Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Teori


Keperawatan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang respon manusia terhadap penyakit, pengobatan dan perubahan lingkungan
yang dapat menimbulkan suatu fenomena. Fenomena tersebut dapat diatasi
perawat dengan mengaplikasikan berbagai konsep model dan teori keperawatan
yang dimilikinya. Selain itu dengan mengaplikasikan teori dan konsep model
keperawatan, perawat dapat mengetahui apa tindakan keperawatan yang harus
dilakukan dan alasan mengapa tindakan keperawatan tersebut dilakukan.
Model konseptual Roy mengacu pada ide-ide global mengenai individu,
kelompok situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang
spesifik. Teori-teori yang terbentuk dari penggabungan konsep dan pernyataan
yang berfokus lebih khusus pada suatu kejadian dan fenomena dari suatu disiplin
ilmu.
Model konseptual keperawatan dikembangkan atas pengetahuan para ahli
keperawatan tentang keperawatan yang bertolak belakang dari paradigma
keperawatan. Model konseptual dalam keperawatan dapat memungkinkan perawat
untuk menerapkan cara perawat bekerja dalam batas kewenangan sebagai seorang
perawat. Perawat perlu memahami konsep ini sebagai kerangka konsep dalam
memberikan asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan atau sebagai filosofi
dalam dunia pendidikan dan kerangka kerja dalam riset keperawatan.
Ada berbagai jenis model konseptual keperawatan berdasarkan pandangan
ahli dalam bidang keperawatan, salah satunya adalah model adaptasi Roy. Roy
dalam teorinya menjelaskan empat macam elemen esensial dalam adaptasi
keperawatan , yaitu : manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan. Model
adaptasi Roy menguraikan bahwa bagaimana individu mampu meningkatkan
kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara adaptif karena
menurut Roy, manusia adalah makhluk holistic yang memiliki sistem adaptif yang
selalu beradaptsi.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. bagaimana konsep teori calista roy ?
2. bagaimana hubungan teori calista roy dengan keperawatan komunitas ? Commented [U1]: Tidak usah ada rumusan masalah

3. buatlah kasus dengan penyelesaian berdasarkan teoricalista roy ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui konsep teori calista roy
2. Mengetahui hubungan teori calista roy dengan keperawatan komunitas
3. Mengetahui kasus dengan penyelesaian berdasarkan teori calista roy

2
BAB ll
KONSEP TEORI
2.1 Sumber teori
Dimulai dengan pendekatan teori sistem Roy menambahkan kerja adaptasi
dari Harry Helson (1964) seorang ahli fisiologis-psikologis.Untuk memulai
membangun pengertian konsepnya Harry Helson mengartikan respon adaptif
sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang
dibutuhkan individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus
yaitu :
 Focal stimuli : Individu segera menghadap
 Konsektual stimuli : semua kehadiran stimuli yang menyumbangkan efek Dari
focal stimuli.
 Residual stimuli : faktor lingkungan mengakibatkan tercemarnya keadaan.
Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan
pandangan terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif. Setelah
mengembangkan teorinya Roy mengembangkan model sebagai suatu kerangka
kerja pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Sejak itu lebih
dari 1500 staf pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk
mengklasifikasi, menyaring dan memperluas model. Penggunaan model praktek
juga memegang peranan penting untuk penyaringan model.
Perkembangan model keperawatan dipengaruhis oleh latar belakang Roy
dan profesionalismenya. Roy mempercayai kemampuan bawaan, tujuan dan nilai
kemanusiaan. Pengalaman klinisnya membantu perkembangan kepercayaan dari
tubuh manusia dan spiritnya.

2.2 Konsep Dasar dan Model Keperawatan Calista Roy


sebelum mengenal konsep dasar keperawatan Callista Roy akan lebih baik
jika mengetahui filosofi, falsafah keperawatan. Filsafah keperawatan mengkaji
penyebab dan hukum-hukum yang mendasari realitas serta keingintahuan tentang
gambaran sesuatu yang lebih berdasarkan pada alasan logis dan metode empiris.

3
Contoh dari falsafah keperawatan menurut Roy (Mc Quiston, 1995) : Roy
memiliki delapan falsafah yang kemudian dibagi menjadi dua yaitu empat
berdasarkan falsafah humanisme dan empat yang lainnya berdasarkan falsafah
veritivity.
Falsafah humanisme / kemanusiaan berarti bahwa manusia itu memiliki
rasa ingin tahu dan menghargai, jadi seorang individu akan memiliki rasa saling
berbagi dengan sesama dalam kemampuannya memecahkan suatu persoalan atau
untuk mencari solusi, bertingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu, memiliki
holism intrinsik dan selalu berjuang untuk mempertahankan integritas agar
senantiasa bisa berhubungan dengan orang lain.
Falsafah veritivity yaitu kebenaran, yang dimaksud adalah bahwa ada hal
yang bersifat absolut. Empat falsafah tersebut adalah :
a) Tujuan eksistensi manusia
b) Gabungan dari beberapa tujuan peradaban manusia
c) Aktifitas dan kreatifitas untuk kebaikan umum
d) Nilai dan arti kehidupan.
Roy kemudian mengemukakan mengenai konsep mayor, berikut beberapa
definisi dari konsep mayor Callista Roy,
a) Sistem adalah kesatuan dari beberapa komponen atau elemen yang saling
berhubungan sehingga membentuk suatu kesatuan yang meliputi adanya
input, control, proses, output dan umpan balik.
b) Derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal,
konsektual dan residual.
c) Droblem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan.
d) Stimulus fokal adalah stimulus yang mengharuskan manusia
beresponadaptif.
e) Stimulus konsektual adalah seluruh stimulus yang memberikan kontribusi
perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh stimulus fokal.
f) Stimulus residual adalah seluruh faktor yang memberikan kontribusi
terhadap perubaha tingkah laku tetapi belum dapat di validasi.

