Anda di halaman 1dari 33

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
DAFTAR PUSTAKA 24

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan
pembuatan referat ini yang berjudulGambaran Klinis Infeksi Saluran Kemih
pada Anak. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk melengkapi tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Karawang.

Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:


dr. Hj. Ani Yuniar, Sp. A yang telah membimbing dan memberikan arahan
kepada penyusun dalam pembuatan referat ini.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun


format referat ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat
membangun akan penyusun terima untuk hasil yang lebih baik di waktu yang
akan datang.

Akhir kata penyusun berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan
serta semua tenaga medis dalam lebih mengenal gambaran klinis infeksi saluran
kemih pada anak.

Karawang, Februari 2016

Penyusun

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Referat dengan judul:

“GAMBARAN KLINIS INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai salah satu syarat
menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Anak RSUDKarawang

Karawang, Februari 2016

Pembimbing

iii
dr. Hj. Ani Yuniar, Sp. A

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
seringpada anak selain infeksi saluran nafas atas dan diare. ISK perlu
mendapatperhatian para dokter maupun orangtua karena berbagai alasan, antara
lain ISK sering sebagai tanda adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih yang
serius seperti refluks vesiko-ureter (RVU) atau uropati obstruktif, ISK adalahsalah
satu penyebab utama gagal ginjal terminal, dan ISK menyebabkan gejala yang
tidak menyenangkan bagi pasien. Diperkirakan 20% kasus konsultasi pediatri
terdiri dari kasus ISK dan pielonefritis kronik.1

Manifestasi klinis ISK sangat bervariasi dan tergantung pada umur, mulai
dengan asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga ISK sering tidak
terdeteksi baik oleh tenaga medis maupun oleh orangtua. Kesalahan dalam
menegakkan diagnosis (underdiagnosis atau overdiagnosis) akan sangat
merugikan. Underdiagnosis dapat berakibat penyakit berlanjut ke arah kerusakan
ginjal karena tidak diterapi. Sebaliknya overdiagnosis menyebabkan anak akan
menjalani pemeriksaan dan pengobatan yang tidak perlu. Bila diagnosis ISK
sudah ditegakkan, perlu ditentukan lokasi dan beratnya invasi ke jaringan, karena
akan menentukan tata laksana dan morbiditas penyakit. Diagnosis dan tata laksana
ISK yang adekuat bertujuan untuk mencegah atau mengurangi risiko terjadinya
komplikasi jangka panjang seperti parut ginjal, hipertensi, dan gagal ginjal
kronik.1,2

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit yang paling
sering ditemukan di masyarakat termasuk di negara maju. Meskipun sering
dianggap sebagai penyakit tidak membahayakan, namun penyakit ini cukup
menjadi beban bagi penderita maupun masyarakat. Selain menjadi beban sosial,
ISK juga ternyata berdampak kepada meningkatnya beban ekonomi. Di negara

1
maju diperkirakan biaya yang harus dihabiskan untuk penanganan ISK ini
berkisar antara 2-6 milyar dolar setiap tahunnya.8

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Infeksi saluran kemih (ISK) ialah istilah umum untuk menyatakan


adanya pertumbuhan bakteri di dalam saluran kemih, meliputi infeksi di
parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih. Pertumbuhan bakteri
yang mencapai ≥ 100.000 unit koloni per ml urin segar pancar tengah
(midstream urine) pagi hari, digunakan sebagai batasan diagnosis ISK.3

Bakteriuria ialah terdapatnya bakteri dalam urin. Disebut


bakteriuriabermakna bila ditemukannya kuman dalam jumlah bermakna.
Pengertianjumlah bermakna tergantung pada cara pengambilan sampel
urin. Bila urindiambil dengan cara mid stream, kateterisasi urin, dan urine
collector, maka disebut bermakan bila ditemukan kuman 105 cfu (colony
forming unit) atau lebih dalam setiap mililiter urin segar, sedangkan bila
diambil dengan cara aspirasi supra pubik, disebutkan bermakna jika
ditemukan kuman dalam jumlah berapa pun.1

B. Etiologi
Penyebab ISK terbanyak di komunitas adalah Gram negatif . Hal
ini kemungkinan disebabkan karena bakteri penyebab ISK ini bisa berasal
dari flora usus dan flora kulit di sekitar orfisium uretra yang masuk ke
saluran kemih.13
Bakteri penyebab ISK yang termasuk kelompok Gram negatif
terutama merupakan family Enterobacteriaceae seperti E. coli, Klebsiella
sp.,Proteus, Enterobacter, dan anggota Pseudomonaceaeseperti
Pseudomonas sp. serta anggota Proteeae seperti Proteus sp.13
Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang paling sering
diisolasi dari pasien dengan infeksi simtomatik maupun asimtomatik.

3
Mikroorganisme lain yang juga dapat menimbulkan ISK adalah Proteus
sp.,Klebsiella sp., Enterobacter sp., dan Pseudomonassp.SedangkanGram
positif kurang berperan dalam ISK, kecuali Staphylococcus sp.13
ISK yang terjadi di komunitas didominasi oleh Escherichia coli
sebesar80% dan Staphylococcus sp. sebesar 10%.13

2.1 Epidemiologi
Penyakit ISK merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian yang serius. Diperkirakan 8%
anak wanita dan 2% anak laki-laki pernah mengalami ISK pada masa
kanak-kanaknya. Insidens ISK belum diketahui dengan pasti. Swedia
melaporkan pada tahun 1999 didapatkan 2,2% pada anak laki-laki dan
2,1% pada anak wanita pada usia 2 tahun, dan pada usia 6 tahun menjadi
2,5% pada anak laki-laki dan 8,0% pada anak wanita. Sedangkan diInggris
utara insidens ISK pada anak usia 16 tahun adalah 3,6% pada anak laki-
laki dan 11,3% pada anak wanita.7
Sekitar 8% anak perempuan dan 2% anak laki-laki pernah
menderita ISK ketika berusia 11 tahun. Insidens ISK sepanjang usia anak,
pada perempuan berkisar 30% dibandingkan dengan laki-laki yang hanya
1%. Sekitar 75% bayi berumur kurang dari 3 bulan yang mengalami
bakteriuria adalah laki-laki, sedangkan pada kelompok umur 3-8 bulan
hanya 10%. Setelah usia lebih dari 12 bulan, ISK pada anak yang secara
umum sehat kebanyakan ditemukan pada anak perempuan.5
Insiden ISK ini pada bayi dan anak sekolah berkisar 1-2%, pada
wanita muda yang tidak hamil 1-3%, sedangkan pada wanita yang hamil
4-7%. Wanitalebih sering menderita ISK dibanding pria, kira-kira 50%
dari seluruh wanita pernah menderita ISK selama hidupnya. Bahkan
wanita sering mengalami ISKberulang yang dapat sangat mengganggu
kehidupan sosialnya.11
Saluran uretra yang pendek merupakan faktor predisposisi ISK
pada anak perempuan. Risiko ISK pada bayi laki-laki yang belum

