PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam penyelesaian sengketa alternatif kita mengenal adanya
mediasi. sebelum kita membahas tentang mediasi,ada baiknya jika kita
mengetahui dahulu definisi dari mediasi. Mediasi merupakan kosakata atau
istilah yang berasal dari kosakata Inggris, yaitu mediation. Para sarjana
Indonesia kemudian lebih suka mengindonesiakannya menjadi “mediasi”
seperti halnya istilah-istilah lainnya, yaitu negotiation menjadi”negosiasi”,
arrbitration menjadi “arbitrase”, dan ligitation menjadi “ligitasi”.
Dalam kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi.
Menurut Prof. Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian
sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat
dengan bantuan pihak netral yang tidak memilih kewenangan memutus. Pihak
netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural
dan substansial. Dengan demikian, dari definisi atau pengertian mediasi ini
dapat diidentifikasikan unsur-unsur esensial mediasi, yaitu :
1. Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan
berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak;
2. Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang
disebut mediator;
3. Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu
para pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat
diterima para pihak.
Pendekatan konsensus atau mufakat dalam proses mediasi
mengandung pengertian, bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dalam proses
mediasi harus merupakan hasil kesepakatan atau persetujuan para pihak.
Mediasi dapat ditampuh oleh para pihak yang terdiri atas dua pihak yang
bersengketa maupun oleh lebih dari dua pihak (multiparties). Penyelesaian
1
2
dapat dicapai atau dihasilkan jika semua pihak yang bersengketa dapat
menerima penyelesaian itu.
Mediator sebagai pihak ketiga di dalam menyelesaikan penyelesaian
sengketa alternatif memilki beberapa fungsi. Menurut Fuller, fungsi mediator
yakni sebagai katalisator, pendidik, penerjemah, narasumber, penyandang
berita jelek,agen realitas, dan sebagai kambing hitam (scapegoat).
1. Fungsi sebagai “katalisator”, diperlihatkan dengan kemampuan
mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi dialog atau komunikasi
diantara para pihak dan bukan sebaliknya, yakni menyebarkan terjadinya
salah pengertian dari polarisasi diantara para pihak;
2. Sebagai “pendidik”, dimaksudkan berusaha memahami kehendak, aspirasi,
prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para pihak;
3. Sebagai “penerjemah”, mediator harus berusaha menyampaikan dan
merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak lainnya melalui bahasa,
atau ungkapan yang enak didengar oleh pihak lainnya, tetapi tanpa
mengurangi maksud atau sasaran yang hendak dicapai oleh sipengusul.
4. Sebagai “narasumber”, mediator harus mampu mendayagunakan dan
melipatgandakan kemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia.
5. Sebagai “penyandang berita jelek”, mediator harus menyadari bahwa para
pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional, maka mediator
harus siap menerima perkataan dan ungkapan yang tidak enak dan kasar
dari salah satu pihak.
6. Sebagai “agen realitas”, mediator harus memberitahu atau memberi
pengerian secara terus terang kepada satu atau para pihak, bahwa
sasarannya tidak mungkin atau tidak masuk akal untuk dicapai melalui
sebuah proses perundingan.
7. Sebagai “kambing hitam”, mediator harus siap menjadi pihak yang
dipersalahkan apabila orang-orang yang dimediasi tidak merasa
sepenuhnya puas terhadap prasyarat-prasyarat dalam kesepakatan.
3
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian mediasi.
2. Mengetahui dari mediasi.
3. Mengetahui kapan mediasi dilakukan
4. Mengetahui siapa yang melakukan mediasi.
5. Mengetahui dimana mediasi dilaksanakan
6. Mengetahui bagaimana prosedur dari mediasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian mediasi
Dalam kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi.
Menurut Prof. Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian
sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat
dengan bantuan pihak netral yang tidak memilih kewenangan memutus. Pihak
netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural
dan substansial.
Tetapi menurut Peraturan Mahkamah Agung, Mediasi adalah
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu
oleh mediator (Pasal 1 ayat (6) PERMA No. 2 tahun 2003).
7
8
para pihak melalui proses mediasi dulu. Dalam Perma tentang Mediasi
ditentukan bahwa majelis hakim yang menangani perkara itu berbeda dengan
mediator yang nanti akan mencoba mendamaikan kedua belah pihak. Jadi
kalau tadinya ada kekhawatiran bahwa hakim itu naturenya selalu keras
karena mungkin selama ini dia memang dididik untuk seperti itu, maka
dengan adanya Perma ini pandangan seperti harus diubah, karena hakim itu
tidak selalu bersifat memutus. Selain itu mediator yang ada di pengadilan atau
yang akan ada di proses mediasi itu sebelumnya sudah ditraining. Dalam
perma ini memang yang menjadi mediator itu ada 2, yaitu hakim dan non
hakim yang akan melewati pelatihan khusus mediator.
