Anda di halaman 1dari 11

DUNIA DIAMBANG RESESI

1. Ibu Sri Mulyani (Menkeu RI) telah mengingatkan bahwa Ekonomi Global tengah
diselimuti Awan Hitam dengan indikasi yang mengancam beberapa negara. Hal ini
disampaikan dalam
▪ Acara Seminar Nasional Nota Keuangan RAPBN 2020 : Mengawal Akuntabilitas
Penerimaan Negara di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (21/8/2019) dan
▪ Dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (26/8/2019)

Beberapa negara yang cukup penting di dunia sudah memasuki kontraksi sehingga
telah terindikasi terkena Resesi/Krisis Ekonomi

2. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A. Chavez di Istana Negara,
Senin 2 September 2019,

Dalam pertemuan tersebut, Chavez mengungkapkan kepada Presiden Jokowi bahwa


kondisi ekonomi global saat ini sedang melemah, bahkan mengakui risiko resesi pada
ekonomi global meningkat.

3. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Menteri Kabinet Kerja 4 September 2019
menggelar rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta,
dengan topik : antisipasi perkembangan perekonomian dunia.
Presiden menilai ancaman resesi semakin nyata yang terefleksikan dari depresiasi
sejumlah mata uang negara berkembang seperti Yuan, China, maupun Peso,
Argentina. Kondisi ini, mau tidak mau harus dihadapi.

4. Definisi Resesi
Resesi adalah :
Terjadinya kontraksi ekonomi dua kuartal beruntun secara YoY pada tahun yang
sama

Resesi adalah :
Ketika ekonomi menurun secara signifikan, setidaknya selama enam bulan.
Penurunan itu biasanya menyerang lima indikator ekonomi, yaitu PDB riil,
pendapatan, pekerjaan, manufaktur, dan penjualan ritel.

5. Banyak pertanyaan yang menyertai kondisi saat ini, diataranya : kapan resesi akan
benar-benar terjadi, seberapa parahkah, berapa lama resesi akan berlangsung,
seberapa kuat ekonomi Indonesia menghadapi resesi dan apa saja yang harus
diperbuat oleh Indonesia.

Dari semua yang ada, yang paling penting adalah meningkatkan kewaspadaan
sambil menyusun pertahanan yang mungkin dapat dilakukan
Berikut ini catatan dari berbagai sumber (BI, CNBC, Detik Finance, dan lain2nya),
termasuk materi konferensi pers ibu Sri Mulyani dan pendapat beberapa pengamat, untuk
kebutuhan internal, khususnya dalam rangka penyusunan Program Kerja Strategis
dan Program Kerja Operasional

PERANG DAGANG

Berlanjutnya ketegangan hubungan dagang dan sejumlah risiko geopolitik makin


menekan volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia.

Dunia terancam resesi akibat pertumbuhan ekonomi yang makin lambat. Bahkan
International Monetary Fund (IMF) memproyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2019
ini sebesar 3,2%.

Proyeksi IMF itu lebih rendah dibandingkan prediksi periode April 2019 sebesar 3,3%.
Kemudian tahun depan ekonomi dunia diprediksi 3,5% lebih rendah dibanding prediksi
sebelumnya 3,6%.

Pelemahan ekonomi global terus menekan harga komoditas, termasuk harga minyak.
Untuk merespons dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut, berbagai negara
melakukan
stimulus fiskal dan memperlonggar kebijakan moneter

Sebenarnya, selama dua tahun Donald Trump berkuasa, perang dagang tidak hanya
terjadi antara AS dan China saja. Ada beberapa negara lain yang juga sempat bersitegang
dengan Trump karena perdagangan.

Berikut adalah negara negara yang pernah terkait perang perdagangan dengan Amerika
Serikat.

1. Kanada
Industri baja dan aluminium Kanada adalah kontributor utama bagi perekonomian
Kanada. Industri ini menyediakan pekerjaan bergaji tinggi dan input utama untuk
industri besar lainnya, termasuk energi, manufaktur, konstruksi, dan pembuatan
otomatis.
Industri baja dan aluminium Kanada dan AS terintegrasi penuh dan mendukung rantai
pasokan kontinental yang memperkuat daya saing global ekonomi Amerika Utara.
Kanada adalah pemasok baja dan aluminium tahan lama dan aman untuk industri
pertahanan AS.

