Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DIABETES MELLITUS


DI KLINIK BUMI SEHAT UBUD

OLEH :

GUSTI AYU KETUT DESI WIDIANTARI

P07120015086

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2018
A. Tinjauan Teori Kasus
1. Definisi
Diabetes Meilitus (DM) merupakan penyakit kronis progresif yang
ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, yang mengarah ke hiperglikemia atau kadar
glukosa darah tinggi (Black & Hawks, 2014).
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik komplek yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya
komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Wijaya & Putri,
2013).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oeleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia(Smeltzer & Bare, 2015).
2. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menjadi empat, yaitu: (Ryadi & Sukarmin,
2013).
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Dieabetes tipe ini merupakan defesiensi insulin karena keruskana sel
– sel Langerhans yang berhubungan dengan tipe HLA (Human
Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada insulitis fenomena
autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada semua usia muda).
Kelainan terjadi karena kerusakan system imun (kekebalan tubuh) yang
kemudian merusak sel – sel pulau Langerhans di pancreas. Kelainan ini
berdampak pada penurunan produksi insulin.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
Diabetes tipe ini merupakan diabetes resisten, lebih sering terjadi
pada orang dewasa, tetapi dapat terjadi pada semua umur. Kebanyakan
penderita kelebihan berat badan, ada kecenderungan familiar, mungkin
perlu insulin pada saat hiperglikemik selama stress.
c. Diabetes Melitus tipe yang lain
Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
tertentu, hiperglikemik terjadi karena penyakit pancreas, hormonal, obat
atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin, sindrom
genetic tertentu. Penyakit pankreas seperti pankreatitis akan berdampak
pada kerusakan anatomis dan fungsional organ pancreas akibat aktivitas
toksik baik karena bakteri maupun kimia. Penyakit hormonal seperti
kelebihan hormon glukokortikoid (dari korteks adrenal), akan
berdampak pada peningkatan glukosa dalam darah. Peningkatan
glukosa darah akan meningkatkan beban kerja dari insulin untuk
memfasilitasi glukosa masuk dalam sel. Peningkatan beban kerja ini
akan berakibat pada penurunan produk insulin. Pemberian zat kima atau
obat – obatan seperti hidrokortison akan berdampak pada peningkatan
glukosa dalam darah karena dampaknya seperti glukokortikoid.
Sedangkan Endokrinopati (kematian produksi hormone) seperti kelenjar
hifofisis akan berdampak sistemik bagi tubuh. Karena semua produk
hormon akan dialirkan keseluruh tubuh melalui aliran darah. Kelainan
ini berdampak pada penurunan metabolisme baik karbohidrat, protein
maupun lemak yang dalam perjalanannya akan mempengaruhi produksi
insulin.
d. Impaired Glukosa Tolerance (gangguan toleransi glukosa)
Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes
atau menjadi normal atau tetap tidak berubah.
e. Gastrointestinal Diabetes Melitus (GDM)
Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam
kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat
yang menunjang pemesanan makanan bagi janin serta persiapan
menyusui. menjelang arterm, kebutuhan insulin meningkat sehingga
mencapai tiga kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak
mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin
maka mengakibatkan hiperglikemi. Resistensi insulin juga disebabkan
oleh adanya hormon estrogen, progesteron, prolaktin dan plasenta
laktogen hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel
sehingga mengurangi aktivitas insulin.
3. Patofisiologi
a. Etiologi
Menurut Rendy & Margareth, (2012) beberapa etiologi diabetes
melitus diantaranya yaitu:
1) Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
a) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes melitus tipe 1 itu
sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetik kearah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetik
ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel B pankreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destruksi sel B pankreas.
2) Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe 2 ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan
sistem transport glukosa.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes melitus tipe 2, diantaranya adalah:
(1) Usia, resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
tahun
(2) Aktifitas fisik kurang gerak, setiap gerakan tubuh dengan tujuan
meningkatkan dan mengeluarkan tenaga dan energi, yang biasa
dilakukan atau aktivitas sehari-hari sesuai profesi atau pekerjaan.
Sedangkan faktor resiko penderita DM adalah mereka yang
memiliki aktivitas minim, sehingga pengeluaran tenaga dan
energi hanya sedikit.
