Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga
kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil
maupun spiritual.
Pembangunan ketenagakjerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi
hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh serta pada
saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia
usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan.
Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah
masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara
lain mencakup pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya
saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan
tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.
Salah satu syarat untuk keberhasilan pembangunan nasional adalah kualitas manusia
Indonesia yang menentukan berhasil tidaknya usaha untuk memenuhi tahap tinggal landas.
Peningkatan kualitas manusia tidak mungkin tercapai tanpa memberikan jaminan hidup,
sebaliknya jaminan hidup tidak dapat tercapat apabila manusia tidak mempunyai pekerjaan,
dimana dari hasil pekerjaan itu dapat diperoleh imbalan jasa untuk membiayai dirinya dan
keluarganya.
Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi,
memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai perdamaian dan keadilan setiap
orang. Hukum seyogyanya memberikan keadilan, karena keadilan itulah tujuan dari hukum.

1.2. Rumusan Permasalahan


Berdasarkan uraian dan batasan masalah di atas, penulis akan mengangkat
permasalahan guna dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Bagaimana perlindungan hukum tenaga kerja wanita ditinjau dari UU No. 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan dan Konvensi-Konvensi Internasional?
2. Permasalahan apa sajakan yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga kerja wanita?

1.3. Tujuan
Setiap kegiatan yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan perlindungan hukum tenaga kerja wanita ditinjau dari UU No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga kerja
wanita dan memberikan solusi penyelesaian.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tenaga Kerja


Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan
masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah
kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan
harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Dalam
peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja adalah
setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan
social tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan.

