Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susu segar mengandung berbagai komponen zat gizi lengkap yang sangat bermanfaat
bagi tubuh. Komposisi susu terdiri atas air, lemak susu, dan bahan kering tanpa lemak. Akibat
kandungan susu segar yang kompleks menyebabkan bahan ini mudah mengalami kerusakan jika
tidak segera dilakukan penanganan yang tepat. Kerusakan pada susu segar terutama disebabkan
oleh perubahan aktivitas enzim serta kontaminasi mikroba patogen. Perubahan aktivitas enzim
mengakibatkan kandungan protein terpecah menjadi senyawa yang lebih sederhana (asam
amino). Hasil penguraian ini menyebabkan mikroba dapat tumbuh lebih cepat karena asam
amino dapat digunakan sebagai sumber nitrogen dan karbon bagi pertumbuhan bakteri. Adanya
kontaminasi bakteri pada susu segar dapat menyebabkan perubahan warna dan bau sehingga
tidak dapat lagi dikonsumsi. Agar susu dapat bertahan lebih lama, maka perlu dilakukan
pengawetan. Salah satu bentuk pengawetan terhadap susu adalah susu fermentasi.

Pada orang tertentu, minum susu juga dapat menyebabkan terjadinya alergi. Hal ini
dikenal dengan istilah protein intolerance. Salah satu jenis protein yang ada di dalam susu adalah
laktoglobulin, yang di dalam tubuh orang tertentu dapat bertindak sebagai antigen yang sangat
kuat sehingga dapat menyebabkan terjadinya alergi. Permasalahan lain yang ada pada susu sapi
segar adalah sangat mudah rusak. Susu sapi segar merupakan bahan pangan yang sangat tinggi
gizinya, sehingga bukan saja bermanfaat bagi manusia tetapi juga bagi jasad renik pembusuk.
Kontaminasi bakteri mampu berkembang dengan cepat sekali sehingga susu menjadi rusak dan
tidak layak untuk dikonsumsi. Untuk memperpanjang daya guna, daya tahan simpan, serta untuk
meningkatkan nilai ekonomi susu, maka diperlukan teknik penanganan dan pengolahan. Salah
satu upaya pengolahan susu yang sangat prospektif adalah dengan fermentasi susu.

1.1 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah:

 Uji susu pasteurisasi


 Uji organoleptik susu fermentasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu
Susu segar merupakan cairan dari kelenjar susu (mammary gland) yang diperoleh dengan
cara pemerahan sapi selama masa laktasi tanpa adanya penambahan atau pengurangan komponen
apapun pada cairan tersebut (Hadiwiyoto, 1994). Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan
berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina,
untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Susu yang dikonsumsi manusia sebagian
besar berasal dari sapi. Susu tersebut diproduksi dari unsur darah pada kelenjar susu sapi.

Susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral dan
protein dalam bentuk suspensi koloidal. Air susu mengandung unsurunsur gizi yang sangat baik
bagi pertumbuhan dan kesehatan. Komposisi unsurunsur gizi tersebut sangat beragam tergantung
pada beberapa faktor, seperti faktor keturunan, jenis hewan, makanan yang meliputi jumlah dan
komposisi pakan yang diberikan, iklim, waktu, lokasi, prosedur pemerahan, serta umur sapi.
Komposisi utama susu adalah air, lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu) dan
abu (Muharastri, 2008).

2.2 Susu Pasteurisasi

Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan pada suhu dibawah 1000 C dalam jangka
waktu tertentu sehingga dapat mematikan sebagian mikroba susu dengan meminimalisasi
kerusakan protein. Proses pasteurisasi yang dilanjutkan dengan pendinginan langsung akan
menghambat pertumbuhan mikroba yang tahan terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak
sistem enzimatis yang dihasilkanya (misalnya enzim phosphatase dan lipase) sehingga dapat
mengurangi kerusakan zat gizi serta memperbaiki daya simpan susu segar (Ulum, 2009). Proses
pedinginan setelah proses pasteurisasi juga dapat meminimalisasi terjadinya kerusakan protein
(denaturasi protein) pada susu hasil pasteurisasi.

