Anda di halaman 1dari 16

HADIS SAHIH, HASAN, SAHIH LI GHOIRIHI,

HASAN LI GHOIRIHI

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Studi Al-Quran dan Studi Al-Hadis

Dosen Pengampu:
Dr. H. A. An-Najib, M.Ag
NIP. 195910151998031001

Oleh:
Nila Ni’matul Lailiyah
NIM. F52A19297

PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2019
1

PEMBAHASAN

Ditinjau dari segi kualitasnya hadis dibagi menjadi dua jenis yakni
hadis maqbul dan hadis mardud. Menurut bahasa hadis maqbul berarti
ma’khuz (yang diambil) dan mushaddaq (yang dibenarkan atau diterima).
Sedangkan menurut istilah adalah:

‫َمات َ َوا فَ َرتْ فِ ْي ِه َخ ِمي ُع ش ُُر ْو ِط ا ْلقَبُ ْو ِل‬


“Hadis yang telah sempurna padanya, syarat-syarat penerimaan.”
Syarat-syarat penerimaan suatu hadis menjadi hadis yang maqbul
berkaitan dengan sanadnya, yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
rawi yang adil lagi dhabit, dan juga berkaitan dengan matannya tidak syadz
dan tidak ber’illat.1
Dilihat dari ketentuan-ketentuan hadis maqbul seperti yang diuraikan
diatas, maka hadis maqbul dapat digolongkan menjadi dua, yaitu hadis
shahih dan hasan. Kedua istilah ini akan diuraikan lebih lanjut pada
pembahasan berikutnya.

A. Hadis Sahih
1. Definisi Hadis Sahih
Sahih menurut bahasa lawan dari kata saqim (sakit). Kata sahih juga
telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan arti sah; benar,
sempurna,pasti.2 Secara terminologis, menurut Shubhi al-Shahih, hadis
sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
periwayat yang ‘adil dan dhabith hingga bersambung kepada Rasulullah
atau pada sanad terakhir berasal dari kalangan sahabat tanpa mengandung
syadz (kejanggalan) ataupun ‘illat (cacat).3

1
Munzier Suparta, Ilmu Hadis,(Jakarta: Rajawali Pers,2013), hlm.124.
2
W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang diolah kembali oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balai Pustaka,
1985), hlm. 849.
3
Prof.Dr.H.Idri, M.Ag, Studi Hadis,(Jakarta: Kencana,2016), hlm.157.
2

2. Contoh Hadis Sahih


Diantara hadis-hadis sahih adalah hadis yang diriwayatkan oleh al-
Bukhari dan Muslim. Mereka berkata :

‫زرع ََة ع َْن ا َ ِبى‬ ْ ‫ارةَ ْب ِن القَ ْعقَاعِ ع َْن ا َ ِبى‬ َ ‫ع َم‬ َ ‫َح َّدثَنَا قُت َ ْيبَةُ ْب ُن‬
ُ ‫س ِع ْي ٍد َح َّدثَنَا َج ِر ْي ٌر ع َْن‬
‫الله َم ْن‬
ِ ‫س ْو َل‬ َ ‫سلَّ َم فَقَا َل َي‬
ُ ‫ار‬ َ ‫علَي ِه َو‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ‫هللا‬ِ ‫سو ِل‬ ُ ‫ َجا َء َر ُج ٌل إ َلى َر‬:‫ُه َر ْي َرةَ قَا َل‬
‫ قَا َل ث ُ َّم َم ْن؟ قَا َل أ ُ ُّمكَ قَا َل‬, َ‫ قَا َل ث ُ َّم َم ْن؟ قَا َل أ ُ ُّمك‬, َ‫ أ ُ ُّمك‬:‫ص َحا َبتِي ؟ قَا َل‬
َ ‫س ِن‬ ْ ‫ق بِ ُح‬ ُّ ‫أ َ َح‬
. َ‫ث ُ َّم َم ْن؟ قَا َل ث ُ َّم أَبُوك‬

Meriwayatkan kepada kami Qutaibah bin Said, ia berkata:


