rasa penyesalan
terhadap perbuatannya, dan nampak tidak ada hati nurani.1

Epidemiologi : Ditemukan pada 3 – 5% pada laki-laki dan 1% pada perempuan, Sering


terjadi pada permukiman dan lingkungan miskin. Awitan timbul sebelum usia 15 tahun, anak
perempuan biasanya sebelum pubertas dan anak laki-laki seringkali dalam usia yang lebih
muda.1

Diagnosis : Pasien ini umumnya mampu mengelabui pemeriksa, sekalipun pemeriksa


yang telah berpengalaman. Saat wawancara, pasien umumnya tampak tenang dan dapat
dipercaya. Namun, dibalik “topeng” tersebut, tersembunyi suatu ketegangan, kebencian,
amarah, serta keinginan besar untuk marah/mengamuk. Wawancara yang memicu stress,
dimana pasien dikonfrontasikan dengan ketidak-konsistensian pada riwayatnya,seringkali
diperlukan untuk membuka sisi patologis dari pasien. Pemeriksaan neurologi kadangkala
diperlukan, sebab pasien seringkali menunjukkan abnormalitas EEG dan tanda neurologis
lain yang menggambarkan kerusakan otak minimal sewaktu masa kanak-kanak.3

Pedoman Diagnostik

Gangguan Kepribadian ini biasanya menjadi perhatian disebabkan adanya perbedaan


yang besar antara perilaku dan norma sosial yang berlaku, dan ditandai oleh :

(a) bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain;


(b) sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus-menerus (persisten),
serta tidak peduli terhadap norma, peraturan, dan kewajiban sosial;
(c) tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak ada
kesulitan untuk mengembangkannya
(d) toleransi terhadap frustrasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan
agresi, termasuk tindakan kekerasan;
(e) tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khususnya
dari hukuman;
(f) sangat cenderung menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi yang masuk
akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat.

Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.2

Diagnosis banding : Penyalahgunaan zat (alkohol)3

Terapi : Psikoterapi. Lebih efektif dilakukan jika pasien dirawat inap, sebab sering
motivasinya akan bertambah jika pasien disatukan dengan rekan-rekan “sesama”nya. Untuk
farmakoterapi, digunakan anticemas dan atau antidepresan. Bila terdapat latar belakang
berupa Gangguan Pemusatan Perhatian dengan Hiperaktivitas, dapat diberi metilfenidat.
Dapat pula diberi Carbamazepine, atau Valproate, khususnya bila ditemukan gelombang
abnormal pada EEG.1

F60.3 Gangguan Kepribadian Emosional Tak Stabil

Gambaran klinis : Bertindak impulsif tanpa mempertimbangkan dampaknya, afek atau


emosinya tidak stabil atau kurang pengendalian diri, dapat menjurus kepada ledakan kemarahan
atau perilaku kekerasan. Acapkali ada perasaan hampa secara kronis. Sangat cenderung untuk
membina hubungan interpersonal yang intensif tapi tidak stabil, sehingga terjadi krisis emosi
yang berulang, dan hal itu sering pula berkaitan dengan upaya berlebihan supaya tidak
ditinggalkan pasangannya. Kadang-kadang ia cepat bersikap akrab dengan orang yang tidak
dikenalnya (bahkan melakukan hubungan seks dengan sembarangan) hanya untuk
menghilangkan perasaan kesepian. Ia sering pula melakukan ancaman bunuh diri atau perilaku
mencederai dirinya (sering pula itu terjadi tanpa faktor pencetus yang jelas).1

Epidemiologi : Ditemukan pada kira-kira 1-2% penduduk, pada perempuan dua kali
lebih banyak dibandingkan laki-laki. Banyak diantara mereka yang mempunyai keluarga yang
menderita depresi berat, penyalahgunaan alkohol, dan Gangguan Kepribadian Ambang.1

