Anda di halaman 1dari 21

Saccharomycess Cerevisae

Disusun oleh
Fidhiyah Anas Novia (02211940005006)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2019
Saccharomycess Cerevisiae

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karenadengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Paper Mikrobiologi
yang berjudul “Saccharomycess cerevisiae” yang alhamdulillah tepat pada waktunya ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya sampaikan terimakasih saya
kepada Dr. Eng, R. Darmawan selaku dosen pengampu mata kuliah Mikrobiologi Industri
yang telah membimbing dan memberikan materi kuliah demi lancarnya tugas ini.
Paper ini berisikan tentang mikroorganisme secara garis besar, perbedaan autotroph,
dan heterotroph, serta taksonomi, bentuk, reproduksi hingga pemanfaatan Saccharomycess
cerevisiae dalam dunia industri. Diharapkan Paper ini dapat berguna dalam rangka memahami
informasi dan pengetahuan kepada kita semua mengenai Saccharomycess cerevisiae.
Saya menyadari bahwa paper ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu, saya mengharapkan kritik, saran dan usulan dari semua pihak yang
bersifat membangun, selalu saya harapkan demi kesempurnaan Paper ini, mengingat tidak ada
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Demikianlah paper ini disusun, semoga paper sederhana ini dapat dipahami. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Surabaya, 12 Oktober 2019

Penyusun

Mikrobiologi Industri C
1
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Mengingat pengetahuan yang luas tentang mikroorganisme yang ada kini, sangatlah
sukar untuk dibayangkan bahwa satu abad yang lalu Louis Pasteur dan beberapa rekannya
berusaha meyakinkan profesi media bahwa sebenarnya organisme yang kecil inilah yang
menyebabkan penyakit dan kenyataannya, satu jenis mikroorganisme bertenggung jawab atas
terbentuknya minuman anggur sedangkan mikroorganisme lainnya menyebabkan rusaknya
minuman anggur. Segera setelah gagasan ini dapat dibuktikan dan diterima, studi tentang
mikroorganisme dengan proses metabolismenya menjadi ilmu yang penting.
Informasi yang diperoleh dari mikrobiologi memungkin kan kemajuan besar dalam
kemampuan kita untuk mengawasi banyak penyakit menular. Di samping itu mikroorganisme
telah digunakan untuk mempelajari berbagai proses biokimia yang diketahui terjadi pada
bentuk kehidupan yang lebih tinggi. Jadi banyak fakta tentang metabolisme manusia yang
diketahui sekarang, mula-mula diketahui terjadi pada mikroorganisme. Bidang baru genetika
molekuler yang menjelaskan bagaimana gen mengatur aktivitas sel berasal dari studi tentang
mikroorganisme.
Oleh karena itu, jelaslah bahwa bidang mikrobiologi bukan hanya studi tentang
mikroorganisme penyebab penyakit tetapi merupakan studi tentang semua aktivitas hayati
mikroorganisme. Kita berharap, tidak lama lagi kita dapat memahami dan mengendalikan
kelainan genetika dan penyakit seperti kanker.
(Dwijoseputro, 2005)
Tipe-tipe nutrisi utama mikroorganisme diperlihatkan pada Tabel I.1. Contoh-contoh
media yang akan memenuhi persyaratan nutrisi suatu autotroph yang khas dan suatu
heterotroph yang diperluhatkan pada Tabel I.2.

Mikrobiologi Industri C
2
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

Tabel I.1 Tipe-tipe nutrisi utama bakteri


Sumber energi untuk Sumber karbon
Tipe Contoh genus
pertumbuhan untuk pertumbuhan
Fototroph
Autotroph Cahaya CO2 Chromatium
Heterotroph Cahaya Senyawa organik Rhodopseudomonas
Kemotroph
Autotroph Oksidasi senyawa CO2 Thiobacillus
anorganik
Heterotroph Oksidasi senyawa Senyawa organik Escherichia
organik

Tabel II.2 Komposisi media untuk pertumbuhan autotroph dan heterotroph


Autotrof
Sulfur bubuk 10 gram
(NH4)2SO4 0,4 gram
KH2PO4 4 gram
CaCl2 0,25 gram
MgSO4 . 7 H2O 0,5 gram
FeSO4 0,01 gram
Air 1000 mL
CO2
Heterotrof
NH4 . H2PO4 1 gram
Glukosa 5 gram
NaCl 5 gram
MgSO4 . 7 H2O 0,2 gram
K2HPO4 1 gram
H2O 1000 mL
(Dwijoseputro, 2005)