Proses pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan susu pada suhu 620 C selama 30
menit atau suhu 720 C selama 15 detik. Susu pasteurisasi bukan merupakan susu awet.
Penyimpanan susu pasteurisasi dilanjutkan dengan metode pendinginan. Metode pendinginan
pada almari es (refrigertaor) pada suhu maksimal 100 C yang mampu memperpanjang daya
simpan susu pasteurisasi. Mikroba pembusuk tidak dapat tumbuh dan berkembang pada suhu 3-
100 C (Setya, 2012).

2.3 Susu Fermentasi

Hasil ternak sangat mungkin diolah sebagai produk makanan fungsional, salah satunya
adalah susu fermentasi. Berkembangnya bukti ilmiah bahwa susu fermentasi mengandung nutrisi
yang baik serta memiliki khasiat bagi kesehatan manusia (Zakaria 2010). Keistimewaan lain dari
susu fermentasi yakni terletak pada umur simpan yang lebih panjang dibanding susu segar,
karena bakteri asam laktat (BAL) yang terkandung dalam susu fermentasi dapat mencegah
pertumbuhan bakteri patogen. Fermentasi menghasilkan asam laktat dan senyawa lain yang dapat
memberi aroma, rasa, dan tekstur yang khas (Gianti dan Evanuraini, 2011).

Menurut Zakaria (2010) kualitas susu fermentasi ditentukan oleh total solid yang terdapat
dalam susu, bahan baku, starter, tingginya kadar protein dan sineresis. Penambahan starter dan
prosentase starter yang berbeda serta bahan baku yang berbeda dapat menghasilkan kualitas susu
fermentasi yang berbeda dan dapat mengubah nilai nutrisi dan sifat atau tekstur dari susu
fermentasi, sedangkan sineresis atau pemisahan whey menjadi tidak dikehendaki dalam
pembuatan susu fermentasi khususnya yoghurt karena dapat menyebabkan koagulan (curd) yang
terbentuk menjadi tidak stabil atau mudah rusak. Sineresis dapat terjadi karena tingginya suhu
penyimpanan, rendahnya total solid dalam susu, ada getaran selama transportasi atau selama
penyimpanan (Zakaria, 2010).

2.4 Uji Kualitas Susu

Kualitas susu dapat diidentifikasi dengan menggunakan berbagai metoda uji seperti uji
penyaringan, uji katalase, uji reduktase, uji derajat keasaman, uji alkohol, uji warna, uji bau, uji
rasa, dan uji masak.

Uji Penyaringan

Penyaringan susu adalah uji kebersihan yang meliputi warna, bau, rasa, dan ada tidaknya
kotoran dalam susu dengan menggunakan kertas saring. Proses penyaringan susu bertujuan
memisahkan benda-benda pengotor susu yang terbawa saat proses pemerahan. Penyaringan juga
bertujuan untuk menghilangkan sebagian leukosit dan bakteri yang dapat
menyebabkan kerusakan susu selama penyimpanan. Limbah yang dihasilkan berasal dari
tumpahan bahan baku (Soejoedono 2005).

Uji Katalase

Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri menggunakan indikator
hidrogen peroksida. Di dalam susu terdapat enzim katalase yang dihasilkan oleh sel terutama sel
leukosit atau kuman. Enzim katalase akan membebaskan O2 dari H2O. Nilai katalase yang baik
tidak lebih dari 3 ml (Firmansyah 2004). H2O2 atau hidrogen peroksida adalah bahan kimia
anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Reaksi dengan enzim katalase yang diproduksi
mikroba akan menghasilkan oksigen, selain itu reaksi dekomposisi hidrogen peroksida juga
menghasilkan air (H2O) dan enthalp.
Uji Reduktase

Uji reduktase methylen blue digunakan untuk mengukur aktifitas bakteri yang terdapat di
dalam susu dan dapat pula digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri dalam susu. Uji
reduktase ini berdasarkan atas aktivitas mikroba dalam susu sehingga menghasilkan senyawa
pereduksi yang dapat mengubah warna biru methylene blue menjadi putih jernih. Makin lama
perubahan warna dari biru menjadi putih berarti aktivitas bakteri kecil atau jumlah bakteri sedikit
dan susu mempunyai mutu yang baik. Sehingga dalam pengujian ini dikategorikan menjadi 4
yaitu:

a. Mutu sangat baik jika lama reduktase lebih dari 8 jam dengan perkiraan jumlah bakteri
kurang dari 500 ribu/ml.

