Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN PROGRAM

UPAYA KESEHATAN KERJA

DINAS KESEHATAN KABUPATEN MALANG


PUSKESMAS PAKIS
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan dan penanganan kasus-kasus
penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan terkoordinasi (Permenkes no.75 tahun
2014).
Sebagai pelaksana teknis (UPT) Puskesmas mempunyai tanggung jawab untuk
menyelenggarakan program pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dan
mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat termasuk
kepada masyarakat pekerja (Depkes RI 2004).
Program kesehatan kerja merupakan suatu upaya pemberian perlindungan
kesehatan dan keselamatan kerja bagi masyarakat pekerja yang bertujuan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja, mencegah
timbulnya gangguan kesehatan, melindungi pekerja dari bahaya kesehatan serta
menempatkan pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan
psikis pekerja (Depkes RI,2001).
Dari data International Labour Organization (ILO) yaitu 1,2 juta orang meninggal
setiap tahun karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat hubungan kerja (PAHK). Dari
250 juta kecelakaan 3.000.000 orang meninggal dan sisanya meninggal karena PAHK.
Diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya(Depkes RI,2005).
Maka dari itu diperlukannya pembuatan pedoman Upaya Kesehatan Kerja ini.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan pedoman upaya kesehatan kerja di Puskesmas ini adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan bagi petugas Upaya Kesehatan Kerja dalam melaksanakan
kegiatannya di wilayah kerja Puskesmas.
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya acuan tentang jenis kegiatan Upaya Kesehatan Kerja, peran dan
fungsi ketenagaan, sarana dan prasarana di Puskesmas.
b. Tersedianya acuan untuk melaksanakan kegiatan Upaya Kesehatan Kerja yang
bersumberdaya masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
c. Tersedianya acuan bagi tenaga Upaya Kesehatan Kerja Puskesmas untuk bekerja
secara profesional dalam melaksanakan kegiatan Upaya Kesehatan Kerja yang
bermutu kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
C. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan upaya kesehatan kerja di wilayah kerja Puskesmas meliputi:
1. Kegiatan upaya kesehatan kerja di dalam gedung Puskesmas
Kegiatan ini dilaksanakan di lingkungan dan dalam gedung Puskesmas, seperti di
tempat pendaftaran (loket), poli BP, poli KIA dan poli gigi.
2. Kegiatan promosi kesehatan diluar gedung Puskesmas
Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas puskesmas di tempat-tempat kerja yang
berada di wilayah kerja Puskesmas. Kegiatan upaya kesehatan kerja diluar gedung
dalam bentuk kunjungan ke tempat kerja.
3. Pencatatan dan pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan baik di dalam maupun di luar Puskesmas selanjutnya
dicatat dan dilaporkan setiap bulan ke Dinas Kesehatan Kota Malang.
4. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian dan pelaksanaan
upaya kesehatan kerja di puskesmas. Setelah dilakukan pemantauan, setiap
pencapaian dari masing-masing kegiatan dievaluasi pada setiap tahapannya.
D. Batasan Operasional
Batasan operasional pada kegiatan upaya kesehatan kerja terdiri dari:
1. Upaya Kesehatan Promotif adalah suatu kegiatan pelayanan kesehatan yang
mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan kerja.
2. Upaya Kesehatan Preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap masalah
atau penyakit atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan.
3. Upaya Kesehatan Kuratif adalah kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk
pengobatan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.
4. Upaya Kesehatan Rehabilitatif adalah kegiatan yang berguna untuk
memaksimalkan pekerja yang sakit atau cacat sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
E. Dasar Hukum
Dasar hukum dari pedoman pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja di puskesmas antara
lain:
1. Undang-undang No.23 tahun 1992 pasal 23 tentang kesehatan kerja
2. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Bab XII kesehatan
kerja pasal 164-166
3. Undang-undang No.39 Tahun 2008 tentang Kementrian Kesehatan yang
bertanggung jawab terhadap kesehatan
4. Kepmenaker 02 Tahun1980 tentang pemeriksaan kesehatan
5. Kepmenaker 03 Tahun 1982 tentang pelayanan kesehatann kerja
6. Kepres No 22 Tahun 1993 tentang penyakit akibat kerja
7. Kepmenkes 038 Tahun 2007 tentang pelayanan kesehatan kerja pada puskesmas
kawasan industry/sentra industry
8. Permenkes No.75 Tahun 2014 tentang Puskesmas
9. Kepmenkes No.1758 Tahun 2003 tentang standard pelayanan kesehatan dasar
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Sumber daya utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan


kerja di Puskesmas adalah tenaga (Sumber Daya Manusia atau SDM), sarana,
peralatan termasuk media komunikasi, dan dana atau anggaran. Pengelolaan upaya
kesehatan kerja hendaknya dilakukan oleh koordinator yang mempunyai kapasitas di
bidang kesehatan kerja yaitu koordinator tersebut dipilih dari pejabat fungsional
Kesehatan Kerja. Jika tidak tersedia tenaga khusus tersebut dapat dipilih dari semua
tenaga kesehatan Puskesmas yang melayani pasien/klien (dokter, perawat, bidan,
sanitarian, dan ,lain-lain). Semua tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas hendaknya
memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan informasi atau pemeriksaan
atau pelayanan yang berhubungan dengan kesehatan kerja. Jika keterampilan ini
ternyata belum dimiliki, maka harus diselenggarakan program pelatihan/kursus.
B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga pelaksana Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas Cisadea sebanyak 1 (satu)
orang dengan kualifikasi :
Lulusan D3 Keperawatan 1 orang
C. Jadwal Kegiatan
1. Kegiatan pelayanan kesehatan kerja di dalam gedung adalah pelayanan kesehatan
bagi pekerja baik pekerja formal maupun informal yang datang ke puskesmas.
Jadwal pelayanan puskesmas yaitu ;
Senin sampai Kamis pukul 08.00-12.00 WIB
Jumat pukul 08.00-10.00 WIB
Sabtu pukul 08.00-11.00 WIB
2. Jadwal pelayanan/kegiatan luar gedung disesuaikan dengan Rencana Pelaksanaan
Kegiatan Tahunan seperti kunjungan/pembinaan di tempat kerja dan pelatihan kader
Pos UKK
BAB III
STANDAR FASILITAS

Standar fasilitas ruang tenaga upaya kesehatan kerja meliputi ruangan yang menunjang
kegiatan terutama untuk mencatat dan pengerjaan laporan dari berbagai kegiatan dalam dan
luar gedung puskesmas. Ruangan tersebut meliputi:
1. Letak
Letak ruang berdekatan dengan klinik lain yang mempunyai akses langsung dengan
lingkungan luar puskesmas.
2. Ruang
a. Luas ruangan adalah 6 m x 8 m.
b. Peralatan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1) Mebelair : meja dan kursi
2) Lemari
3) Media yang berhubungan dengan kesehatan kerja (leaflet, lembar balik, poster, dll)
4) Peta ruang
5) Check list kebersihan ruangan
6) Check List Perawatan Sarana dan Prasarana
7) Tensi dan stetoskop
8) Timbangan berat badan dewasa
9) Register khusus pekerja yang dilayani
Selain itu, upaya kesehatan kerja pun bekerja sama dengan semua petugas di lintas
program dan poli-poli, seperti Kesling, Promosi kesehatan, Kesehatan olahraga, KIA, BP, Poli
gigi, apotek, loket, gizi
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Pelaksanaan kegiatan upaya kesehatan kerja di puskesmas dilakukan sebagai upaya


promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilakukan di wilayah kerja. Kegiatan tersebut
terdiri dari:
A. Kegiatan upaya kesehatan kerja di dalam gedung
1. Kegiatan di loket/tempat pendaftaran dengan mendata nama pekerja yang berobat,
umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan lama bekerja.
2. Kegiatan di BP/Poli umum yaitu anamnesa pekerja yang sakit dan melakukan
pemeriksaan fisik, mengukur tensi, timbang BB, ukur TB serta mendiagnosa PDAK,
PAK/PAHK, KAK, menulis blangko lab bagi yang memerlukan pemeriksaan lab, menulis
resep, memberikan konseling, merujuk jika ada indikasi dan memasukkan di register
poli umum.
3. Kegiatan di Laboratorium yaitu pemeriksaan lab bagi pekerja bila ada indikasi
4. Kegiatan di Apotek yaitu memberikan obat sesuai resep kepada pekerja yang sakit
B. Kegiatan upaya kesehatan kerja di luar gedung
1. Pembinaan/Kunjungan di tempat kerja yaitu mendata tempat kerja, jumlah pekerja,
mengamati pekerja memakai APD/tidak, mengamati lingkungan kerja termasuk
ergonomi/posisi serta kotak P3K dan menganalisa resiko atau masalah yang mungkin
menimbulkan penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja, kemudian menyampaikan
kepada pemilik agar berupaya memperbaiki bila ada masalah yang bisa mengganggu
kesehatan pekerjanya