Mikrobiologi Industri C
3
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

Di alam, yeast dapat ditemukan di banyak tempat berbeda, tetapi tidak tersebar luas
seperti bakteri. Permukaan buah-buahan, getah pohon yang dipancarkan dan tanaman seperti
jagung, nektar bunga, dan daun tanaman adalah semua tempat di mana yeast dapat
ditemukan. Mereka juga ada di tanah kebun-kebun anggur dan kebun-kebun, dan di berbagai
binatang; serangga khususnya membawa yeast dalam saluran pencernaannya. Yeast lebih
suka juga agak umum pada produk susu, terutama dalam krim, mentega, dan beberapa jenis
susu fermentasi untuk tumbuh dalam makanan asam yang mengandung gula.
(Sarles, 1956)
Di Indonesia Saccharomycess cerevisiae sebagai yeast telah dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk keperluan pembuatan roti, dan tape singkong. Pada masa kini, yeast paling
banyak digunakan untuk keperluan berbagai industri dalam proses produksi minuman
beralkohol, biomasa, ekstrak untuk keperluan industri kimia, senyawa beraroma dan produksi
protein rekombinan untuk menunjang kegiatan bioteknologi khususnya bidang molekuler
biologi.
(Watson, 1988)
Peranan yeast dalam bidang biologi molekuler adalah sebagai mikroba eukariot
uniseluler yang mempunyai kemampuan untuk disisipkan dengan gen mikroba lain (Nikon,
2004). Untuk mencapai produk yang diinginkan harus melalui proses teknologi tinggi dan
modern, biayanya relatif mahal namun produk yang dihasilkan bermutu tinggi, sehingga jika
diperhitungkan secara ekonomi lebih menguntungkan.
(Ahmad, 2005)

I.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui klasifikasi dari Saccharomycess cerevisiae.
2. Untuk mengetahui taksonomi dari Saccharomycess cerevisiae.
3. Untuk mengetahui peran Saccharomycess cerevisiae pada industri

Mikrobiologi Industri C
4
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Saccharomycess Cerevisiae


Saccharomycess cerevisiae merupakan yeast sejati tergolong eukariot yang secara
morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat
telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui
"budding cell". Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi
yang tersedia bagi pertumbuhan sel. Penampilan makroskopik mempunyai koloni berbentuk
bulat, warna kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat
dengan askospora 1-8 buah.
(Nikon, 2004; Landecker, 1972; Lodder, 1970)
Istilah, yeast, adalah yang umum dan tidak memiliki klasifikasi. Sebagian besar yeast
adalah jamur uniseluler mikroskopis yang tidak membentuk struktur percabangan multiseluler
permanen yang dikenal sebagai sel tunggal; sebagian besar yeast bereproduksi secara
vegetatif dengan cara tunas, tetapi beberapa yeast diproduksi oleh fisi. Satu spesies yeast telah
dideskripsikan yang bereproduksi dengan fisi dan tunas. Beberapa jenis yeast membentuk
miselium multiseluler, tetapi sebagian besar yeast yang umum adalah uniseluler. Selain
metode reproduksi vegetatif ini, satu kelompok besar yeast dapat berkembang biak dengan
pembentukan spora seksual. Sebagian besar yeast pembentuk spora diklasifikasikan dalam
Ascomycetes, tetapi beberapa diklasifikasikan sebagai Basidiomycetes. signifikansi dalam
miselium botani, tetapi ada karena Ada sekelompok besar, yeast heterogen yang tidak
membentuk spora seksual, dan karenanya diklasifikasikan sebagai Fungi Imperfecti. Yeast
dalam kelas ini hanya bereproduksi dengan tunas, pembelahan, atau pembentukan spora
aseksual.
(Sarles, 1956)

II.1 Morfologi dan Struktur


Yeast adalah kelompok mikroorganisme yang sangat besar dan heterogen sehingga
tidak mungkin sel-sel yeast dari empat hingga dua puluh kali lebih lama dari sel-sel bakteri
sejati. Beberapa sel yeast berbentuk bulat; yang lain mungkin berbentuk ellipsoidal,

