Bab - Ii PDF
Bab - Ii PDF
1. Pengertian Nilai
bahwa nilai tak terbatas ruang lingkupnya, karena nilai sangat erat
bersifat ideal, abstrak, dan tidak dapat disentuh oleh panca indera sedangkan
yang dapat ditangkap hanya tingkah laku yang mengandung nilai tersebut.
Nilai bukan merupakan fakta yang berbentuk kenyataan dan konkrit, sehingga
nilai tidak mungkin diuji dan ukurannya pada diri yang menilai.2
tinjauan aksiologi, nilai dapat dibagi menjadi nilai mutlak, nilai intrinsik
oleh Muhson dan Samsuri bahwa nilai itu sekurang-kurangnya memiliki tiga
ciri, yaitu: pertama nilai berkaitan dengan subjek. Kalau tidak ada subjek
yang menilai, maka juga tidak ada nilai. Kedua, nilai tampil dalam suatu
1
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Al-Fabeta, 2011),
hlm. 10.
2
Abdul Khobir, Filsafat pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Press, 2007), hlm.
35-36.
3
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm,
hlm. 121.
21
22
yang semata-mata teoretis, tidak akan ada nilai. Ketiga, nilai menyangkut
sifat-sifat yang “ditambah” oleh subjek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh
orientasinya pada berhasil dan gagalnya sesuatu, nilai efek sensorik yang
religius yang mendasari orientasinya pada dosa dan pahala, halal dan haram.5
keyakinan.
pandangan sosiolog.
4
Muhson dan Samsuri, Dasar-Dasar Pendidikan Moral (Jogjakarta: Ombak, 2013),
hlm. 23-24.
5
Abdul Khobir, Op.Cit, hlm. 39.
23
3) Hans Jonas menyatakan bahwa nilai adalah alamat sebuah kata “ya” (value
Dari keempat definisi nilai tersebut dapat ditarik definisi baru agar
lebih sederhana dan mencakup keempat definisi tersebut, yaitu: nilai adalah
2. Pendidikan Humanis
hidup secara optimal baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari
hidupnya. Dari makna tersebut maka secara otomatis yang menjadi sasaran
sebagai salah satu insting manusia yang selalu ingin mengetahui segala
sesuatu disekelilingnya yang belum diketahuinya. Berasal dari rasa ingin tahu
6
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan PENDIDIKAN NILAI, (Bandung:Alfabeta,
2004), hlm. 7-8
7
Chabib Thoha, Filsafat Pendidikan Islam (Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 1996) hlm.21.
8
Umar Tirta Raharja dan Ia Suto, Pengantar Pendidikan, (Jakarta, Grasindo, 1995)
cet.2, hlm, 19.
24
maka tumbuh ilmu pengetahuan.9 Oleh sebab itu, untuk menjadikan anak
lebar dalam salah satu bukunya bahwa secara kebahasaan pendidikan kita
berarti tarbiyah dalam bahasa Arab11, selain kata tarbiyah, terdapat pula kata
ta’lim dari ta’dib. Dari ketiga istilah tersebut kata yang paling populer
para ahli masih belum seragam dalam mendefinisikan istilah pendidikan. Hal
ini terbukti dengan munculnya beberapa pendapat dari pakar pendidikan yang
9
Jahar Laris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, (Jakarta : Pusat Pembukuan
Dekdikbud dengan PT Rineka Cipta, 2000) hlm.1.
10
Made Pidarta, Landasan Kependidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997) hlm.4.
11
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 2000),
hlm.5.
12
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pres, 2002), hlm.25.
13
Frederick J. McDonald, Educational Psychology,( Tokyo: Overseas Publications,
LTD.1954). Hlm. 4.
25
manusia dewasa dan secara tatap muka atau dengan menggunakan media
seutuhnya16
Humanisme berasal dari kata latin humanis dan mempunyai akar kata
aliran pemikiran kritis yang berasal dari gerakan yang menjunjung tinggi
aspek fundamental bagi renaisans, yaitu aspek yang dijadikan para pemikir
14
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya,1994), cet. 2 hlm.26.
15
Ngalim Purwanto, op.cit, hlm.10
16
Zahara Idris, dan Jawal Lisma, Pengantar Pendidikan ( Jakarta: Garamedia
widiasarana Indonesia, 1992), hlm 4.