b. Mutu susu baik apabila lama reduktase 6 sampai 8 jam dengan perkiraan jumlah bakteri 1
sampai 4 juta/ml.

c. Mutu susu cukup baik apabila lama reduktase 2sampai 6 jam dengan perkiraan jumlah
bakteri 4 sampai 20 juta/ml.

d. Mutu rendah apabila lama reduktase kurang dari 2 jam dengan perkiraan jumlah bakteri
lebih dari 29 juta/ml.

Metilen biru (MB) merupakan salah satu zat warna thiazine, senyawa ini memiliki sifat khas
yakni warnanya dapat berubah oleh perubahan larutan. Jika terjadi proses reduksi karena
pelepasan senyawa oksida maka MB akan berwarna putih (Lukman 2009).

Uji Derajat Keasaman

Derajat keasaman adalah angka yang menunjukkan jumlah milliliter larutan NaOH 0,25 N yang
dibutuhkan untuk penetralan 10 ml susu dengan 2-3 tetes phenopthaline sebagai indikator.
Menurtu SNI (1998) susu segar umumnya mempunyai derjat keasaman sekitar 6 sampai 8,
penentuan derajat keasaman dapat dilakukan dengan menggunakan titrasi asam-basa. Penentuan
keasaman dapat ditentukan dengan metode mans acid test yaitu menentukan persen keasaman
setara asam laktat didasarakan oleh kerusakan mikrobilogis.

Natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat yang terionisasi sempurna menjadi Na+ dan
OH-, ion Na+ sangat reaktif sehingga dapat menerima proton dari asam dan ion OH- merupakan
faktor peningkat kebasaan suatu larutan. NaOH mengandung unsur utama dari golongan alkali
yaitu Natrium (Na+). Ciri logam golongan alkali adalah reduktor kuat dan mampu mereduksi ion
logam dari asam, jari-jari atomnya kecil dengan orbital sedikit, mudah larut dalam
air, dan penghantar arus listrik yang baik. NaOH dihasilkan dari elektrolisis larutan NaCl dan
merupakan basa kuat. Sangat basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur.
Phenopthalein merupakan salah satu indicator kimia untuk mengetahui sifat asam atau basa suatu
material atau larutan. Apabila terjadi perubahan warna pada saat ditetesi, berarti material yang
diuji bersifat basa dan sebaliknya apabila tidak terjadi perubahan warna berarti larutan yang diuji
bersifat asam. Phenopthalein kembali menjadi tidak berwarna apabila berada dalam suasana basa
pekat atau penambahan basa yang berlebih. Hal ini menunjukkan bahwa dalam konsentrasi
NaOH yang semakin pekat warna phenopthalein semakin pudar.

Uji Alkohol

Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui adanya susu yang rusak, apabila terdapat butir–butir
susu pada dinding tabung menunjukkan susu tersebut positif telah rusak. Susu segar yang
berkualitas baik tidak akan pecah atau menggumpal bila dipanaskan atau dididihkan. Sebaliknya,
susu yang bermutu jelek akan mengalami penggumpalan bila dipanaskan. Hal itu terjadi karena
adanya asam yang dihasilkan oleh mikroba dari peruraian laktosa. Asam tersebut mengakibatkan
protein susu mudah mengalami denaturasi dan penggumpalan bila dilakukan pemanasan. Jadi,
susu yang telah banyak ditumbuhi mikroba akan menjadi asam dan mudah pecah bila dipanaskan
(Soriah 2010).

Uji Warna

Ciri khas susu yang baik dan normal adalah susu tersebut terdiri dari konversi warna kolostrum
yang berwarna kuning dengan warna air susu yaitu putih, jadi susu normal itu berwarna putih
kekuning-kuningan. Kriteria lainnya adalah jika berwarna biru maka susu telah tercampur air,
jika berwarna kuning maka susu mengandung karoten, dan jika berwarna merah maka susu
tercampur dengan darah (Yusuf 2010).