4
disirkumsisi meningkat 5-12 kali lipat dibandingkan dengan anak lelaki
yang telah disirkumsisi. Hambatan pada aliran urin dan stasis urin
merupakan faktor risiko mayor dan dapat disebabkan oleh kelainan
anatomi, nefrolitiasis, tumor ginjal, kateter urin yang terpasang terlalu
lama, obstruksi pada ureteropelvic junction, megaureter, kompresi
ekstrinsik dan kehmilan. Refluks vesikoureteral, baik yang primer (70%
kasus) ataupun sekunder akibat obstruksi traktus urinarius, merupakan
faktor predisposisi ISK kronik dan terjadinya parut ginjal. Jaringan parut
juga dapat terjadi tanpa refluks.5

2.3 Jenis Infeksi Saluran Kemih

2.3.1 Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah

Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender. Pada perempuan,

terdapat dua jenis ISK bawah pada perempuan yaitu sistitis dan sindrom uretra

akut. Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria

bermakna. Sindrom Uretra Akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa

ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis bakterialis.

Penelitian terkini SUA disebabkan mikroorganisme anaerob. Pada pria,

presentasi klinis ISK bawah mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis, dan

uretritis.2

2.3.2 Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas

1. Pielonefritis akut (PNA). Pielonefritis akut adalah proses inflamasi

parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri.2

2. Pielonefritis kronik (PNK). Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut

dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.

5
Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa

bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim

ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik. Bakteriuria

asimtomatik kronik pada orang dewasa tanpa faktor predisposisi tidak

pernah menyebabkan pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal.2

Klasifikasi ISK

ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi,
dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala ISK dibedakan menjadi ISK
asimptomatik dan simptomatik. ISK asimptomatik ialah bakteriuria bermakna
tanpa gejala. ISK simptomatik yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai
gejala dan tanda klinis. ISK simptomatik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu
infeksi yang menyerang parenkim ginjal disebut pielonefritis dengan gejala utama
demam dan infeksi yang terbatas pada saluran kemih bawah (sistisis) dengan
gejala utama berupa gangguan miksi seperti disuria, polikisuria, kencing
mengedan.

Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan


ISK bawah. ISK atas (upper UTI) merupakan ISK bagian atas terutama
parenkim ginjal, lazimnya disebut sebagai pielonefritis sedangkan ISK
bawah (lower UTI) adalah bila infeksi di vesika urinaria (sistitis) atau
uretra. Batas antara atas dan bawah adalah hubungan vesikoureter.(1)
Berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK
simpleks dan ISK kompleks. ISK simpleks (simple UTI, uncomplicated
UTI) adalah infeksi pada saluran kemih yang normal tanpa kelainan
struktural maupun fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis
urin. ISK kompleks (complicated UTI) adalah ISK yang disertai dengan
kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan

6
stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat
berupa batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran kemih, kista ginjal,
bulibuli neurogenik, benda asing, dan sebagainya.(1)
ISK non spesifik adalah ISK yang gejala klinisnya tidak jelas. Ada
sebagian kecil (10-20%) kasus yang sulit digolongkan ke dalam
pielonefritis atau sistitis, baik berdasarkan gejala klinik maupun
pemeriksaan penunjang yang tersedia.(1)

Lokasi infeksi

Lokasi ISK dapat ditentukan secara klinik, laboratorium, dan


pencitraan. Gejala klinis ISK bawah pada umumnya lebih ringan, berupa
disuria, polakisuria, kencing mengedan atau urgensi, sedangkan ISK atas
atau pielonefritis biasanya disertai demam dan nyeri punggung. Pada ISK
atas, pada pemeriksaan urin didapatkan silinder leukosit, konsentrasi ginjal
menurun, mikroglobulin-β2 urin meningkat, dan ditemukan ACB.
Silinder leukosit cukup spesifik sebagai bukti infeksi di ginjal,
tetapi pada leukosituria yang hebat, silinder ini sering tidak tampak
terutama pada urin yang bersifat alkalis sehingga sensitivitasnya menjadi
rendah.
Berbagai parameter pemeriksaan serum dapat digunakan untuk
membedakan pielonefritis akut dengan ISK bawah, antara lain neutrofil,
LED, CRP, prokalsitonin, IL-1β, IL-6, dan TNF-α. Parameter
laboratorium ini meningkat pada ISK, tetapi lebih tinggi pada pielonefritis
akut daripada ISK bawah dan peningkatan ini berbeda secara bermakna.
Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang
valid untuk pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary
tract infection).
Perlu ditekankan bahwa tidak satupun dari uji laboratorium
tersebut di atas yang dapat dianggap sebagai baku emas (gold standard)
untuk membedakan ISK atas dan ISK bawah.

7
Pemeriksaan skintigrafi ginjal DMSA (dimercaptosuccinic acid renal scan)
merupakan baku emas untuk menentukan pielonefritis akut, namun pemeriksaan
ini tidak rutin dilakukan. Skintigrafi DMSA mempunyai sensitivitas > 90% dan
spesifitas 100% dalam mendiagnosis pielonefritis akut.(1)

Patogenesis

Patogenesis ISK adalah infeksi ascending dari bakteri yang berasal


dari kolon, berkoloni di perineum dan masuk ke kandung kemih melalui
uretra. Infeksi pada kandung kemih akan menimbulkan reaksi inflamasi,
sehingga timbul nyeri pada suprapubik. Infeksi pada kandung kemih ini
disebut sistitis. Gejala yang timbul pada sistitis meliputi disuria (nyeri saat
berkemih), urgensi (rasa ingin miksi terus menerus), sering berkemih,
inkontinensia, dan nyeri suprapubik. Pada sistitis umumnya tidak terdapat
gejala demam dan tidak menimbulkan kerusakan ginjal.
Pada beberapa kasus, infeksi akan menjalar melalui ureter ke ginjal
sehingga timbul pielonefritis. Pada keadaan normal, papilla pada ginjal
memiliki mekanisme antirefluks yang mencegah urin untuk memasuki
tubulus pengumpul ginjal. Namun terdapat papilla, terutama yang terletak
pada bagian atas dan bawah ginjal, tidak memiliki mekanisme ini sehingga
refluks intrarenal bisa terjadi. Urin yang terinfeksi akan masuk kembali,
menstimulasi terjadinya respon imun dan inflamasi yang pada akhirnya
akan menyebabkan terjadinya luka dan parut pada ginjal. Infeksi saluran
kemih juga bisa terjadi pada penyebaran kuman secara hematogen,
misalnya pada endokarditis dan neonatus dengan bakteremia.(5)