Diagnosis : Dibagi menjadi dua tipe : (1) Tipe impulsif, ciri : ketidakstabilan emosi,
kurang pengendalian impuls. Sering terjadi ledakan kemarahan atau berperilaku mengancam
orang, khususnya sebagai tanggapan terhadap kritik orang lain; (2) Tipe ambang, ciri :
ketidakstabilan emosi, citra diri, tujuan hidup, serta preferensi internalnya (sering kali juga
orientasi seksualnya) sering tidak jelas atau terganggu.1

Pedoman Diagnostik

 Terdapat kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara impulsif tanpa


mempertimbangkan konsekuensinya, bersamaan dengan ketidak-stabilan emosional;
 Dua varian yang khas adalah berkaitan dengan impulsivitas dan kekurangan
pengendalian diri.
Karakter kelima : F60.30 = Tipe Impulsif ; F60.31 = Tipe Ambang (Borderline).2

Terapi : Psikoterapi, berupa Terapi Perilaku, Latihan keterampilan sosial (social skills
training), lebih baik lagi dengan rekaman dan memutar ulang agar pasien melihat
bagaimana perilakunya memengaruhi reaksi orang lain. Hasil terapi umumnya lebih baik
jika digabung dengan farmakoterapi, yaitu menggunakan obat antipsikotik (untuk
mengendalikan kemarahan dan episode psikotik singkatnya), antidepresan (khususnya
SSRI), benzodiazepine (mis.Alprazolam), dan Antikonvulsan (mis.Carbamazepine).1
F60.4 Gangguan Kepribadian Histrionik

Gambaran klinis : Pola perilaku berupa emosionalitas berlebih dan menarik perhatian,
bersifat pervasif, berawal sejak usia dewasa muda, nyata dalam pelbagai konteks.Sering pula
melebih-lebihkan pikiran dan perasaannya. Sering mengambek, menangis, dan menuduh orang
lain tidak memberi perhatian kepadanya. Pasien juga menunjukkan perilaku mencari perhatian
tingkat tinggi, dimana mereka cendrung melebih-lebihkan pikiran dan perasaan mereka sehingga
segala sesuatunya seolah perlu dipandang lebih penting, daripada seharusnya. 1

Epidemiologi : Sekitar 2 – 3% penduduk, perempuan lebih banyak daripada laki-laki. 1

Diagnosis : Pada saat wawancara, pasien cenderung bersikap kooperatif dan memiliki
keinginan kuat untuk menceritakan kisah secara mendetail. Gerakan-gerakan bahasa tubuh dan
penekanan dramatis saat berbicara merupakan hal yang sering ditemukan. Tampilan afektif
umumnya normal, tetapi ketika pasien “dipaksa” untuk menyatakan perasaan tertentu (seperti
kemarahan, kesedihan, dan keinginan seksual), pasien akan tampak terkejut, jengkel, ataupun
melakukan penolakan. Hasil pemeriksaan kognitif biasanya normal, meskipun kadang tampak
kurangnya ketekunan dalam soal aritmetika (perhitungan) dan soal-soal yang membutuhkan
konsentrasi.3

Pedoman Diagnostik

Gangguan Kepribadian dengan ciri-ciri :

(a) ekspresi emosi yang dibuat-buat (self-dramatization), seperti bersandiwara (theatricality),


yang dibesar-besarkan (exaggerated);
(b) bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain atau oleh keadaan;
(c) keadaan afektif yang dangkal atau labil;
(d) terus-menerus mencari kegairahan (excitement), penghargaan (appreciation) dari orang
lain, dan aktivitas dimana pasien menjadi pusat perhatian;
(e) penampilan atau perilaku “merangsang” (seductive) yang tidak memadai;
(f) terlalu peduli dengan daya tarik fisik.

Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.2

Diagnosis banding : Gangguan kepribadian ambang; Gangguan somatisasi1

Terapi : Psikoterapi. Pasien biasanya tidak menyadari tentang perasaan sesungguhnya,


maka ia perlu dibantu agar dapat mengenal dan mengklarifikasi perasaannya. Farmakoterapi
yang diberikan berupa obat antidepresan (untuk depresi dan keluhan somatik), anti cemas (untuk
kecemasan), dan antipsikotik (untuk gejala derealisasi dan ilusi).1
F60.5 Gangguan Kepribadian Anankastik/ Obsesif-Kompulsif

Gambaran klinis : Pola perilaku berupa preokupasi dengan keteraturan, peraturan,


perfeksionisme, bersifat ngotot, keras kepala, kontrol mental, mengenyampingkan : fleksibilitas,
keterbukaan, efisiensi; sering pula tidak dapat mengambil keputusan. Bersifat pervasif, awitan
dewasa muda, nyata dalam pelbagai konteks. 1

Epidemiologi : Prevalensi 2 – 8%.3 Lebih banyak pada laki-laki dibandingkan pada


perempuan, seringkali ditemukan pada anak yang tertua. Seringkali dilatarbelakangi oleh
pendidikan yang berdisiplin keras semasa kecil.1

Diagnosis : Pada saat wawancara, pasien umumnya tampak bersikap formal dan kaku.
Afeknya tidak tampak tumpul atau datar, tetapi dapat dideskripsikan sebagai afek yang terbatas.
Pasien jarang bersikap spontan, serta mood yang dinyatakan biasanya serius. Pasien seperti ini
biasanya memiliki rasa khawatir kalau-kalau bukan ia yang memegang kontrol dalam wawancara
tersebut. Jawaban-jawaban yang diberikan umumnya mendetail, secara tidak wajar. Mekanisme
defensi yang mereka gunakan umumnya berupa rasionalisasi, isolasi, intelektualisasi,
pembentukan reaksi, dan pembatalan reaksi (undoing).3

Pedoman Diagnostik

Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri :

(a) perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan;


(b) preokupasi dengan hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar, urutan, organisasi, atau
jadwal;
(c) perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas;
(d) ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati, dan keterikatan yang tidak semestinya pada
produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan hubungan interpersonal;
(e) keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial;
(f) kaku dan keras kepala;
(g) pemaksaan yang tak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya mengerjakan
sesuatu, atau keengganan yang tak beralasan untuk mengizinkan orang lain mengerjakan
sesuatu;
(h) mencampur-adukan pemikiran atau dorongan yang memaksa dan yang enggan.

Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.2

Terapi : Psikoterapi berupa Terapi Kelompok, Terapi Perilaku. Salah satu tekniknya
adalah dengan menyetop perilaku habitualnya sehingga ia lebih mudah mempelajari perilaku
adaptif baru, juga dalam terapi kelompok pemberian reward lebih efektif. Farmakoterapi
yang diberikan berupa Clobazam, Clomipramin, SSRI (Fluoxetine, dll).
F60.6 Gangguan Kepribadian Cemas (Menghindar)

Gambaran klinis : Adanya pola perasaan tidak nyaman serta keengganan untuk bergaul
secara sosial, rasa rendah diri, hipersensitif terhadap evaluasi negatif. Bersifat pervasif,
awitan sejak dewasa muda, nyata dalam pelbagai konteks.1

Epidemiologi : Dijumpai pada sekitar 1 – 10% penduduk. Seringkali bila anak


mempunyai temperamen pemalu maka bila ia menjadi dewasa angka kejadiaannya lebih
tinggi dibandingkan bila temperamen dalam masa kanaknya berskala tinggi dalam
pendekatan aktif.1

