Anda di halaman 1dari 6

Putu

dan Diana | Pemilihan Terapi pada Laki-laki Usia 21 Tahun dengan Kejang Umum Tipe Tonik-Klonik E.C Epilepsi
Idiopatik

Pemilihan Terapi pada Laki-laki Usia 21 Tahun dengan Kejang Umum Tipe
Tonik-Klonik E.C Epilepsi Idiopatik

Putu Filla Jaya Fikrawan, Diana Maya Sari
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Epilepsi merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul
tanpa provokasi. Pada tahun 2012 sekitar 50 juta orang menderita epilepsi didunia dan penurunan kualitas hidup pada
pasien dengan epilepsi berulang menjadi masalah serius.Pasien Tn. R usia 21 tahun datang dengan keluhan kejang 2 hari
SMRS. Kejang dialami sebanyak 2 kali dengan durasi masing-masing selama 3 dan 7 menit. Interval antar kejang lebih dari
24 jam. Kejang terjadi mendadak, pasien tiba-tiba terdiam, bengong dan tidak sadar, otot-otot tangan, kaki, badan, dan
wajah menjadi kaku dan timbul gerakan kejang kelonjotan pada seluruh tubuhnya, dan mata mendelik ke atas. Setelah
kejang pasien merasa lemas pada seluruh tubuh lalu tertidur, setelah pasien bangun, pasien tampak bingung selama
beberapa saat kemudian kembali sadar dan dapat kembali berkomunikasi seperti biasa. Pemeriksaan status neurologis
normal, pada Elektroensefalografi (EEG) didapatkan gelombang epileptikus. Pasien didiagnosis dengan bangkitan kejang
umum tipe tonik-klonik diberikan monoterapi Obat Anti Epilepsi (OAE) berupa asam valproat dan observasi kejang.
Penegakan diagnosis epilepsi mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang
sangat penting. Disamping itu, dengan berpedoman Perdossi penentuan tipe kejang yang dialami pasien dengan epilepsi
mempengaruhi terapi dan dapat mencegah terjadinya kejang berulang. Sehingga dengan demikian pasien epilepsi dapat
meningkatkan kualitas hidup dan prognosis dengan menghilangkan terjadinya kejang berulang.

Kata Kunci: epilepsi, kejang tonik klonik, tatalaksana

Selection of Treatment in Men Age 21 Years with General Seizures
Tonic - clonic Type E.C Idiopatic Epilepsy

Abstract
Epilepsy is a condition characterized by recurrent epileptic seizures more than 24 hours later that arise without
provocation. In 2012 about 50 million people suffer from epilepsy in the world and decreased quality of life in patients with
recurrent epilepsy become a serious problem. A Man, 20 year, came to ER with complaints of having seizures as two times
with duration of each episode were 3 and 7 minutes.The interval between seizures were more than 24 hours.
Seizures occured suddenly, patient suddenly silent, stunned and unconscious, the muscles of arms, legs, body, and face
become stiff and spastic twitch movements arising on the entire body, eyes look on top, The patient was pale and
sweating,tongue is not bitten and not frothing. After the seizure the patient feels weakness in the whole body and fell
asleep. after the patient is awake, the patient looked confused for a moment and then returned back to consciousness, and
communicate as usual. Neurological examination in normal status, the Electroencephalogram (EEG) waves obtained
epilepticus. Patient diagnosed general seizures tonic-clonic type treatment with monotherapy Antiepileptic Drug (AED) such
as valproat acid. Diagnosis of epilepsy from anamnesis, physical examination, neurological examination and investigation is
very important. And than, based on Perdossi the determination of the type of seizure experienced by patients with epilepsy
affect therapy and can prevent the occurrence of recurrent seizures. Finally, epilepsy patients can improve quality of life
and prognosis to eliminate the occurrence of recurrent seizures.