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis ISK sangat bervariasi dan sering tidak khas, dari
asimtomatik sampai gejala sepsis yang berat.3 Gejala klinik ISK pada anak
ditentukan oleh intensitas reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas dan
ISK bawah), dan umur pasien. Sebagian ISK pada anak merupakan ISK

8
asimtomatik, umumnya ditemukan pada anak umur sekolah, terutama anak
perempuan dan biasanya ditemukan pada uji tapis (screening programs).
ISK asimtomatik umumnya tidak berlanjut menjadi pielonefritis dan
prognosis jangka panjang baik.1
Gambaran klinis ISK mempunyai spektrum yang sangat luas, dari
yang tanpa gejala (asimptomatik),ringan, sampai ISK dengan komplikasi.
ISK baik yangasimptomatik maupun yang ringan jika tidak ditangani
secara dini dan tepat dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti
gagal ginjal, sepsis, bahkankematian. ISK pada anak-anak jika tidak
diterapi secara dini dan tepat dapat menimbulkan sekuele seperti
pembentukan jaringan parut pada ginjal, hipertensi,gagal ginjal dan
komplikasi selama kehamilan. Hal initerutama sering terjadi pada Negara-
negara berkembang, termasuk Indonesia dimana ISK ini sering luput dari
diagnosis.12
Pada neonatus terdapat beberapa gejala yang memiliki nilai prediktif tinggi
secara konsisten, yaitu gejala gagal tumbuh, kesulitan makan, dan demam.
Peningkatan hiperbilirubin direk dapat timbul sekunder akibat endotoksin
bakteri Gram negatif.5 Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik
dapat berupa apati, anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare,
demam, hipotermia, tidak mau minum, oliguria, iritabel, atau distensi
abdomen. Peningkatan suhu tidak begitu tinggi dan sering tidak terdeteksi.
Kadang-kadang gejala klinik hanya berupa apati dan warna kulit keabu-
abuan (grayish colour).1,4,6
Pada bayi berusia 1 bulan sampai dengan 2 tahun, gejala klinik dapat
berupa demam yang tidak dapat dijelaskan, penurunan berat badan, gagal
tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, muntah, diare, ikterus, dan
distensi abdomen.Tanda-tanda klinis yang ada dapat menyerupai penyakit
gastrointestinal dengan gejala kolik, iritabilitas, dan menjerit secara
periodik. Pada palpasi ginjal anak merasa kesakitan. Demam yang tinggi
dapat disertai kejang.1,5

9
Pada usia 2 tahun, anak mulai menunjukkan tanda-tanda klasik ISK seperti
tidak dapat menahan untuk berkemih (urgency), disuria, sering berkemih
(frequency), atau nyeri perut atau pinggang.5
Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam
yangtinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat
timbuldehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang
dan lebihringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa
polakisuria,disuria, urgency, frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit
perut, sakitpinggang, atau pireksia lebih jarang ditemukan.1
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil,
gejalasaluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada
umumnyamasih normal, dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala
neurologis dapat berupairitabel dan kejang. Nefritis bakterial fokal akut
adalah salah satu bentukpielonefritis, yang merupakan nefritis bakterial
interstitial yang dulu dikenalsebagai nefropenia lobar.1,2
Pada sistitis, demam jarang melebihi 38 °C, biasanya ditandai dengan
nyeri pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi,
nyeri waktu berkemih, rasa diskomfort suprapubik, urgensi, kesulitan
berkemih,retensio urin, dan enuresis.1,2
Kemungkinan ISK harus dipikirkan pada anak kecil dan bayi dengan
demam yang tidak dapat dijelaskan, dan pada pasien di semua rentang usia
dengan demam dan anomali kongenital pada saluran kemih.5Gejala dan
tanda ISK yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik berupa demam,
nyeri ketok sudut kosto-vertebral, nyeri tekan suprasimfisis, kelainan pada
genitalia eksterna seperti fimosis, sinekia vulva, hipospadia, epispadia, dan
kelainan pada tulang belakang seperti spina bifida.3

Diagnosis

Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin. ISK serangan
pertama umumnya menunjukkan gejala klinik yang lebih jelas dibandingkan

10
dengan infeksi berikutnya. Gangguan kemampuan mengontrol kandung
kemih, pola berkemih, dan aliran urin dapat sebagai petunjuk untuk
menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala dan tanda klinik yang sering
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala ISK pada anak.(1)
Pemeriksaan tanda vital termasuk tekanan darah, pengukuran
antropometrik, pemeriksaan massa dalam abdomen, kandung kemih, muara
uretra, pemeriksaan neurologik ekstremitas bawah, tulang belakang untuk
melihat ada tidaknya spina bifida, perlu dilakukan pada pasien ISK. Genitalia
eksterna diperiksa untuk melihat kelainan fimosis, hipospadia, epispadia pada
laki-laki atau sinekie vagina pada perempuan. Pemeriksaan urinalisis dan
biakan urin adalah prosedur yang terpenting. Oleh sebab itu kualitas
pemeriksaan urin memegang peran utama untuk menegakkan diagnosis.(1)
American Academy of Pediatrics (AAP) membuat rekomendasi bahwa
pada bayi umur di bawah 2 bulan, setiap demam harus dipikirkan
kemungkinan ISK dan perlu dilakukan biakan urin. Pada anak umur 2 bulan
sampai 2 tahun dengan demam yang tidak diketahui penyebabnya,
kemungkinan ISK harus dipikirkan dan perlu dilakukan biakan urin, dan anak
ditata laksana sebagai pielonefritis. Untuk anak perempuan umur 2 bulan
sampai 2 tahun, AAP membuat patokan sederhana berdasarkan 5 gejala klinik
yaitu: 1) Suhu tubuh 39°C atau lebih, 2) Demam berlangsung dua hari atau
lebih, 3) Ras kulit putih, 4) Umur di bawah satu tahun, 5) Tidak ditemukan
kemungkinan penyebab demam lainnya. Bila ditemukan 2 atau lebih faktor
risiko tersebut maka sensitivitas untuk kemungkinan ISK mencapai 95%
dengan spesifisitas 31%.(1)

Pemeriksaan Penunjang

Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase,
protein, dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya
bakteriuria, tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK.