Diagnosis : Selama wawancara, pasien akan tampak cemas, namun kecemasannya


bersifat hilang timbul dan sering bergantung dari persepsinya terkait apakah pemeriksa
menyukainya atau tidak menyukainya. Ia rentan terhadap komentar dan sugesti dan sering
menganggap suatu penjelasan atau klarifikasi sebagai kritik terhadap dirinya. Ciri khas
lainnya adalah sifatnya yang pemalu, walau sebenarnya ia mendambakan kehangatan dan
kemantapan dalam hubungan interpersonal, tetapi karena takut ditolak maka yang terlihat
adalah sikap menghindar. Dalam pembicaraan dengan orang tampak kurang percaya diri,
tidak menampilkan atau menonjolkan diri, takut berbicara didepan umum karena takut
ditolak. Sering komentar orang dinilainya sebagai cemooh atau hinaan, akibatnya sering ia
menarik diri dalam pergaulan. Biasanya tidak mau membuat hubungan akrab kecuali dijamin
bahwa ia diterima tanpa kritik. Sering pula dalam perjalanan hidupnya timbul Fobia Sosial.1

Pedoman Diagnostik

Gangguan Kepribadian dengan ciri-ciri :

(a) perasaan tegang dan takut yang menetap dan pervasif;


(b) merasa dirinya tak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain;
(c) preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi sosial;
(d) keengganan untuk telribat dengan orang kecuali merasa yakin akan disukai;
(e) pembatasan dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik;
(f) menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal
karena takut dikritik, tidak didukung, atau ditolak.

Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.2

Diagnosis banding : Gangguan kepribadian Skizoid ; Gangguan Kepribadian Dependen.

Terapi : Psikoterapi dengan membina hubungan agar tercipta rasa percaya pasien
terhadap pemeriksa, lalu pemeriksa perlu menerima rasa takut yang dimiliki pasien (rasa
takut ditolak). Farmakoterapi dengan pemberian Beta Adrenergic receptor anatagonist,
terhadap peningkatan aktivitas saraf otonomik. Obat serotonergik juga diberikan pada pasien
yang memiliki perasaan sensitivitas penolakan.1
F60.7 Gangguan Kepribadian Dependen

Gambaran klinis : Suatu pola perilaku berupa kebutuhan berlebih agar dirinya
dipelihara, yang menyebabkan seorang individu berperilaku submisif, bergantung kepada
orang lain, dan ketakutan akan perpisahan dengan orang tempat ia bergantung. Bersifat
pervasif, berawal sejak usia dewasa muda dan nyata dalam pelbagai situasi.1

Epidemiologi : Lebih sering ditemukan pada perempuan. Sebuah penelitian


menunjukkan 2.5% dari semua gangguan kepribadian termasuk dalam kategori ini.1

Diagnosis : Pasien tampak sangat penurut, kooperatif, terbuka untuk pertanyaan spesifik,
dan minta bimbingan. Perilakunya dependen dan submisif, ia tidak bisa mengambil
keputusan tanpa jaminan berlebih dari orang lain. Ia menolak kedudukan yang bersifat
memimpin, dan lebih suka menurut.1

Pedoman Diagnostik

Gangguan Kepribadian dengan ciri-ciri :

(a) mendorong atau membiarkan orang lain untuk mengambil sebagian besar keputusan
penting untuk dirinya;
(b) meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah dari orang lain kepada siapa ia bergantung,
dan kepatuhan yang tidak semestinya terhadap keinginan mereka;
(c) keengganan untuk mengajukan permintaan yang layak kepada orang dimana tempat ia
bergantung;
(d) perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena ketakutan yang dibesar-
besarkan tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri;
(e) preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya, dan
dibiarkan untuk mengurus dirinya sendiri;
(f) terbatasnya kemampuan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa mendapat nasihat
yang berlebihan dan dukungan dari orang lain.

Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.2

Diagnosis banding : Gangguan kepribadian histrionik; Ganguan Kepribadian Ambang;


Agorafobia.