2. Pemeriksaan kesehatan secara berkala yaitu pemeriksaan yang dilakukan petugas


kepada pekerja yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan seperti mengukur tekanan
darah, memberikan obat jika ada pekerja yang sakit, merujuk ke puskesmas jika ada
indikasi atau penanganan lebih lanjut
3. Penyuluhan/Promosi kesehatan kerja yaitu suatu proses yang memungkinkan pekerja
untuk meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan kebugaran atau kapasitas kerjanya
seperti penyuluhan tentang PAK/PAHK, olahraga, gizi kerja, penghentian merokok dll
4. Pelatihan kader POS UKK yaitu mengajarkan kepada kader agar bisa menangani bila
ada masalah kesehatan pada pekerja seperti mengajarkan tensi, mengajarkan cara
pertolongan pertama bila ada kecelakaan di tempat kerja dll

D. Pemantauan Dan Evaluasi


a. Pemantauan
Pemantauan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
pencapaian dan pelaksanaan upaya kesehatan kerja di puskesmas. Mekanisme
pemantauan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
1. Pelaporan yang bersih dan realisasi pelaksanaan dan pencapaian program upaya
kesehatan kerja di puskesmas, yang disampaikan oleh pengelola program melalui
laporan tiap bulannya ke Dinas Kesehatan.
2. Kunjungan/peninjauan lapangan dilakukan ke beberapa tempat kerja yang dipilih.
b. Evaluasi
Evaluasi sebaiknya dilakukan di setiap tahapan manajerial mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan hasil. Evaluasi dilakukan pada setiap bulan dan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan.

BAB V
LOGISTIK UPAYA KESEHATAN KERJA

Kebutuhan dana dan logistik untuk kegiatan upaya kesehatan kerja di Puskesmas
direncanakan dalam pertemuan lokakarya Puskesmas dan lokakarya lintas sektor sesuai
dengan tahapan kegiatan dan metode yang akan dilaksanakan.
1. Kebutuhan Media
Media yang dibutuhkan berupa leaflet, poster, lembar balik untuk menunjang kegiatan upaya
kesehatan kerja.
2. Kebutuhan ATK
Peralatan yang dibutuhkan adalah kertas, map, dan folder untuk memudahkan dalam
menyimpan berbagai data kegiatan.
3. Semua logistik promosi kesehatan yang berhubungan dengan upaya kesehatan kerja dicatat
dan dilaporkan ke Kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Malang.
4. Alat kesehatan
Seperti tensimeter, stetoskop, timbangan BB, pengukur TB, thermometer.
5. Obat
6. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana terintegrasi dengan loket, poli umum, laboratorium dan apotek.

BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Dalam perencanan sampai dengan pelaksanaan kegiatan upaya kesehatan kerja perlu
diperhatikan keselamatan sasaran dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala
kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko
terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan baik
kegiatan upaya kesehatan kerja yang dilaksanakan di dalam gedung maupun di luar gedung
puskesmas.
Keselamatan sasaran upaya kesehatan kerja Puskesmas Cisadea meliputi 6 sasaran
keselamatan pasien seperti yang tertuang pada peraturan menteri kesehatan republik
Indonesia nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 yaitu terdiri dari :
1. Ketepatan identifikasi pasien
Petugas (Paramedis) menanyakan ulang kepada pasien tentang kebenaran identitas
pasien sehingga petugas mampu mengidentifikasi pasien secara tepat.
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif dapat terjalin dengan baik antara petugas dan pasien melalui
proses konseling sesuai standart
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (High-Alert)
Untuk meningkatkan keamanan obat yang diberikan kepada pasien maka petugas
menanyakan kepada pasien apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap obat-obat
tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya alergi terhadap terapi yang diberikan oleh
petugas.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
Untuk memastikan tepat prosedur maka petugas memberikan informasi atau penjelasan
kepada pasien tentang rencana tindakan yang akan dilakukan serta efek samping jika tidak
dilakukan tindakan
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Untuk mengurangi resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan maka petugas menggunakan
APD sesuai standart
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
Untuk mengurangi risiko pasien jatuh maka petugas harus memberikan pengawasan saat
melakukan pemeriksaan.