“Meriwayatkan kepada kami dari Jarir dari ‘Umarah bin Al-Qa’qa’ dari
Abu Zur’ah dari Abu Hurairah, ia berkata : ‘Datang seorang laki-laki
kepada Rasulullah SAW., lalu berkata: ‘Ya Rasulullah, siapakah orang
yang paling berhak mendapatkan perlakuanku yang baik ?’ Rasulullah
menjawab: ‘Ibumu.’ Orang itu bertanya: ‘kemudian siapa?’ Rasulullah
menjawab: ‘Ibumu.’ Orang itu bertanya lagi: ‘kemudian siapa?’
Rasulullah menjawab: ‘Ibumu.’ Orang itu kemudian bertanya: ‘kemudian
siapa?’ Rasulullah menjawab: ‘Kemudian bapakmu.”
Sanad hadis diatas bersambung melalui pendengaran orang yang
adil dan dhabith dari orang yang semisalnya. Al-Bukhari dan Muslim
adalah dua orang imam yang agung dalam bidang ini.
Dan guru mereka, Qutaibah bin Said, adalah orang yang tsiqat dan
tsabt serta berkedudukan tinggi.
Jarir adalah putra Abdul Hamid, seorang rawi yang tsiqat dan sahih
kitabnya.
Umarah bin Al-Qa’qa’ juga seorang yang tsiqat. Demikian pula
Abu Zur’ah al-Tabi’i. Ia adalah putra Amr bin Jarir bin Abdullah al-
Bajali.
Para rawi dalam sanad diatas seluruhnya orang tsiqat dan dipakai
berhujah oleh para imam. Untaian sanad diatas telah dikena di kalangan
muhadditsin, dan padanya tidak terdapat hal-hal yang janggal. Demikian
3

pula matan hadis tersebut sesuai dengan dalil-dalil lain tentang masalah
yang sama. Jadi hadis tersebut termasuk hadis sahih.4

3. Klasifikasi Hadis Sahih


Para ulama’ hadis membagi hadis sahih ini menjadi dua macam, yaitu :
a. Sahih li dzatihi, yaitu hadis yang memenuhi syarat-syarat atau
sifat-sifat hadis maqbul secara sempurna. Contoh :

‫ب ْب ُن أ َ ِبي َح ْم َزةَ ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن‬


ُ ‫شعَ ْي‬ ُ ‫اش قَا َل َح َّدثَنَا‬ ٍ َّ‫عي‬ َ ‫َح َّدثَنَا‬
َ ‫ع ِل ُّي ْب ُن‬
َ ‫سلَّ َم قَا َل َم ْن َقا َل ِح‬
‫ين‬ َ ‫علَ ْيه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ِ‫سو َل هللا‬ ُ ‫ع ْب ِدهللاِ أ َ ْن َر‬
َ ‫ا ْل ُم ْن َكد ِِر ع َْن َجا ِب ِر ْب ِن‬
‫سيلَ َة‬
ِ ‫ص ََل ِة ا ْلقَائِ َم ِة آت ُم َح َّمدًا ا ْل َو‬ َّ ‫س َم ُع ال ِنّدَا َء " اللّ ُه َّم َر‬
َّ ‫ب َه ِذ ِه ال َّد ْع َو ِة التَّا َّم ِة وال‬ ْ َ‫ي‬
‫عتِي َي ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة‬ َ ُ‫ع ْدتَهُ " َحلَّتْ َله‬
َ ‫ش َفا‬ َ ‫َوا ْلفَ ِضيلَةً َوا ْبعَثه َم َقا َما َمحْ ُمودًا الَّذِي َو‬

“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdan telah mengabarkan


kepada kami ‘Abd Allah telah mengabarkan kepada kami Yunus
dari al-Zuhri telah mengabarkan kepada saya Abu Salamah bin
Abd al-Rahman bahwa Abu Hurayrah r.a berkata: Telah bersabda
Rasulullah SAW: “Tidak ada seorang anak pun yang terlahir
kecuali dia dilahirkan dalam keadaan fithrah. Maka kemudian
kedua orangtuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi
Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang
melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian
melihat ada cacat padanya.” Kemudian Abu Hurairah r.a berkata,
(mengutip firman Allah surat al-Rum : 40 ‘sebagai fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus).”
Sanad hadis diatas menunjukkan bahwa hadis ini telah
memenuhi kriteria kesahihan hadis. Sementara itu, semua perawi
yang menempati mata rantai periwayatan adalah orang-orang adil
dan dhabit yang sempurna, tidak ada unsur ‘illat (cacat samar),