Mikrobiologi Industri C
5
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

berbentuk sosis, berbentuk lemon, atau silindris. Morfologi sel-sel spesies individu yeast
cukup konstan dan dapat digunakan sebagai salah satu karakteristik yang digunakan dalam
identifikasi dan klasifikasi mereka. untuk menggambarkan morfologi sel yeast "khas".
(Sarles, 1956)
Semua sel yeast memiliki dinding sel, mungkin terdiri dari kitin, yang mengelilingi sel
yang tepat. Ketika sel masih muda, dindingnya agak tipis dan fleksibel, tetapi menjadi lebih
tebal dan lebih kaku saat sel matang. Mengitari protoplasma di dalam dinding sel adalah
permeabel yang permeabel. Yeast tidak memiliki flagela dan, biasanya, tidak memiliki kapsul
atau lapisan lendir. Di dalam sel yeast adalah vakuola besar. Di salah satu ujung vakuola ini
ada tubuh kecil dan padat yang diyakini sebagian pekerja sebagai nukleus. Pekerja lain yakin
bahwa seluruh vakuola adalah vakuola nuklir, dan bahwa benda padat di satu ujung hanyalah
satu bagian dari inti; para penyelidik ini mengklaim bahwa vakuola mengandung kromosom
yang membawa unit turun-temurun, atau gen. Saat ini tidak mungkin untuk menyatakan
pendapat mana yang benar, tetapi bobot bukti tampaknya mendukung pandangan yang
terakhir. Bagaimanapun, sudah pasti bahwa sel yeast mengandung nukleus. Sitoplasma yang
mengelilingi vakuola sel yeast tampak granular, terutama dalam sel dewasa. Butiran dapat
terdiri dari produk penyimpanan volutin, lemak, atau glikogen. Struktur kecil dengan
signifikansi yang tidak diketahui, yang disebut mitokondria, juga ada di sitoplasma dan
memberikannya membran grantoptoplasma yang penampilannya berbeda.
(Sarles, 1956)
Taksonomi Saccharomyces sp. menurut Sanger (2004), sebagai berikut:
Kingdom : Eukaryota
Phylum : Fungi
Subphylum : Ascomycota
Class : Saccharomycetes
Order : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Species : Saccharomyces cerevisiae

Mikrobiologi Industri C
6
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

Yeast dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa, maupun gula
kompleks disakarida yaitu sukrosa
(Marx, 1991).
Selain itu untuk menunjang kebutuhan hidup diperlukan oksigen, karbohidrat, dan
nitrogen. Pada uji fermentasi gulagula mempunyai reaksi positif pada gula dekstrosa,
galaktosa, sukrosa, maltosa, raffinosa, trehalosa, dan negatif pada gula laktosa
(Lodder, 1970).

Gambar II.1 Saccharomyces cerevisiae 10 x 40


(Jean-Michel, 2005)
Komposisi kimia Saccharomycess cerevisiae terdiri atas:
1. Protein kasar 50-52%,
2. Karbohidrat; 30-37%;
3. Lemase 4-5%;
4. Mineral 7-8%
(Reed Dan Nagodawithana, 1991).
Suriawiria (1990), melaporkan komposisi kimia sel yeast yang hampir sama pada
Tabel II.1 dan kandungan asam aminonya pada Tabel II.2.
Tabel II.1 Komposisi sel yeast Saccharomycess cerevisiae
Senyawa Jumlah (%)
Abu 5,0 – 9,5
Asam nukleat 6,0 – 12,0

Mikrobiologi Industri C
7
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

Lemak 2,0 – 6,0


Nitrogen 7,5 – 8,5

Tabel II.2 Kandungan asam amino dalam yeast Saccharomyces cerevisiae


Asam Amino Jumlah (%)
Fenilalanin 4,1 – 4,8
Isoleusin 4,6 – 5,3
Lisin 7,7 – 7,8
Leusin 7,0
Metionin 1,6 – 1,7
Sistin 0,9
Treonin 4,8 – 5,4
Triptofan 1,1 – 1,3
Valin 5,3 – 5,8
(Suriawiria, 1990)

II.2 Reproduksi
Reproduksi vegetatif dan spora aseksual metode yang paling umum dari reproduksi
vegetatif yeast adalah dengan menanam, tetapi beberapa spesies dapat bereproduksi dengan
fisik satu spesies dapat bereproduksi baik dengan tunas maupun pembelahan. Pada tunas,
beberapa protoplasma sel membuncit dinding sel, dan tunas yang terbentuk tumbuh sampai
mirip dengan sel asli dalam bentuk dan ukuran. Ketika kuncup mencapai kematangan,
biasanya menjadi terpisah dari sel induknya. Yeast yang aktif tumbuh bisa tumbuh beberapa
poin karena mereka mencapai ukuran sel induk.

Mikrobiologi Industri C
8
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

Gambar II.2 Photomicrographs urutan tunas sel yang tumbuh pada Saccharomyces
Ceverisiae dalam beberapa jam satu sel telah meningkat menjadi 4 sel dewasa masing-masing
dengan kuncup. Diperbesar 1500x
(Sarles, 1956)
Dengan demikian, untuk menunjukkan struktur miselium primitif, yang mungkin
hanya sementara jika sel-sel yang terbentuk oleh tunas akhirnya pecah dan ada sebagai
pembentukan tunas, inti sel membelah, dan salah satu inti, bersama dengan beberapa
dari sitoplasma, bermigrasi ke tunas. Serangkaian fotomikrograf pada Gambar II.2
menunjukkan tunas sel yeast. Dalam beberapa spesies yeast yang bereproduksi secara
vegetatif melalui fisik prosesnya serupa dalam banyak hal dengan yang terjadi pada
bakteri. Sel yeast datang agak memanjang, pembelahan nuklir terjadi, dan dinding silang
diletakkan di sepanjang sumbu transversal sel, membaginya menjadi dua sel anak, masing-
masing dilengkapi dengan nukleus dan sitoplasma dan dikelilingi oleh dinding sel. Dalam
beberapa yeast, sel-sel dalam kultur lama mengembangkan dinding menebal, menjadi penuh
dengan granular. Ini disebut chlamydospores dan lebih tahan terhadap pengeringan daripada
sel-sel yeast vegetatif biasa. Ketika ditempatkan di bawah kondisi lingkungan yang sesuai,