Saat ini kita sedang menyusun kriteria mediator non hakim itu kira-
kira siapa saja. Kalau kita lihat di berbagai negara, mediator non hakim itu
ada pengacara, pensiunan hakim. Mungkin kalau di indonesia juga bisa
pemuka adat atau pemuka agama. Artinya tidak hanya terbatas pada orang
yang bergerak di bidang hukum saja.
Kesepakatan damai itu yang telah dicapai para pihak haruslah
merupakan haruslah acceptable solution. Jadi kesepakatan tersebut
merupakan kesepakatan yang diterima oleh kedua belah pihak dan
menguntungkan kedua belah pihak. Tidak harus win-win solution, tapi ada
garis yang bisa diambil menjadi kesepakatan. Artinya kedua belah pihak
sama-sama menerima keputusan itu, karena kalau misalnya ternyata kedua
belah pihak itu tidak menerima keputusan itu akan berpengaruh kepada
implementasi dari kesepakatan itu.
Berjalanannya proses mediasi tidak terlepas dari peran seorang
mediator. Mediator memegang peranan krusial dalam menjaga kelancaran
proses mediasi. Terdapat banyak teori mengenai tugas seorang mediator.
Namun secara umum terdapat 7 tugas seorang mediator. Pertama mediator
harus menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa agar para
pihak tidak menjadi takut untuk mengemukakan pendapatnya. Kedua,
mediator juga harus memilih strategi untuk membimbing proses mediasi dan
mengumpulkan serta menganalisa proses mediasi dan latar belakang
11
sengketa. Hal ini penting untuk dilakukan agar mediator dalam mengarahkan
mengetahui jalur penyelesaian sengketa ini bagaiamana dan selanjutnya
menyusun rencana-rencana mediasi serta membangun kepercayaan dan
kerjasama. Bentuk mediasi dapat berupa sidang-sidang mediasi. Ketiga,
mediator harus mampu untuk merumuskan masalah dan menyusun agenda,
karena kadang-kadang yang kelihatan dari luar itu sebenarnya yang besar-
besarnya saja. Sebenarnya kalau dalam persengketaan itu ada kepentingan
lain yang dalam teori Alternatif Dispute Resolution (ADR) disebut interest
base/apa yang benar-benar para pihak mau. Interest base itu kadang-kadang
tidak terungkap di luar proses ADR. Keempat, Mediator juga harus
mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak. terkadang ada para
pihak yang beritikad tidak baik, dan hal itu tidak boleh. Keenam, mediator
juga harus membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa, pintar dan jeli
dalam memandang suatu masalah. Ketujuh, Mediator dapat menganalisa
pilihan-pilihan tersebut untuk diberikan kepada para pihak dan akhirnya
sampai pada proses tawar menawar akhir dan tercapai proses penyelesaian
secara formal berupa kesepakatan antar para pihak. Sebaiknya yang hadir
dalam proses mediasi adalah pihak-pihak yang mengambil keputusan agar
jangan sampai terjadi ketimpangan
Dalam Perma Nomor 2 tahun 2003 diatur bahwa mediasi bisa
dilaksanakan di dalam dan diluar pengadilan. Jika proses mediasi
dilaksanakan di dalam pengadilan maka pelaksanaannya gratis karena
memakai fasilitas pengadilan. Tetapi jika proses mediasi dilaksanakan di luar
pengadilan, maka para pihak harus bersepakat mengenai tempat, biaya dan
sebagainya yang diperlukan.
Di atas disebutkan bahwa mediator harus mampu untuk menggali
masalah, termasuk masalah yang tidak terungkap. Tahap ini kurang lebih
merupakan tahap pembuktian apabila di sidang pengadilan. Untuk
memperoleh data-data yang belum terungkap, maka keahlian dari si mediator
sangat diperlukan. Jadi si mediator harus mencoba untuk menggali
kepentingan-kepentingan dan mencoba supaya para pihak bisa mengerti dan
12
tidak setuju dengan proses mediasi ini karena mediator tidak netral. Saya
dapat meminta agar mediator diganti atau saya anggap mediasi ini gagal.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, maka hasil dari proses mediasi
dalah kesepakatan antar para pihak. Kesepkatan tersebut dituangkan dalam
suatu akta perdamaian yang bersifat final dan binding serta berkekuatan
hukum tetap. Sehingga menkanisme pengawasan pelaksanaan kesepakatan
tersebut sama seperti eksekusi putusan biasa yang berkekuatan hukum tetap,
yaitu dari pihak pengadilan sendiri.