TUJUH LANGKAH DAN TUJUH STANDAR KESELAMATAN PASIEN


 Tujuh Langkah Keselamatan Pasien :
1.Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2.Memimpin dan mendukung staf
3.Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4.Mengembangkan sistem pelaporan
5.Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6.Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7.Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

 Tujuh Standar Keselamatan Pasien :


1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dalam berkesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam peningkatan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan dalam
rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas ataupun kelalaian
atau kesengajaan. Pekerjaan yang teroganisir, dikerjakan sesuai dengan prosedur, tempat
kerja yang terjamin dan aman, istirahat yang cukup dapat mengurangi bahaya dan kecelakaan
kerja. Dalam perencaaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan upaya kesehatan kerja perlu
diperhatikan keselamatan kerja karyawan Puskesmas dan lintas sektor terkait dengan
melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat
pelaksanaan tiap-tiap kegiatan.

1. Keselamatan kerja di Poli umum

a. Setiap petugas kesehatan maupun non kesehatan dalam menjalankan tugas


memperhatikan prinsip pencegahan infeksi, yaitu :
- Menganggap bahwa pasien maupun dirinya sendiri dapat menularkan infeksi
- Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, kaca mata, sepatu boot,
celemek,masker, caps kepala)
- Melakukan perasat yang aman bagi petugas maupun pasien di klinik umum sesuai
prosedur yang ada, misalnya : mengukur tekanan darah, mengukur suhu,
melakukan swab kepada pasien.
- Mencuci tangan dengan sabun antiseptic sebelum dan sesudah menangani
pasien.
b. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius.
c. Melakukan upaya kewaspadaan standar meliputi :
 Mencuci tangan
- Setelah menyentuh darah, duh tubuh, sekresi, ekskresi dan alat yang
terkontaminasi
- Segera setelah melepas sarung tangan
- Sebelum dan setelah memeriksa pasien satu ke pasien lain
 Sarung tangan
- Untuk kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi, bahan-bahan yang
terkontaminasi
- Untuk kontak dengan membran mukosa dan kulit yang tak utuh (non-intact
skin) : koyak, terkelupas, dan lain-lain
 Masker, kacamata, pelindung wajah
- Melindungi membran mukosa mata, hidung, dan mulut ketika terjadi
kontak dengan darah dan duh tubuh
 Kain linen
- Tangani linen yang telah terkontaminasi sedemikian rupa agar tidak
menyentuh kulit maupun membran mukosa
- jangan lakukan pembilasan awal untuk kain linen yang terkontaminasi
 Membersihkan lingkungan
- Perawatan rutin, membersihkan dan disinfeksi perlengkapan dan perabotan di
ruang asuhan pasien
 Penempatan pasien
- Tempatkan pasien yang dapat mengkontaminasi lingkungan maupun yang
tidak terjamin kebersihannya pada ruang khusus/terpisah.

1. Mengelola alat dengan memperhatikan prinsip UPI yaitu :


a. Dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% selama 10 menit
b. Cuci dengan menggunakan sabun dan bilas dengan menggunakan air bersih yang
mengalir, Gunakan sarung tangan rumah tangga supaya tidak tertusuk instrument
yang tajam
c. Sterilisasi
menggunakan otoklaf106 kPa (15lbs/in) 1210 C (2500 F) tanpa bungkus 20
menit, jika terbungkus 30 menit
menggunakan oven 1700 C ( 3400 F )selama 60 menit, 1600 C ( 3200 F )
selama 120 menit
d. Melakukan upaya kewaspadaan standar meliputi :
Mencuci tangan
 Setelah menyentuh darah, duh tubuh, sekresi, ekskresi dan benda-benda
yang terkontaminasi
 Segera setelah melepas sarung tangan
 Sebelum dan setelah memeriksa pasien satu ke pasien lain