4
Dr.Nuruddin ‘ltr, ‘Ulumul Hadis,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012),hlm.243-244.
4

dan tidak ditemukan syuyuz (penyelisihan dengan periwayatan


orang yang lebih siqah).5
b. Sahih li ghairihi, yaitu hadis yang tidak memenuhi secara
sempurna syarat-syarat tertinggi dari sifat sebuah hadis maqbul
(a’la sifat al-qubul). Definisi lain menyebutkan Hadis sahih li
ghairihi ialah hadis hasan lidzatihi yang diriwayatkan pula
melalui jalur lain yang semisal lebih kuat, baik dalam penulisan
yang sama maupun maknanya saja yang sama, maka kedudukan
hadis tersebut menjadi lebih kuat dan meningkat kualitasnya dari
hadis hasan menjadi hadis sahih. 6
Contoh:

‫اك َم َع ُك ِ ّل‬ ّ ‫اس ََل َ َم ْرت ُ ُه ْم ِبال‬


ِ ‫س َِو‬ َ ‫علَى أ ُ َّم ِتى أَ ْو‬
ِ َّ‫علَى الن‬ َ ‫ق‬ ُ َ ‫لَ ْوالَ ا َ ْن أ‬
َّ ‫ش‬
‫ص ََل ٍة(رواه البخارى‬ َ
“Andaikan tidak memberatkan pada umatku, niscaya akan
kuperintahkan bersiwak pada setiap kali hendak melaksanakan
shalat”. (HR. Bukhari)
Menurut Ibnu Al-Shalah, bahwa Muhammad bin ‘Amr
adalah terkenal sebagai orang yang jujur, akan tetapi ke-dhabit-
annya kurang sempurna, sehingga hadis riwayatnya hanya sampai
ke tingkat hasan. Hadis tersebut mulanya adalah hasan li dzatih
karena ada riwayat lain yang lebih tsiqqah – seperti hadis riwayat
Al-Bukhari yang diriwayatkan melalui jalur A’raj pada contoh
diatas, maka hadis tersebut naik derajatnya menjadi shahih li
ghairihi.7

5
Prof.Dr.H.Idri,M.Ag,dkk,Studi Hadis,(Surabaya: UIN SA Press,2016), hlm.158-159.
6
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, hlm.134.
7
Ibid., hlm.135.
5

4. Syarat - Syarat Hadis Sahih


Beberapa kriteria hadis sahih ditinjau dari sanadnya, antara lain :
a. Sanad bersambung
Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya telah
mengambil periwayatan itu secara langsung dari periwayat di
atasnya (sebelumnya) dari permulaan sanad hingga akhirnya.
b. Perawinya ‘Adil
Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya memiliki
kriteria seorang Muslim, baligh, berakal, tidak fasiq dan juga tidak
cacat maru’ah (harga diri)nya.
c. Perawinya dhabit
Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya adalah orang-
orang yang hafalannya mantap atau kuat (bukan pelupa), baik
mantap hafalan di kepala ataupun mantap di dalam tulisan (kitab)
d. Tidak ada kejanggalan (syadz)
Bahwa hadis yang diriwayatkan itu bukan hadis kategori
Syadz (hadis yang diriwayatkan seorang tsiqah bertentangan
dengan riwayat orang yang lebih tsiqah darinya)
e. Tidak ada cacat (mu’allal)
Bahwa hadis yang diriwayatkan itu bukan hadis kategori
mu’allal (yang ada ‘illatnya). Makna ‘Illat adalah suatu sebab
yang tidak jelas atau samar, tersembunyi yang mencoreng
keshahihan suatu hadis sekalipun secara lahirnya kelihatan
terhindar darinya.8
Karena tingkat kekuatan sanad-sanad hadis bervariasi, maka
sebagian ulama’ berbeda pendapat dalam menetapkan sanad yang
paling shahih. Diantara contohnya adalah pendapat al-hakim, “sanad
Abu Bakar al-Shiddiq yang paling shahih adalah Ismail bin Abi Khalid
dari Qais bin Hazim dari beliau. Dari sanad Umar yang paling sahih