Mikrobiologi Industri C
9
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

klamidosporat mencerminkan dan membentuk sel vegetatif baru. Proses ini, seperti
pembentukan endospore pada bakteri, menghasilkan multiplikasi.
Yeast yang bisa berada di ujung hifa atau di dalam rantai sel yang membentuk
hifa. Selain itu, spora, yang merupakan unit reproduksi spheroidal atau ellipsoidal yang
terbentuk dari hifa dengan tunas. Jenis ketiga dari spora aseksual yang dapat diproduksi oleh
yeast pembentuk miselium adalah artrospora, ini diproduksi dengan memecah hifa septate ke
dalam sel-sel komponennya. Arthrospora, biasanya berbentuk silindris dan ujungnya agak
persegi; karakteristik ini memungkinkan diferensiasi mereka dari blastospora, yang berbentuk
steroid berbentuk bola. pada sel, dan sel anak pada gilirannya dapat mulai bertunas suatu
waktu, yeast dapat membentuk sel tunggal. Cadangan bahan, dan tampaknya pergi ke tahap
istirahat. reproduksi tanpa menghasilkan miselium dapat menghasilkan klamidospora
beberapa yeast pembentuk miselium menghasilkan blastoidia.
(Sarles, 1956)

II.2.1 Reproduksi Seksual


Sekarang semua yeast pembentuk ascospore bereproduksi dengan cara seksual. Ada
dua jenis utama yeast pembentuk ascospore.
1. Sel vegetatif yang biasa adalah haploid (setengah jumlah kromosom yang ditemukan
dalam spora seksual), dan spora seksual terbentuk setelah penyatuan (konjugasi) dua
sel; spora diploid dipertahankan dalam ascus dan, setelah berkecambah, membelah
untuk membentuk sel vegetatif haploid. Jenis reproduksi seksual adalah tipikal yeast
pada genera Zygosaccharomyces dan Schizosaccharomyces.
2. Sel vegetatif yang biasa adalah diploid, dan ketika pembelahan nuklir terjadi di dalam
sel, nukleus mengandung setengah jumlah kromosom normal terbentuk. Nuklei ini
dikelilingi oleh dinding dan dipertahankan di dalam dinding sel induk, yang kemudian
disebut ascus. Spora haploid dapat bergabung membentuk sel diploid, yang setelah
muncul dari ascus menjadi sel veganatif; dalam beberapa kasus, ascus terbuka untuk
membebaskan spora haploid yang kemudian bergabung untuk membentuk sel vegetatif
diploid. Jenis reproduksi seksual ini paling umum di antara ragi yang penting bagi
industri. Garmabr dibawah ini menunjukkan asci yang dibentuk oleh Saccharomyces
cerevisiae; masing-masing ascus mengandung empat spora.

Mikrobiologi Industri C
10
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

Pembentukan spora seksual dalam ragi menghasilkan multiplikasi, tetapi peningkatan


jumlahnya tidak secepat yang terjadi selama reproduksi vegetatif oleh tunas atau fisi. Spora
ragi terbentuk hanya di bawah kondisi khusus, dan seringkali sulit untuk menginduksi ragi
pembentuk spora untuk menghasilkan spora. Di laboratorium, penanaman ragi pada media
yang mengandung informasi wortel atau ekstrak wortel di hadapan sedikit kalsium sulfat dapat
menyebabkan pembentukan spora dalam waktu jika suhu, pasokan oksigen, dan kandungan
kelembaban lingkungan cocok.