(3) Obesitas, 80% dari penderita DMTTI adalah Obesitas/gemuk.
(4) Stres, stres kronis cenderung membuat seseorang mencari
makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk
meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin ini memiliki efek
penenang sementara untuk meredakan stress, tetapi gula dan
lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko terkena
diabetes melitus.
b. Proses Terjadi
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya
kekurangan insulin secara relative maupun absolut (Hasdianah, 2012).
Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel – sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Sehingga faktor herediter menentukan kerentanan sel – sel
beta, kecenderungan faktor herediter dapat menyebabkan degenerasi sel
beta. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine
(glukosuria). Ketika glukosa berlebihan diekskresikan kedalam urine,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus (Polidipsia). Defisiensi insulin
juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glikoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam amino serta
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Terjadinya pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecah lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkanya dapat menyebabkan tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, bila tidak
ditanggulangi akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Sedangkan Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin yang menyebabkan jumlah sel beta pancreas menurun.
Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagi akibatnya terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, akan mengakibatkan sekresi insulin yang
berlebihan. Diabetes tipe 2 terjadi dengan gejala ringan seperti kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polydipsia, luka pada kulit yang lama sembuh,
pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Terdeteksinya
penyakit diabetes selama bertahun- tahun bahwa komplikasi diabetes
jangka panjang misalnya, kelainan mata, neuropati perifer, kelainan
vaskuler (Smeltzer & Bare, 2015).
c. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya & Putri (2013) adanya penyakit diabetes ini pada
awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita,
beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian adalah:
1) Keluhan Klasik
a) Banyak kencing (Poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam
jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama
pada malam hari.
b) Banyak minum (Polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita karna banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah
tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau
beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu
penderita banyak minum.
c) Banyak makan (Polifagia)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita
diabetes melitus karena pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk
menghilangkan rasa lapar itu penderita akan banyak makan.
d) Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat yang
menyebabkan penurunan prestasi dan lapangan olahraga juga
mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.
Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot
sehingga menjadi kurus.
2) Keluhan lain
a) Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada
kaki diwaktu malam hari, sehingga mengganggu tidur.
b) Gangguan penglihatan
Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan
yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya
berulang kali agar tetap melihat dengan baik.
c) Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi didaerah kemaluan
dan daerah lipatan kulit seperti ketiak, dan dibawah payudara.
Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama
sembuhnya. Luka ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele
seperti luka lecet karena sepatu atau karena tertusuk peniti.
d) Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah, tersembunyi karena sering
tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini
terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu
membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan
atau kejantanan seseorang.
e) Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
yang dirasakan.
d. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan diabetes diklasifikasi sebagai
komplikasi akut dan kronik (Smeltzer & Bare, 2015).
1) Komplikasi Akut
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes melitus yang penting dan
berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar gula darah
jangka pendek yaitu:
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah yang abnormal rendah,
terjadi kalau kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60
mg/dL (2,7 hingga 3,3 mmol/L). Keadaan ini terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
berat. Hipoglikemi dapat terjadi setiap saat pada siang hari atau
malam hari. Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan ke dalam
dua kategori yaitu gejala adrenergik dan gejala sistem saraf
pusat.
b) Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau
tidak cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada ketoasidosis
yaitu terjadinya dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
c) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK).
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (sense
of awareness). Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan
dieresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan
akan berpindah dari intrasel ke ruang ekstrasel.
2) Komplikasi kronis
Komplikasi kronik dapat menyerang semua sistem organ tubuh.
Kategori komplikasi kronik diabetes yang lazim digunakan adalah
penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neuropati.
a) Penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar)
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar
sering terjadi pada diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa
dengan yang terlihat pada pasien - pasien non diabetik. Berbagai
tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi
lesi aterosklerotik.
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner
menyebabkan peningkatan insidens infark miokard pada
penderita diabetes. Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh
darah serebal atau pembentukan embolus di tempat lain dalam
system pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah
sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat
menimbulkan serangan iskemia sepintas TIA (Transiennt
Ischemic Attack) dan stroke.
b) Penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil)
(1) Retinopati Diabetik
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh
darah kecil retina mata, retina mengandung banyak sekali
pembuluh darah kecil seperti arteriol, venula dan kapiler.