Sarung tangan
 Untuk kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi, bahan-bahan yang
terkontaminasi
 Untuk kontak dengan membran mukosa dan kulit yang tak utuh (non-
intact skin) : koyak, terkelupas, dan lain-lain
Masker, kacamata, pelindung wajah
Melindungi membran mukosa mata, hidung, dan mulut ketika terjadi kontak
dengan darah dan duh tubuh
Gaun Operasi
Mencegah agar pakaian tidak terkontaminasidarah maupun duhtubuh selama
melakukan tindakan.
1 Kain linen
 Tangani linen yang telah terkontaminasi sedemikian rupa agar tidak
menyentuh kulit maupun membran mukosa
 jangan lakukan pembilasan awal untuk kain linen yang terkontainasi
e. Peralatan untuk perawatan pasien
Tangani alat yang telah terkontaminasi sedemikian rupa sehingga tidak
menyetuh kulit atau membran mukosa dan untuk mencegah agar baju
maupun lingkungan tidak terkontaminasi
Bersihkan peralatan pakai ulang (reusable) sebelum digunakan kembali
f. Membersihkan lingkungan
Perawatan rutin, membersihkan dan disinfeksi perlengkapan dan perabotan di
ruang asuhan pasien
Benda – benda tajam
Hendaknya selalu memakai autodisable syringe
Jangan memasang kembali tutup jarum suntik yang telah digunakan
Jangan melepas jarum dari alat suntik/semprit sekali pakai (diposable)
Jangan membengkokkan atau mematahkan jarum bekas pakai dengan tangan
Letakkan benda-benda tajam yang telah digunakan ke dalam wadah anti
tusukan
2. Resusitasi pasien
Gunakan pelindung mulut, kantung resusitasi atau alat pernapasan lainnya untuk
menghindari pemberian resusitasi dari mulut ke mulut

3. Penempatan pasien
Tempatkan pasien yang dapat mengkontaminasi lingkungan maupun yang tidak
terjamin kebersihannya pada ruang khusus/terpisah.

