Anda di halaman 1dari 10

Indonesian Journal for Health Sciences

Vol.2, No.2, September 2018, Hal. 84-93


ISSN 2549-2721 (Print), ISSN 2549-2748 (Online) 84

SCREENING HIPERTENSI PADA LANSIA


DI WILAYAH PUSKESMAS
BANYUMAS
Sri Suparti1, Diyah Yulistika Handayani2
1,2
Departemen Keperawatan Gawat Darurat Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

ABSTRAK
Kata Kunci : Abstract : Hypertension is a chronic disease incurable but can be controlled.
Hypertension in the elderly increases around the world including indonesia, along
Lansia with aging and the process of degenerative.Urgency screening activities among
Hipertensi elderly needs to be done to detect early hypertension in elderly. This research
Screening aims to describe Screening Hypertension in Elderly. This study uses descriptive
Tekanan Darah analytic, crosssectional approach. Sample of 36 elderly with accidental sampling.
The research instruments used in used a questionnaire screening risk
hypertension and measurement of blood pressure by using sphygnomanometer.
Data analysis used Chi Square statistical test with a significance level of < 0.05.
From the results show respondents at risk of suffering from hypertension were 107
(52.2%) no-risk hypertensive and as many as 98 (47.8) at risk of developing
hypertension. There was no relationship between marital status, age, and sex,
with the risk of hypertension with p value 0.530, 0.434 and 0.508. Hypertension
Screening can be done as early detection to determine the patient's health status
in the elderly.
Abstrak : Hipertensi adalah kondisi penyakit kronis yang tidak dapat
disembuhkan namun dapat dikendalikan. Kejadian hipertensi pada lansia
meningkat di seluruh dunia termasuk Indonesia, seiring dengan bertambahnya
usia dan proses degeneratif. Urgensi kegiatan skrining di kalangan lanjut usia
(lansia) sangat perlu dilakukan untuk mendeteksi secara dini kejadian hipertensi
pada lansia. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran screening
hipertensi pada lansia. Desain penelitian menggunakan deskriptif analitik dengan
pendekatan studi crossectional, yang melibatkan 205 lansia dengan teknik
acidental sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner skrining risiko
hipertensi dan hasil pengukuran tekanan darah dengan menggunakan
sphygnomanometer. Uji statistik Chi Square digunakan untuk menganalisis hasil
dengan taraf signifikasi < 0,05. Hasil penelitian menunjukkan responden yang
berisiko menderita hipertensi sebanyak 107 (52,2%) tidak berisko menderita
hipertensi dan sebanyak 98 (47,8%) berisiko menderita hipertensi. Tidak terdapat
korelasi antara usia, jenis kelamin, status perkawinan dengan risiko terjadinya
hipertensi yang diikuti nilai p value berurutan 0,530, 0,434 dan 0,508. Screening
Hipertensi dapat dilakukan sebagai deteksi dini untuk mengetahui status
kesehatan pasien pada lansia.

Copyright © 2018. Indonesian Journal for Health Sciences,


http://journal.umpo.ac.id/index.php/IJHS/, All rightsreserved

Penulis Korespondensi : Cara Mengutip :


Sri Suparti, Suparti, Sri dan Diyah Y. Screening Hipertensi
Departemen Keperawatan Gawat Darurat, pada Lansia di Wilayah Puskesmas Banyumas.
Fakultas Ilmu Kesehatan, J. Heal. Sci., vol.2, no.2, pp. 84-93. 2018
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Email: srisuparti@ump.ac.id

journal.umpo.ac.id/index.php/IJHS
Indonesian Journal for Health Sciences Vol.2, No.2, September 2018, Hal. 84-93

