Pembimbing :
dr. Setya Dian Kartika, Sp.OG
Disusun oleh :
Dhiesty Kusuma Purbasari G1A016073
Adi Putra Wijaya G1A016074
Refin Wahyubaskoro G1A016075
Ariesta Riendrias G1A016076
Disusun oleh :
Dhiesty Kusuma Purbasari G1A016073
Adi Putra Wijaya G1A016074
Refin Wahyubaskoro G1A016075
Ariesta Riendrias G1A016076
Mengetahui,
Pembimbing
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Baniyem
Usia : 46 tahun
Alamat : Jl. Nusawungu RT 3 RW 3 Kutawaru Cilacap, Kabupaten
Cilacap, Jawa Tengah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
B. Anamnesis
Diambil autoanamnesis pada hari Jum’at, 29 November 2019
Keluhan Utama
Nyeri saat menstruasi, benjolan dibagian perut bawah, lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri saat menstruasi dan terdapat benjolan
pada perut bagian bawah sejak 3 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluhkan
badan pasien lama-lama semakin lemas dan nafsu makan menurun hingga
pasien mengalami penurunan berat badan sebesar 7 kg. Pasien sempat
melakukan pengobatan herbal dan pijit sekitar 1 tahun yang lalu setai 2
minngu sekali. Sejak pengobatan tersebut pasien merasa lama kelamaan
benjolan semakin mengecil. Pasien mengatakan nyeri mentruasi hilang timbul
dan terasa sangat sakit sehingga mengganggu aktivitas fisik. Nyeri dirasakan
lebih ringan jika pasien beristirahat dan meminum madu. Keputihan (+),
Nyeri BAK (-), Nyeri BAB (-).
Riwayat Menstruasi
Volume normal/7-8 hari/warna merah kehitaman kental/ sejak kelas 6 SD
Riwayat Pernikahan : 1x/ 28 tahun
Riwayat Obstetri : G3P3A0
1. P/1991/spontan/rumah/dukun bayi
2. L/1993/ spontan /rumah/dukun bayi
3. P/2002/ spontan /rumah/bidan
Riwayat KB : Pil (1 tahun), susuk (5 tahun), suntik
Riwayat Gynecologi : Operasi (-), kuret (-), SC (-), kemoterapi (-).
Riwayat Penyakit Dahulu : Asam urat (+), HT (-), DM (-), Jantung (-), Paru
(-), Asma (-), keganasan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Asam urat (-), HT (-), DM (-), Jantung (-),
Paru (-), Asma (-), keganasan (-)
Riwayat Alergi (-)
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga, pendidikan terakhir SD.
Pasien mengaaku makan sehari 3x dengan makanan rumahan biasa. Gemar
memakan makanan jeroan, gorengan, emping, dan kacang-kacangan.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak cemas
Kesadaran : Kompos mentis
TTV
- Tekanan darah : 130/90
- HR : 88
- RR : 20x/menit
- Suhu : 37°C
Status Generalis
dengan tingkat esterogen yang tinggi dan perubahan imunitas seluler. Umumnya,
al., 2013)
kejadian yang beragam. Terdapat 10-20% kasus kejadian ditemukan secara klinis,
2006).
A. Definisi Adenomiosis
(otot) dan osis (suatu kondisi) yang secara jelas didefinisikan sebagai adanya
1. Genitalia Eksterna
a) Vulva
Tampak dari luar mulai dari mons pubis sampai tepi perineum. Yaitu
mons veneris, labia mayora, labia minor, klitois, himen, vestibulum,
muara uretra dan berbaga kelenjar (Saifudun, 2014).
1) Tundun (Mons veneris / Mons Pubis)
Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dari jaringan
dan lemak, area ini mulai ditumbuhi bulu (pubis hair) pada masa
pubertas. Bagian yang dilapisi lemak, terletak di atas simfisis
pubis. ( Anwar,2011).
2) Labia Mayora
Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong.
Kedua bibir ini bertemu di bagian bawah dan membentuk
perineum. Labia mayora bagian luar tertutp rambut, yang
merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris. Labia
mayora bagian dalam tanpa rambut, merupakan selaput yang
mengandung kelenjar sebasea (lemak). Ukuran labia mayora pada
wanita dewasa à panjang 7- 8 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm.