Gambar II.3 Asci-saccharomycescerevisiae, masing-masing ascus mengandung 4


ascospores.
(Sarles, 1956)

II.3 Pemanfaatan Saccharomyces Cerevisiae


Yeast Saccharomyces cerevisiae dapat dimanfaatkan sebagai probiotik, prebiotik dan
imunostimulan dan kegunaan lainnya di dalam meningkatkan produksi ternak dapat dilihat
pada Tabel II.3.
Tabel II.3 Pemanfaatan Saccharomyces Cerevisiae untuk berbagai jenis ternak
Jenis Ternak Pemanfaatan Sumber (Pustaka)
Ruminansia
Sapi Meningkatkan produksi susu Wina (2000)
dan bobot badan

Mikrobiologi Industri C
11
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

Domba Meningkatkan bobot badan Ratnaningsih (2002)


Unggas
Ayam Menurunkan kuman E. Coli Kumprecht et. al. (1994)
Meningkatkan bobot badan Kompiang (2002),
Kumprechtova et al. (2001)
Hewan air
Udang Meningkatkan sistem Fox (2002)
kekebalan tubuh
Ikan Meningkatkan sistem Fox (2002)
kekebalan tubuh
Aneka Ternak
Kelinci Meningkatkan baketri yang Tedesco et al (1994)
menguntungkan

Saccharomyces cerevisiae sebagai probiotik menurut definisi Fuller (1992) dan


Karpinska (2001), probiotik adalah imbuhan pakan berbentuk mikroba hidup yang
menguntungkan dan mempengaruhi induk semang melalui perbaikan keseimbangan
mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Sedangkan prebiotik adalah bahan makanan yang
tidak tercerna dan memberikan keuntungan pada inang melalui simulasi yang selektif terhadap
pertumbuhan aktivitas dari satu atau sejumlah bakteri yang terdapat di dalam kolon.
(Roberfroid, 2000)

II.3.1 Saccharomyces cerevisiae pada Fermentasi Pati


Yeast Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme penghasil amilase yang cukup
berpotensi, selain bakteri dan kapang. Enzim amilase diproduksi di luar sel oleh beberapa jenis
yeast Saccharomycopsis fibuliger, S. diaticus, Saccharomyces cerevisiae, Schwaniomyces
occidentalis, dan Candida serta Pichia (De Mot, 1990). Saccharomyces fibuliger merupakan
yeast amilolitik penghasil α-amylase, glukoamilase dan α-glukosidase yang mampu merombak
zat pati, tetapi karena Saccharomyces masih tergolong dalam yeast pembawa penyakit
(Hostinova, 2002), dalam penelitian ini digunakan Saccharomyces cerevisiae. Yeast amilolitik
mempunyai potensi penting dalam produk-produk berbahan pati (Rose dan Harrison, 1993),

Mikrobiologi Industri C
12
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

karena aktivitas enzim amilase terutama isoamilase dapat menghidrolisa ikatan α(1,6)-pada
amilopektin (Van der Maarel dkk., 2002). Selain itu yeast amilolitik berperan dalam
memproduksi etanol dan biomassa yeast berasal dari bahan yang mengandung zat pati dan
fermentasi beras untuk memproduksi minuman dan makanan berkarbohidrat rendah (McCann
dan Barnett, 1986), serta produksi amilase oleh yeast selama fermentasi tape ketan (Ardhana
dan Fleet, 1989; De Mot, 1990). Yeast mempunyai peran penting dan potensinya dalam
pengembangan produkproduk pangan merupakan prospek besar yang masih perlu digali.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan yeast Saccharomyces cerevisiae dalam
pembuatan tapioka dan mengetahui perubahan biokimia dalam pati yang dihasilkan.
Menurut Frazier dan Westhoff (1978) proses fermentasi dapat dibedakan atas 2
tingkatan, dapat dijelaskan seperti berikut :
1. Peragian tingkat pertama, berlangsung dalam keadaan aerob (adanya O2) yang
terlarut dan di permukaan, berfungsi memperbanyak ragi (khamir) yang dapat
ditandai timbulnya gas asam arang, reaksi sebagai berikut :
C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O + 36ATP
Pada proses fermentasi tingkat pertama tidak ada atau sedikit sekali etanol yang
dihasilkan
2. Fermentasi berlangsung dalam keadaan anaerob. Pada tahap ini khamir dan enzim
yang dihasilkan sudah cukup banyak, sehingga akan berlangsung fermentasi,
sampai sebagian atau seluruh gula dirubah menjadi etanol, dengan reaksi :
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP

II.3.2 Saccharomyces cerevisiae sebagai feed additive pada Ternak


Di bidang peternakan penggunaan probiotik bermanfaat untuk kesehatan, produksi dan
pencegahan penyakit. Selanjutnya Soeharsono (1994) mengemukakan bahwa mikroba yang
termasuk dalam kelompok probiotik bila mempunyai ciri sebagai berikut yaitu: dapat
diproduksi dalam skala industri, jika disimpan di lapangan akan stabil dalam jangka waktu
yang lama, mikroorganisme harus dapat hidup kembali di dalam saluran pencernaan, dan
memberikan manfaat pada induk semang. Cole (1991) menyatakan probiotik merupakan salah
satu pilihan pakan tambahan pada ternak yang sehat dan aman bagi lingkungan. Shin et al.
(1989) menyatakan bahwa S. cerevisiae termasuk salah satu mikroba yang umum dipakai