11
Leukosituria biasanya ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap
episode ISK simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan
ISK. Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria dengan
biakan urin steril perlu dipertimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp.,
Klamidia sp., dan Ureaplasma urealitikum.(1)
Pemeriksaan dengan stik urin dapat mendeteksi adanya leukosit
esterase, enzim yang terdapat di dalam lekosit neutrofil, yang menggambarkan
banyaknya leukosit dalam urin.
Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri
dalam urin. Dalam keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi
dapat ditemukan jika nitrat diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar
kuman Gram negatif dan beberapa kuman Gram positif dapat mengubah nitrat
menjadi nitrit, sehingga jika uji nitrit positif berarti terdapat kuman dalam
urin. Urin dengan berat jenis yang tinggi menurunkan sensitivitas uji nitrit.
Hematuria kadang-kadang dapat menyertai infeksi saluran kemih, tetapi tidak
dipakai sebagai indikator diagnostik. Protein dan darah mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang rendah dalam diagnosis ISK.(1)
Neutrophil gelatinase associated lipocalin urin (uNGAL) dan rasio
uNGAL dengan kreatinin urin (uNGAL/Cr) merupakan petanda adanya ISK.
NGAL adalah suatu iron-carrier-protein yang terdapat di dalam granul
neutrofil dan merupakan komponen imunitas innate yang memberikan respon
terhadap infeksi bakteri. Peningkatan uNGAL dan rasio uNGAL/Cr > 30
ng/mg merupakan tanda ISK.(1)
Bakteri sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, tetapi dapat dilihat
dengan mikrokop fase kontras. Pada urin segar tanpa dipusing (uncentrifuged
urine), terdapatnya kuman pada setiap lapangan pandangan besar (LPB) kira-
kira setara dengan hasil biakan 107 cfu/mL urin, sedangkan pada urin yang
dipusing, terdapatnya kuman pada setiap LPB pemeriksaan mikroskopis
menandakan jumlah kuman lebih dari 105 cfu/mL urin. Jika dengan mikroskop
fase kontras tidak terlihat kuman, umumnya urin steril.(1)

12
Anti coated bacteri (ACB) dalam urin yang diperiksa dengan
menggunakan fluorescein-labeled anti-immunoglobulin merupakan tanda
pielonefritis pada remaja dan dewasa muda, namun tidak mampu laksana pada
anak.(1)

Pemeriksaan darah
Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun sebagian
besar pemeriksaan tersebut tidak spesifik. Leukositosis, peningkatan nilai
absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah (LED), C-reactive protein
(CRP) yang positif, merupakan indikator non-spesifk ISK atas. Kadar
prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang valid untuk
pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection)
dan skar ginjal. Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam proses
inflamasi. Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β)
meningkat pada fase akut infeksi, termasuk pada pielonefritis akut.

Biakan urin
1) Cara pengambilan spesimen urin
Idealnya, teknik pengumpulan urin harus bebas dari kontaminasi,
cepat, mudah dilakukan untuk semua umur oleh orangtua, murah, dan
menggunakan peralatan sederhana. Sayangnya tidak ada teknik yang
memenuhi persyaratan ini. Pengambilan sampel urin untuk biakan urin dapat
dilakukan dengan cara aspirasi suprapubik, kateter urin, pancar tengah
(midstream), dan menggunakan urine collector. Cara terbaik untuk
menghindari kemungkinan kontaminasi ialah dengan aspirasi suprapubik, dan
merupakan baku emas pengambilan sampel urin untuk biakan urin.
Kateterisasi urin merupakan metode yang dapat dipercaya terutama pada anak
perempuan, tetapi cara ini traumatis. Teknik pengambilan urin pancar tengah
merupakan metode non-invasif yang bernilai tinggi, dan urin bebas terhadap
kontaminasi dari uretra. Pada bayi dan anak kecil, urin dapat diambil dengan

13
memakai kantong penampung urin (urine bag atau urine collector).
Pengambilan sampel urin dengan metode urine collector, merupakan metode
yang mudah dilakukan, namun risiko kontaminasi yang tinggi dengan positif
palsu hingga 80%. Child Health Network (CHN) guideline (2002) hanya
merekomendasikan 3 teknik pengambilan sampel urin, yaitu pancar tengah,
kateterisasi urin, dan aspirasi supra pubik, sedangkan pengambilan dengan
urine bag tidak digunakan. Pengiriman bahan biakan ke laboratorium
mikrobiologi perlu mendapat perhatian karena bila sampel biakan urin
dibiarkan pada suhu kamar lebih dari ½ jam, maka kuman dapat membiak
dengan cepat sehingga memberikan hasil biakan positif palsu. Jika urin tidak
langsung dikultur dan memerlukan waktu lama, sampel urin harus dikirim
dalam termos es atau disimpan di dalam lemari es. Urin dapat disimpan dalam
lemar es pada suhu 40C, selama 48-72 jam sebelum dibiak.

2) Interpretasi biakan urin


Urin umumnya dibiak dalam media agar darah dan media McConkey.
Beberapa bakteri yang tidak lazim menyebabkan ISK, tidak dapat tumbuh
pada media yang sering digunakan dan memerlukan media kultur khusus.
Interpretasi hasil biakan urin bergantung pada teknik pengambilan sampel
urin, waktu, dan keadaan klinik. Untuk teknik pengambilan sampel urin
dengan cara aspirasi supra pubik, semua literatur sepakat bahwa bakteriuria
bermakna adalah jika ditemukan kuman dengan jumlah berapa pun. Namun
untuk teknik pengambilan sampel dengan cara kateterisasi urin dan urin
pancar tengah, terdapat kriteria yang berbeda-beda.
Berdasarkan kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar tengah
dipakai jumlah kuman ≥ 105 cfu per mL urin sebagai bakteriuria bermakna.
Dengan kateter urin, Garin dkk., (2007) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL
urin sebagai kriteria bermakna, dan pendapat lain menyebutkan bermakna jika
jumlah kuman > 50x103 cfu/mL, dan ada yang menggunakan kriteria
bermakna dengan jumlah kuman > 104 cfu/mL. Paschke dkk. (2010)
menggunakan batasan ISK dengan jumlah kuman > 50x 103 cfu/mL untuk

14
teknik pengambilan urin dengan midstream/clean catch, sedangkan pada
neonatus, Lin dkk. (1999) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL, dan Baerton
dkk., menggunakan batasan kuman > 104 cfu/mL jika sampel urin diambil
dengan urine bag.
Interpretasi hasil biakan urin bukanlah suatu patokan mutlak dan kaku
karena banyak faktor yang dapat menyebabkan hitung kuman tidak bermakna
meskipun secara klinis jelas ditemukan ISK.
Cara lain untuk mengetahui adanya kuman adalah dipslide. Cara
dipslide adalah cara biakan urin yang dapat dilakukan setiap saat dan di mana
saja, tetapi cara ini hanya dapat menunjukkan ada tidaknya kuman, sedang
indentifikasi jenis kuman dan uji sensitivitas memerlukan biakan cara
konvensional.(1)

Pemeriksaan pencitraan
Tujuan dari studi pencitraan pada anak-anak dengan ISK adalah
mengidentifikasi kelainan anatomi yang mempengaruhi terhadap
infeksi. Namun pemilihan pmeriksaan dengan imaging yang sesuai untuk ISK
pada anak masih merupakan kontroversi.