3.Keselamatan kerja di Laboratorium


Mengingat besarnya risiko kecelakaan dan gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat
kegiatan laboratorium, maka diperlukan pengelolaan K3 Laboratorium yang baik melalui
penerapan K3. Penerapan manajemen K3 adalah agar seluruh kegiatan K3 dapat terlaksana
melalui proses identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi serta
kegiatan pengendalian dan pengawasan dengan baik.
Penanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan K3 adalah kepala Laboratorium yang
dapat membentuk tim K3 atau menunjuk petugas K3 yang terdiri dari ketua dan beranggotakan
staf yang memahami K3 dari berbagai unit yang ada di laboratorium. Tugas Tim K3 sebagai
berikut :
1. Identifikasi
Pengenalan dari berbagai bahaya dan risiko kesehatan ditempat dan lingkungan kerja
biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal (walk through survey) bahaya
dan risiko lingkungan kerja dengan baik dan tepat diper1ukan informasi mengenai:
a. Alur proses dan cara kerja yang digunakan;
b. Bahan kimia, media dan reagen yang digunakan;
c. Spesimen yang diperiksa;
d. Sarana, prasarana dan laboratorium;
e. Limbah yang dihasilkan;
f. Efek kesehatan dan bahan berbahaya ditempat dan lingkungan kerja;
g. Kecelakaan Kerja, kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan
dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat;
h. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis, yaitu :
1) Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien;
2) Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.
i. Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
1) Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari :
a) Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain;
b) Lingkungan kerja;
c) Proses kerja;
d) Sifat pekerja;
e) Cara kerja.
2) Perbuatan berbahaya (unsafe action), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia,
yang dapat terjadi antara lain karena :
a) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana;
b) Cacat tubuh yang tidak kentara ( bodily defect) ;
c) Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh;
d) Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik.
j. Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium : mengambil sample
darah/cairan tubuh lainnya. Hal ini merupakan pekerjaan sehari - hari di laboratorium
berakibat :
- Tertusuk jarum suntik
- Tertular virus HIV, Hepatitis B
Pencegahan:
1) Gunakan alat suntik sekali pakai;
2) Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi
langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan;
3) Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup.
k. Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang
mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun. Kebakaran terjadi bila terdapat 3
unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.
Pencegahan :
1) Konstruksi bangunan yang tahan api;
2) Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
3) Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran;
4) Sistem tanda kebakaran, Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan
tanda bahaya dengan segera, Otomatis yang menemukan kebakaran dan
memberikan tanda secara otomatis;
5) Jalan untuk menyelamatkan diri;
6) Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran;
7) Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.
l. Penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja di laboratorium kesehatan.
1) Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan :
faktor biologis ( kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien );
2) Faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti
antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati) ;
3) Faktor Ergonomi (cara duduk saran, cara mengangkat pasien salah). Ergonomi
sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan kebolehan dan batasan manusia untuk
terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan
tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat
konseptual dan kuratif secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job.
4) Faktor fisik dalam dosis kedl yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan
tinggi, radiasi dll) Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi :
a) Kebisingan. getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian;
b) Pencahayaan yang kurang di ruang pemeriksaan laboratorium dan
administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan
kerja;
c) Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja;
d) Terimbas kecelakaan I kebakaran akibat lingkungan sekitar;
e) Terkena radiasi, khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi
pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak
dikontrol dapat membahayakan petugas yangmenangani.
Pencegahan :
a) Pengendalian cahaya di ruang laboratorium;
b) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai;
c) Menurunkan getaran dengan bantalan antivibrasi;
d) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai;
e) Pelindung mata untuk sinar laser;
f) Filter untuk mikroskop.
5) Faktor psikologis
a) Ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat
menyebabkan stres pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency
dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium
kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat
disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan;
b) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton;
c) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja;
d) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra yang terjadi di sektor
formal ataupun informal
6) Faktor Biologis
Pencegahan :
a) Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi dan desinfeksi;
b) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja
dengan bahan infeksius dan dilakukan imunisasi;
c) Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good
Laboratory Practice);
d) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yangbenar;
e) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius
dan spesimen secara benar;
f) Pengelolaan limbah infeksius dengan benar;
g) Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai;
h) Kebersihan diri petugas.
7) Faktor Kimia.
Petugas di laboratorium kesehatan yang seringkali kontak dengan bahan kimia
dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini daptl memberi dampak
negatif terhadap kesehatan mereka.
Gangguan kesehalan yang paling sering adalah :
1) Dermatosis, kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi;
2) Bahan toksik (Trichloroethane, Tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup
atau terserap melalui kulit penyakit akut atau kronik, bahkan kematian;
3) Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible (permanen) pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
a) Material safety data sheer' (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
unluk dikelahui oleh seluruh petugas laboralorium;
b) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol;
c) Menggunakan alat pelindung diri ( pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas laboratorium dengan benar;
d) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa;
e) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
2. Perencanaan
a. Analisa sesuai kesehatan dan keselamalan kerja di laboralorium kesehatan,
analisa situasi merupakan langkah pertama yang harus dilakukan, dengan
melihat sumber daya yang dimiliki, sumber dana yang tersedia dan bahaya
potensial apa yang mengancam laboratorium kesehatan;
b. Identifikasi masalah kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium dan
bahaya potensialnya dengan mengadakan inspeksi tempat kerja dan melakukan
pengukuran lingkungan kerja. Dari kegiatan ini dapat ditemukan masalah -
masalah kesehatan dan keselamatan kerja;
c. Alternatif upaya penanggulangannya, dari masalah yang ditemukan dicari
altematif upaya penanggulangannya berdasarkan dana dan daya yang tersedia.
Keluaran yang diharapkan dari kegiatan perencanaan ini adalah :
- Adanya denah lokasi bahaya;
- Rumusan altematif rencana upaya penanggulangannya.
Adanya denah lokasi bahaya potensial d iruang kepala laboratorium memberikan
gambaran kepedulian kepala laboratorium akan resiko kesehatan dan
keselamatan kerja bagi petugas.
3. Pelaksanaan
a. Melaksanakan sosialisasi K3 kepada seluruh karyawan dalam bentuk pelatihan,
penyuluhan dan lain- lain;
b. Membuat protap pelaksanaan K3 d iunit laboratorium masing - masing dan
melakukan revisi apabila diperlukan;
c. Meningkatkan kerja sama antara personil tim K3 melalui pertemuan secara
berkala untuk membahas pelaksanaan tugas tim K3 dan kendala yang ada;
d. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan K3;
e. Mengkoordinasi pelaksanaan pemeriksaan kesehatan dan lmunisasi karyawan.
Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja
yang meliputi:
1) Pemeriksaan Awal, adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum
seseorang pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai
melaksanakan pekerjaannya;
2) Pemeriksaan Berkala, adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan
secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan
besarnya resiko kesehatan yang dihadapi;
3) Pemeriksaan Khusus, yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan
berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga pemeriksaan kesehatan
ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
4) Pengawasan
a. Melakukan pengawasan dan pengendalian penerapan program K3 di
laboratoriurn.
1) Pengendalian penyakit akibat kerja dan kecelakaan melalui penerapan
kesehatan dan keselamatan kerja;
2) Pengendalian melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain:
a) UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan - Ketentuan Pokok Petugas
kesehatan dan non kesehatan;
b) UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kesehatan Kerja;
c) UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
d) Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan;
e) Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya;
f) Peraturan/persyaratan pembuangan limbah.
3) Pengendalian melalui Administrasi Organisasi (Administrative control) antara
lain :
a) Persyaratan penerimaan tenaga medis, paramedis, dan tenaga non medis
yang meliputi batas umur, jenis kelamin dan syarat kesehatan;
b) Pengaturan jam kerja, lembur dan shift;
c) Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk
masing - masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaannya.
4) Melaksanakan prosedur keselamalan kerja (safety procedures) terutarna
untuk pengoperasian alat - alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (burner,
alat –alt lradiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut
dilaksanakan.·
5) Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan
mengupayakan pencegahannya.
6) Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain :
a) Substitusi dari bahan kimia, alai kerja atau proses kerja;
b) Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas
kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alai pelindung);
c) Perbaikan sistem ventilasi dan lain-lain.
7) Pengendalian melalui jalur kesehatan (Medical Control) yaitu upaya untuk
menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition)
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis
pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya
gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap
orang disekitarmya.
b. Melakukan penyelidikan sesuai kebuluhan didalam laboratorium jika terjadi
pelepasan bahan infeksi dan bahan berbahaya;
c. Melaporkan kejadian yang berkaitan kepada pihak yang berwenang sesuai
kebutuhan;
d. Mencatat kejadian atau masalah K3 di laboralorium kesehatan.
5. Melaksanakan upaya- upaya perbaikan (improvement)
6. Menetapkan kebutuhan tahun depan
7. Memperbaiki sistem, prosedur dan manajemen yang kurang
4.Keselamatan kerja di Apotek
A. PROSEDUR K3 Ruang farmasi