PENDAHULUAN
Hipertensi adalah kondisi tekanan kesehatan. Hasil penelitian menunjukan
darah tinggi yang abnormal, yaitu kegiatan skrining terbukti efektif dalam
tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg menemukan kasus secara dini dan
dan tekanan darah diastolik di atas 90 menentukan penanganan dan diagnosis
mmHg yang diukur minimal pada tiga lebih lanjut lanjut (Pastakia, et al,2013;
kesempatan waktu yang berbeda Pongwecharak and Tarakamon , 2010).
(Smeltzer and Bare, 2010 ; Corwin, Pada tahun 2003 WHO dan the
2009). Di Indonesia hipertensi me- International Society of Hypertension
nempati urutan nomer tiga penyebab (ISH) mempublikasikan hasil risetnya
kematian setelah penyakit stroke dan bahwa dunia terdapat sekitar enam
tuberkulosis dengan proporsi kematian- ratus juta penderita hipertensi, dari
nya mencapai mencapai 6,7% jumlah tersebut diperkirakan setiap
(Departemen Kesehatan, 2010). tahun, tiga juta meninggal, bahkan
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 diprediksikan 7 dari setiap 10 penderita
mempublikasikan hasil risetnya tentang tersebut tidak memperoleh pengobatan
kejadian hipertensi di Indonesia yang mencukupi (WHO-ISH, 2003).
berdasarkan hasil pengukuran pada Kejadian hipertensi yang
umur ≥ 18 tahun yaitu 25,8%, hasil didasarkan pada hasil pengukuran
cakupan tenaga kesehatan 36,8% dan tekanan darah adalah 32,2%, selanjutnya
sekitar 63,2% kasus hipertensi tidak sekitar 7,8% prevalensi hipertensi
terdiagnosis. Lebih lanjut kejadian didiagnosis berdasarkan riwayat minum
hipertiroid, diabetes melitus, dan obat dan oleh tenaga kesehatan, hasil ini
hipertensi pada laki-laki lebih rendah hanya mewakili sekitar 24,2% dari kasus
dibanding perempuan. Berdasarkan hipertensi di masyarakat. Kondisi ini
laporan rumah sakit dan puskesmas di menjelaskan bahwa sekitar 75,8% kasus
Jawa Tengah, prevalensi kasus hipertensi di Indonesia belum dijangkau
hipertensi pada tahun 2010 yaitu oleh pelayanan kesehatan dan di-
562.117 kasus (64,2%), tahun 2011 diagnosis ( Rahajeng & Tuminah,
adalah 634.860 kasus (72,1%), tahun 2009). Sehingga diperlukan screening
2012 sebanyak 544.771 kasus (67,57%), lebih lanjut.
dan di tahun 2013 sebanyak 497.966 Hasil penelitian di negara lain di
kasus (58,6%) (Dinkes Jateng, 2013). India, juga meyebutkan bahwa
Penyakit ini merupakan kelompok prevalensi hipertensi diperkirakan
penyakit tidak menular dan dimasukan 39,5% (95% CI 35.2 – 49.0), 36,4% dan
dalam kelompok penyakit kronik yang 42,9% di antara pria dan wanita.
tidak dapat disembuhkan. Dampak Prevalensi hipertensi meningkat seiring
negatif yang cukup besar dapat terjadi bertambahnya usia. Dari mereka yang
akibat penyakit tidak menular yang memiliki hipertensi, 28,6% mengetahui
merupakan penyakit kronis. Hipertensi kondisinya; 60,7% dari mereka yang
merupakan penyakit kronis yang tidak menyadari sedang dalam perawatan, dan
dapat disembuhkan tetapi dapat di- 52,9% dibawah perawatan telah
kendalikan. Dampak yang ditimbulkan mengendalikan tekanan darah,
oleh hipertensi ini cukup berat sehingga kesimpulanya hipertensi umum terjadi
membutukan penanganan yang baik pada lansia di daerah kumuh perkotaan.
serta deteksi dini yang tepat oleh tenaga Besarnya kejadian hipertensi dan

