Anda di halaman 1dari 12

Tanggal /Jam SOAP ( Subjek, Objek, Assessment, Planing)

03/11/2019 S/
17.00 - Sesak napas berkurang
- Batuk masih ada
- Demam tidak ada

O/
KU : Berat HR : 90x/menit
Kes : Somnolen RR : 30x/menit
BP :128/68 mmHg T : 36,9°C

Pulmo/
Kiri : SN Vesikuler, Rh(+) , Wh (-)
Kanan: SN ekspirasi memanjang, Rh (+), Wh (-)

WSD (H1) :
- Bubble (-)
- Undulasi (+)
- Cairan (-)
Kesan : WSD Lancar

A/
- Pneumothoraks spontan sekunder (D)
- TB paru terdiagnosis klinis dalam pengobatan OAT kat I fase
intensif H5
- Community Acquired Pneumonia
- Hiponatremia
- SIDA

P/Terapi
- Diet ML 1800 kkal/24 jam
- Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
- O2 10 Lpm NRM
- IVFD NaCl 0,9%/12 jam
- Koreksi NaCl 3% habis dalam 6 jam
- Ampicilin Sulbactam 3x3 gr (IV) (H1)
- Levofloxacin 1x750 mg (IV) (H1)
- Ventolin 4x1 resp (nebu)
- N-Actyl Cystein 2x1 resp (nebu)
- Asam Mefenamt 3x500 mg (p.o)
- Kotrimoxazol 4x960 mg (p.o)
- OAT Kat I:
o Rimfapisin 1x450 mg
o INH 1 x 300 mg
o Etambutol 1x750 mg
o Pirazinamid 1x750 mg
- Vit B6 1x10 mg

04/11/2019 S/
07.00 - Sesak napas berkurang
- Batuk masih ada, dahak putih kekuningan
- Nyeri di tempat pemasangan WSD
- Demam tidak ada

O/
KU : Sedang HR : 112x/menit
Kes : CMC RR : 28x/menit
BP :110/80 mmHg T : 36,8°C

Pulmo/
SN Bronkovesikuler, Rh(+/+) , Wh (-/-)

WSD (H1) :
- Bubble (+)
- Undulasi (+)
- Cairan (-)
Kesan : WSD Lancar

A/
- Pneumothoraks spontan sekunder (D)
- TB paru terdiagnosis klinis dalam pengobatan OAT kat I fase
intensif H6
- Community Acquired Pneumonia
- Hiponatremia
- SIDA

P/Terapi
- Diet ML 1800 kkal/24 jam
- Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
- O2 10 Lpm NRM
- IVFD NaCl 0,9%/12 jam
- Koreksi NaCl 3% habis dalam 6 jam
- Inj. Ampicilin Sulbactam 3x3 gr (IV) (H2)
- Inj. Levofloxacin 1x750 mg (IV) (H2)
- Ventolin 4x1 resp (nebu)
- N-Actyl Cystein 2x1 resp (nebu)
- Asam Mefenamt 3x500 mg (p.o)
- Kotrimoxazol 4x960 mg (p.o)
- OAT Kat I:
o Rimfapisin 1x450 mg
o INH 1 x 300 mg
o Etambutol 1x750 mg
o Pirazinamid 1x750 mg
- Vit B6 1x10 mg

05/11/2019 S/
07.00 - Sesak napas berkurang
- Batuk masih ada, dahak putih
- Nyeri di tempat pemasangan WSD
- Demam tidak ada
O/
KU : Sedang HR : 112x/menit
Kes : CMC RR : 28x/menit
BP :110/80 mmHg T : 36,5°C

Pulmo/
SN Bronkovesikuler, Rh(+/+) , Wh (-/-)

WSD (H1) :
- Bubble (+)
- Undulasi (+)
- Cairan (-)
Kesan : WSD Lancar

A/
- Pneumothoraks spontan sekunder (D)
- TB paru terdiagnosis klinis dalam pengobatan OAT kat I fase
intensif H6
- Community Acquired Pneumonia
- Hiponatremia
- SIDA

P/Terapi
- Diet ML 1800 kkal/24 jam
- Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
- O2 10 Lpm NRM
- IVFD NaCl 0,9%/12 jam
- IVFD Fultrolit 500ml/12 jam dilanjutkan IVFD kalbamin 500
ml/12 jam
- Inj. Ampicilin Sulbactam 3x3 gr (IV) (H3)
- Inj. Levofloxacin 1x750 mg (IV) (H3)
- Ventolin 4x1 resp (nebu)
- N-Acetyl Cystein 2x1 resp (nebu)
- Asam Mefenamt 3x500 mg (p.o)
- Kotrimoxazol 4x960 mg (p.o)
- OAT Kat I:
o Rimfapisin 1x450 mg
o INH 1 x 300 mg
o Etambutol 1x750 mg
o Pirazinamid 1x750 mg
Vit B6 1x10 mg
06/11/2019 S/
07.00 - Sesak napas berkurang
- Batuk berkurang
- Nyeri di tempat pemasangan WSD
- Demam tidak ada