1) Ultrasonografi
Ultrasonografi telah menggeser urografi intravena sebagai
pemeriksaan awal untuk ISK pada anak. Ultrasonografi saja umumnya
tidak adekuat untuk investigasi ISK pada anak-anak, karena tidak dapat
diandalkan dalam mendeteksi refluks vesicoureteral, parut ginjal ataupun
perubahan akibat peradangan. Jika refluks atau kelainan morfologi dapat
diidentifikasi, renal scintigraphy and voiding
cystourethrography dianjurkan untuk pemeriksaan lebih lanjut untuk
melihat kelainan ginjal atau jaringan parut pada saluran kemih. Sebuah
rekomendasi saat ini adalah bahwa USG harus dihilangkan pada ISK pada
anak-anak jika demam pada bayi dan anak-anak menanggapi pengobatan

15
(afebril dalam waktu 72 jam), hasil follow up baik, dan tidak ada kelainan
berkemih atau bahkan massa intra abdomen.(4)

2) Urografi intravena
Urografi Intravena menampilkan gambar anatomi yang tepat dari
ginjal dan dapat dengan mudah mengidentifikasi beberapa kelainan
saluran kemih (misalnya, kista, hidronefrosis). Kelemahan utama dari
urografi intravena adalah kurangnya sensitifitas dibandingkan dengan
skintigrafi ginjal dalam deteksi pielonefritis maupun jaringan parut pada
ginjal. Tingginya dosis radiasi dan respon tubuh terhadap kontras sangat
perlu diperhatikan khususnya pada anak-anak. Mengingat kelemahan
tersebut, urografi intravena tampaknya memiliki peran yang kecil dalam
mendeteksi ISK pada anak.(4)

3) Skintigrafi Kortikal Ginjal


Skintigrafi Kortikal Ginjal telah mengganti urografi intravena
sebagai teknik standar untuk mendeteksi peradangan ginjal dan adanya
jaringan parut pada ginjal. Skintigrafi Kortikal ginjal dengan technetium-
99mblabeled glucoheptonate maupun Dimercaptosuccinic Acid (DMSA)
sangat sensitif dan spesifik. Pemakaian DMSA menawarkan keuntungan
dalam deteksi dini perubahan inflamasi akut dan luka yang permanen
dibandingkan dengan USG atau urografi intravena. Hal ini juga berguna
pada neonatus dan pasien dengan fungsi ginjal yang buruk. Computed
tomography (CT) sensitif dan spesifik untuk mendeteksi pielonefritis akut,
tetapi tidak ada studi yang membandingkan CT dan skintigrafi. Selain itu,
CT lebih mahal daripada skintigrafi, selain itu pemaparan radiasi pada
pasien juga lebih tinggi.(6)

4) Voiding Cystourethrography
Karena refluks vesicoureteral merupakan faktor risiko dari
nefropati refluks dan pembentukan jaringan parut pada ginjal, identifikasi

16
awal pada kelainan ini sangat
dianjurkan. Voiding Cystourethrography harus ditunda sampai infeksi
saluran kencing telah terkendali, karena refluks vesicoureteral mungkin
merupakan efek sementara dari infeksi. Namun, karena kepekaan dan
spesifisitas yang rendah, dan karena Voiding
Cystourethrography melibatkan iradiasi gonad dan kateterisasi,
penggunaannya dalam mendiagnosis refluks vesicoureteral masih
dipertanyakan.(6)

Indikasi untuk Voiding Cystourethrography) masih controversial


dan sering berubah. Kebanyakan dokter merekomendasikan pemeriksaan
ini untuk semua anak dengan demam oleh karena
ISK. Voiding Cystourethrography juga dianjurkan pada anak perempuan
yang telah mengalami ISK 2 atau 3 kali dalam jangka waktu 6 bulan, dan
untuk anak laki-laki dengan lebih dari satu
ISK. Voiding Cystourethrography juga harus dilakukan jika sonogram
ginjal menunjukkan kelainan signifikan, seperti hidronefrosis, kelainan
panjang ginjal, atau penebalan dinding kandung kemih. Temuan yang
paling umum adalah refluks vesicoureteral, yang diidentifikasi di sekitar
40% dari pasien.

Waktu pemeriksaan Voiding Cystourethrography juga masih


kontroversial. Meskipun di beberapa pusat penelitian pemeriksaan ini
ditunda 2-6 minggu untuk meredakan peradangan pada kandung
kemih. Sehingga waktu yang tepat adalah pada sebelum anak keluar dari
rawatan dari rumah sakit, pemeriksaan ini sekaligus bisa mengevaluasi
keadaan anak. Jika tersedia, Voiding Cystourethrography radionuklida
daripada Voiding Cystourethrography kontras dapat digunakan pada anak
perempuan. Teknik ini membuat paparan radiasi kurang pada gonad
daripada dengan kontras. Pada anak laki-laki, pemeriksaan radiografi dari
uretra merupakan hal yang penting, sehingga Voiding
Cystourethrography kontras direkomendasikan untuk pemeriksaan

17
radiologis awal. Karena kekhawatiran
bahwa Voiding Cystourethrography mungkin akan menjadi hal traumatis
kepada anak, beberapa orangtua masih mempertanyakan
perlunya VoidingCystourethrography jika ultrasonogram hasilnya normal.
Perlu diingat bahwa ultrasonografi tidak sensitif dalam mendeteksi refluks,
hanya 40% dari anak-anak dengan refluks memiliki kelainan pada
ultrasonogram tersebut.(4,6)

5) Isotope Cystogram

Meskipun Isotope Cystogram menyebabkan ketidaknyamanan


yang sama seperti kateterisasi kandung kemih yang digunakan dalam
Voiding Cystourethrography, pemeriksaan ini memiliki keunggulan dilihat
dari dosis radiasi ionisasi yang hanya 1% daripada yang digunakan pada
Voiding Cystourethrography dan pemantauan terus menerus (ada
pemeriksaan ini juga lebih sensitif untuk mengidentifikasi adanya suatu
refluks dibandingkan pemeriksaan flourokopi sesekali yang dilakukan
pada VoidingCystourethrography).(6)

2.2 Diagnosis Banding


Diagnosis ISK dikonfirmasi dengan hasil positif pada kultur urin,
walaupun hasil tersebut tidak dapat digunakan untuk membedakan asal
infeksi (saluran kemih atas atau bawah). Lokasi ISK sangat penting,
karena ISK atas lebih sering berkaitan dengan bakteremia dan kelainan
anatomi daripada sistitis tanpa komplikasi. Manifestasi klinis ISK pada
neonatus, bayi dan anak balita tidak dapat dibedakan berdasarkan asal
infeksi. Demam dan nyeri perut dapat terjadi, baik pada ISK bawah
maupun atas, walaupun demam tinggi, nyeri pada kostovertebral, LED
yang tinggi, leukositosis dan bakteremia lebih menunjukkan ISK atas.
Ditemukannya granula leukosit/sedimen leukosit (WBC cast),