Pada 31 Mei 2018, AS memberlakukan tarif sebesar 25% untuk impor baja Kanada
dan 10% untuk impor aluminium Kanada, yang saat itu mulai berlaku pada 1 Juni
2018.
Sebagai tanggapan atas tarif yang belum pernah terjadi sebelumnya, Kanada
mengumumkan memberlakukan pajak tambahan dan pembatasan perdagangan
serupa atas impor baja, aluminium, dan produk lain senilai US$ 16,6 miliar dari AS.

2. Uni Eropa
Tarif tinggi yang diberlakukan AS pada baja dan aluminium Eropa juga membuat Uni
Eropa bertindak. Bahkan negara-negara benua Eropa, pada tanggal 22 Juni
memberlakukan bea masuk sebesar 25% atas US$ 2,8 miliar barang dari AS.
yang ditargetkan meliputi sepeda motor Harley-Davidson, bourbon, kacang tanah,
blue jeans, baja dan aluminium.

3. Jepang
Jepang dan AS bersitegang karena AS meminta akses yang lebih besar ke pasar
Jepang. Namun sayangnya AS enggan memberi potongan tarif pada barang-barang
Jepang yang masuk ke AS, seperti mobil impor, suku cadang mobil, dan manufaktur.
Namun pada KTT G7, kedua negara sepertinya sudah sepakat. mengenai
perdagangan kedua negara. Bahkan Jepang bersedia menerima pangan AS yang
ditolak China.

4. Meksiko
Pemerintah Trump memberlakukan tarif impor baja dan aluminium dari Meksiko.
Sebagai balasannya, Meksiko pun memberlakukan serangkaian tarif terhadap ekspor
AS ke pasarnya senilai US$ 3 miliar.
Barang-barang itu termasuk produk makanan seperti daging babi, apel, kentang,
bourbon serta berbagai jenis keju. Kenaikan tarif berkisar antara 15% dan 25%.

5. Turki
AS menetapkan kenaikan tarif masing-masing 50% dan 20%, pada baja dan
aluminium asal Turki. Alhasil Turki pun menaikkan tarif US$ 1,8 miliar atas barang
AS, termasuk kendaraan bermotor, minuman beralkohol, beras, baja struktural, dan
produk kecantikan.
AS kemudian mengurangi separuh tarif yang ia kenakan pada barang baja dan
aluminium Turki, menjadi 25% dan 10%. Turki pun berjanji menurunkan tarif yang ia
kenakan karena perubahan kebijakan AS ini.

6. India
Kenaikan tarif ini diberlakukan India pada produk kacang-kacangan asal AS. Perang
dagang ini berawal dari penolakan AS untuk membebaskan India dari tarif untuk baja
dan aluminium yang tinggi.
India kemudian mengeluarkan perintah untuk menaikkan pajak setinggi 120 persen
atas sejumlah produk AS pada Juni tahun lalu. India merupakan pembeli almon AS
terbesar, dengan total US$543 juta untuk lebih dari setengah ekspor almon AS pada
tahun 2018. (sef/sef)
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China telah berlangsung lebih dari satu tahun.
Tensi perang dagang pun makin memanas secara dramatis pada bulan Agustus.

Saat ini dunia sedang mengamati apakah perang tarif baru akan membawa kedua negara
ke meja perundingan, atau malah makin merusak tatanan ekonomi global.

GEOPOLITIK

Selain perang dagang yang berimbas kepada ancaman resesi, krisis geopolitik yang
menyebabkan ketidak-pastian juga membuat pertumbuhan ekonomi dunia melambat
diantaranya :
▪ masalah Hong Kong,
▪ silang sengkarut drama Brexit yang tak berujung,
▪ friksi dagang Jepang-Korea Selatan,
▪ gesekan di Timur Tengah,
▪ tensi AS – Korea Utara

McKinsey juga mencatat, ada tiga kondisi fundamental yang mengalami tekanan di
negara-negara Asia.

Pertama, di sektor riil, perusahaan-perusahaan di kawasan ini dalam kondisi yang sulit
untuk memenuhi kewajiban utang mereka. Di Australia dan Korea Selatan, utang-utang
ini telah menumpuk ke level yang cukup tinggi.

Kedua, sistem keuangan di Asia menunjukkan kerentanan, terutama di negara-negara


berkembang. Mereka sangat bergantung kepada perbankan dan lembaga-
lembaga shadow banking, untuk memperoleh pinjaman.