Proses penyelesaian melalui mediasi diawali dengan mediator
mengadakan pertemuan dengan para pihak secara terpisah-pisah/kaukus
sebelum pertemuan lengkap diselenggarakan untuk mengetahui informasi apa
saja yang boleh dan tidak boleh diungkap dalam pertemuan lengkap. Artinya
pada tahap ini sudah ada peringatan dari mediator. Misalnya seperti larangan
menyerang pihak lawan dengan bahasa yang memang tidak enak didengar.
Kemudian mediator dapat mempengaruhi apa yang disampaikan oleh satu
pihak kepada pihak lawannya dengan cara memodifikasi pesan dalam bahasa
yang dapat diterima dan dipahami oleh kedua belah pihak. Terkadang kita
berbicara sesuatu tapi belum tentu lawan bicara kita menangkap apa yang kita
maksudkan. Mediator bisa membatasi atau menginterupsi salah satu pihak
kalau misalnya yang dibicarakan itu menyangkut hal yang sensitif bagi pihak
lain. Sebelum melakukan proses mediasi, para pihak sudah harus memasukan
data tentang persengketaan. Data ini sebenarnya cukup melalui pengumpulan
data, dan hasilnya dianalisis untuk kemudian disusun rencana atau strategi
mediasi.
Mediator juga dapat melakukan pencarian data-data ke lapangan agar
dia lebih sensitif. Namun lagi-lagi, mediator disini bukan sebagai pihak yang
memutus, melainkan lebih kepada pihak yang mengkondisikan agar
pertemuan dapat melahirkan kesepakatan-kesepakatan berdasarkan
kepentingan para pihak.
Dalam teori mediasi, analisa konflik dari bahan-bahan yang sudah
dikumpulkan tadi dapat dilakukan dengan memahami apa yang disebut circle
15
Dikarenakan terdapat dua bidang tanah dengan sertifikat yang berbeda dalam
satu lokasi yang sama, maka para pihak meminta kepada Kantor Pertanahan
untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Berdasarkan hasil penunjukan lokasi
yang telah dilakukan oleh Kantor Pertanahan para pihak sepakat untuk
menyetujui hasil penunjukkan lokasi tersebut. Kemudian tanah yang sudah
didirikan milik pihak Pengadu dibeli oleh pihak teradu.
Sedangkan permasalahan kedua yaitu masalah jalan masih terkait
dengan penyalahgunaan pemanfaatan ruang. Jalan tersebut terletak didepan
rumah pelapor dan terlapor. Jalan tersebut diklaim oleh terlapor sebagai
bagian bagian dari terlapor, sehingga pelapor tidak dapat mempergunakan
jalan tersebut sebagai akses jalan. Setelah diperiksa ke lapangan ternyata jalan
tersebut merupakan jalan buntu. Pada dasarnya jalan adalah prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan
tanah dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan
lori, dan jalan kabel. Jalan sendiri memiliki fungsi yaitu pengelempokkan
jalan umum berdasarkan sifat dan pergerakkan pada lalu lintas dan angkutan
jalan. Berdasarkan ketentuan Undang – Undang jalan merupakan fasilitas
umum dan memiliki fungsi sosial, maka sudah selayaknya jalan tersebut
dapat digunakan oleh masyarakat bukan perorangan, hal ini seperti dijelaskan
dalam UUPA yang menyatakan bahwa fungsi sosial adalah bahwa hak atas
tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dibenarkan, bahwa tanahnya
itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata – mata untuk
kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi
masyarakat. Jalan yang menjadi objek sengketa tersebut digunakan terlapor
untuk tempat produksi batu bata. Atas dasar tersebut pelapor meminta
bantuan kepada Kantor Pertanahan untuk menyelesaiakan permasalahan
tersebut. Hasil mediasi yang dilakukan para pihak sepakat bahwa jalan
tersebut merupakan akses umum.
17
Kasus ketiga, terjadi jual beli tanah melalui perantara notaris. Tanah
yang sudah dilakukan jual beli yang difasilitatori oleh notaris dibalik nama di
Kantor Pertanahan. Data perubahan balik nama tersebut ternyata tidak
dialporkan ke Desa sehingga Desa tidak mengetahui tentang adanya
perubahan data, sehingga menimbulkan masalah didalam Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dimana pemilik tanah yang lama masih dikenai PBB.