18
ketidakmampuan untuk mengkonsentrasi urin secara maksimal,
ditemukannya bakteri yang dilapisi antibodi yang terdeteksi oleh
imunofluresensi dan ekskresi β2-mikro-globulin dapat memberi makna
secara terbatas dalam memrediksi lokasi ISK sebagai ISK atas. Metode
pencitraan DMSA merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk mendeteksi
pielonefritis akut.5
Manifestasi klinis ISK seringkali tumpang tindih dengan sepsis terutama
pada anak kecil; dan dengan enteritis, apendisitis, limfadenitis
mesenterium, dan pneumonia pada anak yang lebih besar. Disuria dapat
pula mengindikasikan adanya infeksi cacing kremi, hipersensitivitas pada
sabun atau deterjen lainnya, vagnitis, ataupun pelecehan seksual dan
infeksi.5

2.3 Terapi
Tata laksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti umur pasien,
lokasi infeksi,gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang menyertai ISK.
Sistitis danpielonefritis memerlukan pengobatan yang berbeda.
Keterlambatan pemberianantibiotik merupakan faktor risiko penting
terhadap terjadinya jaringan parutpada pielonefritis. Sebelum pemberian
antibiotik, terlebih dahulu diambilsampel urin untuk pemeriksaan biakan
urin dan resistensi antimikroba.Penanganan ISK pada anak yang dilakukan
lebih awal dan tepat dapat mencegahterjadinya kerusakan ginjal lebih
lanjut.3
Penyebab tersering ISK ialah Escherichia coli. Sebelum ada hasil biakan
urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik selama 7-10 hari
untuk eradikasi infeksi akut. Anak yang mengalami dehidrasi, muntah,
atau tidak dapat minum oral, berusia satu bulan atau kurang, atau dicurigai
mengalami urosepsis sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk rehidrasi dan
terapi antibiotika intravena.3

19
Tabel 2. Dosis antibiotika parenteral (A), oral (B), dan profilaksis (C)
untuk pengobatan ISK3

Prinsip pengobatan ISK pada anak adalah memberantas bakteri penyebab,


menghilangkan gejala-gejala yang ditimbulkan, serta mencegah terjadinya
kerusakan ginjal sedini mungkin. Pemberian antibiotik pada ISK
sebaiknya disesuaikandengan hasil biakan kemih, tetapi hal ini tidak selalu
dapatdilakukan sebab pengobatan ISK harus segera diberikan
sambilmenunggu hasil biakan kemih tersebut. Antibiotik diberikan
sekurang kurangnya 7-10 hari, meskipun dalam waktu 48 jam biasanya
telah terlihat respon klinik dan biakan kemih telah steril. Dan akhir-akhir
ini dilaporkan semakin banyak jenisbakteri penyebab ISK yang resisten
terhadap antibiotik tertentu.10
Terapi empiris harus diberikan pada anak yang memiliki gejala dan pada
seluruh anak dengan hasil kultur urin positif. Pada anak yang lebih muda
yang tidak menunjukkan gejala tetapi memiliki hasil kultur urin positif,
terapi antibiotik harus diberikan secara parenteral ataupun oral. Pada anak

20
dengan kecurigaan ISK yang terlihat sakit berat, dehidrasi, ataupun dengan
asupan cairan tidak adekuat, pemberian terapi inisial antibiotik harus
secara parenteral, dan perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan.5
Neonatus dengan ISK diterapi selama 10-14 hari dengan antibiotik
parenteral karena kemungkinan tinggi mengalami bekteremia. Pada anak
yang lebih besar dengan sistitis akut diterapi selama 7-14 hari dengan
antibiotik oral. Adanya peningkatan resistensi bakteri telah membatasi
manfaat penggunaan beberapa jenis antibiotik seperti amoksisilin.
Timethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMZ) sering digunakan, walaupun
resistensi terhadap jenis obat ini makin meningkat. Sefalosporin generasi
ketiga seperti sefiksim dan sefpodoksim terbukti efektif, tetapi lebih
mahal. Anak dengan demam tinggi ataupun manifestasi klinis pielonefritis
akut lainnya seringkali memerlukan perawatan inap untuk mendapatkan
terapi inisial antibotik parenteral. Pasien yang mengalami gejala toksik
sistemik seperti menggigil dan demam tinggi harus dirawat inap dan
diterapi dengan sefotaksim dan gentamisin intravena ataupun preparat
aminoglikosid lainnya. Bila pasien telah menjadi lebih baik dan afebris,
terapi oral dengan preparat yang disesuaikan dengan hasil kultur diberikan
untuk melanjutkan terapi antibiotik hingga total mencapai 7 sampai 14
hari.5
Sebagian besar ISKdisebabkan oleh bakteri dan hanya sebagian kecil
yangdisebabkan oleh jamur atau virus. Sehingga pengobatan yang utama
pada ISK adalah antibakteri.13
Saat ini telah banyak terjadi resistensi bakteri penyebab ISK terhadap
antibakteri sehingga angkakesakitan semakin tinggi. Perubahan pola
resistensibakteri penyebab ISK terjadi lebih cepat dibanding infeksi
lainnya.13
Secara umum isolat bakteri telah banyak yang resisten terhadap golongan
penisilin. Sejak golonganpenisilin digunakan, jenis bakteri yang tadinya
sensitifsemakin banyak yang menjadi resisten. Mekanisme yang terpenting
dalam menyebabkan resistensi bakteriterhadap golongan penisilin adalah

21
pembentukan enzimbetalaktamase oleh bakteri-bakteri, seperti berbagai
bakteri batang Gram negatif, S. aureus, H. Influenzadan Gonococcus.13
Menurut kepustakaan, bakteri-bakteri penyebab ISK masih sensitif
terhadap quinolon (misalnyaciprofloxaxime). Namun, seiring dengan
peningkatanpenggunaan quinolon di rumah sakit telah mengakibatkan
peningkatan resistensi bakteri terhadapquinolon tersebut.Resistensi
antibakteri golongan quinolon ini sekarang telah menjadi permasalahan
yang meningkat di beberapa negara Eropa.13
Escherichia coli sebagai flora usus sumber etiologi utama ISK merupakan
populasi bakteri yang palingbanyak menerima terapi antibakteri.13
Hasil penelitian juga menunjukan resistensi Escherichia coli yang tinggi
terhadapamoxycilin 81,82%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sejak
dari dahulu ampicilin dan amoxycilin telah banyak digunakan sebagai
terapi infeksi di tengah masyarakat. Selain itu bakteri Gram negatif seperti
Escherichia coli menghasilkan plasmid yang dapat memindahkan gen
resistensi dan juga menghasilkan enzim beta laktamase yang dapat
menghambat mekanisme keja antibakteri golongan beta laktam.13
Antibakteri sepalosporin generasi pertama sudah lama dan
seringdigunakan untuk terapi ISK sehingga bisamenyebabkan terjadinya
resistensi. Antibakteri sepalosporin generasi kedua efektif terutama
terhadapbakteri Gram negatif, sedangkan sefalosporin generasiketiga
(seperti cefadroxil,cefriaxone, dan lain-lain) aktif dan mempunyai spektum
yang luas terhadapEnterobacteriaceae, termasuk strain
penghasilpenisilinase atau strain yang resisten terhadapsepalosporin
generasi kedua. Namun, dengan adanyaberbagai mekanisme bakteri dalam
menyebabkanresistensi, bakteri-bakteri tersebut dapat saja
menjadiresisten.13
Proteus sp. memiliki resistensi yang tertinggi terhadap ampicilin,
ampicilin sulbactam, amoxycilin,amoxycilin clavulanic acid,
ciprofloxaxime,ceftazidime, cefriaxone dan penicillin G sebesar
100%.Proteus ini memproduksi urease dengan membebaskan amonia.