85
Indonesian Journal for Health Sciences Vol.2, No.2, September 2018, Hal. 84-93

rendahnya kesadaran memerlukan hipertensi. Kegiatan deteksi dini dapat


intervensi kesehatan masyarakat yang dilakuakan oleh organisasi formal
efektif untuk identifikasi, perawatan, dan maupun non formal. Skrining dapat
pengendaliannya (Singh et al, 2014). dilakukaan oleh puskesmas, Dokter
Faktor risiko hipertensi di praktek, Poliklinik, perawat bidan, RS,
Indonesia meliputi umur, pria, Dinas Kesehatan, Posbidu (organisasi
pendidikan rendah, kebiasaan merokok, kemasyarakatan) dengan melakukan
konsumsi minuman mengandung kafein pencatatan dan pelaporan angka
lebih 1 kali per hari, konsumsi alkohol, kesakitan dan faktor risiko hipertensi
aktivitas fisik yang kurang, kegemukan, (Depkes, 2006). Saat ini peneliti melihat
dan obesitas abdomen. Manajemen kegiatan deteksi dini penyakit yang
pengendalian pengaturan pola makan langsung ke masyarakat lansia masih
keluarga, kegemukan, gerakan belum maksimal walaupun sudah
peningkatan aktivitas fisik dan berhenti dibentuk PKD (Pos Kesehatan Desa)
merokok merupakan pencegahan untuk yaitu layanan kesehatan yang berada di
menurunkan kejadian hipertensi lingkungan desa, akan tetapi kegiatan
(Rahajeng dan Tuminah, 2009). masih terbatas melakukan pelayanan
Hasil studi literatur yang kesehatan, hal ini juga terkait juga
dilakukan oleh Khatib, et al (2014) dari dengan minimnya jumlah tenaga
dua puluh lima studi kualitatif dan 44 kesehatan yang ada.
studi kuantitatif memenuhi kriteria Hasil penelitian Pastakia et al
inklusi. Dalam studi kualitatif, (2013) menyebutkan bahwa kegiatan
hambatan sistem kesehatan paling sering deteksi dini hipertensi pada lansia di
dibahas dalam penelitian pasien dan pedesaan sangat diperlukan namun
penyedia layanan kesehatan dan kegiatan ini harus berfokus pada kasus
ketidaksepakatan dalam rekomendasi dan perawatnya, tidak hanya deteksi
klinis sebagai penghalang yang paling saja. Penelitian Seow, et al (2015)
umum di antara penyedia layanan menyimpulkan bahwa proporsi lansia
kesehatan pada studi kuantitatif. dengan hipertensi di Asia sangat tinggi,
Kurangnya pengetahuan adalah mungkin masih banyak kasus yang
hambatan paling umum untuk kesadaran belum terdeteksi yang membutuhkan
hipertensi. Stres, kegelisahan, dan perhatian dan penganan. Urgensi
depresi paling sering dilaporkan sebagai kegiatan skrining di kalangan lansia
penghalang yang menghambat atau sangat perlu dilakukan.
menunda adopsi gaya hidup sehat. Hasil penelitian lain di China
Kesimpulan hambatan utama adalah menyebutkan bahwa mayoritas
penyedia layanan kesehatan dalam penduduk Tionghoa berusia 35 tahun ke
memperbaiki dan mengendalikan atas, apalagi dengan level pendidikan
hipertensi, hal ini juga dialami di yang rendah, lansia , dan penduduk
Indonesia. pedesaan tidak menyadari bahwa mereka
Untuk menurunkan kejadian menderita hipertensi. Sebagian besar
hipertensi bisa dilakukan dengan deteksi pasien tidak menerima layanan
secara dini di masyarakat dan dikuti manajemen yang cukup oleh sistem
peningkatan sarana serta fasilitas perawatan kesehatan primer. Dengan
pengobatan hipertensi di puskesmas. demikian, diperlukan penguatan baik
Tidak kalah pentingnya peningkatan skrining maupun manajemen tindak
kualitas pelayanan dan jangkauan tenaga lanjut pada lansia (Feng et al, 2015). Dari
kesehatan dalam tata laksana kasus berbagai uraian di atas diketahui bahwa