Akibatnya negara dirugikan dan potensi konflik bisa terjadi antara pemilik
lama dengan pemilik baru tentang masalah pengenaan pajak. Semestinya
notaris yang berperan sebagai agen untuk menyelesaikan tanah yang
berpotensi konflik melaporkan ke Kantor Pertanahan tentang adanya
perubahan balik nama. Kantor Pertanahan harus melaporkan ke Desa tentang
adanya perubahan nama. Didalam UUPA baik Kantor Pertanahan maupun
pihak pemohon balik nama tidak mempunyai kewajiban untuk melaporkan
perubahan nama ke Desa. Karena Desa tidak berwenang mengurus masalah
pertanahan. Hal ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan, dalam peraturan tersebut tidak
diatur kewajiban Badan Pertanahan Nasional untuk melaporkan perubahan
nama ke Desa, karena Badan Pertanahan Nasional merupakan lemabaga yang
berwenang mengurus semua urusan mengenai pertanahan.
Perubahan data pada sertifikat tanah juga tidak mempengaruhi PBB,
karena PBB ditentukan oleh NOP dan titik koordinat dimana tanah tersebut
terletak, tetapi alangkah baiknya dilaporkan ke Kantor pajak sehingga tercipta
tertib administrasi. Yang melaporkan ke Kantor Pajak adalah wajib pajak itu
sendiri bukan Badan Pertanahan Nasional. Didalam catur tertib pertanahan
yang merupakan slogan Badan Pertanahan Nasional tidak menyebutkan
bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai kewajiban melaporkan
perubahan nama ke Desa. Dalam tertib administrasi hanya disebutkan bahwa
Badan Pertanahan Nasional melakukan prosedur permohonan hak tanah
sampai terbit sertifikat tanda bukti, penyelesaian tanah-tanah yang terkena
18
mediator sudah mempunyai data yang diperoleh dari keterangan para pihak.
Data tersebut meliputi data yuridis dan data fisik. Data yuridis berkaitan
dengan permasalahan yang diadukan sedangkan data fisik berupa denah
lokasi tanah yang disengketakan dan lain – lain. Sidang mediasi ketiga
tersebut dapat menemukan titik akhir yang dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Sepakat untuk sepakat (damai)
Sepakat untuk sepakat maksudnya adalah para pihak sepakat untuk
berdamai dan menyepakati hasil dari mediasi yang disarankan oleh
mediator. Dengan kata lain mediasi yang dilakukan oleh Kantor
Pertanahan berhasil. Setelah sepakat untuk berdamai, para pihak dan
mediator meninjau atau pemeriksaan lokasi tanah yang dijadikan sengketa.
Pemeriksaan lokasi ini bisa dilakukan sebelum sidang mediasi ketiga bisa
juga dilakukan setelah sidang mediasi ketiga tergantung dari kesepakatan
para pihak yang bersengketa.
Setelah melakukan pemeriksaan lokasi, karena para pihak bersepakat
untuk berdamai kemudian dibuat perjanjian perdamaian. Hal ini sesuai
dengan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11
tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan yaitu sebagai berikut :
a. Dalam hal mediasi menemukan kesepakatan, dibuat Perjanjian
Perdamaian berdasarkan berita acara mediasi yang mengikat para pihak.
b. Perjanjian Perdamaian tersebut didaftarkan pada kepaniteraan
Pengadilan Negeri setempat sehingga mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
2. Sepakat untuk tidak sepakat
Sepakat untuk tidak sepakat artinya bahwa para pihak menolak saran dari
mediator dengan kata lain, mediasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan
gagal. Dalam hal mediasi tidak menemukan titik terang atau jalan keluar,
mediator memberikan rekomendasi kepada para pihak untuk
menyelesaiakan permasalahan atau sengketa tanah tersebut di Pengadilan
Negeri setempat.
21
Sesuai dengan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang
/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 tahun
2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan menyatakan bahwa :
a. Dalam hal salah satu pihak menolak untuk dilakukan mediasi atau
mediasi batal karena sudah 3 (tiga) kali tidak memenuhi undangan atau
telah melampaui waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2),
Kepala Kantor Pertanahan membuat surat pemberitahuan kepada pihak
pengadu bahwa pengaduan atau mediasi telah selesai disertai dengan
penjelasan.
BAB III
PENUTUP
Selain berperkara dalam sidang pengadilan ada baiknya jika kita memakai
jalur alternatif dengan cara mediasi ataupun proses lainnya karena ini juga dapat
membantu lembaga pengadilan dalam rangka mengurangi beban penumpukan
perkara. Kedua, adanya kesadaran akan peyediakan akses seluas mungkin kepada
para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan. Ketiga, proses
mediasi sering diasumsikan sebagai proses yang lebih efisien dan tidak memakan
waktu dibandingkan proses pengadilan.
A. Kesimpulan
Dengan adanya proses mediasi ini diharapkan dapat mengurangi
beban perkara di pengadilan dan menyediakan akses seluas mungkin kepada
para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan, sehingga
secara tidak langsung dapat membentuk independen judiciary.
22