22
Selain itu gerakan spontan Proteus dapatberpengaruh pada invasi sistem
saluran kemih. Dengan demikian, infeksi sistem saluran kemih yang
disebabkan oleh Proteus akan membuat urin menjadi alkali dan
mengakibatkan endapan kalsiumfosfat dan tripel kalsium, magnesium, dan
ammoniumfosfat sehingga menganggu kerja antibakteri.13
Derajat toksisitas, dehidrasi, dan kemampuan untuk menerima asupan
cairan harus dianalisis dengan hati-hati. Memperbaiki dan
mempertahankan hidrasi yang adekuat termasik koreksi kelaina elektrolit
yang seringkali terjadi akibat muntah ataupun asupan yang tidak adekuat
sangat penting.5
Bayi dan anak yang tidak menunjukkan respons klinis dalam waktu 2 hari
setelah pemberian terapi antimikrobial harus dievaluasi ulang, dan
dilakukan pengambilan ulang spesimen urin untuk dikultur, serta
menjalani pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan VCUG ataupun
sistografi radionuklida, segera.5
ISK yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri sehingga selalu
memerlukan antibakteri untukpengobatannya. Tetapi karena pola bakteri
pada satupopulasi mudah merobah pola kepekaan terhadap antibakteri
pada waktu dan tempat berbeda, makaidealnya jenis antibakteri yang
dipakai untukpengobatan empirik sesuai dengan pola kepekaan isolat
setempat. Selain itu untuk mencapai eradikasi bakterial dari saluran kemih
pada terapi empirik juga diperlukandata yang ‘up to date’ tentang pola
etiologi dan polaresistensinya.13Selain pemberian antibiotik, penderita ISK
perlu mendapat asupan cairan yang cukup, perawatan higiene daerah
perineum dan periuretra, serta pencegahan konstipasi.3
Perlu dilakukan pemantauan terapi dimana jika dalam 2 x 24 jam setelah
pengobatan fase akut dimulai, gejala ISK umumnya menghilang. Bila
belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang
lain.Pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin ulang dilakukan 3 hari
setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1
bulan dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotik sesuai hasil uji

23
kepekaan.Bila ditemukan adanya kelainan anatomik maupun fungsional
yang menyebabkan obstruksi, maka pengobatan fase akut dilanjutkan
dengan antibiotik profilaksis. Antibiotik profilaksis juga diberikan pada
ISK berulang, ISK pada neonatus, dan pielonefritis akut.ISK simpleks
umumnya tidak mengganggu proses tumbuh kembang, sedangkan ISK
kompleks bila disertai dengan gagal ginjal kronik akan mempengaruhi
proses tumbuh kembang.3

2.4 Komplikasi dan Prognosis


ISK pada masa bayi dan anak seringkali mengakibatkan hal-hal yang
kurang menguntungkan di kelak kemudian hari oleh karena dapat
menimbulkan berbagai komplikasi seperti ISKberulang, refluks
vesikoureter, batu saluran kemih, hipertensi,bahkan dapat mengakibatkan
gangguan fungsi ginjal berupa gagal ginjal kronik dan berakhir dengan
gagal ginjal terminal yangmemerlukan dialisis serta transplantasi.7
Bakteremia terjadi pada 2-5% kasus pielonefritis dan lebih sering terjadi
pda bayi daripada anak besar. Abses ginjal fokal merupakan komplikasi
yang jarang terjadi.5
Peningkatan resistensi bakteri Gram negatif pada ISK akan memudahkan
timbulnya komplikasi dan lebihsukarnya pengobatan. Hal ini disebabkan
risikoterjadinya komplikasi pielonefritis terutama terjadi jika penyebabnya
termasuk golongan Enterobacteriaceae,Pseudomonadeae dan
Enterococus. Selain itu bakteri Gram negatif juga lebih mudah
memindahkan gen penyandiresistensi terhadap antibakteri. Hal ini
mengakibatkanpola resistensinya lebih dinamis dibanding Gram
positiftetapi akan lebih sukar jika bakteri telah membentuk biofilm yang
merupakan suatu formasi yang akanmenghambat penetrasi antibakteri dan
bahkan mampumenetralisir antibakteri pada saluran kemih.13
Tingkat kekambuhan ISK diperkirakan sekitar 25-40%. Kekambuhan
seringkali terjadi dalam kurun waktu 2-3 minggu setelah terapi. Kultur
urin ulangan harus dilakukan 1-2 minggu setelah pemberian terapi selesai

24
untuk mengetahui sterilitas urin. Antibiotik profilaksis harus diberikan
sampai pemeriksaan VCUG dilakukan dan tanda-tanda adanya refluks
diketahui. Pemberian terapi profilaksis dengan menggunakan TM-SMZ (2
mg/kg TMP, 10 mg/kg SMZ) dan nitrofurantoin (1-2 mg/kg) diberikan 1
kali sehari sebelum tidur, sebaliknya amoksisilin dan sefalosporin,
memiliki tingkat resistensi antibiotik yang rendah. Pemeriksaan lanjutan
berkala selama 2-3 tahun harus dilakukan dengan pengulangan kultur urin
sesuai dengan indikasi. Beberapa pakar merekomendasikan pengulangan
kultur urin setelah sistitis berulang ataupun pielonefritis dilakukan setiap
bulan selama 3 bulan berturut, setelah itu dilakukan 3 bulan sekali selama
6 bulan, kemudian dilakukan setiap tahun selama 2-3 tahun.5
Refluks tingkat 1 dan 3 memiliki tingkat kesembuhan 13% pertahun pada
5 tahun pertama, kemudian 3,5% pertahun. Refluks tingkat 4-5 memiliki
tingkat kesembuhan 5% pertahun. Refluks bilateral memiliki tingkat
kesembuhan yang lebih lambat daripada refluks unilateral.5

