DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
bencana” tepat waktu. Makalah ini disusun untuk melengkapi dam memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Jiwa II.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki lebih
dari 17.480 pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di
antara dua lautan (Lautan Hindia dan Lautan Pasifik). Indonesia berada pada
pertemuan 3 lempeng dunia yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik,
yang berpotensi menimbulkan gempa bumi apabila lempeng-lempeng tersebut
bertumbukan. Selain itu, Indonesia juga mempunyai 127 gunungapi aktif, 76
di antaranya berbahaya, bencana alam lainnya seringkali melanda Indonesia
adalah tsunami, angin topan, banjir, tanah longsor, kekeringan, serta bencana
akibat ulah manusia seperti kegagalan teknologi, konflik sosial, kebakaran
hutan, dan lahan. Dampak kejadian bencana tersebut secara keseluruhan
mengakibatkan kerugian harta benda dan korban jiwa yang tidak sedikit.
Hampir seluruh provinsi di Indonesia merupakan daerah rawan bencana.
Indonesia merupakan Negara yang rawan mengalami bencana. Bencana
merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh
faktor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis. Bencana yang diakibatkan oleh faktor alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin topan, dan tanah longsor. Sedangkan bencana yang 2 diakibatkan oleh
faktor non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemik, dan wabah penyakit. Bencana yang ada di Indonesia telah banyak
terjadikejadian traumatis yang pernah mereka alami dan perubahan dari
keadaan atau reaksi emosional ( Unicef, 2005).
Peran siswa yang juga adalah sebagai masyarakat sekolah yang menempati
aspek penting dalam ikut campur (partisipasi) dalam pembuatan jalur evakuasi,
membutuhkan peran dari masyarakat sekolah pengetahuan terhadap
1
2
mengenai resiko bencana juga sangat penting, upaya tersebut juga dituangkan
dalam hyogo frame work for action Tahun 2005 dimana salah satu butirnya
memprioritaskan tentang pendidikan mitigasi bencana.
Pada saat terjadi bencana sebagian besar berlarian menyelamatkan diri
tanpa arah atau pedoman baik penghuni bangunan yang ada di bagian tengah
maupun belakang semuanya berlarian menuju jalan keluar tanpa
memperhatikan jalur yang ditempuh dan titik berkumpul (assembly point)
yang aman, hal ini juga menyebabkan timbulnya korban, banyaknya sekolah
yang belum menggunakan jalur evakuasi juga menyababkan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Sebutkan perencanaan perawatan pada fase impact ?
2. Jelaskan definisi korban individu?
3. Jelaskan penatakalaksanaan korban individu ?
4. Sebutkan tujuan penatalaksanaan korban individu ?
5. Jelaskan psikologi bencana?
6. Jelaskan respon psikologis saat bencana ?
7. Sebutkan tindakan keperawatan kesehatan mental ?
8. Sebutkan fase kedaruratan akut ?
9. Sebutkan fase rekonsiliasi
10. Sebutkan fase rekonsilidasi
C. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat menyebutkan perencanaan perawatan pada fase impact
2. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi korban individu
3. Mahasiswa dapat mnjelaskan penatakalaksanaan korban individu
4. Mahasiswa dapat menyebutkan tujuan penatalaksanaan korban individu
5. Mahasiswa dapat menjelaskan psikologi bencana
6. Mahasiswa dapat menjelaskan respon psikologis saat bencana
7. Mahasiswa dapat menyebutkan tindakan keperawatan kesehatan mental
8. Mahasiswa dapat menyebutkan fase kedaruratan akut
9. Mahasiswa dapat menyebutkan fase rekonsiliasi
10. Mahasiswa dapat menyebutkan fase rekonsilidasi
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
4
B. KORBAN INDIVIDU
1. DEFINISI KORBAN INDIVIDU
Korban individu adalah setiap orang sebagai bagian terkecil dari
kelompok masyarakat yang mendapat penderitaan baik jiwa, fisik, materil,
maupun nonmaterial.