86
Indonesian Journal for Health Sciences Vol.2, No.2, September 2018, Hal. 84-93

prevalensi tinggi baik secara dunia lansia wilayah posyandu yaitu Beji,
maupun nasional, sehingga perlu Kedung Banteng, dan Windu Jaya
dilakukan penatalaksanaan atau terlibat dalam penelitian ini. Penelitian
manajemen penyakit hipertensi secara dilaksanakan bulan Januari sampai
komprehensif. Maret 2015. Variabel penelitian adalah
Pada kelompok masyarakat dengan variabel tunggal yaitu screening /deteksi
usia 45 tahun atau lebih, sangat dini hipertensi dan diabetes melitus pada
direkomendasikan melakukan skrining lansia. Instrumen Penelitian meng-
test terutama untuk mendeteksi dini gunakan instrumen skrining hipertensi
adanya gejala-gejala prediabetes, dari Heryudarini et al (2010) yang berisi
diabetes, dan hipertensi. Adapun pertanyaan-pertanyaan terkait faktor
program skrining hipertensi dapat risiko terjadinya hipertensi dan
dilakukan berdasarkan pedoman JNC dilakukan pengukuran tekanan darah.
(2007) ataupun Depkes. Lanjut usia Analisa data menggunakan distribusi
perlu mendapatkan perhatian dari orang frekuensi dan chi square analisis.
lain dan tenaga kesehatan khususnya,
terkait dengan terpaparnya faktor risiko HASIL DAN PEMBAHASAN
atau kondisi tubuhnya pada suatu 1. Karakteristik Responden
penyakit. Jumlah responden lansia di
Tindakan yang dapat dilakukan wilayah kerja Puskesamas Kedung
adalah dengan skrining dan pencegahan Banteng yang memenuhi kriteria inklusi
terjadinya penyakit hipertensi pada adalah 205 yang berasal dari 3 wilayah
lansia yang mempunyai faktor risiko posyandu. Berikut ini adalah data
tinggi. Tindakan skrining merupakan karakteristik responden yang terdiri dari
salah satu aktifitas dalam pencegahan jenis kelamin, umur, dan status
primer. Penelitian ini bertujuan untuk pernikahannya yang dapat dilihat pada
mengetahui gambaran screening tabel 1 (satu) berikut. Berdasarkan hasil
hipertensi pada lansia di wilayah kerja penelitian jumlah responden total yang
Puskesmas Kedung Banten, Kabupaten berpartisipasi adalah 205 responden
Banyumas. yang terdiri dari usia lansia (88,3%),
lanjut usia (10,2%) dan sangat tua
METODE PENETILIAN (3,5%). Responden laki-laki berjumlah
Merupakan penelitian kuantitatif 40 (19,5%) orang dan perempuan 165
dengan pendekatan cross sectional, (88,5%) orang, dari total 205 responden
teknik sampel menggunakan non 145 (69,3%) berstatus menikah dan 26
probability sampling dengan teknik (30,7%) berstatus janda/duda.
accidental sampling. Sebanyak 2015

87
Indonesian Journal for Health Sciences Vol.2, No.2, September 2018, Hal. 84-93

Tabel 1.
Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%)


Jenis Kelamin
Laki-laki 40 19.5
Perempuan 165 88.5
Usia
Lanjut usia 181 88.3
Lanjut usia tua 21 10.2
Sangat tua 3 1.5
Status
Menikah 142 69.3
Janda/Duda 26 30.7
Total 205 100.0

2. Hasil skrining risiko hipertensi


pada lansia di tabel 2 berikut:
Hasil skrining risiko kejadian
hipertensi pada lansia dapat dilihat