Terapi : Psikoterapi. Terapi berorientasi tilikan membantu pasien menyadari hal-hal


yang mendahului perilakunya, dan dengan bimbingan terapis, ia makin menjadi mandiri dan
lebih percaya diri. Dapat juga diberi terapi perilaku, terapa keluarga, dan terapi kelompok.
Farmakoterapi diberikan obat anticemas dan antidepresan.
F60.8 Gangguan Kepribadian Khas Lainnya

F60.8 Gangguan Kepribadian YTT

F61 Gangguan Kepribadian Campuran dan Lainnya

Kategori ini dimaksudkan untuk Gangguan Kepribadian dan kelainan-kelainan yang


seringkali menyulitkan tetapi tidak menunjukkan pola gejala yang khas yang menjadi ciri-ciri
dari gangguan pada F60.-2

F61.0 Gangguan Kepribadian Campuran

Dengan gambaran beberapa gangguan pada F60.- tetapi tanpa suatu kumpulan gejala
yang dominan yang memungkinkan suatu diagnosis yang lebih khas.2

F61.1 Gangguan Kepribadian Yang Bermasalah

Tidak dapat diklasifikasi pada F60.- atau F62.- dan dianggap sebagai sekunder terhadap
suatu diagnosis utama berupa suatu gangguan afektif atau anxietas yang ada bersamaan.2

F62 Perubahan Kepribadian yang berlangsung lama yang tidak diakibatkan oleh

kerusakan atau penyakit otak

 Kelompok ini meliputi gangguan dari kepribadian dan perilaku dewasa yang
berkembang setelah mengalami katastrofik atau stress yang sangat
berkepanjangan, atau setelah mengalami gangguan jiwa yang berat, pada
penderita yang tanpa gangguan kepribadian sebelumnya.
 Diagnosis hanya dibuat apabila terbukti adanya perubahan yang jelas dan
berlangsung lama dari pola sesorang dalam memandang, berhubungan dengan,
atau berpikir tentang lingkungan dan dirinya sendiri.
Perubahan kepribadian ini berkaitan dengan perilaku yang menjadi tidak luwes
(inflexible) dan maladaptif yang mengarah ke kegagalan dalam fungsi
interpersonal, sosial, dan pekerjaan.2

F62.0 Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama Setelah Mengalami

Katastrofa

Pedoman Diagnostik
 Perubahan kepribadian harus berlangsung lama dan bermanifestasi dalam
gambaran perilaku yang tidak luwes dan maladaptif yang menjurus kepada
disabilitas dalam hubungan interpersonal, sosial, dan perkerjaan. Perubahan
kepribadian ini harus dipastikan dengan keterangan dari orang-orang terdekat.
 Untuk menegakkan diagnosis, memantapkan adanya gambaran berikut (tidak
tampak sebelumnya) adalah esensial, misalnya :
(a) sikap bermusuhan atau tidak percaya terhadap semua orang;
(b) menarik diri dari kehidupan bermasyarakat;
(c) perasaan hampa atau putus asa;
(d) perasaan terpojok (on edge) yang kronis, seperti terus-menerus merasa
terancam;
(e) keterasingan.
 Perubahan kepribadian ini harus sudah berlangsung paling sedikit selama 2 tahun,
dan tidak berkaitan dengan gangguan kepribadian yang sebelumnya sudah ada
atau dengan gangguan jiwa (kecuali gangguan stress pasca-trauma, F43.1).
 Harus disingkirkan kemungkinan adanya kerusakan atau penyakit otak yang dapat
memberikan gambaran klinis yang serupa.
 Termasuk : perubahan kepribadian setelah suatu pengalamn di kamp konsentrasi,
berada dalam sekapan yang berkepanjangan disertai ancaman kemungkinan
dibunuh, seperti menjadi korban terorisme atau penyiksaan.2

F62.1 Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama Setelah Menderita Gangguan Jiwa

Perubahan kepribadian yang disebabkan oleh pengalaman traumatik akibat


menderita gangguan jiwa yang berat.