Korban bencana individu adalah bagian terkecil dari kelompok
masyarakat yang mendapat penderitaan baik jiwa, fisik, materil, maupun
nonmaterial akibat suatu kejadian yang terjadi dan perlu mendapatkan
pertolongan kesehatan dengan menggunakan sarana, fasilitas dan tenaga
yang lebih dari yang tersediasehari-hari.
2. DEFINISI PENATALAKSAAN KORBAN INDIVIDU
Penatalaksanaan korban secara individu adalah serangkaian kegiatan
keperawatan tanggap bencana dan darurat untukmembantu bagian terkecil
dari kelompok masyarakat yang mengalami dampak dari bencana yang
sedang terjadi
5
C. PSIKOLOGIS BENCANA
1. PSIKOLOGIS BENCANA
Bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang
mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia, serta
memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga
memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (Khambali & ST, 2017).
Pada bencana aspek kesehatan jiwa merupakan aspek yang penting
karena pada saat bencana terjadi perubahan situasi dari situasi normal ke
situasi tidak normal dimana seseorang akan mengalami kehilangan yang
berdampak pada terganggunya keseimbangan kondisi psikologis para
korban bencana sangat terguncang yang dapat mengakibatkan stress dan
depresi (Kemenkes RI, 2014).
a. Faktor yang Mempengaruhi Kerentanan Psikologis
Menurut Kharismawan (2008) beberapa faktor dapat meningkatkan
ataupun menurunkan risiko :
1) Tingkat keparahan.
Semakin parah bencana yang terjadi, maka semakin buruk
kemungkinan dampaknya. Pada kasus kamp-kamp konsentrasi Nazi,
genosida Rwanda, Killing Fields di Kamboja, hampir semua orang
yang mengalami peristiwa traumatis menderita akibatnya untuk
waktu yang sangat panjang.
6
2) Jenis bencana.
Bencana yang terjadi karena manusia akan berdampak lebih
parah daripada bencana karena alam. Perang, Terorisme dan kerusuhan
sosial berdampak lebih merusak secara psikologis daripada Gempa,
Tsunami ataupun Banjir. Bencana karena manusia yang disengaja
(pembakaran toko, pemerkosaan), akan lebih merusak daripada yang
tidak disengaja (kecelakaan kerja, robohnya bangunan). Dua orang
pemiliki toko yang tokonya sama sama terbakar saat kerusuhan di Solo
14 Mei 2008, menunjukkan reaksi yang berbeda. Pemilik toko yang
tokonya dibakar langsung dalam amuk massa, menunjukkan gejala ptsd
yang lebih kuat daripada pemilik toko yang tokonya terbakar dalam
kerusuhan tersebut namun secara tidak langsung (karena angin yang
bertiup kencang, membawa api dari rumah ke rumah) 3) Jenis kelamin
dan usia.
Wanita (terutama ibu-ibu yang memiliki anak balita), anak usia
lima sampai sepuluh, dan orang-orang tua lebih rentan daripada yang
lain. Orang dengan daya tahan fisik yang lebih lemah, akan
mengintepretasikan suatu ancaman lebih besar/mengerikan daripada
seseorang dengan daya tahan tubuh yang lebih kuat. Sebaliknya
pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun, meski secara fisik mereka
masih lemah, namun kondisi psikologis mereka sangat ditentukan
oleh orang tua atau orang dewasa yang ada di dekat mereka karena
kemampuan kognitif mereka dalam mengenali bahaya masih
terbatas. Jika orang dewasa disekitar mereka bersikap tenang, maka
merek juga akan relatif tenang.
4) Kepribadian
Orang-orang dengan kepribadian yang matang, konsep diri
yang positip dan reseliensi yang bagus akan lebih mampu daripada
yang tidak memiliki. Orang-orang yang tumbuh dengan tidak
percaya diri, ketika menghadapi bencana juga akan mempersepsi
7
perpisahan dengan orang yang dicintai. Proses yang terjadi adalah proses
kehilangan akibat bencana. (Kemenkes RI, 2014) a. Konsep kehilangan
Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial ketika sesuatu (orang
atau objek) yang dihargai telah berubah, tidak ada lagi, atau menghilang
(Mubarak, 2007). Kehilangan adalah suatu keadaan berpisahnya
individu dengan sesuatu yang sebelumnya dimilikin atau ada (Dalami,
2009).