Tabel 2
Tabel Risiko Menderita Hipertensi pada Lansia
Risiko Frekuensi (f) Persentase (%)
Tidak berisiko 107 52.2
Berisiko 98 47.8
Total 65 100.0

Berdasarkan hasil analisis penyakit kardiovaskuler (31,9%)


responden yang berisiko menderita hipertensi (6,8%), dan stroke (15,4%).
hipertensi, diketahui sebanyak 107 Hasil studi Tuminah dan Rahajeng
(52,2%) tidak berisko menderita (2009) menjelaskan bahwa prevalensi
hipertensi dan sebanyak 98 (47,8%) hipertensi di Indonesia yang didasarkan
berisiko menderita hipertensi. Walaupun pada pengukuran dan riwayat penyakit
jumlah yang berisiko menderita adalah 32,2%. Faktor risiko hipertensi
hipertensi lebih sedikit dibandingkan adalah laki-laki (OR 1,3), usia tua (OR
yang tidak berisiko tetapi kecenderungan 11,5), pendidikan rendah (OR 1,6),
jumlah 47,8% merupakan hal yang perlu kegemukan (OR 2,8), dan kegemukan
diperhatikan. Prevalensi hipertensi pada abdominal (OR 1,4).
lansia cenderung mengalami
peningkatan. Hasil Riset Kesehatan 3. Hasil skrining berdasarkan hasil
Dasar (2013) di Indonesia, menjelaskan tekanan darah sistole dan diastole
bahwa proporsi penyebab kematian Hasil skrining berdasarkan tekanan
tertinggi penyakit tidak menular adalah darah disajikan dalam tabel 3 dan 4.

88
Indonesian Journal for Health Sciences Vol.2, No.2, September 2018, Hal. 84-93

Tabel 3.
Klasifikasi Tekanan Darah Sitolik

TD sistolik Frekuensi Persentase


(f) (%)
< 140 117 57.1
≥ 140 88 42.9
Total 205 100.0

Tabel 4.
Klasifikasi Tekanan Darah Diastolik

TD diastolik Frekuensi Persentase


(f) (%)
< 95 146 71.2
≥ 95 59 28.8
Total 205 100.0

Berdasarkan hasil pemeriksaan kategori usia. Kesalahan diagnosis dapat


tekanan darah menunjukkan distribusi terjadi pada lansia terutama perempuan,
frekuensi pasien dengan sitolik kurang karena beberapa faktor. Pada saat
dari 140 adalah sebanyak 117 responden pengukuran panjang cuff mungkin tidak
dan sekitar 88 responden memiliki mencukupi untuk pasien yang obestitas
tekanan sitolik lebih dari sama dengan ataupasien terlalu kurus. Perubahan
140. Untuk tekanan darah diastolik tekanan darah dan hipotensi postural bisa
menunjukkan tekanan darah sebagian disebabkan oleh penurunan sensitivitas
besar (146) responden adalah kurang refleks baroreseptor. Arterosklerosis
dari 90 mmHg dan 59 pasien ≥90 membuat arteri menjadi kaku dapat
mmHg. Tekanan darah merupakan menyebabkan tekanan darah terukur
parameter diagnosis hipertensi, lebih tinggi, (Kusumawardhani, 2006).
sebelumnya tekanan darah siolik dan Bulpitt, et al. (1999) merekomendasikan
diastolik pada lansia disepakati dalam menegakkan diagnosis hipertensi
sebelumnya adalah ≥160 (sistolik) dan pada usia lanjut, paling sedikit dilakukan
≥90 (diastolik) namun kekinian definisi pemeriksaan di klinik sebanyak tiga kali
itu berubah menjadi ≥140 (sistolik) dan dalam waktu yang berbeda dalam
≥90 (diastolik) (Peters, et al, 2007). beberapa minggu.
Untuk menegakan diagnosis
hipertensi memerlukan pengukuran 4. Hubungan antara karakteristik
lebih dari satu kali dalam keadaan responden dengan kejadian
istirahat, tanpa pengaruh kopi, alkohol, Hipertensi
merokok ataupun ansietas untuk semua