4
g) Regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon
otomatik melalui neural, cemikal dan proses endokrin.
h) Kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon melalui
proses yang komplek dari persepsi informasi, mengambil keputusan dan
belajar.
i) Model efektor adaptif adalah kognator yaitu fisiological, fungsi peran,
interdependensi dan konsep diri.
j) Respon adaptif adalah respon yang meningkatkan integritas manusia
dalam mencapai tujuan manusia untuk mempertahankan kehidupan.
k) Fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan
bagaimana proses adaptasi dilakukan.
l) Konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan
m) Penampilan peran adalah penampilan fungsi peran dalam hubungannya di
dalam hubungannya di lingkungan sosial.
n) Interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain sebagai
support sistem.

2.3 Model Konseptual Calista Roy


Model konseptual merupakan suatu kerangka kerja konseptual, sistem atau
skema yang menerangkan tentang serangkain ide global tentang keterlibatan
individu, kelompok, situasi atau kejadian terhadap suatu ilmu dan
pengembangannya. Roy dengan fokus adaptasinya pada manusia terdapat 4
elemen esensial yaitu keperawatan, manusia, kesehatan dan lingkungan.
1) Keperawatan
Keperawatan sebagai disiplin ilmu mengobservasi, mengklasifikasikan,
dan menghubungkan proses yang berpengaruh terhadap kesehatan. Keperawatan
menggunakan pendekatan pengetahuan untuk menyediakan pelayanan bagi orang-
orang. Keperawatan meningkatkan adaptasi individu untuk meningkatkan
kesehatan, jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih khusus
perkembangan ilmu keperawatan dan praktek keperawatan. Dalam model tersebut
keperawatan terdiri dari tujuan perawat dan aktifitas perawat. Tujuan keperawatan
adalah mempertinggi interaksi manusia dengan lingkungannya, peningkatan

5
adaptasi dilakukan melalui empat cara yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi
peran dan interdependensi. Tujuan keperawatan diraih ketika stimulus fokal
berada dalam wilayah dengan tingkatan adaptasi manusia. Adaptasi membebaskan
energi dari upaya koping yang tidak efektif dan memungkinkan individu untuk
merespon stimulus yang lain, kondisi seperti ini dapat meningkatkan
penyembuhan dan kesehatan.
2) Manusia.
Menurut Roy manusia adalah sebuah sistem adaptif, sebagai sistem yang
adaptif manusia digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan yang memiliki
input, control, output dan proses umpan balik. Lebih khusus manusia didefinisikan
sebagai sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan regulator untuk
mempertahankan adaptasi, empat cara adaptasinya yaitu fungsi fisiologis, konsep
diri, fungsi peran dan interdependensi. Sebagai sistem yang adaptif mausia
digambarkan dalam istilah karakteristik, jadi manusia dilihat sebagai satu
kesatuan yang saling berhubungan antar unit secara keseluruhan atau beberapa
unit untuk beberapa tujuan.
3) Kesehatan
Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi manusia
secara utuh dan terintegrasi secara keseluruhan. Dalam model keperawatan
konsep sehat dihubungkan dengan konsep adaptasi. Adaptasi adalah komponen
pusat dalam model keperawatan, dalam hal ini manusia digambarkan sebagai
suatu sistem yang adaptif. Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia
dengan lingkungan ysng terdiri dari dua proses, proses yang pertama dimulai
dengan perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal dan proses yang kedua
adalah mekanisme koping yang menghasilkan respon adaptif dan inefektif.
4) Lingkungan
Lingkungan digambarkan sebagai suatu keadaan yang ada di dalam dan di
luar manusia. Lingkungan merupakan input bagi manusia sebagai suatu sistem
yang adaptif.

6
2.4 Teori Penegasan Calista Roy
Dalam teorinya sister Callista Roy memiliki dua model mekanisme yaitu:
 Fungsi atau proses control yang terdiri dari :
1. Kognator
2. Regulator
 fektor, mekanisme ini dibagi menjadi empat yaitu
1. Fisiologi
2. Konsep diri
3. Fungsi peran
4. Interpendensi
Regulator digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat
efektor cara adaptasi yaitu: fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan
interdependensi. Berikut penjelasan dari empat efektor yang telah disebutkan.
1. Mode Fungsi Fisiologi
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy
mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk
mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi
fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan
proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu
a. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya,
yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy
1991).
b. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk
mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti
jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
c. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan
ginjal. ( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991)
d. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan
istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam
memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh.
(Cho,1984 dalam Roy, 1991).

7
e. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses
imunitas dan struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini
penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu.
(Sato, 1984 dalam Roy 1991).
f. The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau
memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri
penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984,
dalam Roy, 1991).
g. Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya
termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi
sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991).
h. Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan
bagian integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka
mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan
tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur
aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
i. Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai
dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi
tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon
stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard &
Valentine dalam Roy,1991)

2. Mode konsep diri


Model konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan
spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri
ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan
ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the
physical self dan the personal self.
a. The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya
berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan

8
pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah
operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.
b. The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral-
etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan
atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.