Pada anak-anak dan nullipara à kedua labia mayora sangat
berdekatan. ( Anwar,2011).
3) Labia Minora
Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar
(labia mayora), tanpa rambut. Setiap labia minora terdiri dari suatu
jaringan tipis yang lembab dan berwarna kemerahan;Bagian atas
labia minora akan bersatu membentuk preputium dan frenulum
clitoridis, sementara bagian. Di Bibir kecil ini mengeliligi
orifisium vagina bawahnya akan bersatu membentuk
fourchette.(Manuaba, 2013)
4) Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat
erektil. Glans clitoridis mengandung banyak pembuluh darah dan
serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif. Analog dengan penis
pada laki-laki. Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan
panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm. .( Manuaba,2013 )
5) Vestibulum (serambi)
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora).
Pada vestibula terdapat 6 buah lubang, yaitu orifisium urethra
eksterna, introitus vagina, 2 buah muara kelenjar Bartholini, dan 2
buah muara kelenjar paraurethral. Kelenjar bartholini berfungsi
untuk mensekresikan cairan mukoid ketika terjadi rangsangan
seksual. Kelenjar bartholini juga menghalangi masuknya bakteri
Neisseria gonorhoeae maupun bakteri-bakteri pathogen (Saifuddin,
2014).
6) Himen (selaput dara)
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang
menutupi sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya
berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar.
Bentuk dari himen dari masing-masing wanita berbeda-beda, ada
yang berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan
ada lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui
satu jari. Saat melakukan koitus pertama sekali dapat terjadi
robekan, biasanya pada bagian posterior (Manuaba, 2013).
7) Perineum
Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm.
Dibatasi oleh otot-otot muskulus levator ani dan muskulus
coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk menjaga kerja dari sphincter
ani. ( Sarwono,2014 ).
2. Genitalia Interna
Hormon Keterangan
GnRH Diprouksi oleh hipothalamus
Befungsi utuk merangsang hipofisis anerior untuk
menghasilkan LH dan FSH
FSH Diproduksi oleh hipofisis anterior
Berperan unutk memacu peatangan folikel selama fase
folikuler dari siklus ovarium. Juga membantu LH
memacu sekresi hormon steroid,terutama estrogen oleh
sel granulosa dari folikel matang.
LH Oleh hipofisis anterior
Kadar LH yang sangat tinggi akan menyebabkan ovulasi
Penting dalam diferensiasi sel granulosa menjadi korpus
luteum setelah terjadi ovulasi.
Estrogen Terdiri atas 3 yaitu Estradiol,Estron dan Estriol
Berperan dalam lonjakan LH yang menyebabkan ovulasi
Berpern untuk pembentukan ciri-cir perkembangan
seksual pada wanita ( misal pembentukan payudara )
Progesteron Sebagian besar di produksi oleh korpus luteum
Sangat berperan dalam memelihara kehamilan
(Meszaros, 2007)
Siklus Ovarium
1) Fase Folikulogenesis
Hari 1 – 8 : pada awal siklus,kadar FSH dan LH relative tinggi dan
memacu perkembangan 10-20 folikel dengan satu folikel dominan.
Realtif tingginya kadar FSH dan LH merupakan trigger turunnya
estrogen dan progesterone pada akhir siklus. Selama dan segera
setelah haid, kadar estrogen relative rendah tetapi mulai meningkat
karena telah terjadi perkembangan folikel.
Hari 9 – 14 : terjadi kenaikan yag progresif dalam produksi estrogen
( terutama estradiol ) oleh sel granulosa dari sel folikel yang
berkembang. Karena kadar estrogen meningkat,maka terjadi umpan
balik negative unutk menekan produksi LH dan FSH untuk
mencegah hiperstimulasi dari ovarium dabn pematangan banyak
folikel
2) Fase Ovulasi
Hari ke 14 : Lonjakan LH sangat penting pada proses ovulasi.
Lonjakan LH dipicu oleh kadar estrogen yang tinggi yang
dihasilkan oleh folikel pre-ovulasi. Ovulasi adalah pembesaran
folikel secara cepat ang diikuti dengan protusi dari permukaan
korteks ovarium dan pecahnya folikel dengan pengeluaran oosit.