Ketiga, arus modal yang terus masuk ke kawasan Asia telah menciptakan porsi yang
lebih besar pada modal dari luar. Tetapi apakah kondisi ini memicu terjadinya krisis,
masih harus dilihat,” tulis laporan ini.

TINJAUAN MAKRO EKONOMI


USA
Perekonomian AS tumbuh melambat terutama akibat penurunan ekspor dan investasi.
Pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan II 2019 tercatat sebesar 2,3% (yoy), melambat
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy).

Ekspor AS mengalami kontraksi sebesar -1,5% (yoy) jauh menurun dibandingkan dengan
ekspor triwulan sebelumnya sebesar 1,2% (yoy). Perlambatan ekspor terutama terjadi
pada kelompok capital goods sejalan dengan perlambatan permintaan dari Tiongkok dan
tren penurunan purchasing manager index (PMI) manufacturing mitra dagang utama.
Investasi AS juga mengalami perlambatan tajam, dari 2,9% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 1,4% (yoy) pada triwulan II 2019.

Perlambatan investasi tercermin dari kontraksi new order capital dan building permit.
Perlambatan ekonomi AS juga tercermin dari pertumbuhan konsumsi yang masih tertahan
serta perbaikan pasar tenaga kerja yang masih terkendala tertahannya partisipasi tenaga
kerja.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor dua dan 10 tahun masih mengalami
inversi. Artinya, yield tenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang yang
menandakan investor melihat ada risiko yang lebih besar dalam jangka pendek.

Untuk AS sendiri, probabilitas resesi ekonomi masih 25% karena dari 12 indikator makro
ekonominya yang paling utama baru 2 indikator yang merah (pertumbuhan ekonomi dan
inversi), 4 kuning dan 6 hijau.

Merah artinya indikasi resesi, kuning waspada dan hijau masih ok. Jadi resesi di AS
menggunakan 12 variabel makroekonomi, bukan parameter umum yg dianut di negara2
lainnya yaitu jika pertumbuhan ekonomi suatu negara negatif dalam dua kuartal berturut-
turut.

EROPA
Eskalasi ketegangan hubungan dagang dan
risiko geopolitik menyebabkan perlambatan
ekonomi Eropa.

Pertumbuhan ekonomi Eropa pada triwulan II 2019 tercatat sebesar 1,1% (yoy), melambat
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya sebesar 1,2% (yoy).
Perlambatan perekonomian Eropa disebabkan oleh perlambatan kinerja sektor eksternal
dan permintaan domestik. Perlambatan permintaan domestik tercermin dari penurunan
penjualan passenger vehicles serta perlambatan pertumbuhan upah dan gaji. Secara
spasial, perlambatan di Kawasan Eropa terutama bersumber dari negara Jerman dan
Italia.

Jerman
PDB kwartal I tumbuh 0,9% sedang pada kwartal II hanya naiki 0,4%. Banyak analis
menduga negara dengan ekonomi ke 4 dunia tsb di kwartal III akan tetap terguncang
perkembangan global karena industri mesin mengalami penurunan permintaan sebesar
22%

Inggris
Akibat kegagalan BREXIT, PDB kwartal I tumbuh 0,5% sedang pada Kwartal II turun 0,2%
(pertama kali sejak 2012)
Italia
PDB kwartal II flat dibandingkan dengan kwartal I yaitu 0,1% QoQ dan -0,1% secara YoY
akibat permintaan domestik dan ekspor tumbuh netral. Pengamat menduga PDB akan
tetap stagnan karena produktivitas lemah akibat pengangguran, utang yang besar serta
kekacauan politik

Turki
Turki resmi masuk masa resesi. Pada kuartal II-2019, ekonomi Negeri Kebab terkontraksi
alias minus, melanjutkan 'pencapaian' yang serupa pada kuartal sebelumnya.
Pada periode April-Juni 2019, ekonomi Turki terkontraksi alias negatif 1,5% year-on-
year (YoY). Pada kuartal sebelumnya, kontraksi ekonomi Turki lebih dalam yaitu minus
2,4% YoY.