Uji Bau

Setelah susu dipanaskan dalam tabung reaksi, maka susu mengeluarkan aroma yang
spesifik dimana bau susu yang dipanaskan lebih tajam daripada susu yang tidak dipanaskan.
Dalam 100% susu terdapat 40 % kadar kemurnian warna susu dan juga bau susu yang
mencirikan untuk susu yang normal, selebihnya 60 % untuk zat makanan sebagai pelengkap cita
rasa yang terdapat di dalam susu tersebut (Yusuf 2010).

Uji Rasa
Susu agak manis diakibatkan karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, khususnya
untuk golongan laktosa. Susu dari segi rasa mengandung susu yang agak manis untuk dikatakan
normal selebihnya banyak kelaianan di dalam susu yang tidak bermanfaat bagi tubuh (Yusuf
2010).

Uji Masak

Uji masak merupakan uji kualitas susu dengan memasak susu atau mendidihkan susu. Uji
bernilai positif jika terdapat butir-butir protein kareana pH tinggi, susu mulai pecah, terdapat
kolostrum, dan dari susu sapi yang hampir kering. Sudarwanto (2005) menyatakan bahwa
beberapa jenis bakteri dapat melakukan fermentasi pada susu sehingga merubah laktosa menjadi
asam laktat sehingga susu tersebut mengalami penggumpalan jika masih menyatu dan homogen
maka susu tersebut baik dan layak untuk dikonsumsi.

BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Materi

3.1.1 Materi Susu Pasteurisasi

Pada praktikum uji kualitas susu pasteurisasi alat yang digunakan yaitu gelas ukur
sebagai wadah untuk menampung susu, pengaduk untuk menghomogenkan susu dengan PP dam
aluminium foil untuk menutup susu. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu susu segar dan PP
(phenol phthalein)

3.1.2 Materi Susu Fermentasi

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu yang pertama wadah tempat susu
pasteurisasi, kompor, panci, thermometer, sendok, gelas ukur, dan wadah tempat starter serta
tisu. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu susu murni, 4 starter yaitu biokul yoghurt, cimory
yoghurt, elle vire dan susu yang telah difermentasi dengan bakteri yang dimasukkan
streptococcus lactis.

3.2 Metode

3.2.1 Metode Susu Pasteurisasi

Dalam melaksanakan praktikum pasteurisasi, metode yang dilakukan pertama


menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, alat yang disiapkan dibersihkan terlebih dahulu.
Lalu susu dimasukkan kedalam wadah yang telah disediakan dan dicampurkan dengan PP,
selanjutnya diaduk atau dihomogenkan. Setelah itu wadah susu ditutup menggunakan aluminium
foil dan dimasukkan ke alatdan dipasteurisasi selama 15 menit. Selanjutnya susu dikeluarkan
karena pasteurisasi sudah selesai dan siap untuk dikonsumsi.

3.2.2 Metode Susu Fermentasi

Dalam proses praktikum susu fermentasi, metode yang dilakukan yaitu susu
dipasteurisasi terlebih dahulu, dipanaskan selama 13 menit dengan suhu 63 derajat celcius,
kemudian didiamkan sampai suhunya 30 derajat celcius, Lalu tuang kan susu pasteurisasi pada
gelas ukur sebanyak 80ml, selanjutnya tuangkan susu pasteurisasi yang telah diukur pada wadah
starter, kemudian masing-masing starter ditambahkan sebanyak 2 sendok dan diaduk agar
homogen dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 30 derajar celcius, setelah itu dilakukan uji
organoleptik terhadap yoghurt yang dihasilkan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Susu Pasteurisasi

Hasil yang didapatkan dari praktikum susu pasteurisasi adalah pada saat susu sebelum
dipasteurisasi rasanya manis khas susu karna laktosa yang terkandung dan memiliki aroma
menyengat khas susu namun setelah dipasteurisasi susu sedikit berkurang rasa manisnya dan
lebih ke asin namun aromanya semakin jelas selain itu terdapat bintik-bintik putih disekitar
wadah tempat susu tersebut (tekstur).