Pedoman Diagnostik

 Temuan diagnostik untuk jenis perubahan kepribadian ini harus mencakup


gambaran klinis sebagai berikut :
(a) ketergantungan yang berlebihan pada orang lain dan sikap selalu minta
dibantu;
(b) tuduhan bahwa dirinya berubah atau cacat oleh karena penyakit terdahulu,
menjurus kepada ketidak-mampuan membentuk dan mempertahankan
hubungan pribadi yang dekat dan dapat dipercaya serta isolasi sosial;
(c) pasif, minat berkurang, dan menurunnya keterlibatan dalam aktivitas rekreasi;
(d) selalu mengeluh sakit, yang mungkin berhubungan dengan keluhan
hipokondrik dan perilaku sakit;
(e) afek yang disforik atau labil, yang tidak disebabkan oleh adanya gangguan
jiwa saat ini atau gangguan jiwa sebelumnya dengan gejala afektif residual;
(f) hendaya yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan dibandingkan
dengan keadaan sebelum sakit.
 Manifestasi tersebut diatas harus sudah ada selama kurun waktu dua tahun atau
lebih;
 Perubahan bukan terjadi karena kerusakan atau penyakit otak yang berat. Adanya
diagnosis skizofrenia sebelumnya tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis
ini.2

F62.8 Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama Lainnya

F62.9 Perubahan Kepribadian Yang Berlangsung Lama YTT


BAB 3

KESIMPULAN

Gangguan kepribadian adalah ciri kepribadian yang bersifat tidak fleksibel dan
maladaptif yang menyebabkan disfungsi yang bermakna atau penderitaan subjektif. Orang
dengan gangguan kepribadian menunjukkan pola relasi dan persepsi terhadap lingkungan
dan diri sendiri yang bersifat berakar mendalam, tidak fleksibel, serta bersifat maladaptif.1

Etiologi dari gangguan kepribadian bersifat multifaktorial. Terdapat peran dari faktor
genetik, faktor biologik (terkait hormon, kadar Monoamin Oksidase, “Smooth eye pursuit
movement”, kadar neurotransmitter serotonin dan endorfin, elektrofisiologi), serta faktor
psikososial.1

Berdasarkan PPDGJ-III, pedoman dalam menegakkan diagnosis gangguan kepribadian


yaitu sebagai berikut.

 Kondisi yang tidak berkaitan langsung dengan kerusakan atau penyakit otak berat atau
gangguan jiwa lain
 Memenuhi kriteria berikut ini :
(g) disharmoni sikap dan perilaku yang cukup berat, biasanya meliputi beberapa bidang
fungsi, misalnya afek, kesiagaan, pengendalian impuls, cara memandang dan berpikir,
serta gaya berhubungan dengan orang lain;
(h) pola perilaku abnormal berlangsung lama, berjangka panjang, dan tidak terbatas pada
episode gangguan jiwa;
(i) pola perilaku abnormalnya bersifat pervasif (“mendalam”) dan maladaptif yang jelas
terhadap berbagai keadaan pribadi dan sosial yang luas;
(j) manifestasi diatas selalu muncul pada masa kanak atau remaja dan berlanjut sampai
usia dewasa;
(k) gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi yang cukup berarti, tetapi baru
menjadi nyata setelah perjalanan yang lanjut;
(l) gangguan ini biasanya, tetapi tidak selalu, berkaitan secara bermakna dengan masalah-
masalah dalam pekerjaan dan kinerja sosial.2

Terapi yang diberikan pada pasien dengan gangguan kepribadian berupa Psikoterapi dan
Farmakoterapi, yang disesuaikan dengan gejala yang terdapat pada pasien.
Daftar Pustaka

Kusumawardhani AAAA, Albahri Husin, et al. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Badan Penerbit
FK UI ; 2014. Hal.343-358.

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, Departemen


Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993, hal.257-270.

Sadock, Benjamin James Sadock, Virginia Alcott : Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of
Clinical Psychiatry 3rd ed., Wolters Kluwer, Lippincott Williams Wilkins, 2008, hal. 742-
760.

Anda mungkin juga menyukai