Lebanon
Lebanon dijadwalkan akan mendeklarasikan ekononomi negaranya dalam keadaan
darurat. Pemerintah Lebanon juga berencana mempercepat reformasi sebagai upaya
untuk menyelamatkan perekonomian yang tengah goyang.
Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri menekankan pentingnya memangkas defisit
neraca perdagangan pada Senin, setelah menggelar pertemuan dengan kabinet dan
pimpinan politik.
Lebanon merupakan salah satu negara yang tingkat utangnya terbesar di dunia. Data
yang dihimpun CNBC dari Badan Moneter Internasional (IMF) menunjukkan, tingkat
utang publik Libanon setara dengan 150% dari tingkat Produk Domestik Bruto (PDB)
mereka.

AMERIKA LATIN

Brasil
Diduga telah memasuki masa resesi karena PDB negara dengan ekonomi terbesar di
Amerika Latin tsb pada kwartal I turun 0,68% dan kwartal II turun 0,13% (pernah
mengalami krisis th 2015-2016)

Meksiko
PDB Kwartal II naik 0,1% dibandingkan dengan kwartal I tetapi diperkirakan akan
melemah di masa depan karena investasi dan serktor Jasa mengalami penurunan

Argentina
Tahun lalu dilanda krisis nilai tukar dan berpotensi terulang lagi. Peso melemah 15% per
hari dan sejak awal tahun mata uang Peso telah melemah 45,48% terhadap USD.
Argentina sudah tidak mampu membayar utang dan terancam terkena default

ASIA
Singapura
Akibat perang dagang AS-China, PDB pada kwartal I tumbuh sebesar 3,8% sedangkan
kwartal II hanya tumbuh 3,3% (terburuk sejak 7 tahun terakhir). Diiduga akan memasuki
resesi pada kwartal III karena PDB diperkirakan hanya akan tumbuh 0,0% -0,1% akibat
pengangguran usia muda yang tercatat mencapai 2,2%

Hongkong
Ekonomi Hongkong terganggu Demo besar selama 2 bulan terakhir. Turis anjlok hingga
31%, okupansi rate hotel turun 50% dan terdapat 28 negara telah mengeluarkan "travel
warning"
Aksi protes di Hong Kong yang dimulai sejak pertengahan Juni lalu, awalnya memprotes
pembahasan RUU ekstradisi yang mengizinkan ekstradisi tersangka ke China daratan
yang pengadilannya dikendalikan oleh Partai Komunis. Namun kemudian, aksi protes
massal itu meluas menjadi tuntutan untuk reformasi demokrasi.
Dilaporkan AFP, Minggu (1/9/2019), Hong Kong berada dalam situasi kaos alias kacau
sejak hari Sabtu (31/8) waktu setempat. Api, gas air mata, dan bom molotov menyala-
nyala di antara demonstran dan polisi.

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam akhirnya mengumumkan bahwa dirinya akan mencabut
secara permanen RUU ekstradisi, yang telah memicu aksi-aksi demo selama tiga bulan
terakhir dan membuat kota itu jatuh ke dalam krisis.

Pengumuman pencabutan RUU ekstradisi ke China itu disampaikan Carrie Lam dalam
statemen video yang dirilis via kantornya seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu
(4/9/2019).
Tidak diketahui pasti apakah pengumuman pencabutan RUU ekstradisi ini akan
membantu mengakhiri unjuk rasa besar-besaran di Hong Kong. Jutaan orang telah turun
ke jalan-jalan di Hong Kong sejak Juni lalu, yang menjadi tantangan terbesar bagi Hong
Kong sejak diserahkan oleh Inggris ke China pada tahun 1997.

Jepang
Perekonomian Jepang tumbuh moderat karena ekspor yang masih terkontraksi dan
permintaan domestik yang belum membaik.

Pertumbuhan ekonomi Jepang pada triwulan II 2019 tercatat sebesar 1,2% (yoy),
meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya sebesar
1,1% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat karena preferensi frontloading aktivitas


konsumsi menjelang kenaikan pajak konsumsi di tengah perlambatan ekspor.
Ekspor Jepang, terutama manufaktur justru mengalami kontraksi. Selain itu, kinerja
investasi dan konsumsi juga belum tumbuh kuat seiring dengan permintaan domestik
yang masih rendah.
INDIA
India telah masuk ke resesi technical karena mengalami pelemahan ekonomi ke level
terendah sejak 2012. Pertumbuhan ekonomi India jatuh di bawah trend 6,6% selama dua
kuartal, ini mengindikasikan India secara efektif masuk ke resesi teknikal

Produk domestik bruto (PDB) India pada kuartal II 2019 berada di level 5%, dari 8% di
kuartal II 2018 jauh di bawah estimasi 39 ekonom yang di survey Bloomberg.