3) Fase Luteal
Hari 15 – 28 : sel granulosa mengalami luteinisasi mnjadi korpus
luteum. Korpus luteum akan meningkatkan produksi progesterone
dan estradiol. Korpus luteum akna mengalami regresi pada hari ke
26-28 dan terjadilah haid. Jika terjadi konsepsi maka korpus luteum
akan bertahan dan berubah menjadi korpus luteum gravidarum
( Hoffman,2016 ).
Siklus Endometrium
1) Fase Proliferasi
Selama fase folikular di ovarium,endometrium berada dibawah
pengaruh estrogen. Pada akhir haid,proses regenerasi berjalan
dengan cepat ( fase proliferasi ). Pada fase prloferasi peran
estrogen sangata menonjol.
2) Fase sekretoris
Setelah ovulasi,produksi progesterone menginduksi perubahan
sekresi endometrium. Pada fase sekresi tampak kelenjar menjadi
lebih berliku dan menggembung.
3) Fase Haid
Normal fase luteal berlangsung selama 14 hari. Pada akhir fase ini
terjsdi regresi korpus luteum yang berkaitan dengan menurunnya
produksi estrogen dan progesterone. Penurunan ini diikuti dengan
kontraksi spasmodic dari bagian arteri spiralis sehingga
endometrium menjadi iskemik dan nekrosis sehingga terjadi
pengelupasan lapisan endometrium dan terjadi perdarahan ( haid ).
Prostaglandin diproduksi local dalam uterus akan meningkatakna
kontraksi uterus bersamaan dengan pengeluaran darah haid.
1. Siklus haid : jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama
haid berikutnya
2. Lama haid : jarak antara hari peratam haid hingga perdarahan
berhenti
3. Jumlah darah yang keluar selama haid
Haid normal :
C. Pemeriksaan Fisik
Adenomiosis sulit didiagnosis, oleh karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan baku emas (gold standar) adalah
laparaskopi, sebuah tindakan yang masih cukup mahal untuk kebanyakan
orang Indonesia (Zhu, 2002). Pada inspeksi visual, biasanya tidak ditemukan
kelainan tetapi ditemukan adanya uterus yang membesar. Kecuali bila
adenomiosis terjadi dalam skar episiotomi atau skar bedah, dan paling sering
pada insisi pfannenstiel (Kogfer, 1993; Zhu, 2002).
Pada pemeriksaan spekulum, juga biasanya tidak terlihat adanya tanda
adenomiosis. Biasanya lesi berwarna kebiruan ataupun kemerahan mungkin
terlihat pada serviks atau forniks posterior pada vagina. Lesi ini dapat nyeri
atau berdarah dengan kontak. Pada pemeriksaan bimanual, palpasi organ
panggul sering menunjukkan kelainan anatomik yang mengarahkan ke
adenomiosis. Nodularitas ligamen uterosakral dan rasa nyeri dapat
merefleksikan penyakit aktif. Namun sensitivitas dan spesifisitas rasa nyeri
fokal pelvis dalam mendeteksi endometriosis menunjukkan variasi dari 36%
hingga 90% dan 32% hingga 92% (Chapron, 2002; Eskenazi, 2001;
Koninckx, 1996; Ripps, 1992).
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Histopatologi (Biopsi histerektomi)
Histerektomi merupakan alat yang berguna untuk menegakan
diagnosis karena memungkinkan untuk visualisasi langsung dari rongga
Rahim, menyediakan kemampuan untuk menilai potensi kelainan lain.
2. Radiologi
Modalitas yang paling umum untuk mendiagnosis adenomiosis yaitu
USG Transvaginal (TVUS) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah
menunjukan tingkat akurasi yang tinggi (Guilia A, 2016).
a. USTV 2 dimensi
Paling umum digunakan dan mampu menemukan adenomiosis yaitu
berupa gambaran echotexture yang homogen pada myometrium.