89
Indonesian Journal for Health Sciences Vol.2, No.2, September 2018, Hal. 84-93

Tabel 5.
Hubungan Usia dan Risiko Hipertensi pada Lansia

Usia Klasifikasi Risiko Hipertensi


Tidak berisiko Berisiko Total p
f (%) f (%)
Lanjut usia 93(51.4) 88(48.6) 181(100) 0,530
Lanjut usia tua 13(61.9) 8(38.1) 21 (100)
Sangat tua 1(33.3) 2(66.7) 3 (100)
Total 107 (52.2) 98(100) 205(100)

Hasil penelitian menunjukkan 2006 ; Regaud & Forette, 2001).


tidak terdapat korelasi antara umur Hipertensi menjadi hal umum pada
responden dengan risiko terjadinya lansia yang sangat tua, usia merupakan
hipertensi dengan p value 0,530. yang paling berisiko dari dibandingkan
Terdapat kemungkinan untuk menderita faktor yang lain. Peningkatan risiko
hipertensi pada kelompok lanjut usia, hipertensi dengan penuaan karena
usia tua dan tua sekali, hal ini dapat sejumlah faktor, termasuk pola makan,
dilihat presentasinya berturut-turut gaya hidup, genetika dan arteri penuaan
48,6%, 38,1%, dan 66,7%, Proporsi itu sendiri (Petters et al, 2007). Lebih
tersebut menunjukan persentase yang lanjut menurut Wahyuningsih & Astuti,
sama di setiap kategori lansia. Hasil ini (2013) usia stres, kebiasaan olahraga ,
sesuai dengan konsep yang menyatakan usia, dan kegemukan adalah faktor yang
bahwa, baik TD sistole maupun TD mempengaruhi hipertensi pada lanjut
diastole meningkat sejalan meningkat- usia. Artinya dalam hal ini tidak hanya
nya umur. Tekanan darah sistole usia yang menjadi prediktor dominan
diperkirakan meningkat secara progresif risiko hipertensi namun faktor latihan,
sampai umur sekitar 70-80 tahun, pola makan, obestitas menjadi faktor
sedangkan tekanan darah diastole lain yang berhubungan. Berbeda degan
meningkat samapi umur 50-60 tahun dan hasil penelitian Tee, et al (2010) dan
kemudian cenderung menetap atau Seow, et al (2015) yang menemukan ada
sedikit menurun. hubungan antara usia dengan kejadian
Perubahan tersebut dapat hipertensi, perbedaan mungkin dikarena-
mengembangkan keadaan pengakuan kan karena dalam penelitian Tee et al
pembuluh darah dan penurunan (2010) meneliti dengan variasi usia dari
kelenturan (compliance) arteri dan ini 18 tahun sampai dengan 89 tahun,
mengakibatkan peningkatan tekanan sedang kategori usia dalam penelitian ini
nadi sesuai dengan umur. Penurunan semuanya adalah lansia. Berdasarkan
elastisitas pembuluh darah menyebab- tinjauan literatur disebutkan bahwa
kan peningkatan resistensi vaskuler semakin usia bertambah terutama usia 40
perifer. Kemampuan sensitivi-tas tahun keatas, maka akan mengalami
baroreseptor juga berubah sejalan penurunan fungsi organ-organ tubuh dan
dengan bertambahnya usia sehingga perubahan pengaturan hormon, lebih
dapat menyebabkan kegagalan refleks lanjut karena usia merupakan faktor
postural, yang menyebabkan hipotensi risiko yang tidak bisa dimodifiksi.
ortostatik pada lansia (Kusumawardhani,