17
A Mangunhadjana, Isme-Isme Dari A Sampai Z, (Jogjakarta: Kanisius,1997) ,
hlm. 93.
26
karya manusia. Manusia adalah penguasa atas dirinya. Oleh karena itu, fitrah
manusia adalah menjadi merdeka, menjadi bebas. Hal ini merupakan tujuan
kehendaknya.19
1. Humanum
merdeka, makhluk Tuhan, bahkan dalam islam di sebut khalifah atau wakil
18
Haryanto Al-Fandi.op.cit. hlm.71.
19
Umiarso dan Zamroni, op.cit. hlm. 138.
20
Haryanto Al-Fandi.op.cit. hlm.79-80.
27
2. Humanitas
dengan manusia lain yang ditandai oleh kehausan budi pekerti dan adab,
dan sebagainya.
3. Humaniora
pada peran peserta didik, yaitu pola pendidikan yang menghargai keragaman
aktualisasi manusia tidak hanya terbatas pada satu aspek, tetapi banyak aspek
21
Akhmad Muhaimin Azzet, op. cit. hlm. 190.
28
pilihan hidupnya.22
bahwa dalam proses belajar mengajar di dunia pendidikan, terdapat tiga unsur
manusia (peserta didik), termasuk apa yang ada di dalam diri peserta didik.
dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu mereka untuk dapat
lain, kepekaan perasaan dan emosi yang manusiawi, keterlibatan peserta didik
secara aktif dalam kegiatan pengajaran dan efisien dalam cara belajarnya.24
bertanggung jawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang
bersama secara kritis dan kreatif. Fungsi pendidik tidak semata-mata sebagai
pembelajaran.
sisi intelektual (kognitif), tetapi juga sisi fisik (psikomotorik), perasaan dan
perkembangan diri peserta didik secara utuh sehingga mereka menjadi pribadi
a. Membebaskan
yang satu dengan manusia yang lainnya sama sekali tidak dibenarkan
b. Memanusiakan
25
Akhmad Muhaimin Azzet, op. cit. hlm. 9.
30
Manusia bisa diposisikan sebagai hewan, bahkan lebih rendah dari hewan
yaitu sebagai wakil Allah (khalifatullah) di muka bumi dan hamba Allah
(abdullah).26
patuh dan tunduk kepada Tuhannya. Segala aturan yang membuatnya tidak
sama sekali tidak boleh dilakukan. Sebagai abdi yang hanya patuh dan
khalifah atau wakil Tuhan di bumi ini. Sebagai khalifah, manusia diberi
bukan peran yang main-main dan rendahan. Ini adalah peran yang besar
26
Ibid , hlm. 181.
27
Haryanto Al-Fandi, op. cit , hlm. 40.
31
dan mulia. Tidak mungkin peran yang besar dan mulia ini dapat dilakukan
c. Demokratis
hal penting yang mesti dilakukan agar anak manusia tidak tersingkirkan
d. Dialogis
diperlakukan sebagai objek. Bila sudah ada pola sejajar, dialog dalam
28
Ibid, hlm. 41.
29
Akhmad Muhaimin Azzet, op. cit. hlm. 52.
30
Ibid, hlm. 62.
32
genre sastra disamping genre-genre sastra yang lain.31 Prosa dalam pengertian
kesusastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau
wacana naratif (narrative discourse). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti
cerita rekaan (disingkat: cerkan) atau cerita khayalan. Bentuk karya fiksi yang
Kata novel berasal dari bahasa Italia Novella yang secara bahasa
berarti barang baru yang kecil, dari, dan kemudian diartikan sebagai cerita
pendek dalam bentuk prosa,32 dalam buku “Tifa Penyair dan Daerahnya”,
adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu
kejadian yang di luar biasa dalam kehidupan orang-orang, luar biasa karena
dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan
utamanya yang mengandung konflik dan sangat menarik minat pembaca lebih
31
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta : Gajah MadaUniversity
Press, 2013), hlm. 1.
32
Ibid, hlm. 11-12.
33
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta : Erlangga, 1989),
hlm. 19
33
dirancukan dengan istilah fiksi lainnya seperti roman, novelet dan cerpen.