1. Kebakaran :
Upaya Pencegahan Kebakaran
 Dilarang merokok dan membuang puntung rokok berapi
 Dilarang membiarkan orang lain main api
 Dilarang menyalakan lampupelita maupun lilin
 Dilarang memasak baik dengan cookpack listrik maupun kompor gas
 Dilarang membakar sampah atau sisa-sisa bahan pengemas lainnya
 Dilarang lengah menyimpan bahan mudah terbakar : elpiji, bensin, aceton, dll
 Dilarang membiarkan orang yang tidak berkepentingan berada ditempat yang peka
terhadap bahaya kebakaran

Penanggulangan bila terjadi kebakaran


 Jangan panik
 Jangan berteriak..... “Kebakaran”
 Matiakan listrik, amankan semua gas
 Bila terjadi kebakaran kecil, panel listrik yang menuju ke lokasi kebakaran dimatikan
 Bila terjadi kebakaran besar, aliran listrik diseluruh gedung dimatikan
 Selamatkan dahulu jiwa manusia
 Dapatkan APAR (Alat Pemadam Kebakaran), buka segel dan padamkan api
 Jauhkan barang-barang yang mudah terbakar dari api
 Tutup pintu gudang tahan api
 Kosongkan koridor dan jalan penghubung dan atur agar jalan-jalan menuju pintu
bebas hambatan
 Bukalah pintu darurat
 Bila mungkin selamatkan dokumen-dokumen penting
 Siapkan evakuasi obat bius, injeksi, obat-obat resusitasi dan cairan intravena
 Cacat nama staf yang bertugas
 Hubungi posko
 Siapkan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk kebutuhan darurat