8
KH. M. Ma’shum Zein, M.A., Ilmu Memahami Hadis Nabi,(Yogyakarta: Pustaka
Pesantren,2013),hlm.113
6

adalah al-Zuhmi dari Salim dari bapaknya dari kakeknya. Sanad


ulama’ Makkah yang paling sahih adalah Sufyan bin Uyainah dari
Amir bin Dinar dari Jabir.
Adapun yang berkaitan dengan matan, yaitu :
a. Matan terhindar dari syadz, yaitu pertentangan periwayatan yang
tsiqah, baik terhadap periwayat yang lebih tsiqah atau periwayat
tsiqah yang banyak;
b. Matan terhindar dari ‘illat terlihat dari pengujian hadis dengan Al-
qur’an, hadis mutawatir, ijma’, qiyas, dan akal sehat.9
5. Sumber – Sumber Hadis Sahih
Para ulama telah menyusun beberapa kitab yang khusus
menghimpun hadis-hadis sahih, diantaranya :
a. Al-Muwaththa yang disusun oleh Imam Malik bin Anas.
b. Al-Jami al-Shahih al-Bukhari yang disusun oleh Imam Abu
Abdillah Muhammad.
c. Sahih Muslim yang disusun oleh Imam Muslim bin al-Hajjaj.
d. Shahih Ibnu Khuzaimah.10

B. Hadis Hasan
1. Definisi Hadis Hasan
Hasan menurut bahasa berarti ‫س َوت َِم ْي ُل اِلَ ْي ِه‬
ُ ‫( َمات َ ْشت َ ِه ْي ِه النَّ ْف‬sesuatu yang
disenangi dan dicondongi oleh nafsu). Sedangkan menurut istilah, para ulama
berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan ini. Menurut Ibnu Hajar,
hadis hasan adalah hadis yang telah memenuhi lima persyaratan hadis sahih
sebagaimana disebutkan terdahulu, hanya saja bedanya, ingatan perawinya
kurang sempurna. Dengan demikian, hadis hasan ini menempati posisi
diantara hadis sahih dan hadis dha’if.11

9
Agus Firdaus Candra dan Buchari M, Kriteria Ke-Shahih-An Hadis Menurut Al-Khathib Al-
Baghdadi Dalam Kitab Al Kifayah Fi 'Ilm Al-Riwayah,Vol.24 No.2, Juli-Desember 2016, hlm.173.
10
Dr.Nuruddin ‘ltr, Ulumul Hadis ,hlm.251-255.
11
Munzier Suparta,Ilmu Hadis ,hlm.144.
7

2. Macam-Macam Hadis Hasan


Para ulama’ ahli hadis membagi hadis hasan menjadi dua bagian,
yaitu :
a. Hadis Hasan Li Dzatihi
Yaitu hadis yang sanadnya bersambung dengan periwayatan
yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad
hingga akhir sanad tanpa ada keganjilan (syadz) dan cacat (‘illat)
yang merusak. Sebagai contohnya adalah hadis Al-Tirmidzi yang
diriwayatkan dari Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari Abi
Hurairah berikut.

‫ص ََل ٍة‬
َ ‫اك َم َع ُك ِ ّل‬ ّ ‫اس ََل َ َم ْرت ُ ُهم ِبال‬
ِ ‫س َِو‬ َ ‫علَى أ ُ َّم ِتى أَ ْو‬
ِ ّ‫علَى الن‬ َ ‫ق‬ ُ َ ‫لَ ْوالَ ا َ ْن أ‬
َّ ‫ش‬

Hadis ini hasan li dzatihi. Muhammad ibn Amr ibn Alqamah


terkenal sebagai orang yang baik dan jujur, tetapi kurang dhabith,
banyak ulama’ yang melemahkan hadis yang diriwayatkannya.
Akan tetapi ada riwayat lain dari jalur Al-A’raj dari Abu Hurairah,
maka ini naik derajatnya menjadi hadis shahih li ghairihi.12

b. Hadis Hasan Li Ghairihi


Yaitu hadis yang dhaif dikuatkan dengan beberapa jalan,
dan sebab kedhaifannya bukan karena kefasikan perawi (yang
keluar dari jalan kebenaran) atau kedustaannya. Hadis ini
derajatnya lebih rendah daripada hasan li dzatihi dan dapat
dijadikan hujjah.13
Nuruddin ‘Itr, menandaskan bahwa hadis hasan li ghairihi
adalah hadis yang memiliki kelemahan tidak terlalu parah. Makna
lemah disini adalah perawi yang daya hafalnya rendah, jarh dan
ta’dilnya diperdebatkan namun belum bisa ditentukan. Hadis ini