Proses kehilangan yang dialami bervariasi lama waktunya. Setiap
individu dapat ditemukan berada di setiap fase. Pendekatan yang
dilakukan dalam memberikan bantuan psikologis disesuaikan pada fase
yang dialami. Tujuannya dari bantuan yang diberikan adalah supaya
individu dapat melalui setiap fase dengan baik untuk dapat sampai pada
fase menerima (Kemenkes RI, 2014).
Saat kehilangan terjadi pada masa kanak-kanak maka akan
mengacam kemampuan anak untuk berkembang dan kadang kala
menimbulkan kemunduran (regresi).
1) Fase Kehilangan
a) Fase pengingkaran (Danial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah
syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa
kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan
“tidak”, saya tidak percaya itu terjadi atau itu tidak mungkin
terjadi (Prabowo, 2014).
b) Fase marah (Angry)
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan
kenyataan terjadinya kehilangan individu menunjukan rasa
marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang
lain atau pada dirinya sendiri (Prabowo, 2014).
A. PENGKAJIAN
Identifikasi dan pengkajian potensi dan sumber
1. Identifikasi Korban Bencana
a. Korban Bencana yang Terkena Dampak
a) Primary Victim: Survivor / penyintas mereka yang langsung
mengalami dan berhasil selamat dalam peristiwa bencana
b) Secondary Victims: keluarga /orang terdekat dari primary victims
c) Tertiary Victims: orang-orang yang karena pekerjaannya atau
secara sukarela berhubungan langsung dengan penanganan dampak
bencana (misal relawan)
d) Quarternary Victims: anggota masyarakat umum diluar area
bencana yang peduli
b. Jenis-jenis Dampak Psikologis dari Bencana
Extreme peritraumatic stress reactions (< 2 hari)
Symptom – symptom yang muncul segera setelah bencana, a.l:
• Dissosiasi (depersonalisasi, derelisasi, amnesia)
• Menghindar (menarik diri dari situasi sosial)
• Kecemasan (cemas berlebihan, nervous, gugup, merasa tidak
berdaya)
• Intrusive re-experiencing (flashback, mimpi buruk)
c. Reaksi Stres terhadap Bencana
1) Berbagai masalah psikologis yang mungkin akan dialami seseorang
setelah mengalami peristiwa traumatis
2) Reaksi – reaksi normal dan wajar (normal stress reaction) yang
biasa ditampilkan/ dialami seseorang beberapa saat setelah
mengalami peristiwa traumatis
3) Jenis-jenis reaksi stress akibat bencana.
18
19
• Reaksi Emosional:
▫ Shock
▫ Takut
▫ Marah, Berduka/ sedih
▫ Merasa bersalah (karena selamat, karena sampai terluka)
▫ Tidak berdaya
▫ Tidak dapat merasakan apapun (tidak dapat merasakan kasih
sayang, kehilangan minat melakukan kegiatan yang
sebelumnya disukai)
▫ Depresi (sedih yang mendalam, banyak menangis, kehilangan
tujuan hidup, ingin mati, menyakiti diri)
• Reaksi Kognitif
▫ Kebingungan, ragu – ragu
▫ Kehilangan orientasi
▫ Sulit membuat keputusan
▫ Khawatir
▫ Tidak dapat konsentrasi
▫ Lupa
▫ Mengingat kembali pengalaman traumatis tersebut (mimpi
buruk, flashback)
▫ Tempat, waktu, bau, suara tertentu yang mengingatkan pada
peristiwa traumatis tersebut
20
• Reaksi Spiritual:
▫ Kehilangan iman terhadap Tuhan
▫ Percaya bahwa ia dikutuk Tuhan
▫ Menunjukkan sinisme terhadap agama
▫ Kehilangan makna hidup
• Reaksi Interpersonal
▫ Sulit mempercayai orang lain
▫ Mudah terganggu / teriritasi
▫ Tidak sabar
▫ Mudah terlibat konflik
▫ Menarik diri, menjauhi orang lain
▫ Merasa ditolak/ ditinggalkan
Hasil identifikasi, selanjutnya dilaporkan oleh petugas kepada
pimpinan lembaga yang berwenang memberikan bantuan. Lembaga
yang berwenang kemudian memiliki kewajiban melakukan
verifikasi terhadap kebenaran laporan petugas identifikasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan respon maladaptif
berulang terhadapperistiwa traumatik yang penuh tekanan.