90
Indonesian Journal for Health Sciences Vol.2, No.2, September 2018, Hal. 84-93

Tabel 6.
Hubungan Status Perkawinana dan Risiko Hipertensi pada Lansia

Status Klasifikasi skor risiko HT


Tidak berisiko Berisiko Total p
f (%) f (%)
Menikah 76(53.5) 66(46.5) 142(100) 0,434
Janda/duda 31(49.2) 32(50.8) 63(100)
Total 107 (52.2) 98(47.8) 205(100)

Tabel 7.
Hubungan Jenis Kelamin dan Risiko Hipertensi pada Lansia

Jenis kelamin Klasifikasi Skor Risiko HT


Tidak Berisiko Berisiko Total p
f (%) f (%)
Laki-laki 19(47.5) 21(52.5) 40(100) 0,508
Perempuan 88(53.3) 77(46.7) 165(100)
Total 107 (52.2) 98(47.8) 205(100)

Berdasarkan status pernikahan yang menunjukkan terdapat pengaruh


hasil menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian
antara status pernikahan dengan risiko hipertensi, namun karakteristik
terjadinya hipertensi dengan p value responden yang berbeda memungkinkan
0,434 masing-masing hampir ada perbedaan hasil pula.
mempunyai proporsi yang sama untuk
risiko terjadinya hipertensi yaitu dengan KESIMPULAN DAN SARAN
status menikah 46,5% dan janda/duda Hasil Skrining hipertensi
sebesar 50,8%. Hasil penelitian ini menemukan responden yang berisiko
mendukung penelitian Tee, et al (2010) menderita hipertensi sebanyak 107
di Malaysia yang menyebutkan tidak (52,2%) tidak berisiko menderita
terdapat korelasi yang signifikan antara hipertensi dan sebanyak 98 (47,8)
status perkawinan dengan kejadian berisiko menderita hipertensi. Tidak
hipertensi. terdapat korelasi antara usia, jenis
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, status perkawinan dengan
kelamin menunjukkan tidak ada risiko terjadinya hipertensi. Kegiatan
hubungan antara jenis kelamin dengan skrining hipertensi pada lansia sangat
risiko terjadinya hipertensi dengan p perlu dilakukan baik itu skrining
value 0,530. Hasil penelitian ini berbasis rumah, Puskesmas dan
menguatkan penelitian Tee, et al (2010) komunitas untuk menemukan kasus baru
yang menguatkan bahwa tidak ada dan melakukan manajemen hipertensi
hubungan antara jenis kelamin dengan dari mulai edukasi, perawatan dan
kejadian hipertensi dengan p value pengobatanya.
0,913. Berbeda dengan Suhadi (2011)