3. Mode fungsi peran


Mode fungsi peran mengenal pola – pola interaksi sosial seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder
dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya
dimasyarakat sesuai kedudukannya.
Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan
keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang di pandang
sebagai “Holistic adaptif system” dalam segala aspek yang merupakan satu
kesatuan. System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsi-nya
sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari
setiap bagian - bagiannya. System terdiri dari proses input, output, kontrol, dan
umpan balik, sebagai berikut:
a. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan
informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan
respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan
stimulus residual.
 Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan
seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi .
 Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang
baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat
diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini
muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada
stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial.
 Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan
situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap,

9
sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi
proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang
ada yang toleransi tetapi ada yang tidak.
b. kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping
yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang
merupakan subsistem.
 Subsistem regulator
Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan
output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem
adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan
brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator
sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator
subsistem.
 Subsistem kognator
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal.
Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik
untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi
otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses
informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat
dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement
(penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan
pengambilan keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan
penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan,
mempergunakan penilaian dan kasih sayang.
c. Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapat di amati, diukur atau
secara sujektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar .
Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output
sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon
yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan
dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan

10
dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan.
Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.
Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan
proses kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping
diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem
pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang
dapat dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy
memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol
yang disebut Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian
sub sistem adaptasi. Commented [U2]: Kerangka konsepnya (skema) kl ada
dimasukkan

11
BAB III
HUBUNGAN TEORI DENGAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Model adaptasi Roy memberikan peunjuk untuk perawat dalam


mengembangkan proses keperawatan. Elemen dalam proses keperawatan menurut
Roy meliputi pengkajian tahap pertama dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi,
ddan evaluasi. Langkah-langkah tersebu sama dengan proses keperawatan secara
umum
1. Pengkajian
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi dibagi menjadi dua bagian,
pengkajian tahap I dan tahap II. Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data
tentang prilaku klien sebagai suatu system adaptif berhubungan dengan masing-
masing mode adaptasi: fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan.
Oleh karena itu pengkajian pertama diartikan sebagai pengkajian perilaku, yaitu
pengkajian klien terhadap masing-masing mode adaptasi secara sistematis dan
holistic.
Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola perubahan prilaku
klien tentang ketidakefektifan respon atau respon adaptif yang memerlukan
dukungan perawat. Jika ditemukan ketidakefektifan respon (mal-adaptif), perawat
melaksanakan pengkajian tahap keduan. Pada tahap ini, perawat mengumpulkan
data tentang stimulus fokal, kontekstual dan residual yang berdampak terhadap
klien.menurut Martinez, factor yang mempengaruhi respon adaptif meliputi:
ginetik, jeniskelamin, tahap perkembangan, onat-obatan, alcohol, merokok,
konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi social: mekanisme
koping dan gaya, stress fisik dan emosi, budaya dan lingkungan fisik.
2. Perumusan diagnosa keperawatan
Mengunakan tipologi diagnose yang dikembangkan oleh roy dan
berhubungan dengan 4 mode adaptif. Dalam mengaplikasikan diagnose ini,
diagnose pada kasus Ny A “hypoxia”.
Menggunakan diagnose dengan pernyataan/mengobservasi dari prilaku
yang tampak dan berpengaruh gterhadap stimusnya. Dengan menggunakan
metode diagnose ini maka dignosa adalah “ nyeri dada disebabkan oleh

12
kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan cuaca lingkungan
yang panas “
Menyimpulkan prilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan
dengan stimulus yang sama, minsalnya seorang petani mengalami nyeri dada, ia
bekeja di luar cuaca yang panas, diagnose yg sesuai adalah ” kegagalan peran b/d
keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja dicuaca yang panas”.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperwata adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah
atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual, residual. Pelaksaannya juga
ditunjukan pada kemampuan klien dalam koping secara luas, supaya stimulus
secara keseluruhan dapat terjadi pada klien, sehingga total stimuli berkurang dan
kemampuan adaptasi meningkat.
Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal,
dengan menggunakan koping yang konstruktif. Tujuan jangka panjang harus
dapat mengagambarkan penyelesaian masalah adaptif dan ketersediaan energy
untuk memenuhi kebutuhan tersebut (mempertahankan, pertubuhan, reproduksi)
tujuan jangka pendek mengidentifikasi harapan prilaku klien setelah
memanipulasi stimulus fokal, konsektual, dan residual.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan direndnakan dengan tujuan merubah atau
memanipilasi fokal, kontextual, residual stimuli dan juga memperluas kemampuan
koping seseorang pada zona adaptasi sehinngga total stimuli berkurang dan
kemampuan adaptasi meningkat.
5. Evaluasi
Penilaian terakhir dan peruses keperawatan berdasarkan tujuan
keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasialan suatu asuhan keperawatan
didasarkan pada perbahan prilaku dari criteria hasil yang ditetapkan, yaitu
terjadinya adaptasi pada individu.

13
BAB IV
ANALISA KASUS

4.1 gambaran kasus


Pasien bernama ny A, umur 35 tahun, setatus menikah, agama islam,
pendidikan tamat SMA, pekerjaan ibu rumah tangga. Kliendatang ke UGD RS
datu beru pada tanggal 5 oktober 2018 dengan keluhan utama sesak napas 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak menyebabkan klien tidakbisa
beraktifitas maupun tidur telentanag (tidur harus posisi dudduk). Pada saat
pengkajian tanggal (7-10-2018) di ruang rawat penyakit dalam, keluhan utama
klien adalaha batuk, kaki bengkak, lemas, dan napas terasa sesak.
Klien menjalani hemodialisa rutin 2x/minggu (setiap rabu dan sabtu) sejak
dua bulan yang lalu (agustus 2018) namun klien sering melewatan sesi dialysis
karena alasan biaya. Klien juga mengatakan tidak rutin mengkonsumsi obat-
obatan yang diberikan takut ginjalnya semakin rusak.dari hasil radiologi
ditemukan peneomonia bilateral, kardiomegali dengan aorta elongasi dan
bendungan paru.
Berdasarkan riwayat dahulu Ny D mengatakan bahwa dirinya menderita
hipertensi sejak 5 lalu namun tidak control secara rutin. Obat-obat hipertensi yang
biasa diminum adalah amlodipilin dan captropril. Riwayat penyakit keluarga
adalah hipertensi (ibu klien) dan diabetes miletus (Ayah klien).