12
Ibid.,145
13
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar,2004),
hlm. 124
8

meningkat kualitasnya karena diperkuat oleh hadis lain yang


semisal dan semakna.14
Berikut ini contoh hadis hasan li ghairihi dari Jami’ al-Turmudzi,
ia berkata :

‫ع َم َر‬ ُ ‫ث ع َْن َح َّجاجٍ ع َْن ع َِطيَّ َة ع َِن ْب ِن‬ ٍ ‫ص ْبن ِغيَا‬ ُ ‫ع ِل ُّي ْب ُن حُجْ ِر َح ّدثَنَا َح ْف‬َ ‫َح َّدثَنَا‬
: ‫قَا َل‬
‫سفَ ِر َر ْك َعت َ ْي ِن َو َب ْع َد َها َر ْك َعت َ ْي ِن‬
َّ ‫ظه َر ِفى ال‬ُّ ‫سلَّ َم ال‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ِ ‫صلّيْتُ َم َع النَّ ِب ّي‬
َ

Meriwayatkan hadis kepada kami, Ali bin Hujr, ia berkata,


meriwayatkan hadis kepadakami Hafs bin Ghiyats dari Hajjaj dari
‘Athiyah dari Ibnu Umar, ia berkata, “Aku salat Zuhur dua rakaat
bersama Rasulullah Saw. Dalam suatu perjalanan dan setelah itu salat
dua rakaat lagi.”

‫ َح َّدث َنَا‬:‫ع َم َر‬ ِ ‫ َوقَد َر َواهُ ب ُن اَبِى َليلَى عَن ع َِطيَّةَ َونَا ِف ٍع ع َِن‬.‫س ُن‬
ُ ‫بن‬ َ ‫ِيث َح‬ ُ ‫َهذَا َحد‬
‫ش ٍم ع َِن ْب ِن ا َ ِبى لَ ْيلَى ع َْن ع َِط َّيةَ َونَا ِف ٍع‬ َ ‫ع َب ْي ٍد ال ُم َح ِار ِيى َح َّدثَنَا‬
ِ ‫ع ِل ُّي ْب ُن َها‬ ُ ‫ُم َح َّم ُد ب ُن‬
‫صلَّيْتَ َم َعهُ ِفى‬ َ َ‫ ف‬,‫سفَ ِر‬
َّ ‫ض ِر َوال‬َ ‫سلَّ َم ِفى ال َح‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬َ :‫ع َم َر قَا َل‬ ُ ‫ع َِن ا ْب ِن‬
ُ ‫ض ِر ال‬
‫ظه َْر ا َ ْربَعًا َوبَع َد َها‬ َ ‫ال َح‬
ُ ‫سفَ ِر ال‬
.....‫ظه َْر َر ْكعَت َ ْي ِن َو َبع َد َها َر ْكعَت َ ْي ِن‬ َّ ‫صلَّيْتُ َمعَهُ فِى ال‬
َ ‫َر ْكعَت َ ْي ِن َو‬

Ini hadis hasan, Ibnu Abi Lailia juga meriwayatkan dari


‘Athiyah dari Nafi’ dari Ibnu Umar. Al-Turmudzi berkata: Muhammad
bin Ubaid Al-Muharibi meriwayatkan hadis kepada kami dari Ibnu Laila
dari ‘Athiyyah’ dan Nafi’, dari Ibnu Umar, ia bekata, “Aku salat bersama
Rasulullah Saw. ketika tidak bepergian dan ketika dalam perjalanan. Aku
salat Zuhur bersamanya ketika tidak bepergian empat rakaat dan
setelahnya dua rakaat dan aku salat Zuhur bersamanya ketika dalam
suatu perjalanan dua rakaat dan setelahnya dua rakaat…