Keywords: epilepsy, tonic-clonic seizure, treatment

Korespondensi: Putu Filla Jaya Fikrawan, alamat kosan sumber jaya Jl. Abdul Muis gang abdul muis 8 no.9, HP
082177577699, e-mail putufilla@yahoo.com


Pendahuluan tiba-tiba dan sementara berupa perubahan
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu perilaku stereotipik, dapat menimbulkan
keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi gangguan kesadaran, gangguan motorik,
berulang berselang lebih dari 24 jam yang sensorik, otonom, ataupun psikik.2
timbul tanpa provokasi.1 Sedangkan yang Epilepsi adalah gangguan neurologis
dimaksud dengan bangkitan epilepsi (epileptic umum kronis di mana keseimbangan antara
seizure) adalah manifestasi klinis yang rangsangan otak dan inhibisi berujung ke arah
disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang rangsangan yang tidak terkontrol dan ditandai
abnormal dan berlebihan dalam sekelompok dengan kejang berulang tanpa alasan.3
neuron. Manifestasi klinik ini terjadi secara Pendapat lain menyebutkan epilepsi adalah


J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|137
Putu dan Diana | Pemilihan Terapi pada Laki-laki Usia 21 Tahun dengan Kejang Umum Tipe Tonik-Klonik E.C Epilepsi
Idiopatik

tanda dan gejala akibat aktivitas abnormal dianjurkan hanya jika obat monoterapi sudah
dari saraf yang berlebihan di otak.4 mencapai dosis maksimal dan penggunaannya
Menurut World Health Organization menimbulkan efek samping.1,7
(WHO) pada tahun 2012 diduga terdapat Untuk dapat menghindari peningkatan
sekitar 50 juta orang dengan epilepsi didunia. kasus kejang berulang pada pasien dengan
Populasi epilepsi aktif (penderita dengan epilepsi baik baru ataupun kambuh diperlukan
bangkitan tidak terkontrol atau yang pemahaman tentang cara menentukan
memerlukan pengobatan) diperkirakan antara diagnosis, klasifikasi dan tatalaksana.
4-10 kasus per 1000 penduduk per tahun, Khususnya pada tatalaksana pasien dengan
dinegara berkembang diperkirakan 6-10 kasus epilepsi diperlukan perhatian lebih agar sesuai
per 1000 penduduk.1 dengan tipe kejang. Oleh karena itu pemilihan
Epilepsi mempengaruhi sekitar 70 juta terapi yang tepat pada pasien dapat
orang dari segala usia di seluruh dunia.3 mencegah terjadinya kejang berulang dan
Prevalensi epilepsi mencapai 1% beban meningkatkan potensi bebas kejang pada
penyakit global dan 80% beban penyakit di pasien epilepsi. Selain itu, pemeilihan terapi
negara-negara berkembang. Setiap tahun yang sesuai dapat menghindarkan komplikasi
sekitar 125.000 kasus epilepsi baru terjadi.5 dan memperbaiki kualitas hidup pasien.
Gejala penyakit ini dapat diketahui
melalui anamnesis. Anamnesis yang Kasus
mencakup autoanamnesis maupun Pasien Tn. R usia 21 tahun datang
alloanamnesis. Pada anamnesis perlu dengan keluhan kejang 2 hari SMRS. Kejang