91
Indonesian Journal for Health Sciences Vol.2, No.2, September 2018, Hal. 84-93

DAFTAR PUSTAKA
1. Bulpitt, C. J., Rajkumar, C., & 10. Pastakia, S. D., Akwanalo, C. O.,
Beckett, N. (1999). Clinician's Kamano, J. H., Ali, S. M., Ndege, S.
Manual [on] Hypertension and The K., Buckwalter, V. L., ... &
Elderly. Science Press. Bloomfield, G. S. (2013). Screening
2. Corwin, E. J. (2009). Buku Saku for diabetes and hypertension in a
Patofisiologi. EGC. Jakarta. rural low income setting in western
3. Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Kenya utilizing home-based and
(2013). Profil Kesehatan Provinsi community based strategies.
Jawa tengah Tahun 2013. Dinas Globalization and health
Kesehatan Jawa Tengah. Semarang. journal, Vol:9 (1), page 21.
4. Departemen Kesehatan. (2006). 11. Peters, R., Pinto, E., Martin-Marero,
Pedoman Teknis Penemuan dan C., & Beckett, N. (2007).
Tatalaksana Hipertensi. DEPKES Hypertension in the very elderly.
RI Aging Health,vol.3 No.4.
5. Departemen Kesehatan. (2010). 12. Pongwecharak, J and Tarakamon T.
http://www.depkes.go.id/pdf.php?i (2010). Screening for pre-
d=180. hypertension and elevated
6. Feng, Y. J., Wang, H. C., Li, Y. C., cardiovascular risk factors in a Thai
& Zhao, W. H. (2015). community pharmacy. Pharm World
Hypertension screening and follow- Sci Vol: 32: page : 329–333
up management by primary health 13. Rahajeng, E., dan Tuminah, S.
care system among Chinese (2009). Prevalensi hipertensi dan
population aged 35 years and determinannya di
above. Biomedical and Indonesia. Majalah Kedokteran
Environmental Sciences,vol: 28(5), Indonesia. Vol: 59 (12), hal: 580 -
page:330-340. 587.
7. Heryudarini Harahap, Yekti 14. Rigaud, A. S., and Forette, B.
Widodo, Sri Muljati, Agus (2001). Hypertension in Older
Triwinarto dan Imam Effendi. Adults. The Journals of
(2010). Pengembangan Alat Gerontology Series A: Biological
Skrining untuk Hipertensi. Gizi Sciences and Medical Sciences.
Indon 2010, 33(2):96-107. Vol: 56(4): page: 217-M225.
8. Khatib, R., Schwalm, J. D., Yusuf, 15. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).
S., Haynes, R. B., McKee, M., (2013). Badan Penelitian dan
Khan, M., & Nieuwlaat, R. (2012). Pengembangan Kesehatan
Patient and healthcare provider Kementerian Kesehatan RI Tahun
barriers to hypertension awareness, 2013.
treatment and follow up: a 16. Seow, L. S. E., Chong, S. A., Abdin,
systematic review and meta- E., Vaingankar, J. A., &
analysis of qualitative and Subramaniam, M. (2015).
quantitative studies. PloS one, vol: Hypertension and its associated
9 (1), e84238. risks among Singapore elderly
9. Kuswardhani, R. A. (2006). residential population. Journal of
Penatalaksanaan Hipertensi pada Clinical Gerontology and
lanjut usia. Journal of internal Geriatrics, vol;6(4), page;125-132.
medicine, 7(2). 17. Singh, A. K., Aggarwal, P.,
Krishnan, A., & Gupta, S. K.

92
Indonesian Journal for Health Sciences Vol.2, No.2, September 2018, Hal. 84-93

Kalaivani, M. (2014). Prevalence,


awareness, treatment and control of
hypertension among elderly persons
in an urban slum of Delhi,
India. Indian Journal of Medical
Specialities, vol: 5(1), page:7-10.
18. Smeltzer and Bare. (2008). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Alih Bahasa: Waluyo Agung.,
Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.
Made Karyasa, EGC, Jakarta.
19. Suhadi. (2011). Analisis faktor yang
mempengaruhi kepatuhan lansia dal
an perawatan hipertensi di wilayah
Puskesmas Srondol kota Semarang.
[thesis]. (FK UI). Depok. Tidak
dipublikasikan.
20. Tee, S. R., Tan, Z. F., Aiman, W. A.,
Aiful, A., Teoh, X. Y., Har, C. S.
Y., & Khan, A. R. (2010). The
prevalence of hypertension and its
associated risk factors in two rural
communities in Penang,
Malaysia. IeJSME, vol; 2, page :27-
40.
21. Wahyuningsih, W., & Astuti, E.
(2013). Faktor Yang Mempengaruhi
Hipertensi pada Usia Lanjut. Jurnal
Ners dan Kebidanan Indonesia, vol;
1(3), page: 71-75.
22. WHO_ISH. (2003). Hypertension
Guidline Committe Guidline of the
Management of Hypertension.
Journal Hypertension. vol.21 (11),
page: 1983-92.

93

Anda mungkin juga menyukai