O/
KU : Sedang HR : 112x/menit
Kes : CMC RR : 28x/menit
BP :110/80 mmHg T : 36,5°C

Pulmo/
SN Bronkovesikuler, Rh(+/+) , Wh (-/-)

WSD (H1) :
- Bubble (+)
- Undulasi (+)
- Cairan (-)
Kesan : WSD Lancar

A/
- Pneumothoraks spontan sekunder (D)
- TB paru terdiagnosis klinis dalam pengobatan OAT kat I fase
intensif H6
- Community Acquired Pneumonia
- Hiponatremia (Perbaikan)
- SIDA

P/Terapi
- Diet ML 1800 kkal/24 jam
- Kebutuhan cairan 2100 ml/24 jam
- O2 10 Lpm NRM
- IVFD NaCl 0,9%/12 jam
- IVFD Fultrolit 500ml/12 jam dilanjutkan IVFD kalbamin 500
ml/12 jam
- Inj. Ampicilin Sulbactam 3x3 gr (IV) (H4)
- Inj. Levofloxacin 1x750 mg (IV) (H4)
- Ventolin 4x1 resp (nebu)
- N-Acetyl Cystein 2x1 resp (nebu)
- Asam Mefenamt 3x500 mg (p.o)
- Kotrimoxazol 4x960 mg (p.o)
- OAT Kat I:
o Rimfapisin 1x450 mg
o INH 1 x 300 mg
o Etambutol 1x750 mg
o Pirazinamid 1x750 mg
Vit B6 1x10 mg
BAB 3

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berusia 26 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang karena sesak nafas sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan tiba-tiba
setelah batuk keras. Sesak meningkat dengan aktivitas dan batuk. Sesak sudah dirasakan
sejak 1 hari yang lalu. Sebelumnya pasien pernah dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang
selama 10 hari, dilakukan rontgen thoraks, pemeriksaan labor, diberikan obat suntik, dan
dipasang selang dari paru kiri.
Batuk dirasakan sejak ± 2 bulan yang lalu, dengan dahak berwarna kekuningan dan
batuk dirasakan hilang timbul. Nyeri dada kiri sejak 10 hari yang lalu setelah dipasang
selang, nyeri dirasakan setelah batuk. Paeien demam sejak 1 bulan, tidak tinggi, dan tidak
menggigil. Keringat malam ada sejak 2 bulan yang lalu. Mual tidak ada, muntah tidak ada,
nyeri ulu hati tidak ada. Penurunan nafsu makan ada. Pasien mengalami penurunan berat
badan ± 10 kg dalam 2 bulan ini. BAB dan BAK normal.
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, DM dan keganasan. Pasien memiliki
riwayat TB paru dan mendapat OAT kategori 1 sejak tanggal 30 Oktober 2019. Pasien
merupakan seorang pekerja disalah satu cafe di kota Padang. Pasien tidak merokok. Pasien
mengaku memiliki riwayat seks bebas dengan ketertarikan sesama jenis.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami sesak napas meningkat secara
tiba-tiba dan tidak menciut, keluhan yang dialami pasien dapat dicurigai sebagai
pneumotorak spontan. Pneumothoraks merupakan kelainan dimana terdapatnya udara pada
rongga pleura yang ditandai dengan nyeri dada tiba-tiba yang disertai dengan sesak napas.5
Pneumothoraks dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau tajam pada dada, prosedur medis,
atau kerusakan akibat penyakit paru yang sudah ada sebelumnya. Pneumothoraks spontan
adalah pneumothoraks yang terjadi bukan karena trauma dan selanjutnya diklasifikasikan
menjadi pneumothoraks spontan primer dan pneumothoraks spontan sekunder.
Pneumothoraks spontan primer terjadi pada pasien yang tidak memiliki kelainan pulmonal
sebelumnya, sedangkan pneumothoraks spontan sekunder terjadi akibat adanya kelainan
pulmonal yang mendasari, seperti PPOK, cystic fibrosis, tuberkulosis, kanker paru,
pneumpnitis interstitial, dan HIV-associated pneumonia.5
Dari pemeriksaan fisik paru pasien ini didapatkan paru asimetris, kanan lebih
cembung dari kiri (statis), pergerakan dada kanan tertinggal dari kiri (dinamis). Hal ini
menandakan bahwa dada sebelah kanan tertinggal akibat dari penekanan udara yang
terkumpul di rongga pleura sebelah kanan sehingga terjadi gangguan pengembangan paru.5
Hasil pemeriksaan taktil fremitus paru kanan lebih lemah dari kiri. Perkusi paru kanan
hipersonor, kiri sonor seluruh lapangan paru. Hal ini terjadi karena adanya pengumpulan
udara di rongga pleura sebelah kanan sehingga menyebabkan suara hipersonor saat perkusi.5
Suara nafas kanan melemah, suara nafas kiri bronkovesikuler, ronkhi (+), wheezing (-).
Pada pasien terdapat riwayat TB dan sedang dalam pengobatan OAT kategori I dan
sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pasien terjadi pneumothoraks spontan sekunder
karena tuberkulosis. Hal ini sesuai dengan keluhan berupa sesak yang dirasakan tiba-tiba oleh
pasien tanpa adanya trauma pada paru, terdapatnya kelianan paru yang mendasari terjadinya
pneumothoraks, dan dari pemeriksaan fisik yang mendukung.Pada orang yang sehat, tekanan
pleura lebih negatif dibandingkan dengan tekanan atmosfer selama siklus pernapasan.
Perbedaan tekanan antara alveoli dengan rongga pleura disebut dengan tekanan
transpulmonal dan tekanan inilah yang menyebabkan recoil elastis dari paru. Pada
pneumothoraks spontan sekunder akibat TB, terjadi hubungan hubungan antara alveoli dan
rongga pleura. Penyebab tersering dari pneumothoraks spontan karena TB adalah robeknya
kavitas ke rongga pleura, penyebab lainnya adalah terbentuknya fistula bronkus-pleura akibat
terjadinya caseous necrosis dan yang paling jarang adalah tubercular pneumatocele yang
robek ke rongga pleura.5,6
Udara mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah, akibatnya udara
bermigrasi dari alveoli menuju ke rongga pleura sampai tekanan pada kedua area ini
mencapai ekuilibrium. Ketika udara yang ada pada rongga pleura berhasil meningkatkan
tekanan pleura dari -5 cm H2O menjadi -2.5 cm H2O, maka tekanan transpulmonal akan
berkurang dari 5 cmH2O menjadi 2.5 cm H2O, dan kapasitas vital paru menurun sebesar
33%. Ketika udara berpindah dari paru menuju rongga pleura, paru terkompresi sehingga
paru menjadi kolaps dan terjadi penurunan kapasitas paru sebesar 25%. Perubahan tekanan
intra pleural meningkatkan volume thoraks yang mengakibatkan perubahan pengembangan
dari dinding dada dan menurunkan 8% kapasitas vital. Ketika tekanan rongga pleura
meningkat, mediastinum bergerak kearah yang berlawanan, memperluas thoraks pada daerah
yang sakit, dan menekan diafragma. 5,6
Penatalaksanaan pneumotoraks pada prinsipnya adalah evakuasi udara dari rongga
pleura. Pemasangan drainase pada pneumotoraks bergantung kepada gejala dan luasnya
pneumotoraks yang terjadi. Pneumotoraks dengan luas kurang dari 20% dan asimptomatik
biasanya tidak dilakukan pemasangan water seal drainage (WSD), sedangkan pada
pneumotoraks yang luas (>20%) atau menimbulkan gejala harus dilakukan pemasangan
WSD.7 Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara
lain :