Adanya pembesaran uterus dengan modalitas USTV 2 dimensi ini
hingga 12 cm telah dilaporkan sebagai adenomiosis.
b. USTV 3 dimensi
Pada USTV 3 dimensi adanya perubahan pada junctional zone seperti
penebalan atau hyperplasia memiliki peranan penting dalam
pathogenesis, presentasi klinis dan diagnosis adenomiosis. USTV 3
dimensi memungkinkan untuk junctional zone untuk divisualisasikan
lebih jelas dibandingkan dengan USTV 2 dimensi.
Gambaran USG Transvaginal 3 dimensi pada pasien adenomiosis.
E. Tatalaksana
Tatalaksana adenomiosis bergantung pada usia pasien dan fungsi reproduksi
selanjutnya. Dismenore sekunder yang diakibatkan oleh adenomiosis dapat
diatasi dengan tindakan histerektomi, tetapi perlu dilakukan intervensi
noninvasive terlebih dahulu (Berek, 2007).
1. Terapi Hormonal
Pemberian terapi hormonal pada adenomiosis tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Tidak ada bukti klinis yang menunjukan adanya
manfaat terapi hormonal dapat mengatasi infertilitas akibat adenomiosis.
Pemberian hormonal hanya mengurangi gejala dan efeknya akan hilang
setelah pemberian obat dihentikan. Obat hormonal yang paling klasik
adalah gonadothropin releasing hormone agonist (GnRHa), yang dapat
dikombinasikan dengan terapi operatif. Mekanisme kerja GnRHa adalah
dengan menekan ekspresi sitokrom P450, suatu enzim yang mengkatalitis
konversi androgen menjadi estrogenpada pasien adenomiosis enzim ini
diekspresikan secara berlebih (Benagiano, 2006).
2. Terapi Operatif
Sampai saat ini histerektomi merupakan terapi definitif untuk
adenomiosis. Indikasi operasi antara lain ukuran adenomiosis lebih dari 8
cm, gejala yang progreif seperti perdarahan yang semakin banyak dan
infertilitas lebih dari 1 tahun walaupun telah mendapat terapi hormonal
konvensional. Teknik adenomiomektomi merupakan teknik operasi baru
yang dikembangkan oleh osada pada tahun 2011. Dengan teknik ini
jaringan adenomiotik dieksisi secara radikal dan dinding uterus
direkontruksi dengan teknik triple flap. Teknik ini diklaim dapat
mencegah ruptur uterus apabila pasien hamil (Benagiano, 2006).
F. Komplikasi
Risiko ruptur uterus pada pasien paska adenomiomektomi
didapatkan >1% diabandingkan dengan risiko ruptur paska miomektomi
yaitu 0,26%. Sebuah penelitian tahun 2008 didapatkan 2 dari 138 (8,3%)
kasus yang dilakukan adenomiomektomi mengalami rupture uterus (Tan,
2018).
Pada kehamilan yang terjadi paska operasi adenomiomektomi komplikasi
yang pernah juga dilaporkan adalah kejadian plasenta akreta. Matsunaga et
al melaporkan kasus plasenta akreta yang diketahui selama kehamilan
setelah operasi laparoskopi miomektomi dan adenomiomektomi. Setahun
setelah menjalani operasi reseksi adenomiosi, pemeriksaan ultrasonografi
(USG) dilakukan pada pasien tersebut dengan usia gestasi 33 minggu. Haisl
pemeriksaan menunjukan dinding uterus posterior menipis dan invaginasi
plasenta akreta. Saat operasi seksio Sesarea lapisan muskular diperbaiki
setelah plasenta dilahirkan (Matsunaga et al., 2015).
III. KESIMPULAN
Matsunaga S et al. 2015. Two Cases Of Placenta accrete identified during pregnancy
after laparoscopic myomectomy and resection of adenomyosis: Hypertens
Res Pregnancy. 3: 38-41.
Munro, MG. 2019. Uterine polyps, adenomyosis, leiomyomas, and endometrial
receptivity, American Society for Reproductive Medicine, Published by
Elsevier Inc.
Tan, J., Moriarty, S., Taskin, O., Allaire, C., Williams, C., Young, P. 2018.
Reproductive Outcomes After Fertility-Sparing Surgery For Focal and
Diffuse Adenomyosis: A Systematic Review. J Minim Invasive Gynecol.
25(4): 608-621.