Kata roman sendiri berasal dari kata romance yaitu kisah panjang,
pada satu krisis dalam satu segi kehidupan, maka roman terbentuk dari
Indonesia adalah Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Azab dan Sengsara karya
roman dan novel adalah sama. Pada awalnya, semua fiksi panjang yang
karena di Belanda pada saat menyebut semua fiksi panjang dengan istilah
roman. Namun pasca perang dunia ke-2, orientasi sastrawan Indonesia mulai
beralih dari Belanda ke Inggris dan Amerika yang menyebut fiksi yang
dan cerpen. Novelet tampil dalam bentuk buku setebal antara 50 sampai 75
34
Ristri Wahyuni, Kitab Lengkap Puisi, Prosa dan Pantun Lama ( Jogjakarta: Saufa,
2014), hal. 181.
35
Tim Penulis, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta : PT Cipto Adi Pustaka,
1990), hlm. 196
36
Suroto, op.cit., hlm. 20 – 22.
37
Jacob Sumarjo, Catatan kecil tentang Menulis Cerpen, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar,1997), hlm. 183
34
Novelet memiliki jumlah tokoh dan tema terbatas. Penguraiannya agak luas
dalam dan watak.38 Beberapa novelet Indonesia antara lain : “ Aki” karya
Idrus, “Sri Sumarah” karya Umar Kayam dan “Koong” karya Iwan
Simatupang.
a. Nilai Sosial
Nilai sosial ini akan membuat orang lebih tahu dan memahami
b. Nilai Ethik
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri yaitu novel yang
dicari dan dihargai oleh para pembaca yang selalu ingin belajar sesuatu
c. Nilai Hedorik
diberikan.
38
Tim Penulis, op.cit., hlm. 197
39
Arianto Samier Irhash ( di akses 28 maret 2015) Pengertian Novel. Di akses dari
http://www.sobatbaru.blogspot.com
35
d. Nilai Spirit
e. Nilai Koleksi
f. Nilai Kultural
lain daerah.
1. Media Pendidikan
diperlukan berbagai alat dan metode. Istilah lain dari alat pendidikan biasa
dikenal sebagai media pendidikan. Dalam sejarah umat manusia ada berbagai
peristiwa yang dianggap pakar sejarah sebagai pertanda era baru. Hal tersebut
diawali oleh penemuan tulisan paku pada zaman mesir kuno, penemuan
tulisan paku pada zaman Assyria kuno, serta penemuan alat percetakan pada
mengubah hakikat dari tujuan pendidikan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
pendidikan dari dahulu hingga sekarang intinya tidak berubah, yang berubah
adalah teknik, teknologi, metode dan medianya.40 Kata media berasal dari
bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kara medium yang secara
a. Arief S. Sadiman dkk, kalau media adalah perantara atau pengantar pesan
pendidikan.43
media kapur, papan tulis, meja, kursi, kelas dan sebagainya, namun media
cetak dan elektronik juga bisa menjadi salah satu media belajar bagi peserta
didik pada zaman sekarang. Salah satu yang bisa didapatkan dari media
40
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-12, (Jakarta : Radar
Jaya Offset, 1988), hlm. 168-169.
41
Arief S. Sadiman, dkk, Media pendidikan, (Jakarta : CV Rajawali, 1990), cet iv,
hlm. 6
42
Ibid.
43
Zakiyah Daradjat,op.cit., hlm. 80
37
Oleh karena itu melalui karya sastra dapat diperlihatkan dunia-dunia lain
sastra.44
dalam hidup terhadap perintah Allah yang dibawa oleh Nabi atau Rasul yang
44
Jan van Luxemburg, dkk., Pengantar Ilmu Sastra, Terj. Dick Hartoko, (Jakarta :
Gramedia, 1986), hlm. 85.
45
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 70.
38
salah satu sarana untuk mengajarkan nilai-nilai ajaran Islam kepada umatnya.