2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
melaksanakanaktifitas sebelumnya.
3. Ketakutan berhubungan dengan perubahan fisik.
21
C. INTERVENSI
f.Menunjukan
penurunan
kedefensifan.
A. KESIMPULAN
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana.
Dengan banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan tanggap bencana
harus dilakukan dengan baik. Karena dampak yang ditimbulkan bencana
tidaklah sederhana, maka penanganan korban bencana harus dilakukan dengan
terkoordinasi dengan baik sehingga korban yang mengalami berbagai sakit
baik fisik, sosial, dan emosional dapat ditangani dengan baik dan manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan
kebencanaan dapat melakukan berbagai tindakan tanggap bencana.
Seharusnya modal itu dimanfaatkan oleh mahasiswa keperawatan agar secara
aktif turut melakukan tindakan tanggap bencana.
B. SARAN
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat berkompeten untuk
melakukan pelayanan kesehatan di daerah yang sedang mengalami bencana,
oleh karena itu diharapkan bagi mahasiswa keperawatan maupun perawat yang
sudah berpengalaman dalam praktik pelayanan kesehatan mau untk berperan
dalam penanggulangan bencana yang ada di sekitar kita. Karena ilmu yang
didapat di bangku perkuliahan sangat relevan dengan yang terjadi di
masyarakat, yaitu fenomena masalah kesehatan yang biasanya muncul di
tempat yang sedang terjadi bencana.
29
30
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
SATUAN ACARA PENYULUHAN
I. Latar Belakang
Teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan rasa cemas pada korban
bencana tsunami, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal
dalam kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam secara
efektif.
II. Tujuan
a. Umum
Setelah dilakukannya penyuluhan selama ± 30 menit, diharapkan klien
mampu mendemonstrasikan cara relaksasi napas dalam.
b. Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan pasien mampu :
1. Menjelaskan pengertian teknik napas dalam.
2. Menjelaskan tujuan dan manfaat dari melakukan teknik napas dalam.
3. Menjelaskan langkah-langkah melakukan teknik napas dalam.
III. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
c. Demonstrasi
IV. Materi [Terlampir]
1. Pengertian Teknik napas dalam.
32
V. Kegiatan Penyuluhan
No. Waktu Pembicara Peserta
1. 2 menit Pembukaan:
1. Memberi Salam. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri. Mendengarkan
3. Menyampaikan topik. Mendengarkan
4. Menjelaskan tujuan penyuluhan. Mendengarkan
5. Melakukan kontrak waktu. Mendengarkan
2. 15 menit Pelaksanaan :
Menjelaskan materi penyuluhan secara
berurutan dan teratur Penyajian materi:
1. Menjelaskan pengertian teknik napas
dalam. Mendengarkan
2. Menjelaskan tujuan dan
manfaat teknik napas dalam. Mendengarkan
3. Menjelaskan langkah-langkah teknik
napas dalam. Mendengarkan
4. Mendemostrasikan teknik napas
dalam. Mendengarkan
3. 10 menit Evaluasi:
1. Memberikan kesempatan kepada Bertanya
responden untuk bertanya
2. Memberikan kesempatan pada responden Menjawab
untuk menjawab pertanyaan
yang diajukan.
33
VI. Pengorganisasian
a. Penyuluh : Reza Erianto
b. Moderator : Meilinda
c. Fasilitator : Norma Auliya
MATERI PENYULUHAN
I. Pengertian
Teknik relaksasi merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam
hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas
dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas
nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer dan Bare, 2009).
Latihan nafas dalam adalah cara bernafas yang efektif melalui menarik dan
menghembuskan napas untuk memperoleh nafas yang lambat, dalam dan
rileks.