(2) Nefropati Diabetik
Nefropati merupakan penyakit ginjal yang ditandai dengan
adanya albumin dalam urine, hipertensi, edema, dan
insufisiensi ginjal progresif. Penyakit ini menyebabkan 44%
kasus baru penyakit ginjal stadium terminal, 40% pasien
yang membutuhkan dialisis atau transplantasi. Patologi
nefropati diabetik tidak diketahui, tetapi diketahui bahwa
penebalan membran basalis glomerulus dapat merusak
ginjal.
(3) Penyakit neurofati Diabetik
Neurofati merupakan penyakit yang menyerang semua tipe
saraf, termasuk saraf perifer (sensimotorik), otonom dan
spinal serta berperan memunculkan sejumlah msalah, seperti
ulkus kaki.
Adapun grade ulkus diabetikum menurut Damayanti, (2015)
yaitu :
(a) Grade 0 : Tidak terdapat lesi terbuka, mungkin hanya
deformitas dan sel
(b) Grade I : Ulkus diabetic superfisialis (partial atau full
thickness)
(c) Grade II : Ulkus meluas mengenai ligament, tendon,
kapsulsendi atau otot dalam tan abses atau
osteomileitis.
(d) Grade III : Ulkus dalam dengan abses, osteomyelitis
atau infeksi sendi
(e) Grade IV : Ganggren setempat pada bagian depan kaki
atau tumit.
(f) Grade V : ganggren luas meliputi seluruh kaki.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita DM
menurut (Wijaya & Putri, 2013).
a. Kadar glukosa darah
1) Gula darah sewaktu (>200 mg/dL)
2) Gula darah puasa (>140 mg/dL)
3) Gula darah 2 jam PP (Post Prandial) >200 mg/dL
b. Asam lemak bebas yaitu peningkatan lipid dan kolestrol
c. Osmolaritas serum (>330 osm/L)
d. Urinalisis yaitu proteinuria, ketonuria, glukosuria.
5. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013), menyatakan tujuan utama pengelolaan
DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Adapun komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus menurut
Hasdianah, (2012) yaitu :
a. Diet
Tujuan diet pada DM adalah mempertahankan atau mencapai berat
badan ideal, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal,
mencegah komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas
hidup. Penderita DM didalam melaksanakan diet harus mempertahankan
3 J yaitu: jumalah kalori yang dibutuhkan, Jadwal makan yang harus
diikuti, dan Jenis makanan yang harus diperhatikan. Komposisi makanan
dianjurka adalah makanan dengan komposisi seimbang yaitu yang
mengandung karbohidrat (45-60%), Protein (10 -15), lemak (20-25%),
garam (≤3000 mg atau 6-7 gr/hari), dan serat (±25 g/hr).
Jenis buah – buahan yang dianjurkan adalah buah golongan B yaitu
salak, tomat, dan yang tidak dianjurkan golongan A yaitu nangka, durian.
Sedangkan sayuran yang dianjurkan golongan A wortel, nangka muda
dan tidak dianjurkan golongan B yaitu toge dan terong. Sedangkan
menurut Fatimah, (2015), Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan
BMI (Body Massa Indeks) atau disebut juga dengan IMT (Indeks Massa
Tubuh) yang merupakan cara untuk memantau satatus gizi orang dewasa,
khususnya berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus yaitu:
Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi Badan (m)x Tinggi Badan (m)

b. Latihan Fisik (Olahraga)


Tujuan olahraga adalah untuk meningkatkan kepekaan insulin,
mencegah kegemukan, memperbaiki aliran darah, merangsang
pembentukan glikogen baru dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Olahraga meliputi empat prinsip yaitu: Jenis olahraga dinamis adalah
latihan kontinyu, ritmis, interval, progresif dan latihan daya tahan,
Intensitas Olahraga adalah takaran latihan sampai 72- 87% denyut nadi
maksimal disebut zona latigan, dan Frekuensi latihan paling baik 5x per
minggu.
c. Pengobatan
Jika diabetes telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan
jasmani yang teratur namun pengendalian kadar gula darah belum
mencapai maka dipertimbangkan pemberian obat. Obat meliputi: obat
hipoglikemi oral (OHO) dan insulin. Pemberian obat Hipoglikemi oral
diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan. Pemberian insulin
biasanya diberikan lewat penyuntikan dibawah kulit (Subkutan) dan pada
keadaan khusus diberikan secara intervena atau intramuscular.