4.2 Penerapan Adaptasi Roy Pada Pengkajian Kasus


Asuhan keperawatan dilakukan secara holistic dan komprehensif mulai
dari pengkajian sampai dengan evaluasi dengan menggunakan pendekatan teori
Adaptasi Roy.
Pengkajian prilaku dan stimulus
4.2.1 Mode Adaptasi Fisiologi
1. oksigen dan sirkulasi
a. pengkajian perilaku
Respirasi : pergerakan dada simetris, RR : 32x/I, irama teratur, batuk (+), sputum
(+), klien mengatakan sputum sulit dikeluarkan, suara napas (ronchi), faetor

14
uremik (+), pernapasan cuping hidung (-), TD : 170/100mmHg, N :100x/I, S :
37,50c, saat pengkajian klien menggunakan o2 5 liter/menit melalui nasal kanul.
Sirkulasi : klien tampak lemah, mengeluh pusing, trombosit 140 mg/dl.
Konjungtiva anemis, terdapat edema ekstremitas bawah (+2), akral hangat namun
tampak pucat. Terdapat sianosis pada jari, CRT 3 detik.
b. pengkajian stimulus
stimulus fokal: penurunan fungsi ginjal, asidosis metabolic.
Stimulus kontekstual: insfeksi skunder (pneumonia) serta adanya riwayat penyakit
hipertensi.
Stimulus residual: kecemasan.

2. Nutrisi
a. Pengkajian prilaku
Klien tidah napsu makan karena mual, nyeri pada uluh hati, BB saat ini 52
kg, BB sebelum sakit 62 kg, TB : 160 cm, halitosis (+), reflex menelan normal,
klien mengatakan mulut terasa pahit dan kering, bising usus 12x/i, klien
mendapatkan dien rendah garam 1700 kkal/hari, protein 62 g, lemak 47g,
karbohidrat 265 g. porsi makan yang diberikan habis ½ porsi.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fekal : peningkatan ureum
Stimulus kontekstual : perububahan pola, menu dan diet klien saat ini.
Stimulus residual: kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang diet yang
diberikan.
c. Eliminasi
 Pengkajian prilaku
Eliminasi fekal : tidak ada keluhan BAB.
Eliniminasi urine : klien mengatakan urinenya menjadi sangat sedikit sejak satu
bulan terakhirnamun klien tidak pernah melakukan pengukuran jumlah
urine.frekuensi BAK : 1x/hari, jumlah urine/24 jam 400 ml meskipun klien telah
mendapat terapi lasik 2 x 40 mg. klien telah menjaadi HD sejak dua bulan yang
lalu namun sering melewati sesi dialysis. Sebelum dirawat, dosis HD rutin
2x/minggu selama 4 jam. HD terakhir dilakukan selama 3,5 jam dengan UFG

15
3000ml dan Qb 200ml/menit. Ureum preHD :278 mg/dl, creatinin : 6 mg/dl,
eGRF : 6,6 ml/menit. Ureum post HD 98 mg/dl. Hasil urinalisa : Bj urin 1,015,
warna kuning keruh.
 Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : penurunan filtrasi ginjal tahap akhir
Stimulus kontekstual : infeksi salur kemih dan kurangnyakepatuhan klien untuk
melakukan dialisi sesuai jadwal.
Stimulus residual : kuranganya pengatahuan klien dan keluarga tentang
hemodialisa.
d. Aktivitas dan istirahat
 Pengkajian perilaku
Aktifitas : aktivitas klien dirumah sakit hanya lebih banyak di tempat di
tempat tidur karena klien masih terlihat lemah dan mengeluh sesak napasjika
beraktifitas turun dari tempat tidur. Pemenuhan ADL sebagian besar dibantu oleh
perawat dan keluarga.
Istirahat : klien mengatakan susah tidur, lama tidur malam lebih kurang
4-5 jam dan sering tebangun akibat pasan dan sesak napas. Posisi tidur yang
nyaman menurun klien dengan meninggikan kepala tempat tidur.
 Pengkajian stimulus
Stimulus fokal: penyakit kronis
Stimulus kontekstual : intake nutrisi tidak adekuat ( pemurunan energo metabolic)
Stimulus residual : adaptif.
e. proteksi
 pengkajian perilaku
suhu 37,50c, kulit teraba hangat, kering dan pucat. Edema (+2) pada
ekstremitas bawah, klien mengeluh deman dan kulit terasa gatal. Leukosit 21,5u/l/
menurut keluarga, dibanadingkan saat pertama masuk Rs, saat ini bengkak pada
kaki mulai berkurang
 pengkajian stimulus
stimulus fokal : edema ekstremitas bawah, uremia
stimulus kontekstual : fatigue
stimulus residual : kebiasaan menggaruk

16
f. sensori
 pengkajian prilaku
mata simetris, tidak ada penurunan fungsi penglihatan, reflex cahaya (+),
telinga simetris, fungsi pendengaran baik,hidung simetris, fungsi penciuman baik.
Integument : kulit terlihat kering dan mengkilap, sebagian bersisik. Klien
mengeluh gatal pada kulit serta nyeri pada daerah femoral bekas penusukan akses
HD.
 Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : uremia
Stimulus konstektual : adaptif
Stimulus residual : kurang pengetahuan tentang manajemen gatal.
g. Cairan dan elektrolit
 Cairan dan elektrolit
Shifting dullness (+), ascites (+), lingkar perut 87 cm, pitting di edema
ekstremitas kaki (+2). Intake cairan :minum 1100cc/hr. output : urin (400cc/24jm)
+ IWL 500cc/24 jm). Klien mengatakan selama dirumah tidak pernah mngukur
jumlah minum dan tidak membatasi minum karena haus dan mulut terasa kering.
 Pengkajian stimulus
Stimulus fokal: penurunan filtrasi ginjal
Stimulus kontekstual : akses femoral saat HD dan rencana pemasangan double
lumen
Stimulus residual: kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, mamfaat, dan
manajemen cairan.
h. Fungsi neorologi
 Pengkajian prilaku
Kesadaran compos mentis (GCS 15) tidak ada disorientasi (tempat, waktu,
dan orang), emosional dan kemampuan bahasa baik, tidak terdapat tanda-tanda
deficit neurologis.
 Pengkajian stimulus : adaptif
i. Fungsi endokrin
 Pengkajian perilaku
Terdapat riwayat DM dari orang tua.kadargula darah sewaktu 178 mg/dl.