4.1.2 Hasil Susu Fermentasi

Hasil yang didapatkan dari praktikum susu fermentasi adalah sebagai berikut:

 Cimory: beraroma dan berasa asam namun masih terasa susu dan memiliki sedikit
gumpalan
 Biokul: teksturnya persis seperti yoghurt (kental) dan rasanya juga persis yoghurt,
aromanya asam
 Elle: Teksturnya hampir seperti yoghurt (semi kental), beraroma dan berasa asam
 Sreptococcus Lactis: rasa dadih, aromanya sedikit asam

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pembahasan Susu Pasteurisasi

Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan pada suhu dibawah 1000 C dalam jangka
waktu tertentu sehingga dapat mematikan sebagian mikroba susu dengan meminimalisasi
kerusakan protein. Proses pasteurisasi yang dilanjutkan dengan pendinginan langsung akan
menghambat pertumbuhan mikroba yang tahan terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak
sistem enzimatis yang dihasilkanya (misalnya enzim phosphatase dan lipase) sehingga dapat
mengurangi kerusakan zat gizi serta memperbaiki daya simpan susu segar (Ulum, 2009).

Pada hasil didapatkan rasa yang berubah, awalnya manis khas susu disebabkan laktosa
kemudian menjadi sedikit asin. Rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral
lainnya. (Buckle et al,1987) menyatakan bahwa cita rasa yang kurang normal mudah sekali
berkembang di dalam susu dan hal ini mungkin merupakan akibat dari sebab-sebab fisiologis
seperti cita rasa pakan sapi yang mencemari pakan dan air minum sapi, sebab-sebab dari enzim
yang menghasilkan cita rasa tengik karena kegiatan lipase pada lemak susu, sebab-sebab kimiawi
oleh oksidasi lemak, sebab-sebab dari bakteri yang timbul sebagai akibat pencemaran dan
pertumbuhan bakteri yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam laktat dan hasil samping
metabolik lainnya yang mudah menguap, dan sebab-sebab mekanis.

Lalu pada susu yang telah dipasteurisasi muncul bintik-bintik disekitar wadahnya atau
teksturnya beruba, tekstur air susu dipengaruhi oleh viskositas air susu. Seperti BJ maka
viskositas air susu lebih tinggi daripada air. Viskositas air susu biasanya berkisar 1,5 – 2,0 cP.
Pada suhu 20°C viskositas whey 1,2 cP, viskositas susu skim 1,5 cP dan susu segar 2,0 cP.
Bahan padat dan lemak air susu mempengaruhi viskositas. Temperatur ikut juga menentukan
viskositas air susu. Sifat ini sangat menguntungkan dalam pembuatan mentega. Pada praktikum,
tekstur susu lama-kelamaan semakinmenggumpal atau timbul bintik-bintik, hal ini karena kasein
susu juga tergumpalkan.

4.2.2 Pembahasan Susu Fermentasi

Pada susu yang dicampurkan Cimory starternya menggunakan kultur Streptococcus


thermophillus dan Lactobacillus delbrueckii subsp bulgaricus setelah difermentasi menghasilkan
aroma yang asam. Streptococcus thermophilus berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan asam
serta karbon dioksida. Asam dan karbon dioksida yang dihasilkan akan merangsang pertumbuhan
dari Lactobacillus bulgaricus. Di sisi lain, aktivitas proteolitik dari Lactobacillus
bulgaricus memproduksi peptida penstimulasi dan asam amino untuk dapat dipakai
oleh Streptococcus thermophillus. Dengan kata lain Lactobacillus bulgaricus menyediakan
nutrient essential untuk pertumbuhan Streptococcus thermophillus. Keduanya saling melengkapi
dalam bekerja. Kemudian, Lactobacilis bulgaricus akan menguraikan laktosa menjadi asam
laktat dalam susu. Kemudian asam laktat inilah yang menyebabkan rasa asam. Semakin lama
disimpan rasa asam yang dihasilkan semakin meningkat.

