Anda di halaman 1dari 12

Pengolahan data seismik, pada dasarnya dimaksudkan untuk mengubah data

seismik lapangan yang terekam menjadi suatu penampang seismik yang kemudian dapat
dilakukan interpretasi darinya. Sedangkan tujuan pengolahan data seismik adalah untuk
menghasilkan penampang seismik dengan kualitas signal to noise ratio (S/N) yang baik
tanpa mengubah bentuk kenampakan-kenampakan refleksi/pelapisan batuan bawah
permukaan, sehingga dapat dilakukan interpretasi keadaan dan bentuk dari struktur
pelapisan bawah permukaan bumi seperti kenyataannya. Atau dapat dikatakan bahwa
pengolahan data seismik didefinisikan sebagai suatu tahapan untuk meredam noise dan
memperkuat sinyal.

Pengolahan data seismik dilakukan melalui serangkaian tahapan-tahapan. Oleh


karena geologi setiap medan survey seismik berbeda-beda, yang secara umum dapat
dibedakan menjadi lingkungan laut (marine), lingkungan darat (land), dan transisi
(transition), perbedaan ini akan menghasilkan data dengan karakteristik yang berbeda-
beda dan akan menyebabkan tahapan-tahapan pengolahan data seismik pun berbeda-
beda. Selain itu, urutan/tahapan dalam pengolahan data seismik juga dipertimbangkan
atas dasar kualitas data lapangan yang terekam, hingga kemampuan/pengalaman orang
yang mengerjakan, dan biaya.

Secara prinsip, tahapan dalam pengolahan data seismik dapat dikelompokkan


dalam :

 Pre Processing/Editing (Conditioning Data)


 Main Processing
 Post Processing

Secara garis besarnya, serangkaian tahapan pengolahan data seismik dapat


disajikan sebagai berikut :
Diagram alir tahapan Pengolahan Data Seismik secara umum.

 Demultiplexing
Demultiplexing, suatu tahapan untuk mengatur kembali atau mengurutkan data
berdasarkan kelompok trace/channel-nya. Gelombang seismik yang diterima oleh sensor
geophone pada mulanya berbentuk analog, yang kemudian dilakukan sampling dan
digitalisasi dengan menggunakan multiplexer pada interval tertentu saat perekaman
berlangsung. Ketika sampling dimulai dari channel A hingga channel terakhir dan
kembali ke channel A dan seterusnya, sehingga akan diperoleh sampel data 1 dari
channel A, sampel data 1 channel B, hingga sampel 1 channel terkahir (n), dan kemudian
terulang kembali untuk sampel data 2 dengan waktu sampling Δt.
Proses demultiplexing dari data berdasarkan sampling time ke berdasarkan trace.

 Trace Gathering

Merupakan tahapan pengelompokan berdasarkan kesamaan dari masing-masing


channel/trace. Pengelompokan tersebut dapat berupa :

1. Common Source Point (CSP)


2. Common Depth Point (CDP)
3. Common Offset
4. Common Receiver

Ilustrasi berbagai trace gathering beserta respon seismiknya.

 Editing dan Muting


Tahapan editing merupakan tahapan untuk mengkoreksi amplitudo-amplitudo yang
dianggap buruk pada setiap trace seismiknya. Sedangkan muting adalah tahapan untuk
menghapus sinyal-sinyal gelombang langsung (direct wave) yang terekam selama
pengukuran dan gelombang-gelombang refraksi yang tidak dibutuhkan.

Perbedaan dari sebelum proses muting (gambar kiri) dan setelah proses muting (gambar
kanan).

Gambar kiri: hasil proses editing, gambar kanan: sebelum proses editing.