17
 Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : kadar glukosa darah meningkat
Stimulus kontekstual : riwayat keluarga dengan riwayat DM
Stimulus residual : pengetahuan pasien tentang penyakitkurang.

4.2.2 Model Adaptasi Konsep Diri


1. physicall perilaku
pengkajian perilaku
 Sensasi diri :pasien mengatakan sedih atas penyakit yang dideritanya. Hal
itu juga yang membuat ia tidak bersemangat untuk mengikuti program
terapi terapi secara disiplin. Pasien juga mengatakan cemas disetiap akan
dilakaukan hemodialisis karna nyeri saat penusukan di area femoral serta
takut untuk dilakukan pemasangan CDL.
 Boby image :klien merasa sedih saat sakit, ia tidak dapat beraktivitas
seperti biasa. Klien menanyakan “ apakah masih ada kemungkinan untuk
sembuh total?
2. Personal self
Pengkajian perilaku
 Moral/etik/spiritual
Pasien beragama islam dan saa klien sakit klien masih berusaha untuk
sholat di tempat tidur namun klien mengatakan susah untuk khusyuk dalam
beribadah.
3. Self consistency
Ekpresi wajah klien cemas, namun klien tampak bersemangat ketika
mendiskusikan penyakitnya dengan perawat. Klien mengatakan dirinya tidak siap
jika harus menjalani cuci darah seumur hidup, apalagi lagi biaya cuci darah masih
ditanggung secara pribadi. Karena klien belum mengurus jamkesmas .
 Ideal diri
Pasien mengatakan ketika sehat dirinya masih bias melakukan segalanya
sendiri, tetapi sekarang setelah sakit mau jalan saja susah pasien menyadari bahwa
setiap orang bisa sakit termasuk dirinya.

18
4.2.3 model fungsi peran
a. pengkajian perilaku
klien mengatakan sejak sakit aktifitasnya sebagai ibu rumah tangga tidak
dapatdilakukan secara optimal akibat sering lelah, capek dan merasa tidak
bertenaga. Sebelum sakit klien bekerja sebagai karyawati di perusahaan suwasta
dengan penghasilan di atas UMR. Setelah sakit klien berhenti bekerja dan sumber
penghasilan keluarga saat ini hanya berasal dari suami yang bekerja sebagai supir
perusahaan.penghasilan suami hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Klien mengatakan ingin sembuh agara dapar bekerja kembali.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : cemas karena penyakit kronis
Stimulus kontekstual : kehilangan pekerjaan
Stimulus residual : kurangnya pengetahuan pasien tentang pelaksanaan penyakit.

4.2.4 model adaptasi interdependen


a. pengkajian perilaku
 Receptive behavior
Pasien mengatakan masih belum percaya jika ia menderita gagal ginjal dan
harus menjalani cuci darah seumur hidup. Pasien mendapakan dukungan dari
keluarganya, terutama suami dan orangtuanya yang selalu bergantian menunggu
klien. Hal ini mampu member ketenangan kepada pasien, klien masih belum
mampu membatasi minumannya karena hal ini disebabkan udara di ruangan yang
panas dan pasien sering merasa haus.
 Contributive behavior
Pasien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga, tetangga, dan
kerabat/ teman sejawat. Pasien juga dapat melakukan intraksi dengan perawat
ataupun teman sekamarnya. Pasien mampu memenuhi kebutuhannya sesuai
dengan kemampuannya, missal makan, minum sendiri dengan bantuan minimal
dari keluarga

19
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : penyakit kronis menyebabkan stress dan ketergantungan terapi
Stimulus kontektual : kelemahan fisik
Stimulus residual : kurang pengetahuan

4.3 Diagnosa Keperawatan


Bedasarkan data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang muncul
pada ny. D adalah sebagai berikut
4.3.1 Mode adaptasi fisiologi
Terdapat 4 diagnosa keperawatan pada mode fisologis yaitu:
a) Pemebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan
sekret
b) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
akibat penurunan fungsi ginjal, peningkatan asupan cairan, kurang
pengetahuan tentang manajemen cairan dan diet.
c) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigenasi,
kelemahan/keletihan umum akibat anemia
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan kurang pengetahuan tentang kebutuhan dasar tentang
nutrisi.

4.3.2 Mode adaptasi fungsi peran


 cemas yang berhubungan dengan stressor akibat proses penyakit kronis,
kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kompleksitas pengobatan.

4.3.3 Mode adaptasi pungsi peran


 perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan status kesehatan
, transisi peran, perubahan sosio ekonomi.

4.3.4 Mode adaptasi fungsi interdepensi


Semua stimulus pada mode fungsi peran bersifat adaftif sehingga tidak ada
masalah keperawatan yang muncul