2.2 Perlindungan Tenaga Kerja


Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga
kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil
maupun spiritual.
Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-
hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh serta pada saat
yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu
tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi
juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu,
diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup
pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja
Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan
pembinaan hubungan industrial.
Salah satu syarat untuk keberhasilan pembangunan nasional adalah kualitas manusia
Indonesia yang menentukan berhasil tidaknya usaha untuk memenuhi tahap tinggal landas.
Peningkatan kualitas manusia tidak mungkin tercapai tanpa memberikan jaminan hidup,
sebaliknya jaminan hidup tidak dapat tercapat apabila manusia tidak mempunyai pekerjaan,
dimana dari hasil pekerjaan itu dapat diperoleh imbalan jasa untuk membiayai dirinya dan
keluarganya.
Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi,
memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai perdamaian dan keadilan setiap
orang. Hukum seyogyanya memberikan keadilan, karena keadilan itulah tujuan dari hukum.
Perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja harus merupakan
kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Dalam hubungan ini
2
program-program pembangunan sektoral maupun regional perlu senantiasa mengusahakan
terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin dengan imbalan jasa yang
sepadan. Dengan jalan demikian maka disamping peningkatan produksi sekaligus dapat
dicapai pemerataan hasil pembangunan, karena adanya perluasan partisipasi masyarakat
secara aktif di dalam pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat ditandai dengan tumbuhnya industri-industri
baru yang menimbulkan banyak peluang bagi angkatan kerja pria maupun wanita. Sebagian
besar lapangan kerja di perusahaan pada tingkat organisasi yang rendah yang tidak
membutuhkan keterampilan yang khusus lebih banyak memberi peluang bagi tenaga kerja
wanita. Tuntutan ekonomi yang mendesak dan berkurangnya peluang serta penghasilan di
bidang pertanian yang tidak memberikan suatu hasil yang tepat dan rutuin, dan adanya
kesempatan untuk bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi
tenaga kerja wanita. Tidak hanya pada tenaga kerja wanita yang sudah dewasa yang sudah
dapat digolongkan pada angkatan kerja. Tetapi sering juga wanita yang belum dewasa yang
selayaknya masih harus belajar di bangku sekolah.
Bagi tenaga kerja wanita yang belum berkeluarga masalah yang timbul berbeda
dengan yang sudah berkeluarga yang sifatnya lebih subyektif, meski secara umum dari
kondisi objektif tidak ada perbedaan-perbedaan. Perhatian yang benar bagi pemerintah dan
masyarakat terhadap tenaga kerja terlihat pada beberapa peraturan-peraturan yang
memberikan kelonggaran-kelonggaran maupun larangan-larangan yang menyangkut kedirian
seseorang wanita secara umum seperti cuti hamil, kerja pada malam hari dan sebagainya.
Selain itu, masalah gangguan seksual (sexual harressment) seringkali dialami oleh
perempuan di tempat kerja, baik oleh teman sekerja maupun oleh majikan. Gangguan ini bisa
berbentuk komentar-komentar atau ucapan-ucapan verbal, tindakan atau kontak fisik yang
mempunyai konotasi seksual. Walaupun seringkali oleh orang yang menjadi sasaran tindakan
tersebut, suatu gangguan tampaknya tidak membahayakan secara langsung, namun dengan
adanya tindakan itu yang mempunyai unsur kekuasaan dan dominsi, si orang tersebut selalu
menjadi sadar akan keperempuannya dan keperawanannya terhadap gangguan-gangguan
tersebut. Bentuk yang paling ekstrem dari gangguan seksual itu adalah perkosaan yang
seringkali pula bentuknya sangat terselubung, dalam artian bahwa sering dianggap peristiwa
tersebut sebagai peristiwa individual semata dan tidak menyangkut pelanggaran hak asasi
manusia.
Masalah tenaga kerja saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga
memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan tersebut pergeseran
nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran dimaksud tidak jarang melanggar
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menghadapi pergeseran nilai dan tata
kehidupan para pelaku industri dan perdagangan, pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk
mampu mengambil langkah-langkah antisipatif serta mampu menampung segala
perkembangan yang terjadi.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan merupakan
salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan tentang hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Perlindungan buruh diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat,
anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan
kesejahteraan. Dengan demikian,Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sangat berarti
3
dalam mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di dalam
melaksanakan suatu mekanisme proses produksi.
Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa
menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya undang-undang ketenagakerjaan yaitu
mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia
usaha di Indonesia.
Menurut Soepomo, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga ) macam, yaitu:
1. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang
cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.
2. Perlindungan sosial, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan
kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.
3. Perlindungan teknis, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan
keselamatan kerja.
2.3 Jenis Perlindungan kerja
2.3.1 Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja sebagaimana telah dikemukakan di atas termasuk jenis perlindungan
sosial karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial
kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan-pembatasan
terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan pekerja/buruh ”semaunya” tanpa
memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruh sebagai
mahluk Tuhan yang mempunyai hak asasi.
Karena sifatnya yang hendak mengadakan ”pembatasan” ketentuan-ketentuan
perlindungan sosial dalam UU No. 13 Tahun 2003, Bab X Pasal 68 dan seterusnya bersifat
”memaksa”, bukan mengatur. Akibat adanya sifat memaksa dalam ketentuan perlindungan
sosial UU No. 13 Tahun 2003 ini, pembentuk undang-undang memandang perlu untuk
menjelaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan sosial ini merupakan
”hukum umum” (Publiek-rechtelijk) dengan sanksi pidana
Jadi, jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja/buruh dari
kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal
pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Adanya penekanan ”dalam suatu hubungan kerja”
menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak melakukan hubungan kerja dengan
pengusaha tidak mendapatkan perlindungan sosial sebagaimana ditentukan dalam Bab X UU
No 13 Tahun 2003.

2.3.2 Perlindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis, yaitu
perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
alat kerja atau bahan yang dikerjakan.
Berbeda dengan perlindungan kerja lain yang umumnya ditentukan untuk kepentingan
pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada
pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan pemerintah.
 Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan
suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat memusatkan perhatian pda

4
pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa
kecelakaan kerja.
 Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam perusahaannya akan
dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus
memberikan jaminan sosial.
 Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan
kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyrakat akan
tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun kuantitas.
Dasar pembicaraan masalah keselamatan kerja ini sampai sekarang adalah UU No 1
Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Namun, sebagian besar peraturan pelaksanaan
undang-undang ini belum ada sehingga beberapa peraturan warisan Hindia Belanda masih
dijadikan pedoman dalam pelaksanaan keselamatan kerja di perusahaan. Peraturan warisan
Hindia Belanda itu dalah sebagai berikut :
 Veiligheidsreglement, S 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah, terakhir dengan
S. 1931 No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka diberlakukan dengan
Peraturan Pemerintah No. 208 Tahun 1974. Peraturan ini menatur tentang keselamatan
dan keamanan di dalam pabrik atau tempat bekerja.
 Stoom Ordonantie, S 1931 No. 225, lebih dikenal dengan peraturan Uap 1930.
 Loodwit Ordonantie, 1931 No. 509 yaitu peraturan tentang pencegahan pemakaian timah
putih kering.