Bloomberg bahkan mengindikasikan aktivitas ekonomi masih terus akan melemah di


kuartal ketiga nanti. Baik investasi ataupun konsumsi bakal alami pelemahan.

Sebelumnya, data menunjukkan penjualan mobil di India turun paling dalam selama dua
dekade terakhir. Selain itu, pimpinan Unilever India bahkan memperingatkan akan
keadaan penjualan yang sulit.

India sebenarnya belum memasuki resesi sebenarnya, meskipun demikian, telah terjadi
kontraksi selama dua kuartal berturut-turut.

Afrika Selatan
Ekonomi Afrika Selatan telah memasuki resesi pada kuartal II tahun ini, pertama kalinya
sejak 2009, berdasarkan data badan statistik negara tersebut yang diumumkan hari
Selasa waktu setempat.

Badan Statistik Afrika Selatan (Stats SA) menyebutkan ekonomi mengalami kontraksi
0,7% pada kuartal II yang dipimpin penurunan di sektor pertanian, transportasi dan ritel.

Nilai tukar mata uang Rand juga semakin merosot terhadap dolar menjadi lebih dari 2%
dan harga obligasi pemerintah jatuh setelah data kondisi ekonomo dirilis. Seperti dilansir
dari CNBC International, analis sebelumya memperkirakan bahwa ekonomi akan tumbuh
0,6% pada kuartal II.

CHINA
Perlambatan ekonomi global dan eskalasi ketegangan hubungan dagang juga
menyebabkan perlambatan ekonomi Tiongkok.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan II 2019 tercatat sebesar 6,2% (yoy),
melambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan sebelumnya
sebesar 6,3% (yoy).

Perlambatan ekonomi Tiongkok terutama disebabkan oleh perlambatan ekspor. Ekspor


Tiongkok triwulan II 2019 terkontraksi menjadi -1,0% (yoy), menurun dibandingkan
dengan capaian pada triwulan sebelumnya sebesar 1,4% (yoy). Hal tersebut terutama
karena penurunan ekspor Tiongkok ke AS (-7,8%) dan Eropa (-3,1%). Pengenaan tarif
tambahan sebesar 10% pada 300 miliar dolar AS produk Tiongkok dapat makin menekan
ekspor Tiongkok.

IMF memperkirakan PDB tahun 2019 hanya mencapai 6,3% (versi Bank Dunia sebesar
6,2%) atau melambat dibanding tahun 2018 sebesar 6,6%)

INDONESIA
Indonesia termasuk dalam negara-negara “Fragile Five”
Istilah fragile five diciptakan pada Agustus 2013 lalu oleh seorang ekonom Morgan
Stanley, untuk mewakili ekonomi negara berkembang yang bergantung pada investasi
negara asing untuk membiayai pertumbuhannya.

Pada saat itu, sejumlah negara yang masuk kedalam fragile five diantaranya Indonesia,
Turki, India, Afrika Selatan dan Brasil

Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih solid, meski pertumbuhan negara fragile five lain
ternyata sudah ada yang terancam dan masuk resesi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia semester
I 2019 tercatat 5,06%, sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 sebesar
5,1%

Dibutuhkan koordinasi khususnya Pemerintah dan BI untuk menstimulus perekonomian


dengan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih longgar serta didukung oleh kebijakan
sektor riil yang lebih kondusif.

Dari sisi pemerintah, dibutuhkan kebijakan belanja yang lebih ekspansif diikuti dengan
pelonggaran pajak. Kemudian dari sisi BI diperlukan kebijakan moneter yang lebih longgar
atau bahkan lebih ekspansif.

Di kebijakan sektor riil, diperlukan berbagai perbaikan regulasi yang benar-benar kondusif
bagi investasi.

Usaha tersebut terkendala karena faktor eksternal, yang menyebabkan ekspor Indonesia
untuk barang komoditas dan tambang lesu.

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak pada semester I 2019


baru mencapai 44,73 persen dari target atau sebesar Rp 705,59 triliun. Berdasarkan
asumsi ABPN 2019, pendapatan pajak hingga akhir tahun Rp 1.577,56 triliun.