20
4.4 Penetepan Tujuan
Tujuan merupakan pernyataan dari tingkah laku dari pasien atau keluarga
yang dapat diukur atau diobservasi dan berguna untuk mengevaluasi respon
mereka terhadap keberhasilan . Asuhan keperawatan yang diberikan (roy &
andrews, 1991 :wilkinson 2007 ) penetapan tujuan asuhan keperawatan yang
dilakukan terhadap ny. D adalah sebagai berikut :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 x 24 jam diharapkan
bersihan jalan nafas kembali efektif, yang ditunjukan dengan status pernafasan
:pertukaran gas dan ventilasi adekuat keluhan batuk berdahak berkurang,
pengeluaran sekret efektif irama dan frekuensi nafas normal.
 Setelah dilakukan asuhan keperawatan 7 x 24 jam kelebihan volume cairan
berkurang ditandai dengan klien mampu menghitung jumlah intake cairan
harian yang dapat ditoleransi, berat badan stabil, tidak ada asites dan distensi
vana jigularis, edema, berkurang atau (-). Intake dan output seimbang ,IDWG
< 5%, tekanan darah normal, klien menjadi HD sesuai dosis
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 7 x 24 jam, klien mampu
menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktifitas, ditandai dengan : denyut
jantung , frekuensi nafas dan tekanan darah dalam batas normal saat
beraktifitas, pasien berftisifasi dalam self-care dan aktifitas yang biasa
dilakukan, tidak tejadi kelelahan dan sesak nafas saat beraktifitas
 Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 7 x 24 jam, perubahan nutrisi
tidak di tandai dengan asupan nutrisi dan adekuat, anoreksia dan keluhan mual
berkurang, kadar gula darah normal, kadar, Hb, albumin., transferin dalam
batas normal, klien dapat menyebutkan kebutuhan dasar nutrisinya.
 Setelah di lakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam kecemasan
berkurang atau hilang ditandai dengan klien mampu mengidentifikasikan
penyebab cemas, mampu mengeksperesikan kebutuhan dan perasaan secara
tepat, mampu memahami penyakitnya dan berpatisipasi dalam program
pengobatan, mampu memenuhi aktifitas dan istirahat meskipun sedang cemas.
 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat
beradaptasi terhadap perubahan penampilan peran ditandai dengan mampu

21
menjelaskan perubahan peran karena penyakit yang dideritanya,
terjadipeningkatan pengetahuan kita mengenai perubahan peran, mampu
mengekspresikan penerimaan positif dan menggunakan koping yang efektif
untuk beradaptasi pada perubahan peran adanya dukungan keluarga terhadap
perubahan peran klien.

4.5Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan rencana tindakan / aktifitas
keperawatan yang disusun untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fokus
aktifitas dalam intervensi keperawatan ditujukan pada penyelesaian etiologi dalam
diagnosa keperawatan klien. Intervensi keperawatan yang disusun untuk
mengatasi masalah keperawatan ny .D adalah sebagai berikut :
 Intervensi keperawatan untuk diagnosa pembersihan jalan nafas tidak afektif
berhubungan dengan penumpukan secret adalah : airway manajement, cough
enchancement, fluid monitoring
 Intervensi keperawatan untuk diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi akibat penurunan fungsi ginjal,
peningkatan asupan cairan, kurang pengetahuan tentang manajemn cairan dan
diet adalah : fluid manajement, fluid monitoring
 Intervensi keperawatan diagnosa intoleransi aktifitas berhubungan dengan
keadekuatan oksigenasi, kelemahan/ keletihan umum akibat anemia adalah
:actifity therapy, energy manajement
 Intervensi keperawatan untuk diagnosa perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tunbuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan kurang
pengetahuan tentang kebutuhan dasar nutrisi adalah : nutrition manajement,
nausea management, teaching prescribed diet
 Intervensi keperawatan untuk diagnosa cemas berhungan dengan stressor
akibat proses penyakit kronis, kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis
dan kompleksitas pengobatan adalah : anxiety reduction relaxation therapy
teaching

22
 Intervensi keperawatan untuk diagnosa perubahan penampilan peran
berhubungan dengan perubahan status kesehatan, transisi peran, perrubahan
status sosial ekonomi adalah : role enchanched, emotional support

4.6 Implementasi Keperawatan


Asuhan keperawatan pada ny. D dilakukan di RSCM selama 12 hari (15-
16 oktober 2018). Sedangakn implementasi yang dipraktikan lakukan mulai 7-16
oktober 2018 di ruang perawatan penyakit dalam A lantai VII. Implementasi yang
dilakukan sesuai dengan diagnosa dan intervensi yang dibuat yaitu :
1. Pebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret :
infeksi
Aktifitas regulator :
Aiway management and respiratory monitoring :
1) Mengkaji frekuensi kedalaman dan upaya respirasi
2) Mengkaji suara nafas dan penurunan ventilasi
3) Mengkaji pergerakan dada, kesimetrisan dan penggunaan otot bantu nafas
4) Memantau efektifitas pemberian oksigen
5) Mengatur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi paru
6) Kolaborasi pemberian terapi oksigen
7) Memantau analisa gas darah
Aktifitas kognator
Airway management & respiratory monitoring :
1) Mengajarkan nafas dalam dan batuk efektif
2) Mengajarkan penggunaan alat bantu oksigen yang benar
Cough enchacement :
1) Mengajarkan teknik untuk menencerkan sputum dan memudahkan
pengeluaran secret

23
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
akibat penurunan fungsi ginjal, peningkatan asupan cairan, kurang
pengetahuan tentang manajemen cairan dan diet
Aktifitas regulator
Fluid monitoring :
1) Mengukur tekanan darah, frekuensi dan kekuatan denyut nadi,
2) Mengkaji turgor kulit, lokasi dan derajat edema
3) Mengidentifikasi sumber- sumber potensialkelebihan cairan : minuman,
makan dan cairan madikasi
4) Mengkaji komplikasi kardiopulmonal, peningkatan nadi, peningkatan
tekanan darah , bunyi jantung dan suara nafas tidak normal
5) Memantau efek pemberian terapi lasix 2X40 mg.
Fluid management :
1) Mencatat masukan dan haluaran cairan secara tepat
2) Monitoring perubahan berat badan sebelum dan sesudah nemodialisis
3) Memantau perubahan hasil laboratorium : elektrolit, hematokrit, kadar
blood urea nitrogen (BUN) dan BJ urine
4) Memantau indikasi kelebihan dan retensi cairan : distensi vena jigularis,
asites dan suara nafas
5) Kolaborasi : memberikan terapi lasix 2X 40 mg,
6) Kolaborasi pelaksanaan hemodialisis sesuia dosis
Aktifitas kognator
Fluid management
1) Menjelaskan pada klien dan keluarga penyebab kelebihan cairan
2) Memberikan edukasi tentang pentingnya pembatasan cairan
3) Menjelaskan cara menghitung jumlah asupan cairan klien
4) Menjelaskan sumber- sumber potensial untuk kelebihan cairan
5) Memberikan edukasi tentang menejemen haus dan xerostomia
Fluid monitoring
1) Mengajarkan klien dan keluarga cara mengukur/ mencatat pemasukan
cairan dan pengeluaran urine 24 jam,
2) Memotivasi klien untuk mematuhi aturan retrikairasi cairan