2.3.3 Perlindungan ekonomis atau Jaminan Sosial


Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan
kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat.
Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai
Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded
social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada
masyarakat pekerja di sektor formal.
Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang
dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
Dari pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah merupakan
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang ( jaminan kecelakaan
kerja, kematian, dan tabungan hari tua ), dan pelyanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan
kesehatan.
Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang – Undang Nomor. 3 Tahun
1992 adalah :
 Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhanhidup minimal bagi tenaga
kerja beserta keluarganya.
 Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja sehingga
pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam hubungan kerja terjadi
resiko – resiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari tua dan lainnya.

5
2.4 Jenis – Jenis Jaminan Sosial tenaga kerja
2.4.1 Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja maupun penyakit akibat kerja maerupakan resiko yang dihadapi oleh
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau
seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan kerja
baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.

2.4.2 Jaminan Kematian


Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan
terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi
keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya
meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa
uang.

2.4.3 Jaminan hari Tua


Hari tua dapat mengkibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mapu bekerja. Akibat
terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi
ketenaga kerjaan sewaktu masih bekerja, teruma bagi mereka yang penghasilannya rendah.
Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan yang dibayarkan sekaligus dan atau
berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 ( lima puluh lima ) tahun atau memnuhi
persyaratan tersebut.

2.4.4 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan


Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan unutk meningkatkan produktivitas tenaga kerja
sehingga dapat melaksankan rugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang
penyembuhan ( kuratif ).
Oleh karena, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan
jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penggulangan
kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja.
Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga
kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (oreventif), penyembuhan
(kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif).

