OLEH :
P07120015086
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
A. Tinjauan Teori Kasus
1. Definisi
Diabetes Meilitus (DM) merupakan penyakit kronis progresif yang
ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, yang mengarah ke hiperglikemia atau kadar
glukosa darah tinggi (Black & Hawks, 2014).
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik komplek yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya
komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Wijaya & Putri,
2013).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oeleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia(Smeltzer & Bare, 2015).
2. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menjadi empat, yaitu: (Ryadi & Sukarmin,
2013).
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Dieabetes tipe ini merupakan defesiensi insulin karena keruskana sel
– sel Langerhans yang berhubungan dengan tipe HLA (Human
Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada insulitis fenomena
autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada semua usia muda).
Kelainan terjadi karena kerusakan system imun (kekebalan tubuh) yang
kemudian merusak sel – sel pulau Langerhans di pancreas. Kelainan ini
berdampak pada penurunan produksi insulin.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
Diabetes tipe ini merupakan diabetes resisten, lebih sering terjadi
pada orang dewasa, tetapi dapat terjadi pada semua umur. Kebanyakan
penderita kelebihan berat badan, ada kecenderungan familiar, mungkin
perlu insulin pada saat hiperglikemik selama stress.
c. Diabetes Melitus tipe yang lain
Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
tertentu, hiperglikemik terjadi karena penyakit pancreas, hormonal, obat
atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin, sindrom
genetic tertentu. Penyakit pankreas seperti pankreatitis akan berdampak
pada kerusakan anatomis dan fungsional organ pancreas akibat aktivitas
toksik baik karena bakteri maupun kimia. Penyakit hormonal seperti
kelebihan hormon glukokortikoid (dari korteks adrenal), akan
berdampak pada peningkatan glukosa dalam darah. Peningkatan
glukosa darah akan meningkatkan beban kerja dari insulin untuk
memfasilitasi glukosa masuk dalam sel. Peningkatan beban kerja ini
akan berakibat pada penurunan produk insulin. Pemberian zat kima atau
obat – obatan seperti hidrokortison akan berdampak pada peningkatan
glukosa dalam darah karena dampaknya seperti glukokortikoid.
Sedangkan Endokrinopati (kematian produksi hormone) seperti kelenjar
hifofisis akan berdampak sistemik bagi tubuh. Karena semua produk
hormon akan dialirkan keseluruh tubuh melalui aliran darah. Kelainan
ini berdampak pada penurunan metabolisme baik karbohidrat, protein
maupun lemak yang dalam perjalanannya akan mempengaruhi produksi
insulin.
d. Impaired Glukosa Tolerance (gangguan toleransi glukosa)
Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes
atau menjadi normal atau tetap tidak berubah.
e. Gastrointestinal Diabetes Melitus (GDM)
Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam
kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat
yang menunjang pemesanan makanan bagi janin serta persiapan
menyusui. menjelang arterm, kebutuhan insulin meningkat sehingga
mencapai tiga kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak
mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin
maka mengakibatkan hiperglikemi. Resistensi insulin juga disebabkan
oleh adanya hormon estrogen, progesteron, prolaktin dan plasenta
laktogen hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel
sehingga mengurangi aktivitas insulin.
3. Patofisiologi
a. Etiologi
Menurut Rendy & Margareth, (2012) beberapa etiologi diabetes
melitus diantaranya yaitu:
1) Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
a) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes melitus tipe 1 itu
sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetik kearah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetik
ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel B pankreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destruksi sel B pankreas.
2) Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe 2 ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan
sistem transport glukosa.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes melitus tipe 2, diantaranya adalah:
(1) Usia, resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
tahun
(2) Aktifitas fisik kurang gerak, setiap gerakan tubuh dengan tujuan
meningkatkan dan mengeluarkan tenaga dan energi, yang biasa
dilakukan atau aktivitas sehari-hari sesuai profesi atau pekerjaan.