Cerita yang berasal dari Nabi berbeda dengan cerita manusia umumnya. Cerita
tiga contoh cerita yang disampaikan nabi kepada para sahabatnya, yakni cerita
tiga bayi bicara, ashabul ukhdud dan si botak, si gelang dan si buta.46
menyampaikan dakwah kepada masyarakat, dan juga media cerita ini masih
dapat kita jumpai sampai sekarang aitu pada wayang kulit, yang dulu
dapat diambil sebagi pelengkap media-media lain seperti televisi dan surat
kabar dalam membentuk sistem nilai yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
upaya baru yang perlu dilakukan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Setidaknya ada sisi positif dari novel yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran itu dapat diambil dari contoh cerita, yaitu lewat
pemaparan kisah-kisah dalam novel. Dari novel kita tidak hanya belajar
tentang cinta, tepapi kita bisa belajar tentang banyak hal. Kisah dalam novel
46
M. Alwi al-Maliki, Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah, (Jakarta : Gema Insani
Press, 2002), hlm. 94-114.
39
menangkap momentum tepat yang ada pada peran novel dengan tuntutan
Jadi jelas bahwa upaya umtuk memanfaatkan media yang ada untuk
D. Jenis-jenis Novel
diantaranya, yaitu:
a. Novel Populer
47
Burhan Nurgiyantoro, op.cit, hlm. 19-28.
40
namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer lebih mudah
untuk bisa memahaminya dengan baik. Berbagai unsur cerita seperti plot,
Perwatakan tokoh selalu berkembang dan tidak akan terjadi sesuatu yang
baru dengan cara pengucapan yang baru pula. Adapun contoh novel serius,
yaitu: Gairah untuk Hidup dan Gairah untuk Mati, Pada sebuah Kapal,
3. Novel Teenlit
Para tokoh remaja itu hadir lengkap dengan karakter dan masalahnya.
Tokoh utama cerita yang pada umumnya perempuan adalah tokoh yang
41
dapat diidolakan, tokoh yang berkarakter khas remaja, tokoh yang dapat
dijadikan ajang pencarian identitas diri dan kelompok. Novel Teenlit juga
dunia remaja dengan bahasa gaul yang khas remaja karena pada umumnya
ditulis oleh remaja. Adapun contoh novel Teenlit, yaitu: Dylan Nuranditya
(18 tahun) menulis DeaLova (2014), Maria Ardelia (16 tahun) menulis Me
vs High Heels! Aku vs Sepatu Hak Tinggi! (2004), Gisantia Bestari (13
a. Novel fiksi adalah novel yang tidak nyata atau tidak ada kejadian di
Harry Potter
b. Novel non-fiksi adalah novel dari kejadian yang pernah ada atau
a. Novel romantis.
Cerita yang digambarkan dalam novel ini berupa kasih sayang dan
b. Novel horor/menyeramkan.
Kosong
c. Novel misteri.
d. Novel komedi.
Novel ini berisi tentang cerita komedi yang membuat kita ketawa.
e. Novel inspiratif.
sendiri. unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks
sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca
karya satra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara
1. Tema
gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah karya sastra sebagai
48
Guru IPA Purwokerto, (di akses 20 April 2015), Ciri-ciri Novel dan Jenis-jenis
Novel, diakses dari http://laportadoradesuenos.blogspot.com/2015/02/ciri-ciri-novel-dan-jenis -
jenis-novel.html
49
Burhan Nurgiyantoro, op.cit, hlm. 30.
50
Sudjiman, Panuti, Memahami Cerita Rekaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1988),hlm.50
51
Burhan Nurgiyantoro, op.cit, hlm. 115.
43
eksplisit atau disebut juga tema tersurat. Tema semacam ini dapat terlihat dari
judul karya atau dinyatakan secara simbolik. Tema tersurat relatif mudah
ditemukan. Tema suatu cerita novel juga dapat dinyatakan secara implisit atau
tersirat, artinya tema tidak dinyatakansecara tegas tetapi terasa dalam jalinan
cerita suatu karya sastra novel. Tema dalam karya sastra novel dapat
dibedakan atas tema mayor atau tema pokok dan tema minor atau tema
bawahan. Tema mayor atau tema pokok disebut juga tema sentral, merupakan
Sedangkan tema minor atau tema bawahan disebut juga tema sampingan,
selalu menggarap tema yang sama dalam setiap karya novelnya. Hal ini
menunjukkan bahwa tema suatu karya novel dipengaruhi oleh pilihan atau
2. Alur
Alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
52
Burhan Nurgiyantoro, op.cit, hlm. 167.