Menurut Soegondo, (2009) Tipe – tipe insulin dikategorikan
berdasarkan jangka waktu efeknya yaitu:
1) Insulin kerja singkat (short acting) yaitu insulin regular, pemberian ini
cocok melalui intavena. Insulin yang beredar yaitu : Actrapid dan
Humulin.
2) Insulin kerja cepat (rapid acting), cepat diabsorbsi adalah insulin
analog seperti: Novorapid, Humalog dan Apidra.
3) Insulin kerja sedang yaitu insulin kombinasi antara kerja singkat atau
cepat dengan kerja sedang, yang banyak beredar yaitu Mixtard dan
Humulin. Sedangkan kombinasi insulin cepat dan sedang adalah
Novomix dan Humalog.
4) Insulin kerja panjang yaitu mempunyai kadar zink yang tinggi untuk
memperpanjang waktu kerjanya. Jenis insulin ini seperti Glaegine
(Lantus) dan Detemir (Levemir). insulin kerja panjang banyak dipakai
dalam terapi kombinasi dengan obat oral.
d. Penyuluhan/ Edukasi
Tujuan penyuluhan yaitu meningkatkan pengetahuan diabetes
tentang penyakit dan pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat
sendiri sehingga mampu mempertahankan hidup dan mencegah
komplikasi lebih lanjut. Penyuluhan meliputi: Penyuluhan untuk
pencegahan primer, ditujukan untuk kelompok risiko tinggi, dan
penyuluhan untuk pencegahan sekunder.
Adapun penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan pada
diabetes terutama pasien baru, materi yang diberikan meliputi :
pengertian diabtes, gejala, dan penatalaksanaan. Diabetes mengenal dan
mencegah komplikasi akut dan kronik, perawatan pemeliharan kaki.
Penyuluhan untuk pencegahan tersier ditujukan pada diabtes lanjut,
dan materi yang diberikan meliputi cara perawatan dan pencegahan
komplikasi, upaya untuk rehabilitasi.
1) Pemantauan Pengendalian Diabetes
Tujuan Pengendalian Diabetes melitus adalah menghilangkan
gejala, memperbaiki kualitas hidup, mencegah komplikasi akut dan
kronik, mengurangi laju perkembangan komplikasi Pemantauan
dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam
post prandial. Pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan, pemeriksaan
jasmani lengkap, albuminuria mikro, kreatinin, albumin globulin,
Kolestrol total, dan pemeriksaan lainnya.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan dengan pengumpulan data melalui wawancara,
pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan diagnostik serta review catatan sebelumnya.
Pengumpulan riwayat tersebut meliputi data subyektif (“melaporkan”) dan
data obyektif (“menunjukkan”) (Doenges, 2014).
Adapun data yang perlu dikaji pada pasien DM adalah:
a. Data fokus pada penyakit DM
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala: Lemah, Letih, sulit bergerak/ berjalan. Kram otot, tonus
otot menurun. Gangguan tidur/istirahat.
Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
dengan aktifitas letargi/disorientasi, koma. Penurunan kekuatan
otot.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riawayat hipertensi; IM akut, Klaudikasi,
kebas,dan kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama.
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah postural; hipertensi,
nadi yang menurun/tak ada, distrimia, Krekels; DVJ (GJK), Kulit
panas, kering, dan kemerahan. Bola mata cekung.
3) Integritas Ego
Gejala : Stres; tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsangan.
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (Poliuria), Nokturia, Rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang,
Nyeri tekan abdomen, dan diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning; poliuri (dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria jika terjadi hypovolemia berat). Urine
berkabut, bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya asites.
Bising usus lemah dan menurun; hiperatiktif (diare).