Sedangkan faktor resiko penderita DM adalah mereka yang
memiliki aktivitas minim, sehingga pengeluaran tenaga dan
energi hanya sedikit.
(3) Obesitas, 80% dari penderita DMTTI adalah Obesitas/gemuk.
(4) Stres, stres kronis cenderung membuat seseorang mencari
makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk
meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin ini memiliki efek
penenang sementara untuk meredakan stress, tetapi gula dan
lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko terkena
diabetes melitus.
b. Proses Terjadi
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya
kekurangan insulin secara relative maupun absolut (Hasdianah, 2012).
Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel – sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Sehingga faktor herediter menentukan kerentanan sel – sel
beta, kecenderungan faktor herediter dapat menyebabkan degenerasi sel
beta. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine
(glukosuria). Ketika glukosa berlebihan diekskresikan kedalam urine,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus (Polidipsia). Defisiensi insulin
juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glikoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam amino serta
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Terjadinya pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecah lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkanya dapat menyebabkan tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, bila tidak
ditanggulangi akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Sedangkan Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin yang menyebabkan jumlah sel beta pancreas menurun.
Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagi akibatnya terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, akan mengakibatkan sekresi insulin yang
berlebihan. Diabetes tipe 2 terjadi dengan gejala ringan seperti kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polydipsia, luka pada kulit yang lama sembuh,
pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Terdeteksinya
penyakit diabetes selama bertahun- tahun bahwa komplikasi diabetes
jangka panjang misalnya, kelainan mata, neuropati perifer, kelainan
vaskuler (Smeltzer & Bare, 2015).
c. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya & Putri (2013) adanya penyakit diabetes ini pada
awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita,
beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian adalah:
1) Keluhan Klasik
a) Banyak kencing (Poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam
jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama
pada malam hari.
b) Banyak minum (Polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita karna banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah
tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau
beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu
penderita banyak minum.
c) Banyak makan (Polifagia)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita
diabetes melitus karena pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk
menghilangkan rasa lapar itu penderita akan banyak makan.
d) Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat yang
menyebabkan penurunan prestasi dan lapangan olahraga juga
mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.
Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot
sehingga menjadi kurus.
2) Keluhan lain
a) Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada
kaki diwaktu malam hari, sehingga mengganggu tidur.
b) Gangguan penglihatan
Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan
yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya
berulang kali agar tetap melihat dengan baik.
c) Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi didaerah kemaluan
dan daerah lipatan kulit seperti ketiak, dan dibawah payudara.
Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama
sembuhnya. Luka ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele
seperti luka lecet karena sepatu atau karena tertusuk peniti.
d) Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah, tersembunyi karena sering
tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini
terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu
membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan
atau kejantanan seseorang.
e) Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
yang dirasakan.
d. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan diabetes diklasifikasi sebagai
komplikasi akut dan kronik (Smeltzer & Bare, 2015).
1) Komplikasi Akut
Ada tiga komplikasi akut pada diabetes melitus yang penting dan
berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar gula darah
jangka pendek yaitu:
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah yang abnormal rendah,
terjadi kalau kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60
mg/dL (2,7 hingga 3,3 mmol/L). Keadaan ini terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
berat. Hipoglikemi dapat terjadi setiap saat pada siang hari atau
malam hari. Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan ke dalam
dua kategori yaitu gejala adrenergik dan gejala sistem saraf
pusat.
b) Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau
tidak cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada ketoasidosis
yaitu terjadinya dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
c) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK).
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (sense
of awareness). Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan
dieresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan
akan berpindah dari intrasel ke ruang ekstrasel.
2) Komplikasi kronis
Komplikasi kronik dapat menyerang semua sistem organ tubuh.
Kategori komplikasi kronik diabetes yang lazim digunakan adalah
penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neuropati.
a) Penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar)
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar
sering terjadi pada diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa
dengan yang terlihat pada pasien - pasien non diabetik. Berbagai
tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi
lesi aterosklerotik.