ditanyakan kondisi pasien pada sebelum, saat, dialami sebanyak 2 kali dengan durasi masing-
dan setelah serangan epilepsi. Setelah itu masing selama 3 dan 7 menit. Interval antar
tanyakan mengenai faktor pencetus, durasi kejang lebih dari 24 jam. Kejang terjadi
dan frekuensi dari epilepsi tersebut. Setelah mendadak saat pasien berbaring di tempat
itu kita pastikan apakah kejang yang dialami tidur, pasien tiba-tiba terdiam, bengong dan
pasien merupakan epilepsi. Dimana tidak sadar. Setelah itu, otot-otot tangan, kaki,
penentuan status epilepsi sesuai kriteria badan, dan wajah menjadi kaku dan timbul
Perdossi yaitu epilepsi didefinisikan sebagai gerakan kejang kelojotan pada seluruh
suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan tubuhnya, mata mendelik ke atas, tampak
epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam pucat dan berkeringat, lidah tidak tergigit dan
yang timbul tanpa provokasi. Setelah tidak keluar busa dari mulut. Setelah kejang
menentukan status epilepsi perlu dilakukan pasien merasa lemas pada seluruh tubuh lalu
pengklasifikasian terhadap jenis epilepsi tertidur, setelah pasien bangun, pasien
dimana epilepsi dapat diklasifikasikan tampak bingung selama beberapa saat
berdasarkan etiologi dan tipe bangkitan kemudian kembali sadar dan dapat kembali
kejang guna menentukan terapi yang sesuai.1 berkomunikasi seperti biasa. Sebelum
Pemilihan terapi pada pasien epilepsi mengalami kejang pasien sering merasa nyeri
terdiri dari terapi saat bangkitan kejang dan pada seluruh bagian kepala. Riwayat pasien
terapi jangka panjang berupa obat antiepilepsi mengalami luka dan demam disangkal.
(OAE) monoterapi sampai politerapi. Obat Keluarga pasien menyatakan bahwa pasien
antiepilepsi mempunyai peranan yang sebelumnya belum pernah mengalami kejang
dominan dalam penatalaksanaan epilepsi. seperti ini. Keluhan muntah, mual, dan
Monoterapi merupakan pilihan dalam terapi riwayat trauma kepala sebelumnya disangkal
epilepsi meskipun laporan sebelumnya oleh pasien. Pasien tidak sedang terpengaruh
mengindikasikan bahwa politerapi terkadang obat maupun bahan kimia tertentu. Nafsu
merupakan standar dalam perawatan epilepsi makan baik, menelan, buang air kecil, dan
dan diberikan sebagai terapi inisial.6 buang air besar tidak ada gangguan.
Pada 60-70% pasien penderita epilepsi Pada pemeriksaan fisik didapatkan
yang diobati dengan monoterapi, akan keadaan umum tampak sakit sedang,
memasuki masa remisi dari kejang setelah. kesadaran kompos mentis Glasgow Coma
Monoterapi juga dipilih untuk menghindari Scale (GCS) 15, tekanan darah 120/80 mmHg,
efek samping obat yang timbul. Penggunaan denyut nadi 83 x/menit, pernapasan 20
politerapi pada pasien dengan epilepsi x/menit, suhu tubuh aksial 36,1 0C. Keadaan