5) Makanan/Cairan
Gejala: Hilang napsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet:
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan
llebih dari periode beberapa hari/minggu, dan haus
Tanda: Kulit kering/bersisik, tugor jelek, kekauan/ distensi
abdomen, muntah. Pembeseran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolic dengan peningkatan gula darah). Bau halitosis/manis, bau
buah (napas aseton).
6) Neurosensori
Gejala: Pusing/pening. sakit kepala. kesemutan, kebas kelemahan
daerah otot, paresthesia. Gangguan penglihatan.
Tanda: Disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap
lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu);kacau mental. Refleks
tendon dalam (RTD) menurun (koma). Aktifitas kejang (tahap
lanjut dari DKA).
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat).
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-
hati.
8) Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak).
Tanda: Lapar udara. Batuk, dengan/tanpa sputum purulent (infeksi).
Frekuensi pernapasan.
9) Keamanan
Gejala: Kulit kering ,gatal ; ulkus kulit.
Tanda: Demam ,diaforesis. Kulit rusak, lesi/ulserasi. Menurunya
kekuatan umum/rentang gerak. Parestesia/ paralisis otot termasuk
otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup
tajam).
10) Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada
pria; kesulitan orgasme pada wanita.
11) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor risiko keluarga; DM, penyakit jantung, stroke,
hipertensi. Penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat sperti
steroid, diuretic (tiazid); Dilantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetic sesuai pesanan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan
mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual
dan resiko tinggi. Penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan
potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat
(Doenges, 2104).
Diagnosa yang muncul pada pasien DM menurut Doenges,
(2014);NANDA, (2015) yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan neuropati diabetik
b. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan kurang
kepatuhan pada rencana manajemen diabetes.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi.
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah keperifer.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
h. Keletihan berhubungan dengan gangguan tidur
i. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi,
transmisi, dan integrasi sensori
j. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan
3. Perencanaan
Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu
pasien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana mendefinisikan suatu
aktivitas yang diperlukan untuk membatasi faktor – faktor pendukung
terhadap suatu permasalahan. Dalam perencanaan diawali dengan
menentukan prioritas berdasarkan Abraham Maslow, sifat masalah, berat
ringannya, dan cepat tidaknya masalah teratasi serta dapat intervensi
keperawatan berdasarkan komponen penyebab dari diagnose keperawatan.
(Doenges, 2014; NANDA, 2015; NIC NOC, 2013).
a. Nyeri akut berhubungan dengan neuropati diabetik
Tujuan: nyeri berkurang
Kriteria hasil:
1) Pasien tidak meringis
2) Skala nyeri dalam rentan normal
Intervensi
1) Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat
faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit
nonverbal.
Rasional: Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen
nyeri dan keefektifan program.
2) Beri kenyamanan seperti penggunaan kasur/matras yang lembut.
Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
Rasional: Menurunkan tekanan pada daerah yang sakit.
3) Klien diistrahatkan, serta berikan masage yang lembut.
Rasional: Membatasi nyeri serta meningkatkan relaksasi.
4) Berikan HE pemeriksaan kesehatan secara rutin
Rasional: klien rajin memeriksakan kesehatan dan klien lebih
kooperatif
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional: dapat mengurangi nyeri
b. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan kurang
kepatuhan pada rencana manajemen diabetes
Tujuan : Kadar glukosa darah terkontrol.
Kriteria hasil :
1) GDP normal (70-110 mg/dL)
2) Tanda – tanda hiperglikemi tidak terjadi (pucat, kulit kering,
takikardia, GDS >200 mg/dL)
3) Tanda-tanda hipoglikemia tidak terjadi (pucat, kulit dingin, kulit
berkeringat, GDS ,70 mg/dL)
4) Tekanan darah stabil (110/70 – 120/80 mmHg
Intervensi :
1) Observasi tanda – tanda vital
Rasional: Dapat mengetahui tanda – tanda yang mengarah
kekomplikasi hiperglikemia dan hipoglikemia.
2) Pantau tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia
Rasional: Mengetahui secara dini tanda dan gejala dari hiperglikemia
dan hipoglikemia sehingga dapat memudahkan perawatan.
3) Monitor glukosa darah setiap hari.
Rasional: Menentukan langkah selanjutnya apabila terjadi komplikasi
hiperglikemia.