Mikrobiologi Industri C
13
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

untuk ternak sebagai probiotik, bersama-sama dengan bakteri dan cendawan lainnya seperti
Aspergillus niger, A. oryzae, Bacillus pumilus, B. centuss, Lactobacillus acidophilus,
Saccharomyces crimers, Streptococcus lactis dan S. termophilus.
Pengujian terhadap Saccharomyces cerevisiae yang dipakai sebagai feed additive
dalam bentuk probiotik terlebih dahulu diuji secara in vitro dengan melakukan uji kemampuan
daya hidup terhadap asam-asam organik, garam empedu, dan pH rendah (Agarwal et al.,
2000). Tedesco et al. (1994) mendapatkan korelasi dari pemberian Saccharomyces cerevisiae
terhadap bakteri pada kelinci, yaitu dengan cara mengurangi jumlah bakteri patogen dan
meningkatkan jumlah bakteri aerob, anaerob yang menguntungkan di dalam usus. Kumprecht
et al. (1994) memberikan campuran Saccharomyces. cerevisiae dengan Streptococcus faecum
pada ayam broiler sehingga jumlah kuman Eschericha coli berkurang sebesar 50% di dalam
sekumnya. Selanjutnya Kompiang (2002) menggunakan "yeast (yeast) laut" dengan S.
cerevisiae di dalam pakan ayam dan mendapatkan hasil yang positif yaitu meningkatnya bobot
badan setelah pemberian Saccharomyces cerevisiae. Selanjutnya Kumprechtova et al. (2000)
memberi Saccharomyces cerevisiae 47 dengan dosis 200 g/100 kg pakan untuk meningkatkan
penampilan daging dan mengurangi bau amonia nitrogen pada feses ayam. Hasil lain dari
pemberian S. cerevisiae ialah meningkatkan penampilan bobot ayam dan secara in vitro
mampu menekan pertumbuhan S . typhimurium meski secara in vivo tidak memberikan hasil
yang signifikan.
(Istiana, 2003)
Pemberian Saccharomyces cerevisiae pada ternak ruminansia akan meningkatkan
bakteri selulolitik dan asam laktat pada saluran pencernaan. Meski tidak semua memberikan
respon positif terhadap pemberian pakan imbuhan ini namun pada sapi dapat meningkatkan
produksi susu rata-rata sebesar 4,3% dan pertambahan bobot badan rata-rata sebesar 8,7%.
Sementara ini beberapa produk yeast komersial yang diperjual belikan di Indonesia adalah
Diamond V (USA), CYC100 (Korsel), Yea-Sacc (USA) (Wina, 2000). Pada ternak domba
dilakukan pencampuran S cerevisiae dengan Bioplus di dalam ransum untuk mendapatkan
peningkatan bobot badan serta menurunkan konversi pakan (Ratnaningsih, 2000) dan basil
yang diperoleh menunjukkan korelasi yang positif yaitu dengan dosis 4 g/hari (1 g S.
cerevisiae ekivalen mengandung 14 x 1010 koloni) menghasilkan konversi pakan sebesar 6
kg/kg pertambahan bobot badan. Namun tidak semua isolat S. cerevisiae dapat digunakan

Mikrobiologi Industri C
14
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

sebagai probiotik, karena harus melalui beberapa macam seleksi dan dari sejumlah yeast
tersebut hanya sedikit yang dapat digunakan, misalnya seperti yang diteliti oleh Agarwal et al.
(2000), dari 9 isolat yang diuji hanya 1 yang dapat digunakan sebagai probiotik.
Melihat keberhasilan penelitian-penelitian di atas maka S. cerevisiae dapat digunakan
sebagai probiotik namun beberapa faktor harus diperhatikan sebagai bahan pertimbangan
seperti ekonomi, pengaruh buruk terhadap ternak, zat khasiat yang terkandung di dalamnya.
Dari segi ekonomi harus diperhitungkan ongkos produksi dalam skala besar dibandingkan
dengan keuntungan yang diperoleh. Perlu dipertimbangkan pengaruh buruk jika pemberian
secara berlebihan akan mengganggu keseimbangan mikroflora di dalam tubuh sehingga
mengakibatkan terjadinya pengaruh patogen pada ternak yaitu penyakit "Saccharomikosis".
Bila zat khasiatnya dapat diolah berupa prebiotik mungkin akan lebih balk dan efisien seperti
Beta D-glukan untuk imunostimulan yang diperoleh dari dinding sel S. cerevisiae.