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner
menyebabkan peningkatan insidens infark miokard pada
penderita diabetes. Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh
darah serebal atau pembentukan embolus di tempat lain dalam
system pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah
sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat
menimbulkan serangan iskemia sepintas TIA (Transiennt
Ischemic Attack) dan stroke.
b) Penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil)
(1) Retinopati Diabetik
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh
darah kecil retina mata, retina mengandung banyak sekali
pembuluh darah kecil seperti arteriol, venula dan kapiler.
(2) Nefropati Diabetik
Nefropati merupakan penyakit ginjal yang ditandai dengan
adanya albumin dalam urine, hipertensi, edema, dan
insufisiensi ginjal progresif. Penyakit ini menyebabkan 44%
kasus baru penyakit ginjal stadium terminal, 40% pasien
yang membutuhkan dialisis atau transplantasi. Patologi
nefropati diabetik tidak diketahui, tetapi diketahui bahwa
penebalan membran basalis glomerulus dapat merusak
ginjal.
(3) Penyakit neurofati Diabetik
Neurofati merupakan penyakit yang menyerang semua tipe
saraf, termasuk saraf perifer (sensimotorik), otonom dan
spinal serta berperan memunculkan sejumlah msalah, seperti
ulkus kaki.
Adapun grade ulkus diabetikum menurut Damayanti, (2015)
yaitu :
(a) Grade 0 : Tidak terdapat lesi terbuka, mungkin hanya
deformitas dan sel
(b) Grade I : Ulkus diabetic superfisialis (partial atau full
thickness)
(c) Grade II : Ulkus meluas mengenai ligament, tendon,
kapsulsendi atau otot dalam tan abses atau
osteomileitis.
(d) Grade III : Ulkus dalam dengan abses, osteomyelitis
atau infeksi sendi
(e) Grade IV : Ganggren setempat pada bagian depan kaki
atau tumit.
(f) Grade V : ganggren luas meliputi seluruh kaki.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita DM
menurut (Wijaya & Putri, 2013).
a. Kadar glukosa darah
1) Gula darah sewaktu (>200 mg/dL)
2) Gula darah puasa (>140 mg/dL)
3) Gula darah 2 jam PP (Post Prandial) >200 mg/dL
b. Asam lemak bebas yaitu peningkatan lipid dan kolestrol
c. Osmolaritas serum (>330 osm/L)
d. Urinalisis yaitu proteinuria, ketonuria, glukosuria.
5. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013), menyatakan tujuan utama pengelolaan
DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Adapun komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus menurut
Hasdianah, (2012) yaitu :
a. Diet
Tujuan diet pada DM adalah mempertahankan atau mencapai berat
badan ideal, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal,
mencegah komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas
hidup. Penderita DM didalam melaksanakan diet harus mempertahankan
3 J yaitu: jumalah kalori yang dibutuhkan, Jadwal makan yang harus
diikuti, dan Jenis makanan yang harus diperhatikan. Komposisi makanan
dianjurka adalah makanan dengan komposisi seimbang yaitu yang
mengandung karbohidrat (45-60%), Protein (10 -15), lemak (20-25%),
garam (≤3000 mg atau 6-7 gr/hari), dan serat (±25 g/hr).
Jenis buah – buahan yang dianjurkan adalah buah golongan B yaitu
salak, tomat, dan yang tidak dianjurkan golongan A yaitu nangka, durian.
Sedangkan sayuran yang dianjurkan golongan A wortel, nangka muda
dan tidak dianjurkan golongan B yaitu toge dan terong. Sedangkan
menurut Fatimah, (2015), Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan
BMI (Body Massa Indeks) atau disebut juga dengan IMT (Indeks Massa
Tubuh) yang merupakan cara untuk memantau satatus gizi orang dewasa,
khususnya berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus yaitu:
Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi Badan (m)x Tinggi Badan (m)