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|138
Putu dan Diana | Pemilihan Terapi pada Laki-laki Usia 21 Tahun dengan Kejang Umum Tipe Tonik-Klonik E.C Epilepsi
Idiopatik

gizi normal Indeks Massa Tubuh (IMT) 19,0. berulang berselang lebih dari 24 jam yang
Pemeriksaan kepala, leher, thorak, abdomen timbul tanpa provokasi.1 Diagnosis epilepsi
dan ekstremitas tidak tampak kelainan. Status ditegakkan secara sistematis dengan 3
neorologi (saraf kranial, sensorik, motorik, langkah, yaitu:1
reflek patologis, reflek fisiologis, rangsang 1. Langkah pertama, melalui anamnesis.
meningeal, fungsi luhur) tidak tampak Pada sebagian besar kasus, diagnosis
kelainan. epilepsi dapat ditegakkan berdasarkan
Pada pemeriksaan laboratorium informasi akurat yang diperoleh dari
hemoglobin 14,4 gr/dL, Laju Endap Darah anamnesis yang mencakup autoanamnesis
(LED) 56 mm/jam, leukosit 2.770/uL, protein maupun alloanamnesis berupa:
total 5,2 g/dL, albumin 1,5 g/dL, globulin 3,7 a. Gejala sebelum, selama, dan pasca
g/dL, Gula Darah Sewaktu (GDS) 114mg/dL, bangkitan.
ureum 28 mg/dL, kreatinin 0,80 mg/dL, b. Ada tidaknya penyakit lain yang
kolesterol total 157 mg/dL, HDL 45 mg/dL, LDL disertai serangan, maupun riwayat
110 mg/dL, trigliserida 110 mg/dL, asam urat penyakit neurologis dan riwayat
9,80 mg/dL, natrium 132 mmol/L, kalium 2,5 penyakit psikiatrik maupun penyakit
mmol/L, kalsium 7,1 mg/dL, klorida 100 sistemik yang mungkin jadi penyebab.
mmol/L. c. Usia awitan, durasi, frekuensi
Pada pemeriksaan CT-scan kepala bangkitan, interval terpanjang antara
didapatkan hasil normal. Pada pemeriksan bangkitan.
elektroensefalografi (EEG) didapatkan hasil d. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya
kesan abnormal berupa cetusan, epileptik dan respon terhadap terapi.
difus. e. Riwayat penyakit epilepsi dalam
Diagnosa pada pasien ini terdiri dari keluarga.
diagnosis klinis: konvulsi tipe umum tonik f. Riwayat keluarga dengan penyakit
klonik, diagnosis topik: Cerebri, diagnosis neurologi lain, penyakit psokiatrik
etiologi: Epilepsi idiopatik. atau iskemik.
Penatalaksanaan pada pasien ini dibagi g. Riwayat pada saat dalam kandungan,
menjadi saat kejang, pasca kejang dan kelahiran, dan perkembangan bayi
pengobatan epilepsi jangka panjang. Pada saat atau anak.
kejang diberikan diazepam 5 mg per rektal h. Riwayat bangkitan neonatal atau
setelah pasien stabil lakukan tatalaksana kejang demam.
pasca kejang berupa tirah baring, awasi kejang i. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP
berulang, pemberian oksigen 3 liter dan infus dan lain-lain.
ringer laktat 20 gtt. Pengobatan jangka Pada anamnesis yang dilakukan
panjang sesuai tipe kejang dapat dipilih asam didapatkan data bahwa pasien datang dengan
valproat 2x250 mg/hari. Edukasi yang dapat keluhan kejang 2 hari sebelum masuk Rumah
diberikan pada kasus epilepsi lebih terfokus Sakit dengan jarak antara kejang yang
pada keluarga dan orang sekitar pasien untuk pertama dengan kejang selanjutnya lebih dari
melakukan tatalaksana awal berupa: a) 24 jam. Hal tersebut sesuai dengan definisi
Memastikan bahwa pasien tidak jatuh dan epilepsi. Selain itu, pasien mengaku kejang
jauhkan dari benda tajam; b) Jangan mencoba dialami sebanyak 2 kali dengan durasi masing-
untuk menahan pasien; c) Jangan mencoba masing selama 3 dan 7 menit. Pada saat
untuk memaksakan apapun ke dalam mulut kejang pasien dalam keadaan berbaring, tidak
pasien; d) Ketika kejang berhenti, putar pasien sadar dan tidak dapat berkomunikasi, setelah
ke samping; e) Jika kejang tidak berhenti kejang pasien merasa lemas pada seluruh
dengan sendirinya dalam waktu sekitar 5 tubuh lalu tertidur, setelah pasien bangun,
sampai 10 menit atau jika kejang lain terjadi pasien tampak bingung selama beberapa saat
segera setelah yang pertama, meminta kemudian kembali sadar dan dapat kembali
bantuan medis.16 berkomunikasi seperti biasa. Sebelum
mengalami kejang pasien sering merasa nyeri
PEMBAHASAN pada seluruh bagian kepala.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu
keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|139
Putu dan Diana | Pemilihan Terapi pada Laki-laki Usia 21 Tahun dengan Kejang Umum Tipe Tonik-Klonik E.C Epilepsi
Idiopatik