Pada susu yang dicampirkan Biokul starternya menggunakan Streptococcus


thermophillus, Lactobacillus delbrueckii bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium.
Produk yoghurt yang dihasilkan mempunyai aroma yang sangat dipengaruhi oleh starter yang
digunakan pada fermentasi. Aroma sangat dipengaruhi oleh senyawa-senyawa pembentuk aroma
yang dihasilkan laktosa selama fermentasi, seperti asam laktat, diasetil, asetaldehid, etanol, dan
asam asetat . Menurut Harper and Hall, dalam Rahmawan (1986) disebutkan bahwa komponen
utama yoghurt adalah sifat-sifat bau dari asam laktat dan substansi aroma yang dihasilkan oleh
mikroba yang digunakan.

Pada susu yang dicampurkan Elle tidak diketahui persis kultur apa yang digunakan untuk
starternya namun karena hasilnya berasa asam sepertinya starternya menggunakan Streptococcus
thermophillus, Lactobacillus delbrueckii bulgaricus karena seperti pada Cimory, Streptococcus
thermophilus berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan asam serta karbon dioksida. Asam dan
karbon dioksida yang dihasilkan akan merangsang pertumbuhan dari Lactobacillus bulgaricus. Di sisi
lain, aktivitas proteolitik dari Lactobacillus bulgaricus memproduksi peptida penstimulasi dan
asam amino untuk dapat dipakai oleh Streptococcus thermophillus. Dengan kata lain
Lactobacillus bulgaricus menyediakan nutrient essential untuk pertumbuhan Streptococcus
thermophillus. Keduanya saling melengkapi dalam bekerja. Kemudian, Lactobacilis
bulgaricus akan menguraikan laktosa menjadi asam laktat dalam susu. Kemudian asam laktat
inilah yang menyebabkan rasa asam. Semakin lama disimpan rasa asam yang dihasilkan semakin
meningkat
BAB V

KESIMPULAN
Produk yoghurt yang dihasilkan mempunyai aroma yang sangat dipengaruhi oleh starter
yang digunakan pada fermentasi. Aroma sangat dipengaruhi oleh senyawa-senyawa pembentuk
aroma yang dihasilkan laktosa selama fermentasi, seperti asam laktat, diasetil, asetaldehid,
etanol, dan asam asetat. Beda bakteri maka beda pula aroma dan rasa yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah H, Maheswari RAA, Bakrie B. 2004. Effectiveness of lactoperoxidase system


activator® in milk preservation of different volume. Seminar. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Gianti,I. dan H. Evanuraini.2011.Pengaruh Penambahan Gula dan Lama Pemyimpanan


terhadap Kualitas Fisik Susu Fermentasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Ternak.6(1):28-33.

Hadiwiyoto. 1994. Pengujian Mutu Susu Dan Hasil Olahannya. Yogyakarta: Liberty. Hal: 5.

Lukman. (2009). Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia

Muharastri, Y. 2008. Analisis Kepuasan Konsumen Susu UHT Merek Real Good di Kota
Bogor.Skripsi. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian
IPB.

Setya. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Surakarta: Universitas Slamet Riyadi.

Soejoedono RR, Sanjaya AW, Sudarwanto M, Purnawarman T, Lukman DW, Latif H.


2005. Penuntun Praktikum Higiene Susu. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.

Soriah, Wahyuningsih. 2010. Hubungan variasi pakan terhadap mutu susu segar di desa
pasirbuncir kecamatan caringin kabupaten bogor. Jurnal. Jurnal Penyuluhan
Pertanian volume 5 nomor 1 halaman 67-77.

Sudarwanto M. 2005. Bahan kuliah hygiene makanan. Bahan ajar. Bagian Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.

Winarno. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.\

Yusuf R.2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat pemberian pakan
yang mengandung tepung katu (sauropus androgynus (l.) merr) yang
berbeda. Jurnal. Jurnal Teknologi Pertanian volume 6 nomor 1 halaman 1-6.

Zakari., Afrizal, I.J, dan S. Wahyuni. 2010. Studi Beberapa Aspek Ekologi Sargasum
crassifolium dan Kandungan Alginatnya pada Perairan Pantai Karang Tirta
Kota Padang. Seminar BKS MIPA Wilayah Barat Universitas Riau. Pekan Baru

Anda mungkin juga menyukai