2.5 Pencegahan
Pencegahan primer dicapai dengan cara menjaga higiene area per ineum
dan pengelolaan faktor risiko yang mendasari terjadinya ISK seperti
konstipasi kronik, enkopresis, dan inkontinensia urin pada siang hari
ataupun malam hari. Pencegahan sekunder ISK dengan pemberian
antibiotik profilaksis yang diberikan sekali sehari, dilakukan untuk
mencegah terjadinya infeksi berulang, walaupun pengaruh profilaksis
sekunder untuk mencegah terjadinya jaringan parut pada ginjal tidak
diketahui. Pengasaman urin dengan jus cranberry tidak direkomendasikan
sebagai terapi profilaksis tunggal untuk pencegahan ISK pada anak-anak
yang berisiko tinggi.5

2.6 ISK pada Bayi Baru Lahir


Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan masalah yang biasa pada BBL dan
kadang-kadang merupakan sumber infeksi dari sepsis neonatorum atau

25
sebaliknya. ISK didefinisikan sebagai bakteri urin yang bermakna dari
saluran kemih. ISK bisa tanpa gejala atau bersamaan dengan sepsis
neonatorum. Pada hampir semua BBL dengan ISK akan sembuh
sempurna. Tapi pada beberapa bayi dengan kelainan refluks vesikoureter
dan pemberian antibiotik tak adekuat akan menyebabkan terjadi jaringan
parut pada ginjal dan menyebabkan hipertensi dan atau gagal ginjal pada
masa kanak-kanak dikemudian hari.
Prevalensi bakteri urin pada BBL kurang dari 0,1% dan pada bayi
prematur 3% dimana laki-laki lebih banyak dari wanita.
Penyebab ISK ini 75-80% Escherichia coli, sisanya adalah basil gram
negatif (Klebsiella, Enterobacter dan Proteus) dan gram positif
(Enterokokkus, Stafilokokus epidermidis dan Stafilokokus aureus). Pada
bayi yang dirawat di perawatan intensif BBL selalu ada kemungkinan
infeksi Pseudomonas.
Gejala dari ISK pada BBL bervariasi dan tak spesifik. Gejalanya hampir
sama dengan sepsis neonatorum yang berat seperti suhu tak stabil,
sianosis, koagulasi intravaskular diseminata atau berat badan yang tidak
naik, panas tak terlalu tinggi, iritabel, perut kembung, diare, muntah dan
ikterus. ISK jarang ditemukan pada sepsis dalam 3 hari pertama.
Diagnosis ISK ditegakkan dari kultur urin dari pungsi vesika urinaria atau
kateterisasi dengan jumlah koloni >100.000/Ml.
Pemeriksaan USG dan voiding cystourehtrography untuk melihat kelainan
pada ginjal dan ada tidaknya refluks.
Bayi yang dicurigai menderita ISK harus segera diberi antibiotik
ampicillin dan gentamisin atau cefotaxime. Lama pengobatan adalah
sampai hasil kultur urin negatif, kemudian antibiotik per oral diteruskan
10-14 hari lagi. Pada penderita dengan kelainan obstruksi memerlukan
tindakan bedah. Pada bayi yang ada refluks antibiotik profilaksis
diteruskan sekurang-kurangnya 6 bulan sampai 1 tahun (sampai umur 6
minggu amoxicillin 20 mg/kg dosis tunggal setelah itu kotrimoksazol 2
mg/kg/hari sekali sehari).

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati EL. Ikatan


Dokter Anak Indonesia (IDAI) Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi:
Kosensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. p.1-4
2. Down SM. Technical report: Urinary tract infection in febrile infants and
young children. Pediatrics 1999;103:e 54(p1-22, electronic article).
Tersedia pada: http://pediatrics.aappublications.org/content/103/4/e54.full-
text.pdf. Diakses pada Januari 2016.
3. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Pedoman PelayananMedis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta: Pengurus Pusat
IkatanDokter Anak Indonesia; 2010: 136-8.
4. Lin CW, Chiou YH, Chen YY, Huang YF, Hsieh KS, Sung PK. Urinaty
tract infection in neonates. Clin Neonatol 1999;6:1-4. Tersedia pada link:
http://www.son.org.tw/upload/Jour/2/199912/1.pdf. Diakses pada Januari
2016.
5. Mahan JD. Nefrologi dan Urologi. Dalam: Marcdante KJ, Kliegman RM,
Jenson HB, Behrman RE, penyunting. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi 6. Singapura: Elsevier (Singapore); 2014: 662-4.
6. Baerton M, Bell Y, Thame M, Nicholson A, Trotman H. Urinary tract
infection in neonates with serious bacterial infections admitted to the
University Hospitalof the West Indies. West Indian Med J 2008;57:.

27
Tersedia:http://caribbean.scielo.org/scielo.php?script=sci_aettext&pid=S0
043.Diakses pada Januari 2016.
7. Subandiyah K. Pola dan Sensitivitas Terhadap Antibiotik Bakteri
Penyebab Infeksi Saluran Kemih Anak di RSU DR Saiful Anwar Malang.
J Ked Braw, Vol. XX, No.2, Agustus 2004.
8. Feld LG. Urinary tract infections in childhood:
definition,pathogenesis,diagnosis and management. Pharmacotherapy
1991;11: 326–335. 5. Tersedia pada link:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/j.18759114.1991.tb04297.x/ep
df. Diakses pada Januari 2016.
9. Sotelo, T. & Westney, L. 2003. Recurent urinary tract infection in women.
Curr Women’s Health Rep 3: 313-318. Tersedia pada link:
http://www.infeccionurinaria.com.ar/trabajos_cientificos/ADULTOS/SOT
ELO2003.pdf. Diakses pada Januari 2016.
10. Syed M, Ahmed, Steven K,et al. Evaluation and treatment of urinary tract
infection in children. American Family Physician 1998; 3: 67 – 73. 7.
Tersedia pada link: http://www.aafp.org/afp/1998/0401/p1573.html.
Diakses pada Januari 2016.
11. Arslan, S., Caksen, H., Rastgeldi, L., Uner, A., Oner, A.F. & Odabas, D.
2002. Use of urinary Gram stain for detection of urinary tract infection in
childhood. Yale J. Biol Med 75: 73-78.
12. Bircan, Z. 2002. Review Article Urinary Tract Infection and the
Pediatricians. Internasional Pediatrics. Tersedia pada link:
https://www.researchgate.net/publication/237413240_Urinary_Tract_Infec
tions_and_the_Pediatricians. 17(3): 143-144. Diakses pada Januari 2016.
13. Endriani R, Andrini F, Alfina D. Pola Resistensi Bakteri Penyebab Infeksi
Saluran Kemih (ISK) Terhadap Antibakteri di Pekanbaru. Jurnal Natur
Indonesia 12(2), April 2010: 130-135
14. Tasli JM. Gangguan Urogenital. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Satosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2014: 374-5.

28
15. National Institute for Health and Clinical Excellence. (2007): Urinary tract
infection in children. Tersedia pada link:
http://guidance.nice.org.uk..CG054. Diakses pada Januari 2016.

29

Anda mungkin juga menyukai