Secara umum pertumbuhan penerimaan pajak negara pada semester I 2019 lebih
rendah ketimbang periode yang sama 2018. Meski sektor komoditas dan pertambangan
loyo, ia mengakui penerimaan perpajakan sektor lain masih mengalami pertumbuhan
yang lebih baik ketimbang tahun sebelumnya.
“Dari non-tambang dan non-sawit tumbuh 9,11 persen,” ujarnya.

Adapun industri pertambangan paling terpukul. Pendapatan perpajakan netto untuk


sektor ini bahkan mengalami minus paling tajam, yakni -12,3 persen.

ANTISIPASI
Cukup sulit bagi YKP BankExim, tetapi beberapa kutipan dibawah ini mungkin dapat
dipedomani

1. Memelihara Uang Kas


Berkshire Hathaway Inc. perusahaan induk milik investor ternama di pasar saham
dunia, Warren Buffett, membukukan total kas hingga US$ 122 miliar atau setara
dengan Rp 1.732,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.200/US$) hingga akhir Juni 2019.
Tingginya likuiditas perusahaan berkode saham BRK di New York Stock
Exchange (NYSE) ini patut menjadi 'peringatan' bagi pelaku pasar karena secara
tidak langsung investasi di pasar saham dinilai terlalu mahal dan bisa juga menjadi
indikasi kesulitan keuangan dalam waktu dekat.

Pasalnya jumlah kas yang luar biasa besar tersebut sejatinya dapat digunakan
untuk meningkatkan porsi kepemilikan atas saham Apple, Amazon, Bank of
America atau bisa juga dimanfaatkan mengakuisisi perusahaan sebagaimana
yang dilakukan Buffet sebelumnya.

2. Emas
Dolar adalah aset cadangan yang paling banyak diminati tetapi menurut statistik
International Monetary Fund (IMF), emas menempati urutan ketiga, terhitung 11%
dari cadangan global.

Pada 2018, bank sentral membeli 651 ton emas, naik 74% dibandingkan dengan
tahun 2017, dan level tertinggi sejak 1971. Selama dekade terakhir, bank sentral
telah membeli lebih dari 4.300 ton emas, menjadikan total kepemilikan mereka
sekitar 34.000 ton hari ini. Tren ini berlanjut pada 2019, dengan pembelian bersih
mencapai 90 ton sebelum akhir kuartal pertama.

Di tengah ketidakpastian yang meningkat ini, McDonnell menyarankan kepada


kliennya untuk menaruh uangnya ke emas. "Emas merupakan aset yang bertahan
selama bertahun-tahun. Kenaikan harga emas yang terjadi merefleksikan
meningkatnya ketidakpastian (instrumen investasi yang selama ini dipersepsikan
sebagai safe haven, seperti emas yang terus reli)
Menurutnya bila AS jatuh pada resesi, harga emas bisa menembus US$
2.000/troy ounce, dari harga sekarang di kisaran US$ 1.500/troy ounce.
3. Surat Berharga, terlebih yang berdenominasi VA
Surat utang yang dimaksud bukan bond yang dikeluarkan perusahaan, melainkan
surat utang yang diterbitkan oleh dan atau yang dijamin suatu negara.

Pertumbuhan rata-rata imbal hasil reksadana pendapatan tetap untuk obligasi


dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi bakal menyentuh level double digit di akhir
2019. Meskipun begitu, hingga Agustus 2019 tercatat beberapa produk sudah
menembus level double digit.
Berdasarkan data Infovesta Fixed Income Fund Index per 23 Agustus 2019, rata-
rata reksadana pendapatan tetap untuk portofolio obligasi dolar AS membukukan
imbal hasil 8,7%. Angka tersebut diperoleh dari 20 produk reksadana pendapatan
tetap obligasi dolar AS yang dirilis oleh 15 manajer Investasi. Tren tersebut
diperkirakan masih akan berlanjut dan berpotensi menyentuh 10% di akhir 2019.
Berikut merupakan lima produk reksadana pendapatan tetap dalam mata uang
dolar AS, yang memiliki return tertinggi sejak awal 2019 hingga 23 Agustus 2019,
1. Star Fixed Income Dollar AS tumbuh 24,10%
2. Cipta Obligasi Dollar tumbuh 15,45%
3. Cipta Obligasi USD tumbuh 15%
4. Ashmore Dana USD Nusantara tumbuh 13,24%
5. BNP Paribas Prima Utama USD 12,60%

Anda mungkin juga menyukai