2. Langkah kedua: untuk menentukan jenis c. Simtomatik : bangkitan epilepsi


bangkitan, dilakukan dengan disebabkan oleh kelainan/lesi
memperhatikan klasifikasi ILAE. struktural pada otak, misalnya cedera
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan kepala, infeksi SSP, kelainan
epilepsi yaitu:1 kongenital, lesi desak ruang, gangguan
a) Bangkitan parsial/fokal peredaran darah otak, toksik (alkohol,
• Bangkitan parsial sederhana obat), metabolik, kelainan
o Dengan gejala motorik neurodegeneratif.
o Dengan gejala somatosensorik Epilepsi yang dialami pasien ini
o Dengan gejala otonom termasuk dalam epilepsy idiopatik karena
o Dengan gejala psikis pada pasien tidak didapatkan adanya kelainan
• Bangkitan parsial kompleks struktural pada otak dan defisit neurologis.
o Bangkitan parsial sederhana Dari hasil pemeriksaan fisik dan neurologis
yang diikuti dengan gangguan yang dilakukan pada pasien tidak didapatkan
kesadaran hasil yang menunjukkan adanya gangguan
o Bangkitan yang disertai yang berhubungan dengan epilepsi maupun
gangguan kesadaran sejak tanda-tanda defisit neurologi.
awal bangkitan Penegakan diagnosis selanjutnya dapat
• Bangkitan parsial yang menjadi ditunjang dengan CT-scan, EEG dan Magnetic
umum sekunder Resonance Imaging (MRI) sesuai indikasi. EEG
o Parsial sederhana yang sangat berperan dalam menegakkan diagnosis
menjadi umum epilepsi dan memberikan informasi berkaitan
o Parsial kompleks menjadi dengan sindrom epilepsi.8 Pemeriksaan
umum mencakup fase bangun untuk menilai
o Parsial sederhana menjadi frekuensi dan irama background dan fase tidur
parsial kompleks, lalu menjadi untuk menentukan lokasi atau fokus kejang
umum khususnya pada kasus-kasus kejang fokal guna
b) Bangkitan umum menentukan, evaluasi pengobatan, dan
• Lena (absence) menentukan prognosis.12 Interpretasi klinik
o Tipikal lena temuan EEG harus dikaitkan dengan kondisi
o Atipikal lena pasien seperti gejala klinis, pemeriksaan fisik,
• Mioklonik dan hasil pemeriksaan penunjang lain.9
• Klonik CT-Scan merupakan pemeriksaan
• Tonik penunjang yang cukup penting karena dapat
• Tonik-klonik menunjukkan kelainan pada otak seperti
atrofi jaringan otak, jaringan parut, tumor dan
• Atonik/astatik
c) Bangkitan tak tergolongkan kelainan pada pembuluh darah otak.8
Berdasarkan anamnesis pasien pada MRI merupakan pemeriksaan
kasus ini dapat ditentukan bahwa jenis pencitraan yang sangat penting pada kasus-
bangkitan yang dialami oleh pasien berupa kasus epilepsi karena MRI dapat
bangkitan umum tonik-klonik. memperlihatkan struktur otak dengan
3. Langkah ketiga, menentukan etiologi sensitivitas yang tinggi. Gambaran yang
epilepsi dihasilkan oleh MRI dapat digunakan untuk
Menurut ILAE 1989, etiologi epilepsi membedakan kelainan pada otak, seperti
dibagi dalam 3 kategori, yaitu :1 gangguan perkembangan otak (sklerosis
a. Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural hipokampus, disgenesis kortikal), tumor otak,
di otak atau defisit neurologis. kelainan pembuluh darah otak (hemangioma
Diperkirakan mempunyai predisposisi kavernosa) serta abnormalitas lainnya.18
genetik dan umumnya berhubungan Meskipun MRI memiliki banyak keunggulan,
dengan usia. pemeriksaan dengan MRI tidak dilakukan pada
b. Kriptogenik : dianggap simtomatik semua jenis epilepsi. MRI tidak dianjurkan
tetapi penyebabnya belum diketahui. pada sindrom epilepsi dengan kejang umum
karena jenis epilepsi ini biasanya bukan
disebabkan oleh gangguan struktural.8

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|140
Putu dan Diana | Pemilihan Terapi pada Laki-laki Usia 21 Tahun dengan Kejang Umum Tipe Tonik-Klonik E.C Epilepsi
Idiopatik