II.3.3 Saccharomyces cerevisiae sebagai imunostimulan


Salah satu bahan yang esensial sebagai imunostimulan adalah Beta-D Glukan, dan
bahan ini terdapat pada barley dan yeast (S. cerevisiae). Penemuan substansi beta-D glukan
berawal dari penelitian Louis Pillemer (1940) (dalam Life Source Basic, 2002), meneliti suatu
substansi yang memiliki kemampuan menghasilkan aktivator mekanisme pertahanan tubuh
yang disebut zymosan. Meski dikenal sebagai substansi yang berkemampuan menstimulasi
secara non spesifik terhadap respon imun, namun zat aktifnya sendiri betum diketahui. Pada
penelitian setanjutnya Nicholas Diluzio (1970) (dalam Life Source Basic, 2002) berhasil
menemukan substansi tersebut, dan komponen aktifnya adalah beta-D glukan. Komponen
tersebut berasal dari ekstrak dinding set yeast roti yang tergolong cendawan. Komponen
tersebut mempunyai sebuah campuran unik dengan efektivitas dan intensitasnya sebagai suatu
sistem pertahanan tubuh melalui aktivasi set darah putih yang spesifik seperti makrofag dan
set NK (natural killer). Beta-D glukan akan berikatan dengan permukaan set makrofag dan set
NK dan berfungsi sebagai triger untuk proses aktivasi makrofag. Hasil proses ini berupa
peningkatan sirkulasi makrofag di dalam tubuh untuk mencari benda-benda asing yang masuk
ke dalam tubuh, selain itu pula untuk meningkatkan jumlah setset makrofag. Pada yeast di
bagian tertentu dapat dijadikan imunostimulan.
(Life Source Basic, 2002).

Mikrobiologi Industri C
15
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

S. cerevisiae tergolong cendawan berupa yeast (yeast) pembuat kue dan roti ternyata
mempunyai potensi kemampuan yang tinggi sebagai imunostimulan, dan bagian yang
bermanfaat tersebut adalah dinding selnya yang mengandung (3 (1,3 dan 1,6) glukan. Bahan
inilah yang dipakai sebagai imunostimulan setelah berhasil dipisahkan pada bagian dinding set
S. cerevisiae.
(Life Source Basic, 2002).

Mikrobiologi Industri C
16
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Saccharomycess cerevisiae merupakan yeast sejati tergolong eukariot yang secara
morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau
bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya.
2. Saccharomycess cerevisiae dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui
"budding cell". Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta
jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel.
3. Saccharomycess cerevisiae merupakan mikroorganisme dengan tipe nutrisi utama ialah
Chemoheterotroph.
4. Saccharomycess cerevisiae merupakan kingdom: eukaryota, phylum: fungi,
subphylum: Ascomycota, class:saccharomycetes,order: Saccharomycetales, Family:
Saccharomycetaceae, genus: saccharomyces, species: Saccharomyces cerevisiae
5. Saccharomycess cerevisiae dapat dimanfaatkan pada fermentasi pati sebagai katalis
untuk mengubah karbohidrat menjadi glukosa dan alkohol
6. Saccharomyces cerevisiae dapat dimanfaatkan sebagai feed additive pada Ternak, yaitu
sebagai probiotik untuk membuat ternak menjadi sehat
7. Saccharomyces cerevisiae mempunyai potensi kemampuan yang tinggi sebagai
imunostimulan, dan bagian yang bermanfaat tersebut adalah dinding selnya yang
mengandung (3 (1,3 dan 1,6) glukan. Bahan inilah yang dipakai sebagai imunostimulan
setelah berhasil dipisahkan pada bagian dinding set S. cerevisiae.