2.5 Tujuan perlindungan terhadap tenaga kerja


Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar
pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan
perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha. Peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan perlindungan bagi pekerja adalah Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pelaksana dari perundang-undangan di
bidang Ketenagakerjaan.
Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan kerja tidak
seimbang antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja. Bukan hanya
tidak seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim persaingan usaha yang makin
ketat yang menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production).
6
2.6. Perlindungan pekerja perempuan
Perlindungan tenaga kerja wanita Indonesia yang bekerja di luar negeri masih lemah.
Kondisi demikian tidak sebanding dengan antusiasme menjadi TKW. Berharap dapat
memperbaiki ekonomi keluarga serta berharap mendapatkan upah yang besar, banyak remaja
dan ibu rumah tangga memilih bekerja sebagai pembantu rumah tangga di negeri orang.
Untuk hal tersebut, maka kita perlu memberikan perlindungan tenaga kerja wanita.
Resiko besar menghadang, baik berupa siksaan, pemerkosaan sampai kehilangan nyawa.
Bahkan tidak jarang mereka bekerja bertahun-tahun tanpa upah dan pulang tanpa nyawa
bahkan menderita cacat seumur hidup.
Korban tenaga kerja wanita yang disiksa, dibunuh oleh majikan hampir selalu ada dan
disiarkan berulang di berbagai media. Pemerintah hampir selalu ikut turun tangan dan angkat
bicara. Namun ironisnya kejadian tersebut terulang dan TKW terlanjur menjadi korbannya.
Kekerasan, pelecehan dan perampasan hak TKW ternyata masih belum mampu
menjadikan Pemerintah memberikan perlindungan tenaga kerja wanita rasa aman dan
nyaman dalam bekerja. Pemerintah hanya mampu menjadi mediator sesaat dalam hal
perlindungan tenaga kerja wanita saat mereka bermasalah perindividu perkasus. Bukti
ketidak seriusan pemerintah dalam memberi perlindungan tenaga kerja wanita adalah
terjadinya kekerasan berulang pada TKW yang ada di luar negeri.
Pemerintah harus serius menangani masalah ini agar tidak berulang terjadi dan seakan
tidak mampu mengurai benang kusut masalah yang dihadapi TKW. Pemerintah melalui
Menlu dan Dubes serta Depnaker, Menkumham, hendaknya mau duduk bersama
merumuskan upaya payung hukum perlindungan tenaga kerja wanita yang akurat sebelum
menandatangani kerja sama dengan Negara lain untuk pengiriman TKW.
Selain itu memperbaiki sIstem dan penyiapan SDM yang akan menjadi TKW dirasa
sangat perlu. Selama ini para TKW yang berangkat sebagian besar adalah dari mereka yang
memiliki pendidikan dan ketrampilan yang pas-pasan. Sehingga tujuan bekerja adalah hanya
memasuki sektor non formal menjadi pembantu rumah tangga. Kemungkinan akan menjadi
lain jika para TKW yang ke luar negeri adalah mereka yang memiliki pendidikan dan
keahlian khusus. Upaya ini membantu mereka mampu bersaing dan dapat bekerja dalam
sektor formal yang memiliki payung hukum dan perlakuan jelas dan bekerja secara
profesional.
Kemudian membuat program pemberdayaan perempuan agar mereka dapat memiliki
kompeten yang dapat membantu meningatkan perekonomian keluarga. Jika para wanita yang
antusias menjadi TKW ini ada kegiatan yang mampu membantu akan lebih memilih
berwirausaha dan bekerja di dalam negeri karena dekat dengan keluarga dan jauh dari resiko
penyiksaan.
2.7 Perlindungan pekerja anak
Tingginya jumlah pekerja anak di Indonesia masih menjadi salah satu problem serius
yang harus ditangani secara komprehensif. Sebagaimana ditunjukkan oleh hasil Survei
Nasional Pekerja Anak oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan International Labour
Organization (ILO) tahun 2009, ada sekitar 4 juta anak Indonesia aktif secara ekonomi.
Sekitar 1,8 juta dari mereka masuk dalam kategori pekerja anak. Sementara itu, Komisi
Nasional Perlindungan Anak juga mencatat 11 juta anak usia 7-8 tahun tidak terdaftar
sekolah di 33 provinsi di Indonesia.
7
Tingginya jumlah pekerja anak ini membuat ILO menjadikan Indonesia sebagai
negara yang menjadi target utama dalam Program Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk untuk Anak atau International Programme on The Elimination of Child Labour
(IPEC). Terhitung sejak 1992 hingga sekarang, pemerintah Indonesia bersama sejumlah
pihak terkait baik di tingkat pusat maupun daerah terus mengupayakan mengurangi jumlah
pekerja anak secara signifikan terutama pada sejumlah jenis pekerjaan yang dikategorikan
sebagai pekerjaan berbahaya bagi anak. Sejumlah pekerjaan berbahaya itu antara lain
pelacuran, pertambangan, penyelam mutiara, sektor konstruksi, jermal, pemulung sampah,
pekerjaan dengan proses produksi menggunakan bahan peledak, bekerja di jalan dan
pembantu rumah tangga.
Komitmen Pemerintah Indonesia termasuk negara yang memiliki komitmen besar
untuk menanggulangi masalah pekerja anak. Salah satunya ditandai dengan keikutsertaan
Indonesia dalam program IPEC ILO sejak dua dekade lalu. Indonesia juga turut meratifikasi
Konvensi ILO tentang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (No. 182) dan Konvensi
ILO mengenai usia minimum memasuki dunia kerja (No. 138). Dengan meratifikasi konvensi
tersebut, Indonesia mempertegas komitmennya untuk mengambil tindakan dengan segera dan
efektif untuk melarang dan menghapuskan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Sebagai tindak lanjut dari ratifikasi tersebut, Pemerintah juga mengembangkan
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak yang disahkan
melalui Keputusan Presiden No. 59 tahun 2002. Rencana Aksi ini mengidentifikasikan
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dan menargetkan Indonesia akan bebas pekerja
anak pada tahun 2016. Untuk mengakselerasi tujuan ini, pemerintah menjalin kemitraan yang
strategis mulai dari pemerintah daerah, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat hingga
berbagai organisasi internasional. Beberapa pemerintah daerah bahkan dengan tegas
memproklamirkan daerahnya sebagai Zona Bebas Tenaga Kerja Anak (ZBTA).
Peningkatan partisipasi di sekolah juga dinilai telah berhasil membantu mengurangi
jumlah pekerja anak secara signifikan. Meski demikian, upaya untuk mewujudkan Indonesia
bebas pekerja anak pada tahun 2016 nanti masih sangat panjang. Tingginya angka
kemiskinan, kurangnya akses pendidikan, persepsi keluarga tentang pendidikan serta
dinamika permintaan akan tenaga kerja dinilai masih akan menjadi hambatan penghapusan
pekerja anak secara total.
Menuntaskan akar masalah meski bukan satu-satunya faktor, tingginya angka
kemiskinan seringkali dianggap sebagai salah satu faktor pendorong utama tingginya jumlah
pekerja anak di Indonesia. Di mana, salah satu dampak kemiskinan yang utama adalah
diabaikannya hak-hak anak, yang dengan segera memunculkan pekerja anak.
Karena itu, selain melakukan penarikan dan pencegahan anak secara langsung dari
dunia kerja, pendekatan ekonomi kini turut menjadi salah satu strategi utama dalam
menanggulangi masalah pekerja anak. Salah satu yang menjadi prioritas adalah program
pengentasan kemiskinan para orang tua. Karena kemiskinan orang tua bisa menjadi sumber
utama munculnya pekerja anak. Kemiskinan yang terus berlanjut juga bisa membuat siklus
pekerja anak terus mengalami regenerasi.
Dalam kasus pekerja anak, banyak di antara buruh anak yang ditemukan sekarang
merupakan anak dari orang tua yang dulunya juga buruh anak. Mereka tidak punya banyak
pilihan selain terus menjadi buruh dan ini bisa berlangsung hingga generasi berikutnya.
Kemiskinan juga membuat banyak orang tua dan anak tidak memiliki pemahaman dan akses
8
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Setelah penulis melakukan analisis tentang perlindungan tenaga kerja, penulis
menyimpulkan bahwa perlindungan tenaga kerja Indonesia masih lemah. Masih banyak
kejadian yang menyebab tenaga kerja kerja Indonesia kehilangan hak-hak dasar sebagai
pekerja. Selain itu, permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan
kerja tidak seimbang antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja.
Bukan hanya tidak seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim persaingan usaha
yang makin ketat yang menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi (cost of
production).