Pada pasien ini pada pemeriksaan CT- e) Pasien dan keluarga sudah diberitahu
scan kepala didapatkan hasil normal. Pada tentang kemungkinan efek samping
pemeriksan EEG didapatkan hasil kesan obat.
abnormal berupa cetusan, epileptic difus. 2. Terapi dimulai dengan mono terapi,
Sehingga didapatkan diagnosis berupa penggunaan OAE pilihan sesuai dengan
konvulsi tipe umum tonik-klonik et causa jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi.
epilepsi idiopatik. a) Pemberian obat dimulai dari dosis
Penatalaksanaan pada pasien ini dibagi rendah dan dinaikan bertahap sampai
menjadi saat kejang, pasca kejang dan dosis efektif tercapai atau timbul efek
pengobatan epilepsi jangka panjang. Pada saat samping,
kejang diberikan diazepam 5 mg per rektal b) Bila dengan penggunaan dosis
setelah pasien stabil lakukan tatalaksana maksimum OAE tidak dapat mengontrol
pasca kejang berupa tirah baring, awasi kejang bangkitan, ditambahkan OAE kedua.
berulang, pemberian oksigen 3 liter dan infus Bila OAE kedua telah mencapai kadar
ringer laktat 20 gtt. Pengobatan jangka terapi, maka OAE pertama diturunkan
panjang sesuai tipe kejang dapat dipilih asam bertahap perlahan-lahan.
valproat 2x250 mg/hari. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan
Pada tahun 2016, American Epilepsy setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
Society (AES) mengeluarkan pedoman baru dengan penggunaan dosis maksimal kedua
untuk pengobatan SE. Pedoman menyediakan OAE pertama.1
algoritma pengobatan tergantung waktu yang Pasien ini mengalami kejang umum
mencakup empat tahap. tonik-klonik sehingga OAE yang menjadi
Pada tahap pertama yaitu stabilisasi, pilihan adalah asam valproat. Dosis valproat
standar pertolongan pertama untuk kejang dewasa 500-1000 mg per hari diberikan 2-3x
harus dimulai. Pada tahap terapi awal, per hari.1
benzodiazepin (khusus midazolam IM, Asam valproat telah digunakan klinis
lorazepam IV, atau diazepam IV) dianjurkan untuk pengobatan epilepsi selama lebih dari
sebagai terapi awal. Pada tahap kedua, pilihan 40 tahun dan, sampai tahun 1990-an, telah
termasuk IV fosphenytoin, asam valproik, atau menjadi satu-satunya obat dengan spektrum
levetiracetam. Jika tidak ada tersedia, yang sangat luas dari aktivitas terhadap jenis
fenobarbital IV adalah alternatif yang masuk kejang yang berbeda, baik umum dan fokus.10
akal. Pada tahap ketiga, jika pasien mengalami Asam valproat merupakan pilihan
40 + menit dari aktivitas kejang, pertimbangan sebagai monoterapi dari kejang tipe tonik-
perawatan harus mencakup mengulangi terapi klonik. Pada studi percobaan asam valproat
lini kedua atau dosis anestesi thiopental, mendapat kategori +C yaitu sangat mungkin
midazolam, pentobarbital, atau propofol.14 pada penderita eplepsi bangkitan tonik klonik.
Penatalaksanaan pada pasien epilepsi Valproat bekerja di excitatory synapse,
adalah dengan pemberian OAE. Prinsip terapi menghambat voltage-gated Na+ channel
farmakologi pada pasien epilepsi antara lain: sehingga menghambat terjadinya depolarisasi
1. OAE diberikan apabila: dan memblok sustained high-frequency
a) Diagnosis epilepsi sudah dipastikan, repetitive firing suatu neuron.1,13
b) Pastikan factor pencetus bangkitan Pada penelitian random prospective
dapat dihindari, selama 12 bulan yang melibatkan 60 pasien
c) Terdapat minimal 2 bangkitan dalam epilepsi tonik-klonik et causa idiopatik
satu tahun, didapatkan hasil 76,67% pasien yang
d) Pasien dan atau keluarganya sudah menggunakan asam valproat sebagai
menerima penjelasan tentang tujuan monoterapi mengalami bebas kejang.15
pengobatan, Prognosis pada pasien epilepsi dilihat
dari beberapa konsep yaitu; kualitas hidup,
status psikososial, fungsi neurologis dan
kemampuan dapat mengikuti
pendidikan. Sehingga pemberian terapi hingga KESIMPULAN
pasien bebas kejang dapat mempengaruhi Diagnosis epilepsi ditentukan dengan
prognosis pasien.11 kriteria yang sudah ditetapkan. Cara