Mikrobiologi Industri C
17
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, N., D.N. Kamra, L.C.Chaudhary, A. Sahoo And PATHAK. 2000. Selection
Ofsaccharomyces Cerevisae Strains For Use As A Microbial Feed Additive.
Http:/Www.Blackwell.Synergy.Com/Links/Doi/10.1046/J.1472-
65X.2000.00826.X/Full/
Cole, D.J.A. 1991. The Role Of The Nutrionist In Design Feed For Future In Feed Industry.
Proc. Of Alltechs, Seventh Annual Symposium. Alltech Technical Publication,
Nicholasville Kentucky: 1-2.
Dwijoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Fox, J.M. 2003. Immunology Of Fish And Shrimp. Http://
www.Sci.Tamucc.Edu/Pals/Maric/Inedx/Webpage/Dlec 2.Html. Fuller, R. 1992.
Probiotics The Scientific Basis. Chapman & Hall. The University Press Cambridge.
Frazier, W.C. & Westhoff, D.C. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill Book Company,
New York
Istiana. E. Kusumaningtyas, D. Gholib Dan S. Hastiono. 2002. Isolasi Dan Identifikasi
Saccharomyces Cerevisae Beserta In Vitro Terhadap (Salmonella Typhimurium). Pros.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner. Ciawi, Bogor 30 Sept.-1 Okt.
2002. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 459-462.
Jean-Michel. 2005. Saccharomyeces Cerevisiaes. Http:// Www. Inra.
Fr/Internet/Directions/DIC/PRESSE/COMMUNIQUES/Images/Sia2004/Saccharomyc
escerevisiael.Jpg
Karspinska, E., B. Blaszcak, G. Kosowska, A. Degrski, M. Binek And W.B. Borzemska.
2001. Growth Of The Intestinal Anaerobes In The Newly Hatched Chicks According
To The Feeding And Providing With Normal Gut Flora. Bull. Vet. Pulawy. 45: 105-
109.
Kompiang, I.P. 2002. Pengaruh Yeast Saccharomyces Cereviae Dan Yeast Laut Sebagai Pakan
Imbuhan Probiotik Terhadap Kinerja Unggas. Jitv 7(1): 18-21.
Kumprechtova, D., P.Zobac Dan 1. KUMPRECT. 2000. The Effect Ofsaccharomyces
Cerevisae Sc 47 On Chiken Broiler Performance An Nitrogen Out Put. Czech. J . Anim
Sci. 45: 169-77.

Mikrobiologi Industri C
18
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

Kumprechtova, D., P.Zobac Dan 1. Kumprect. 2000. The Effect Ofsaccharomyces Cerevisae
Sc 47 On Chiken Broiler Performance An Nitrogen Out Put. Czech. J . Anim Sci. 45:
169-77.
Landecker, E.M. 1972. Fundamental Of The Fungi. Prentice Hall Inc. Newyork University.
Newyork. USA. Pp. 59-61.
Life Source Basics. 2002. Wgp. Beta Glucan. Http: Www. Life Source
Basics.Com/Beta_Glucan.Htm
Lodder, J. 1970. The Yeast: A Taxonomic Study Second Revised And Enlarged Edition. The
Netherland, Northolland Publishing Co., Amsterdam.
Marx Jean, L. 1991. Revolusi Bioteknologi. Terjemahan: Wilder Yatim. Edisi I, Cetakan L,
Kota: Jakarta. Yayasan Obor Indonesia: 69-73.
Nikon. 2004. Saccharomyeces Yeast Cells: Nikon Microscopy. Phase Contrast
Lmagegailery.Http//Www.Microscopyu.Com/Galleries/Pliasecontrast/Saccharomvcess
mall.Html
Pelczar, Michael J Dan Chan, E. C. S. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid I. Jakarta: Ui
Press
Ratnaningsih, A. 2000. Pengaruh Pemberian Probiotik S. Cerevisiae Dan Bioplus Pads
Ransum Ternak Domba Terhadap Konsumsi Bahan Kering, Kecernaan Dan Konversi
Ransum (In Vivo). Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.
Reed, G. And T.W. Nagodawithana. 1991. Yeast Technology. 2nd Edition. Van Nostrad, Rein
Hold. Newyork. Usa.
Roberfoid, M.B. 2000.Prebiotics And Probiotics:Are They Functional Foods 1-3 Am. J. Clin.
New. 71 (Suppl): 16828-16878.
Sanger. 2004. Peptidase Of Saccharomyces Cerevisae. Http //Merops. Sanger.Ac.
Uk/Speccards/Peptidase/Spoo 0895.Htm.
Shin, T., S. Hyung, K. Kyun And A. Choong. 1989. Effects Of Cyc On The Performance Of
Dairy, Beef Cattle And Swine. Seoul, Korea.
Soeharsono. 1994. Probiotik (Alternatif Pengganti Antibiotik Dalam Bidang Petemakan).
Laboratorium Fisiologi Dan Biokimia. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran.
Suriawiria, U. 1990. Pengantar Biologi Umum. Penerbit Angkasa. Bandung.

Mikrobiologi Industri C
19
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS
Saccharomycess Cerevisiae

Tedesco, D., C.Castrovilli, G. Coni, D. Bartoli, V. Vollrtodan F. Polidori. 1994. Use Of


Probiotics In The Feeding Of Meat Rabbits: Effects On Performance And Intestinal
Microorganism. Rivista Dj. Coniglicoltura31(10): 41-46.
Volk W.A., Brown J.C. 1997. Basic Microbiology. Edition. Virginia : Addison Wesley
Education Inc.
Wina, E. 2000. Pemanfaatan Yeast (Yeast) Sebagai Pakan Imbuhan Untuk Meningkatkan
Produktivitas Ternak Ruminansia. Wartazoa 9(2): 50-56.

Mikrobiologi Industri C
20
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri-ITS

Anda mungkin juga menyukai