3.2 SARAN
Adapun saran penulisan makalah ini sebagai berikut :
Mengingat masih banyak perusahaan dalam hal ini pengusaha meskipun sudah
mengetahui peraturan yang berlaku tetapi tidak melaksanakannya sebagaimana mestinya,
perlu dikenakan sanksi bagi pengusaha yang tidak melaksanakan peraturan tersebut oleh
pihak yang berwenang demi tercapainya hubungan industrial, adanya saling membutuhkan
antara pihak pengusaha dan tenaga kerja khususnya tenaga kerja wanita dan anak-anak.
Selain itu pemerintah harus meningkatkan pengawasannya terhadap pengusaha yang
mempekerjakan pekerja wanita dan anak-anak apakah sudah mentaati peraturan yang ada
atau belum. Dan peran aktif kesadaran pekerja wanita atau anak-anak sendiri serta
perusahaan juga sangat diperlukan.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.bnp2tki.go.id/
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Nasional_Penempatan_dan_Perlindungan_Tenaga_Kerj
a_Indonesia
3. http://www.hukumtenagakerja.com/penempatan-dan-perlindungan-tenaga-kerja-indonesia-
di-luar-negeri/
4. https://m2.facebook.com/notes/universitas-borobudur-jakarta/undang-undang-jaminan-dan-
jenis-perlindungan-tenaga-kerja/546860785327961/?_rdr

10

Anda mungkin juga menyukai