44
tokoh sentral adalah wirawan atau wirawati, yaitu tokoh yang mempunyai
keagungan pikiran dan keluhuran budi yang tercermin di dalam maksud dan
53
Sudjiman, Panuti, op.cit.hlm.29.
54
Ibid, hlm. 16.
55
Ibid, hlm. 17.
45
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
sang pengarang saja. Agar tokoh dikenal oleh pembaca, maka perlu
digambarkan ciri dan sikap,baik lahir maupun batinnya. Ada dua cara
untukmenggambarkan tokoh cerita, yaitu cara langsung dan cara tak langsung.
memaparkan saja watak tokohnya baik secara fisik atau ciri lahiriyah maupun
batin atau watak tokoh,dan dapat pula menambahkan komentar tentang watak
pembaca dari pikiran, cakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang,
dapat pula dari penampilan fisiknya serta gambaran lingkungan atau tempat
tokoh. Cakapan dan lakuan serta pikiran tokoh yang dipaparkan pengarang
berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu
56
Sudjiman, Panuti, op.cit.hlm.19-23.
57
Burhan Nurgiyantoro, op.cit, hlm. 247.
58
Sudjiman, Panuti, op.cit.hlm.23-27.
46
karya sastra membangun latar cerita. 59Suatu cerita tak lain merupakan lukisan
peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa
dan tempat) sebagaimana adanya. Di samping itu, latar juga berfungsi sebagai
Hudson melalui Sudjiman membagi latar menjadi latar sosial dan latar
sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, dan bahasa yang melatari
suatu peristiwa. Sedangkan latar fisik adalah tempat dalam wujud fisiknya
seperti bangunan, daerah, dan waktu yang melatari suatu peristiwa. Secara
cerita.Tokoh dan latar merupakan dua unsur yang erat hubungan dan tunjang
59
Ibid, hlm. 44
60
Ibid, hlm. 44
47
melengkapi diri dengan pengetahuan yang luas tentang sifat manusia, serta
latar cerita.
tempat dan kapan terjadinya. Sebuah cerpen dan novel memang harus terjadi
di suatu tempat dan dalam suatu waktu, harus ada tempat dan ruang kejadian.
Dengan kata lain, latar tidak hanya terbatas pada waktu dan tempat terjadinya
1. Membebaskan
potensi dasar yang ada di dalam dirinya sendiri. Setiap anak dihargai
secara aktif, dimana guru berperan sebagai fasilitator. Siswa belajar tidak
media action learning dan diskusi. Anak-anak tidak hanya belajar dikelas,
tetapi mereka belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Mereka tidak hanya
tanpa di halangi oleh ruang kelas, pakaian, tempat duduk, peraturan sekolah
yang mematikan daya kreativitas maupun guru yang mengatur. Belajar atas
inisiatif sendiri, anak-anak belajar tidak hanya selama jam belajar sekolah
dua fungsi, yaitu (1) fungsi kognitif. Melalui bermain, anak-anak dapat
61
Eve Nelindhy, Strategi Pembelajaran Matematika Sekolah Alam, (Surakarta: Skripsi
UMS, 2010), hlm. 16
62
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan ( Jakarta:Kencana, 2011), hlm.192.
49
2. Memanusiakan
3. Demokratis
63
Ahmadi, Psikologi Umum (Jakarta:Rineka Cipta,2003), hlm. 161.
64
Mohammad. Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta:Bumi
Aksara,2006), hlm. 20.
65
Peter Salim, dkk. Kamus Bahasa Indonesia Kontenporer, (Jakarta: Modern English
Press, 1991), hlm. 325.
66
Mohammad. Efendi, Op.Cit, hlm. 23
50
4. Dialogis
a. Pembelajaran Mandiri
anak didik yang menjadi subjek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol
diawali dengan konsep yang sanget sederhana, yakni bagaimana seorang guru
bisa membangkitkan selera belajar peserta didik. Cara belajar yang akan
bebas, dan tanpa tekanan dari siapapun. Peserta didik benar-benar dituntut untuk
berusaha secara mandiri dalam memahami isi pelajaran yang dibaca atau
67
Ibid, hlm. 1.
68
Haryanto Al-Fandi, Op.Cit. hlm. 252
69
Ibid, hlm. 253.
51
70
Ibid, hlm. 232.