24
3 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakadekuatanoksigenisasi
kelemahan/keletihan umum akibat anemia
Aktivitas regulator :
Activity therapy :
1) Mengkaji faktor yang berhubungan dengan kelemahan fisik
2) Mengakaji tingkat kemampuan klien untuk beraktifitas
3) Memotivasi klien untuk meningkatkan aktifitas dan kemandirian dalam
perawatan diri sesuai toleransi
Energy management :
1) Memotivator perubahan tanda-tanda vital sebelum, selama dan setelah
beraktivitas
2) Monitor respon kardiopulmonal terhadap peningkatan aktivitas
3) Memonitor kadekuatan intake nutrisi klien
4) Menganjurkan tekhnik pernafasan terkontrol dan relaksasi selama
melakukan aktivitas
5) Melakukan aktifitas keperawatan di luar priode istirahat pasien
6) Membantu klien malakukan aktifitas fisik jika klien kelelahan atau letih
7) Kolaborasi pemeberian transfusi PRC 250 ml saat HD
Aktifitas kognator
Menjelaskan pentingnya asupan nutrisi yang adekuat sebagai penunjang
untuk beraktivitas
Energy management
1) Menganjurkan penggunaan peralatan bantuan seperti oksigen selama
beraktifitas
2) Menganjurkan strategi penghematan energi dengan penyimpan alat atau
benda yang sering digunakan ditempa yang mudah di jangkau
3) Menjelaskan pentingnya periode istirahat setelah melakukan aktivitas

25
4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan kurang pengetahuan tentang kebutuhan dasar nutrisi
Aktifitas regulator
Nutrisien management :
1) Mengkaji pola nutrisi klien
2) Menganjurkan pasien memakan makanan dalam posisi hangat
3) Memonitor intake nutrisi klien
4) Memantau adanya tanda dan gejala hiperglekimia
5) Kolaborasi memonitor kadar gula darah
Nausea management :
1) Mengkaji adanya keluhan mual muntah
2) Menganjurkan klien melalukan perawatan mulut sebelum makan
3) Kolaborasi: memberikan terapi omeprazole 1X 40 mg dan dompridone
100 mg
Aktifitas kognator
Teaching prescribed diet:
1) Menjelaskan kebutuhan energy harian klien
2) Menjelaskan jenis diet, manfaat dan komposisi makanan klien
3) Menjelaskan rasional pembatasan diet terhadap kondisi penyakit klien
4) Memotivasi klien untuk menghabiskan porsi makan yang disediakan

5. Cemas berhubungan dengan stressor akibat proses penyakit kronis, kurang


pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kompleksitas pengobatan
Aktivitas regulator
Anxiety reduction :
1) Membina kerjasama dan komunikasi terbuka dngan klien dan keluarga
2) Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab cemas
3) Mengkaji tingkat kecemasan klien
4) Memotivasi klien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan
perasaanya
5) Mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan untuk mengurangi
kecemasan

26
Aktivitas kognator
Relaxation therapy :
mengjarkan tekhnik relaksasi : theacing
1) Menjelaskan tentang proses penyakit dan dampak yang ditimbulkan
2) Menjelaskan jenis terapi penggantian ginjal
3) Menjelaskan terapi hemodialisis, tujuan, dosis, akses veskuler dan
komplikasi
4) Menjelaskan jeni akses vaskuler yang dapat digunakan untuk hemodialisis
5) Menjelaskan terapi obat- obatan yang diberikan : asam folat, CaCo3, Vit
B12, Bicnat, Cefoperazone, captropril, domperidone, OMZ

6) Perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan status


kesehatan, transisi peran, perubahan status sosio ekonomi
Aktifitas regulator
Role enhancement &amotional suport
1) Membantu klien mengidentifikasi peranya dalam kelurga
2) Membantu klien untuk menerima perubahan peran akibat sakit dan masa
perawatan saat ini
3) Membantu mengidentifikasi perilaku yang dibutuhkan terhadap perubahan
peran.
Aktivitas kognator
Role enhacement & emotional suport
1) Memotivasi klien untuk mengekspresikan perasaan dan duka citanya
2) Menjelaskan alternatif sumber pembiayaan untuk terapi hemodialisis klien
3) Mendiskusikan dengan klien dan keluarga koping positif terhadap
perubahan peran
4) Menganjurkan keluarga untuk memberikan dukungan pada klien

27
4.7 Evaluasi
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 16
oktober 2018 atau pada hari ke 12 perawatan, evaluasi meliputi formatif dan
sumatif di akhir perawatan sebelum klien pulang. Hasil dari evaluasi bedasarkan
masalah keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Pembersihan jalan nafas tidak efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7X 24 jam, perilaku klien
adaftif, ditunjukan dngan keluhan batuk berkurang, sesak (-) penegeluaran sekret
efektif, penggunaan alat bantu nafas, (-) frekuensi nafas 20x/menit, teratur dan
tidak ada kesulitan bernafas, ronkhi berkurang, AGD : pH :7,418, pCO2 :45
mmHg, pO2 :92,2 mmhg hco3 :29,3 mmol/L sat o2 98% hasil BTA (-) analisa
intervensi masalah keperawatan pembersihan jalan nafas tidak efektif sudah
teratasi, klien mampu beradaptasi secara kompensasi. Tindakan keperawatan
dihentikan namun klien masih dipantau terhadap pola nafas