14
Prof.Dr.H.Idri, M.Ag,dkk, Studi Hadits,(Surabaya: UIN SA Press, 2016),hlm.168-169.
9

Abu Isa berkata, “ini adalah hadis hasan.” Demikian kutipan


dari Jami’ al-Turmudzi. Pada hadis tersebut terdapat ‘Athiyyah, yakni
putra Sa’d bin Junadah al-Aufi. Ia sederajat dengan Hajjaj, disamping dia
adalah seorang Syi’ah. Akan tetapi kedua rawi ini tidak dituduh dusta
dan tidak keluar dari jajaran rawi yang diterima kehadirannya. Al-
Turmudzi menilai hasan terhadap hadis kedua rawi ini, karena hadis
tersebut juga diriwayatkan melalui sanad lain,yakni Abi Lailia. Ia adalah
seorang faqih yang agung, tetapi dari segi hafalannya diragukan oleh para
muhadditsin. Akan tetapi hadis diatas menjadi kuat karena diriwayatkan
pula melalui sanad ini, dan karenanya al-Turmudzi menghukuminya
sebagai hadis hasan.15
3. Syarat-Syarat Hadis Hasan
Secara rinci syarat-syarat hadis hasan sebagai berikut :
a. Sanadnya bersambung.
b. Perawinya ‘adil;
c. Perawinya dhabit, tetapi kualitas ke-dhabit-annya di bawah perawi
hadis sahih;
d. Tidak dapat kejanggalan atau syadz; dan
e. Tidak ber’illat.16
4. Sumber – Sumber Hadis Hasan
Berikut ini merupakan beberapa sumber-sumber hadis hasan yang
paling penting, diantaranya adalah al-Sunan al-Arba’ah, al-Musnad
karya Imam Ahmad, dan Musnad Abi Ya’la al-Maushili. Kitab-kitab
dibawah ini mencangkup hadis sahih dan hadis dhaif di samping hadis
hasan. Apabila kitab-kitab ini dipadukan dengan kitab-kitab sumber hadis
sahih lainnya, maka keseluruhannya akan mencangkup semua hadis yang
dapat diterima dan tidak ada yang tertinggal.
a. Al-Jami’ karya Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah
alTurmudzi (209 H-279 H)

15
Dr.Nuruddin ‘ltr, Ulumul Hadis ,hlm.273-275.
16
Munzier Suparta,Ilmu Hadis,hlm.145.
10

Al-Turmudzi adalah salah satu murid al-Bukhari yang


istimewa. Para ulama mengakui ketinggian ilmunya, kekuatan
hafalannya, keluasan pengetahuannya, ketaatan beragamanya, dan
wara’-nya. Kitabnya, al-Jami, yang masyhur dengan nama Sunan at-
Turmudzi, adalah sumber hadis hasan yang paling penting, banyak
mendapatkan tanggapan positif dan tersiar kebaikannya. Hal ini
diperkuat dengan perkataan Ibnu al-Shalah bahwa Kitab Abu ‘Isa al-
Turmidzi merupakan kitab rujukan pokok untuk mengetahui hadis
hasan. Al-Turmidzi ialah orang pertama yang menciptakan nama
hadis hasan dan banyak menyebut nama itu dalam kitabnya.
b. As-Sunan karya Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats
al-Sijistani (202 H-273 H)
Abu Dawud menjelaskan metodologi penyusunan kitabnya
sebagai berikut: “ Hadis yang kualitasnya sangat rendah yang terdapat
dalam kitabku aku jelaskan kondisinya. Di dalamnya terdapat hadis
yang tidak sahih sanadnya. Hadis yang tidak saya komentari sama
sekali adalah hadis shalih (patut,baik). Dan sebagian hadis-hadisnya
lebih sahih daripada sebagian yang lain”.
c. Al-Mujtaba karya Imam Abu Abdirrahman Ahmad bin
Syu’aib al-Nasa’i (215 H-303 H)
Al-Nasa’i dikenal sangat teliti terhadap hadis dan para rawi,
dan bahwa kriterianya dalam men-tsiqat-kan rawi itu sangat tinggi.
Kitab Al-Mujtaba dirancang menggunakan metodologi yang unik
dengan memadukan fikih dan kajian sanad. Hadis-hadisnya disusun
berdasarkan bab-bab fikih, dan untuk tiap bab diberikan judul yang
terkadang mencapai tingkat keunikan yang tinggi.
d. Sunan al-Mushthafa karya Ibnu Majah Muhammad bin Yasid
al-Qazwini, seorang hafiz yang agung dan seorang mufassir
(209 H -273 H)
Kitab ini diakui sebagai kitab sunan yang keempat dan
merupakan pelengkap al-kutub al-sittah yang merupakan sumber
11