 Gain Recovery

Ketika perekaman berlangsung, data yang terekam telah diberikan penguatan (gain),
namun dengan fungsi yang bersifat instantaneous floating point yang dapat menyebabkan
adanya distorsi pada data. Fungsi penguatan tersebut kemudian dapat dikoreksi dengan
cara mengalikan nilai-nilai trace seismik dengan inversi dari fungsi penguatan, dan nilai
rata-rata amplitudo trace seismik dikalkulasi sebagai fungsi waktu, sehingga hasilnya
dapat diketahui parameter-parameter fungsi penguatan yang baru.
Fungsi penguatan yang benar akan menghasilkan trace seismik dengan perbandingan
amplitudo-amplitudo yang sesuai dengan perbandingan dari masing-masing koefisiensi
refleksinya, sehingga akan mempermudah dalam interpretasi. Fungsi penguatan g(t)
secara dapat dinyatakan sebagai :

Gain (dB) = A.t + B.20 log (t) + C

dimana t merupakan waktu, A sebagai faktor atenuasi, B sebagai faktor spherical


divergence, dan C adalah nilai tetapan penguatan.

Dalam penerapannya, terdapat beberapa jenis penguatan, yaitu :

 Programmed Gain Control (PGC); fungsi penguatan berdasarkan interpolasi antara nilai
skalar amplitudo sampel pada laju sampling dengan satu window tertentu.
 Automatic Gain Control (AGC); fungsi penguatan berdasarkan root mean square (RMS),
dimana dikalkulasikan RMS dari kuadrat amplitudo di tiap sampel pada satu window
tertentu.

 Koreksi Statik

Koreksi static dilakukan untuk mengembalikan waktu penjalaran gelombang


seismik yang bergeser karena adanya perbedaan ketinggian antara sumber seismik dan
geophone. Selain itu juga karena adanya lapisan lapuk dengan ketebalan yang bervariasi,
sekaligus cepat rambat gelombang yang variatif dalam lapisan lapuk tersebut. Koreksi
static ini dilakukan sedemikian hingga sumber seismik dan penerima/geophone berada
pada satu garis horisontal (datum), sehingga dapat diperoleh bentuk refleksi yang kurang
lebih sesuai dengan kenyataannya dan diperoleh sinyal yang sefase yang saling
memperkuat pada saat proses stacking dilakukan.
Gambar kanan : hasil koreksi static, gambar kiri : data sebelum koreksi static.

 Filtering

Definisi data dalam geofisika adalah suatu hasil pengukuran terhadap suatu objek
dimana data belum mengalami proses/pengolahan dan masih mengandung sinyal dan
gangguan (noise). Sinyal adalah data yang membawa informasi dari objek yang diukur,
sedangkan noise merupakan data yang mengganggu hasil pengukuran dan menyebabkan
terjadinya kesalahan dalam pengukuran.

Dalam seismik refleksi, data lapangan yang terekam juga mengandung sinyal dan
noise. Untuk menghilangkan noise tersebut dan untuk memperkuat sinyal maka
dilakukan tahapan filtering. Filter yang biasa digunakan dalam tahap ini antara lain :

a. Filter Frekuensi (1D); filter yang bekerja meredam noise frekuensi tertentu. Filter
frekuensi berupa :

 Low Pass Filter


 Hi-Pass Filter
 Band Pass Filter
 Notch Filter
Berbagai jenis filter frekuensi 1D.

b. Filter F-K (2D); filter yang digunakan untuk meredam noise frekuensi tertentu
yang sama dengan frekuensi sinyal data namun dengan bilangan gelombang yang
berbeda.
 Dekonvolusi

Gelombang seismik yang merambat dari sumber seismik melalui medium akan
mengalami konvolusi hingga terekam oleh geophone. Oleh karena itu, medium (bumi)
memiliki sifat filtering terhadap energi gelombang seismik, sehingga mengakibatkan
wavelet seismik dari sumber seismik yang semula tajam dan memiliki amplitudo tinggi
(dalam fungsi waktu) menjadi lebih lebar, dengan amplitudo yang berkurang.