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|141
Putu dan Diana | Pemilihan Terapi pada Laki-laki Usia 21 Tahun dengan Kejang Umum Tipe Tonik-Klonik E.C Epilepsi
Idiopatik

menentukan diagnosis epilepsi dengan Management and Pharmacy Practice.


anamnesis, pemeriksaan fisik dan 2013; 3(2):2-8.
pemeriksaan penunjang. Anamnesis sesuai 7. Smith CT, Anthony GM, David W, Paula
dengan kriteria dapat membantu penegakan
RW. Multiple treatment comparisons in
diagnosis epilepsi ditambah dengan
pemeriksaan fisik status neurologis pasien epilepsy monotherapy trials. BioMed.
maupun pemeriksaan penunjang. Penentuan 2007; 2(1):8,34.
terapi yang tepat sangat diperlukan. Sehingga 8. Vera R, Dewi MAR, Nursiah. Sindrom
diagnosis tipe kejang pada epilepsi dapat epilepsi pada anak. Makalah Kedokteran
menentukan terapi yang sesuai dan dapat Sriwijaya. 2014; 46(1):1-7.
menurunkan angka kejang berulang dan 9. Suwarba IGNM. Insidens dan karakteristik
memperbaiki kualitas hidup pada pasien
klinis epilepsi pada anak. Sari Pediatri.
epilepsi.
2011; 13(2):123-8.
DAFTAR PUSTAKA 10. Striano P, Belcastro V. Treatment of
1. Persatuan Dokter Spesialis Saraf myoclonic seizures. Expert Review of
Indonesia. Pedoman tatalaksana epilepsi. Neurotherapeutics. 2012; 12(12):1411-8.
Edisi ke-4. Jakarta: PERDOSSI; 2011. hlm. 11. Pinzon R. Profil kepatuhan terhadap
3-28.
program terapi obat pada epilepsi onset
2. Engel J, Timothy AP, Jean A, Marc AD,
anak-anak. Medicinus. 2011; 24(1):25-8.
Solomon M, et al. Introduction : what is
epilepsy. Epilepsy a comprehensive 12. Bintoro AC. Pemeriksaan EEG untuk
textbook. Edisi ke-2. Volume ke-1. USA; diagnosis dan monitoring pada kelainan
2008. hlm. 1-7. neurologi. Medica Hospitalia-Journal Of
3. Hirak KM, Chandi CK, Sanjay KD, Clinical Medicine. 2012; 1(1):64-70.
Lakshmikanta G, et al. Epilepsy and its 13. Rovina R, Bisri T. Penggunaan obat anti
management: a review. Journal of
epilepsi untuk terapi profilaksis bangkitan
PharmaSciTech. 2012; 1(2):20-6.
pada cedera otak traumatik. JNI. 2016;
4. Sharma Suruchi, Vaishali D. Epilepsy: a
comprehensive review. International 5(1):77-85.
14. Roth JL. Status epilepticus treatment &
Journal of Pharma Research & Review,
management. Medscape; 2016.
2013; 2(12):61-80.
15. Giri VP, Om Prakash G, Farhan AK, dkk.
5. Shakirullah, Niaz A, Khan A, Muhammad Valproic acid versus lamotrigine as first-
Nabi. The prevalence, incidence and line monotherapy in newly diagnosed
etiology of epilepsy. International Journal idiopathic generalized tonic–clonic
of Clinical and Experimental Neurolog. seizures in adults–a randomized
2014; 2(2):29-39. controlled trial. JCDR. 2016; 10(7): FC01-
6. Wijayatri R, Zullies I, Abdul G. The FC04.
16. Zeppetella Giovambattista. Palliative care
comparison between monotherapy and
emergencies. Dalam: Palliative Care in
polytherapy in epilepsy idiopathic Clinical Practice. Springer London. 2012;
generalised tonic clonic. Journal of 5(1):153-79.


J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|142

Anda mungkin juga menyukai