2. Kelebihan volume cairan


Setelah dilakukan tindakan 7 X 24 jam , perilaku klien masih belum
adaptif karena belum bisa mengikuti aturan retriksi cairan yang ditetapkan
(600cc/24 jam) dengan alasan sedang batuk, suhu ruangan yang panas, haus dan
xerostomia. Klien mampu beradaptasi secara kompensasi terhadap kelebihan
volume cairansetelah 10 hari perawatan, yang ditunjukan dengan : klien
mengatakan akan mematuhi aturan pembatasan pemasukan cairan sesuai anjuran
perawat dan dokter, klien melakukan cara pengendalian haus dengan cara yang
diajarkan perawat, klien dan keluarga dapat menghitung intake dan pengukuran
jumlah urine dengan benar, TD 130/90 mmhg, nadi 90x/ mnt, respirasi 20x/mnt,
balance cairan +200 (intake 1000 cc, urine/24 jam 300cc, IWL 500CC/24 jam)
IDWG terahir 2500g, HD terakhir selama 4,5 jam menggunakan CDL yang baru
di pasang, dengan Qb 250ml/mnt, UFG 3000 ml, edema (-) BB kering 52,5 kg LP
72 cm JVP 5+2 cm H2o.
Analisa intervensi : masalah keperawatan kelebihan volume cairan sudah
teratasi, klien mampu beradaptasi secara kompensasi, tindakan kepetawatan fluid

28
monitoring masih dilanjutkan sampai klien pulang tgl 16 oktober 2018 rencana
tindak lanjut setelah pulang, klien akan dilakukan pemasangan cimino

3. Intoleransi aktivitas
Setelah tujuh hari perawatan (13 oktober 2018) klien mampu beradaptasi
terhadap aktivitas ditandai dengan klien mampu memenuhi kebutuhan perawatan
diri seperti mandi, BAK, di kamar mandi dengan bantuan minimal, keluhan sesak
saat beraktivitas minimal, keluhan lemas berkurang, TD 130/90 mmhg nadi : 90X/
menit hb post transfusi 9,2 gr/dl (tanggal 12/10/2013) klien dapat memenuhi
kebutuhan istirahat.
Analisa intervensi : masalah keperawatan aktivitas sudah teratasi, klien
mampu beradaptasi sehingga tindakan perawat di hentikan

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


Perilaku klien mulai adaptif pada hari ke 6 perawatan, ditandai dengan
keluhan mual dan lemas berkurang namunporsi makn belum dihabiskan setelah 7
hari perawatan, perilaku klien terhadap masalah perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh adaptif, klien dapt menyebutkan kembali diet yang dianjurkan,
klien dapat menghabiskan porsi yang disediakan, klien menambah extera 2 putih
telur kedalam dietnya, keluhan lemas minimal, anoreksia dan keluhan mual mual
berkurang, kadar gula darah 146 gr/dl BB kering 52,5 kg, kadar hb dan albumin
meningkat namun dibawah standar (hb 9,2 gr/dl, albumin 3,13 gr/dl),
Analisa intervensi : masalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh belum teratasi secara menyeluruh, intervensi keperawatan nutrition
nanagement dan neusa management tetap dilanjutkan hingga klien pulang.

5. Cemas
Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3 x 24 jam, perilaku
kecemasan klien belum adptif. Klien mengatakn masih takut untuk menjalankan
hemodialisis dan pasang CDL, TD 160/100 mmhg, nadi 124/ meni, hasil EKG :
sinus takikardi. Perilaku klien adaptif setelah 5 hari perawatan ditandai dengan :
klien tampak lebih tenang, mengatakan siap untuk dipasang CDL evaluasi setalah

29
7 hari perawatan : tingkat kecemasan ringan, TD 130/90 mmhg, CDL terpasang,
klien menyatakan hemodialisis dengan menggunakan CDL lebih nyaman dan
klien tidak takut lagi untuk dilakukan HD, klien mampu memenuhi kebutuhan
aktivitas dan istirahat secara adekuat
Analisa intervensi :kecemasan klien teratasi, intervensi keperawatan
relaxation therapy dan teaching tetap di evaluasi dan di pertahankan hingga klien
pulang

6. Perubahan penampilan peran


klien baru dapat beradaptasi terhadap perubahan penampilan peran setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 5 x 24 jam, ditandai dengan klien
menyatakan pasrah dan mulai menerima perubahan kondisi kesehatannya, klien
masih bersyukur karena masih ada bantuan untuk hemodialisis, tampak suami dan
anggota kelurga lain yang mendkung klien untuk sembuh, klien mengatakan akan
mengikuti program pengobatan agar dapat memenuhi perannya baik sebagai ibu
rumah tangga maupun sebagai salah satu tulang punggung keluarga, klien
mengatakan ingin melanjutkan bekerja setalah sembuh
Analisa intervensi : klien dapat menerima perubahan peran secara adaptif.

30
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Teori adaptasi Roy dapat diterapkan pada asuhan keperawatan pasien
system perkemihan, karena semua memenuhi aspek kebutuhan pasien, meliputi
kebuuhan fisiologis, konsep diri, adaptasi dan interdepensi. Peningkatan adaptasi
pasien yang menjadi tujuan dari penerapan teori ini di harapkan dapat membantu
perawat dalam menetapkan intervensi sesuai kondisi pasien. Commented [U3]: Sesuaikan dengan tujuan

4.2 Saran
Secara umum, pembaca diharapkan mampu menelaah dan mempelajari
setiap konsep dan model keperawatan yang sudah berkembangdan mampu
membandingkan teori dan model praktek sesuai dengan ilmu keperawatan itu
sendiri sehingga tidak bertentangan dengan etika, moral, budaya, dan norma.

31

Anda mungkin juga menyukai