4) Anjurkan pasien makan sesuai diet seperti diet rendah karbohidrat
dan tinggi protein
Rasional: Pemberian diet rendah karbohidrat dan tinggi protein akan
mengontrol kadar glukosa dalam darah
5) Anjurkan pasien melakukan program aktivitas fisik seperti olahraga
secara teratur
Rasional: Olahraga secara teratur dapat meningkatkan ambilan
glukosa oleh sel otot, yang kemungkinan mengurangi kebutuhan akan
insulin.
6) Memberi He tentang pentingnya memonitor kadar gula darah,
olahraga yang tepat, terapi farmako.
Rasional: Dapat menjaga kondisi pasien agar tetap stabil
(1) Berikan He kepada pasien mengenai tujuan kepatuhan diet yang
disarankan terkait dengan kondisi pasien
Rasioanal: Kepatuahan pada diet dapat memanjemen
pengontrolan kadar glukosa dalam darah.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian insulin.
Rasional : Insulin regular memiliki kerja cepat sehingga dengan
mudah memindahkan glukosa ke dalam sel.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorsi nutrient.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3) Mampu mengidentifikasi Kebutuhan nutrisi
4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Intervensi :
1) Observasi tanda – tanda hipoglikemia
Rasional : Karena matabolisme karbohidrat mulai terjadi gula darah
akan berkurang, sementara tetap diberikan insulin maka akan terjadi
hipoglikemia.
2) Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik, jika
pasiensadar dan fungsi gastrointestinal baik.
3) Berikan He tentang program diet dan pola makan pasien
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional :Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
d. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi.
Tujuan: Kebutuhan cairan elektrolit pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
2) Tidak ada tanda – tanda dehidras, elastisitas tugor kulit baik,
membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi:
1) Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
ortostatik
Rasional : Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan
takikardi.
2) Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya
Rasional : Demam dengan kulit kemerahan, kering dapat cerminan
dari dehidrasi.
3) Pantau masukan dan pengeluaran cairan tiap 24 jam
Rasional: Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,
fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan
4) Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
Rasional : Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi
5) Anjurkan pasien untuk meningkatkan lingkungan yang dapat
menimbulkan rasa nyaman seperti selimuti pasien dengan selimut
tipis
Rasional: Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap pasien
lebih lanjut akan dapat menimbulkan kehilangan cairan.
6) Berikan He pada pasien tentang pentingnya kebutuhan cairan dalam
tubuh
Rasional : Diharapkan pasien termotivasi untuk minum sesuai
dengan anjuran, sehingga kebutuhan cairan terpenuhi
7) Kolaborasi dalam pemberian kalium atau elektrolit yang lain melalui
IV atau oral sesuai indikasi.
Rasional : Kalium harus ditambahkan untuk mencegah hypokale mia.
8) Kolaborasi dalam pemeriksaan lab seperti Ht, BUN/Kreatinin,
Natrium, Osmolaritas darah.
Rasional: Peningkatan Ht mencerminkan hemokonsentrasi yang
terjadi setelah diuresis osmotik, Peningkatan BUN/Kreatinin terjadi
akibat kerusakan sel karena dehidrasi, osmolaritas darah meningkat
sehubungan dengan adanya hiperglikemia dan dehidrasi, penurunan
Natrium dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel
(dieresis osmotic).
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan Diabetes
mellitus
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil :
1) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.
2) Tidak ada tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial (tidak lebih
dari 15 mmHg).
3) Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh: tingkat
kesadaran membaik.
Intervensi :
1) Observasi tanda – tanda vital
Rasional: Indikator umum siklus sirkulasi dan keadekuatan agar tetap
stabil
2) Observasi warna suhu kulit
Rasional: Kulit pucat, sianosis pada kuku menunjukan
vasokontriksi.
3) Auskultasi frekuensi dan irama jantung
Rasional: Takikardia sebagai akibat hiperglikemia atau hipoglikemia
dan kompetensi upaya peningkatan aliran darah.
4) Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi
Rasional: Kenyamanan atau kebutuhan rasa hangat harus seimbang
dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus
vasodilatasi.
5) Berikan He kepada keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi
atau laserasi.
Rasional: Memberikan intruksi kepada keluarga pasien dapat segera
memberitahu kepada petugas kesehatan.