pokok bagi sunnah nabawiyah. Setelah beberapa hafiz mengetahui


bahwa kitab Ibnu Majah ini merupakan kitab yang sangat berfaedah
dan besar manfaatnya dibidang fikih.
e. Al-Musnad karya imam besar Ahmad bin Hanbal, imam ahli
Sunnah dan hadis (164 H – 241 H)
Imam Ahmad menyusun kitab ini supaya dapat menjadi
rujukan dan pegangan bagi kaum Muslim. Oleh karena itu kitab ini
menjadi sangat lengkap dan besar sekali dengan jumlah hadis kurang
lebih mencapai 30.000 buah yang terdiri atas hadis sahih, hasan, dan
dhaif.
f. Al-Musnad karya Abu Ya’la al-Maushili Ahmad bin Ali bin
al-Mutsanna
Para ulama menyanjung dan menyifati Abu Ya’la sebagai
seorang hafiz, teguh pendirian dan taat beragama. Kitab Musnad ini
adalah suatu kitab sumber yang sangat besar, lengkap, dan derajat
hadis-hadisnya mendekati hadis-hadis Musnad Imam Ahmad.17

5. Kehujjahan Hadis Sahih, Hasan, Sahih Li Ghairihi, Hasan Li


Ghairihi
Hujjiyah hadis atau kehujahan hadis merupakan kondisi hadis yang
dijadikan dasar hukum (dalil syar’i) sama dengan Al-Qur’an dikarenakan
adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya. Dalam hal ini, para
ulama terbagi pada beberapa pendapat:
Pertama, sebagian ulama memandang bahwa hadis sahih tidak
berstatus qath’i (pasti) sehingga tidak dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan persoalan akidah. Kedua, bahwa hadis-hadis sahih riwayat
al-Bukhari dan Muslim berstatus qath’i. Ketiga, sebagian ulama antara
lain Ibn Hazm, memandang bahwa semua hadis jika memenuhi syarat
kesahihannya bersifat qath’I dan statusnya bisa sebagai hujaah.

17
Dr.Nuruddin ‘ltr, ‘Ulumul H adis ,h lm.280-285.
12

Sebagaimana hadis sahih, hadis hasan dapat dijadikan sebagai


hujjah baik hasan li dzatihi maupun hasan li ghairihi, meskipun
kekuatannya dibawah hadis sahih dengan catatan apabila terjadi
pertentangan yang dimenangkan adalah hadis sahih. Selain itu, berbeda
dengan hadis sahih, hadis hasan tidak ada yang berstatus mutawattir
kesemuanya berstatus ahad.18
Sementara para ulama’ yang membedakan kehujjahan hadis
berdasarkan perbedaan kualitas, hadis hasan li dzatihi dengan li ghairihi
dan sahih li dzatihi dengan li ghairihi, maupun antara sahih dan hasan,
mereka jauh lebih membedakan rutbah hadis-hadis tersebut berdasarkan
kualitas perawinya.
Penempatan hadis-hadis tersebut akan terlihat kegunaannya ketika
terjadi atau terlihat adanya pertentangan (ta’arudh) antara dua hadis.
Hadis-hadis yang menempati urutan pertama dinilai lebih kuat daripada
urutan berikutnya.19

6. Urgensi Mempelajari Hadis Sahih, Hasan, Sahih Li Ghairihi, Hasan


Li Ghairihi
Ada beberapa hal yang menjadikan mempelajari klasifikasi hadis
sangat penting. Menurut Syuhudi Ismail faktor-faktor tersebut adalah:
a. Hadis Nabi sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Kita harus
memberikan perhatian yang khusus karena hadis merupakan sumber
dasar hukum Islam kedua setelah al-Qur’an.
b. Telah timbul berbagai masalah pemalsuan hadis. Kegiatan pemalsuan
hadis ini mulai muncul kira-kira pada masa pemerintahan khalifah Ali
bin Abi Thalib, demikaian pendapat sebagaian Ulama’ hadis pada
umumnya.
c. Telah terjadi periwayatan hadis secara makna, hal ini di khawatirkan
adanya keterputusan sumber informasinya. Para Ulama’ hadis