1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume
kubus.8

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal,


ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal,
ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal,
kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh.8

% luas pneumotoraks =
𝐴+𝐵+𝐶 (𝑐𝑚)
x10
3
Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks.9

(L) hemitorak – (L)


kolaps paru
(𝐴𝑥𝐵)−(𝑎−𝑏)
𝑥100%
𝐴𝑥𝐵

Pada pasien ini dilakukan pemasangan WSD karena luas pneumotoraks yang didapat
dari rontgen toraks sudah melebihi 20%.
BAB 4

KESIMPULAN

1. Pneumothoraks merupakan kelainan dimana terdapatnya udara pada


rongga pleura yang ditandai dengan nyeri dada tiba-tiba yang disertai
dengan sesak napas.
2. Pneumothoraks spontan adalah pneumothoraks yang terjadi bukan karena
trauma dan diklasifikasikan menjadi pneumothoraks spontan primer dan
pneumothoraks spontan sekunder.
3. Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab tersering dari

penumothoraks spontan sekunder.

4. Penyebab tersering dari pneumothoraks spontan karena TB adalah


robeknya kavitas ke rongga pleura, penyebab lainnya adalah terbentuknya
fistula bronkus-pleura akibat terjadinya caseous necrosis dan yang paling
jarang adalah tubercular pneumatocele yang robek ke rongga pleura.

5. Pada pneumothoraks terjadi perubahan tekanan intrapleural sehingga udara


masuk dari alveolus ke rongga pleura yang mengakibatkan paru kolaps,
perubahan pengembangan dari dinding dada, menurunkan kapasitas vital
paru, mediastinum bergerak kearah yang berlawanan, memperluas thoraks
pada daerah yang sakit, dan menekan diafragma.

6. Penatalaksanaan pneumotoraks pada prinsipnya adalah evakuasi udara dari


rongga pleura.
22
DAFTAR PUSTAKA

5. Choi WI. Pneumothorax. Tuberc Respir Dis (Seoul). 2014;76(3):99–


104. doi:10.4046/trd.2014.76.3.99

6. Onuki T, Ueda S, Yamako M, et al. Primary and Secondary


Spontaneous Pneumothorax: Prevalence, Clinical Features, and In-Hospital
Mortality. Canadian Respiratory Journal. 2017; 2017: 1 – 8.
doi.org/10.1155/2017/6014967

7. Price S A, Wilson L M. Patofisiologi. Ed ke2. Jakarta: EGC;2014.

8. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus,


Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
9. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic.
Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551.

Anda mungkin juga menyukai