6) Evaluasi nadi perifer dan edema
Rasional: Denyut nadi yang lemah menimbulkan penurunan cardiac
output.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik.
Tujuan : kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria Hasil :
1) Integritas kulit yang bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
2) Tidak ada luka / lesi pada kulit
3) Perfusi jaringan baik
4) Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
5) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
Intervensi :
1) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit
Rasional: Mendeteksi adanya dehidrasi yang mempengruhi sirkulasi
dan integritas jaringan.
2) Monitor kulit akan adanya kemerahan
Rasional : Menandakan area sirkulasi darah
3) Ubah posisi dengan sering
Rasional : Menurunkan tekanan pada edema
4) Kolaborasi dalam perawatan luka dengan teknik aseptik
Rasional : Mempercepat penyembuhan luka dan mencegah infeksi
g. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Ktriteria hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.
3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4) Jumlah leukosit dalam batas normal.
5) Menunjukkan perilaku hidup sehat.
Intervensi :
1) Observasi tanda – tanda infeksi
Rasional: Dapat mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat
mengalami infeksi nosokomial.
2) Pertahankan teknik aseptik
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi
media terbaikbagi pertumbuhan kuman.
3) Berikan He tentang perawatan kulit dengan teratur.
Rasional: Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien
pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit
dan infeksi.
4) Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik yang sesuai
Rasional : Penangnan awal dapat membantu mencegah timbulnya
sepsis.
h. Keletihan berhubungan dengan gangguan tidur
Tujuan : Keletihan dapat berkurang
Kriteria hasil :
1) Menjelaskan penggunaan energy untuk mengatasi kelelahan
2) Kecemasan menurun
3) Glukosa darah adekuat
4) Istirahat cukup
5) Mempertahankan kemampuan untuk berkonsetrasi
Intervensi :
1) Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum /
sesudah melakukan aktivitas
Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
secara fisiologis.
2) Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan
3) Berikan He kepada pasien tentang kebutuhan akan aktivitas
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri harga diri yang positif
sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
4) Tingkatkan pasrtisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari –
hari
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif
sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan
Tujuan : Tidak terjadinya gangguan konsep diri
Kriteria hasil:
1) Mampu mengidentifikasi kekuatan personal.
2) Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh.
3) Mempertahankan interaksi social.
Intervensi:
1) Kaji verbal dan non verbal respon pasien terhadap tubuhnya.
Rasional: Untuk mengetahui perasaan sebelum mereka menerima
dengan efektif.
2) Beri kesempatan pada pasien untuk menerima keadaan melalui
partisipasi pada perawatan diri.
3) Rasional: Perawatan diri dapat membantu memperbaiki kepercayaan
diri.
4) Jelaskan tentang pengobatan, keperawatan, kemajuan, dan prognosis
penyakit.
5) Rasional: Pengetahuan dapat memperbaiki citra diri pasien
6) Fasilitas kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil.
7) Rasional: Mempertahankan interaksi sosial.
j. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi,
tranmisi, dan integrasi sensori.
Tujuan : Perubahan persepsi sensori tidak terjadi
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan tingkat mental pasien
2) Mengenali dan mengkompenasis adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
1) Pantau tanda – tanda vital
Rasional: Dapat mengidentifikasi terjadinya hiperglikemia dan
hipoglikemia.
2) Orientasi kembali pasien sesuai dengan kebutuhan.
Rasional: Menurunkan kebingungan dan mempertahankan kontak
dengan realistis.
3) Lindungi pasien dari cidera ketika tingkat kesadaran pasien
terganggu.
Rasional: Pasien mengalami disorientasi merupakan awal timbulnya
cidera.
4) Evaluasi lapang pandang
Rasional: Cedera atau kaburnya lapang pandang dapat terganggu
panglihatan yang memerlukan therapy korektif.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan
ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu pasien mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik
dilaksanaakan untuk memodifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan pasien. Tujuan implementasi adalah membantu pasien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi
koping (Nursalam, 2013).
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi paa proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur
pencapaian tujuan klien, menentukan keputusan dengan cara
membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan untuk pencapaian
tujuan (Nursalam, 2013).

Anda mungkin juga menyukai