18
Prof.Dr.H.Idri, Studi Hadis,(Jakarta: Kencana,2010),hlm.175-176.
19
Munzier Suparta,Ilmu Hadis,hlm.148.
13

menetapkan beberapa syarat untuk menyeleksi antara hadis-hadis


yang Shahih dan yang maudhu‘ para pakar hadis menetapkan ciri-ciri
hadis Shahih sebagai tolok ukurnya. Tiga syarat berkenaan dengan
sanad dan dua berkenaan dengan matan hadis.20

20
Suryadi, Rekontruksi Metodologi Pemahaman Hadith Nabi, (dalam ESENSIA Jurnal Ilmu-Ilmu
al-Qur’an dan Hadith (Yogyakarta: Jurusan Tafsir Hadis IAIN Sunan Kalijaga, 2001);hlm. 95
14

KESIMPULAN

Dilihat dari segi kualitasnya, hadis dapat diklasifikasi menjadi dua


yaitu hadis maqbul (hadis-hadis yang dapat diterima) dan mardud (hadis-
hadis yang ditolak). Dilihat dari ketentuan hadis maqbul, maka dapat
digolongkan menjadi dua yaitu hadis sahih dan hadis hasan.
Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, yang
diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit dari rawi yang lain juga adil
dan dhabit, dan hadis itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat).
Para ulama’ hadis membagi hadis sahih ini menjadi dua macam, yaitu :sahih
li dzatihi dan sahih li ghairihi. Sahih li dzatihi, yaitu hadis yang memenuhi
syarat-syarat atau sifat-sifat hadis maqbul secara sempurna. Sedangkan
sahih li ghairihi yaitu hadis yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-
syarat tertinggi dari sifat sebuah hadis maqbul (a’la sifat al-qubul).
Hadis hasan adalah hadis yang telah memenuhi lima persyaratan
hadis sahih sebagaimana disebutkan terdahulu, hanya saja bedanya, ingatan
perawinya kurang sempurna. Para ulama’ ahli hadis membagi hadis hasan
menjadi dua bagian, yaitu hadis hasan li dzatihi dan hadis hasan li Ghairihi.
hadis hasan li dzatihi yaitu hadis yang sanadnya bersambung dengan
periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad
hingga akhir sanad tanpa ada keganjilan (syadz) dan cacat (‘illat) yang
merusak. sedangkan hadis hasan li ghairihi yaitu hadis yang dhaif dikuatkan
dengan beberapa jalan, dan sebab kedhaifannya bukan karena kefasikan
perawi (yang keluar dari jalan kebenaran) atau kedustaannya.
Pembahasan tentang hadis sahih dan hasan mengkaji tentang dua
jenis hadis yang hampir sama, tidak hanya karena keduanya berstatus hadis
maqbul, dapat diterima sebagai hujjah dan dalil agama, tetapi juga dilihat
dari segi persyaratan dan kriteria-kriterianya sama kecuali pada hadis
hasan, diantara periwayatnya ada yang kurang kuat hafalannya (qalil al-
dhabth), sementara pada hadis sahih diharuskan kuat hafalannya.
15

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Manna’.2004.Pengantar Studi Ilmu Hadis. (Jakarta: Pustaka Al-

Kausar).

Candra,Agus Firdaus dan Buchari M.2016. Kriteria Ke-Shahih-An Hadis Menurut

Al-Khathib Al-Baghdadi Dalam Kitab Al Kifayah Fi 'Ilm Al-Riwayah,Vol.24

No.2.

Idri, M.Ag,dkk.2016.Studi Hadits.(Surabaya: UIN SA Press).

_______.2010.Studi Hadis.(Jakarta:KENCANA).

ltr, Nuruddin.2012.‘Ulumul Hadis.(Bandung: PT Remaja Rosdakarya).

Poerwodarminto, W.J.S.1985.Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang diolah

kembali oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.(Jakarta: Balai Pustaka).

Suparta, Munzier.2013.Ilmu Hadis,(Jakarta: Rajawali Pers).

Suryadi.2001.Rekontruksi Metodologi Pemahaman Hadith Nabi, (dalam

ESENSIA Jurnal Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadith.(Yogyakarta: Jurusan

Tafsir Hadis IAIN Sunan Kalijaga).

Zein, M. Ma’shum. Ilmu Memahami Hadis Nabi.(Yogyakarta: Pustaka

Pesantren).

Anda mungkin juga menyukai