Dekonvolusi merupakan tahapan untuk melakukan koreksi terhadap efek filter bumi
tersebut sehingga diperoleh hasil dimana wavelet yang terekam dapat dikembalikan
menjadi tajam dan dengan amplitudo yang tinggi.
Model konsep konvolusi.

 Normal Move Out

Koreksi Normal Move Out (NMO) merupakan tahapan yang diterapkan guna
mengkoreksi adanya efek yang disebabkan oleh jarak offset antara sumber gelombang
seismik dengan geophone pada suatu trace yang berasal dari satu CMP (Common Mid
Point) atau CDP (Common Depth Point). Oleh karena efek tersebut, maka untuk satu titik
CMP atau CDP akan terekam oleh sejumlah penerima sebagai garis lengkung (hiperbola).
Dengan menerapkan koreksi NMO ini maka gelombang pantul yang terekam akan
seolah-olah datang dalam arah vertikal (normal incident), sehingga dalam tahap stacking
berikutnya akan diperoleh hasil yang maksimal.
Konsep koreksi NMO pada CMP gather.

 Stacking

Stacking merupakan proses penjumlahan trace seismik dalam satu gather data yang
bertujuan untuk meningkatkan S/N ratio. Setelah semua trace dilakukan koreksi-koreksi,
maka dalam format CDP gather setiap refleksinya menjadi horisontal, dan apabila trace-
trace yang telah menjadi horisontal tersebut dilakukan stacking dalam tiap-tiap CDP
maka akan mampu meningkatkan S/N ratio.
Konsep staking pada CMP gather.

 Analisa Kecepatan

Dengan analisa kecepatan akan diketahui nilai kecepatan yang sesuai dan cukup
akurat untuk menentukan kedalaman, ketebalan, kemiringan dari suatu reflektor. Namun,
nilai kecepatan suatu medium akan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti litologi
batuan, tekanan, suhu, porositas, densitas, kandungan fluida, umur batuan, ukuran butir,
dan frekuensi gelombang itu sendiri.

Pada grup trace dari suatu titik pantul, sinyal refleksi yang dihasilkan akan mengikuti
bentuk pola hiperbola. Sehingga secara prinsipnya, analisa kecepatan adalah mencari
persamaan hiperbola yang tepat sehingga menghasilkan nilai kecepatan yang sesuai, dan
pada tahap stacking berikutnya akan diperoleh hasil maksimum.

 Migrasi

Proses migrasi pada penerapannya merupakan satu tahapan alternatif dalam proses
pengolahan data seismik, namun proses migrasi pada umumnya diperlukan karena
perumusan pemantulan yang diturunkan pada CMP berasumsi pada model lapisan datar
(persamaan gelombang Snellius), sehingga apabila terdapat reflektor miring maka letak
titik-titik CMP akan bergeser. Oleh karena itu, proses migrasi memiliki tujuan untuk
memindahkan kedudukan reflektor pada posisi dan waktu pantul yang sebenarnya,
berdasarkan lintasan gelombang. Selain itu, proses migrasi juga mampu untuk
menghilangkan efek difraksi gelombang yang muncul sebagai akibat dari adanya
struktur-struktur seperti patahan, lipatan, dll, sehingga dapat memperjelas gambaran
struktur bawah permukaan secara lebih detail.

Migrasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu :

 Metode Kirchoff
 Metode F-K
 Metode Beda-Hingga (finite-differece)
 Metode Reverse Time

Melalui proses migrasi akan diperoleh beberapa parameter yang berbeda sebagai koreksi,
antara lain :

 Migrasi memperbesar sudut kemiringan


 Migrasi memperpendek reflektor
 Migrasi memindahkan reflektor ke arah up-dip
 Migrasi memperbaiki resolusi vertikal
Perbedaan sebelum dilakukan proses migrasi (a), dan sesudah proses migrasi (b)

Anda mungkin juga menyukai