Mencegah meluasnya kebakaran


 Semua pekerja menyiapkan alat pemadam api dan peralatan lainnya sesuai
kebutuhan
 Lakukan tindakan dengan menggunakan alat pemadam kebakaran bila dianggap
api merembet bangunan di unit kerjanya
 Sekali lagi cek kesiapan alat pemadam kebakaran

Jenis alat kebakaran yang digunakan


a. Air : Hydrant
b. Busa (foam)
c. Serbuk kimia kering
d. Gas CO2
e. Cairan kimia (Halon)
2. Bahan-bahan berbahaya
Upaya pencegahan kecelakaan oleh bahan berbahaya adalah dengan cara :
a. Memasang LABEL
b. Memasang TANDA BAHAYA memakai LAMBANG/PERINGATAN
c. Melaksanakan KEBERSIHAN
d. Melaksanakan PROSEDUR TETAP
e. Ventilasi umum dan setempat harus baik
f. Kontak dengan bahan korosif harus ditiadakan/ dicegah/ ditekan sekecil mungkin
g. Menggunakan alat proteksu diri jas lab, pakaian kerja, pelindung kaki, tangan dan
lengan (sarung tangan) serta masker
h. Seluruh tenaga kerja harus memperoleh penjelasan yang cukup
i. Untuk pertolongan pertama, air untuk mandi, cuci dan air untuk memberishkan
mata perlu disediakan
j. Penggunaan larutan penetral sebaiknya tidak dilakukan

Penanggulangan kecelakaan oleh bahan berbahaya


a. Melaksanakan upaya preventif yaitu mengurangi volume atan bahan berbahaya
yang dikeluarkan ke lingkungan atau “Minimasi Bahan Berbahaya”
 Mengubah cara pembelian dan pengendalian bahan berbahaya
 Mengganti bahan berbaya dengan bahan yang kurang bahayanya
 Mengurangi volume bahan berbahaya dari sumbernya
b. Mengurangi volume, konsentrasi toksisitas dan tingkat bahaya dari bahan
berbahaya melalui proses kimia, fisika dan atau hayati dengan cara menetralkan
dengan bahan parental, mengencerkan volume dengan air atau udara atau zat
netral lain, membiarkan bahan berbahaya dalam tempat tertentu agar teredukasi
secara alami oleh sinar matahari maupun zat organik yang ada
c. Melaksanakan pembersihan bahan berbahaya yang menyebabkan kontaminasi
ruangan dengan mengamankan petugas kebersihan terlebih dahulu
 Petugas menggunakan masker
 Petugas menggunakan sarung tangan karet dan sepatu karet
 Menyiapkan air atau zat penetral lain dalam rangka menetralkan bahan
berbahaya tersebut
 Melaksanakan penetralan bahan berbahaya tersebut
 Mengemas bahan berbahaya sisa agar aman dan tidak menjadi sumber
kontaminasi susulan
d. Melaporkan terjadinya kontaminasi kepada Penanggung jawab Ruang farmasi

Pertolongan pertama pada kecelakaan


a. Singkirkan racun dari sentuhan dengan korban
b. Jika korban pingsan atau hampir pingsan, baringkan korban dengan posisi
tertelungkup, kepala dimiringkan dan mulut ditarik kedepan
c. Hangatkan korban dalam posisi terbaring
d. Jika korban menunjukkan tanda-tanda kesukaran nafas, lakukan pertolongan
pertama dengan nafas buatan
e. Jangan diberi alkohol, kecuali saran dokter. Alkohol dapat meningkatkan
penyerapan beberapa racun
Pertolongan pertama pada kecelakaan dapat dibedakan atas :
1. Pertolongan pertama bila korban tertelan racun
a. Segera berikan 2 hingga 4 gelas air. Jika air tidak tersedia dapat diberikan susu
atau putih telur. Perhatikan : Tidak boleh memberikan sesuatu melalui mulut jika
korban pingsan
b. Lakukan segera tindakan pemuntahan dengan cara :
 Memasukkan telunjuk jari korban ke dalam mulut bagian belakang, gosokkan
ke kiri daan ke kanan atau
 Memberikan air garam dapur hangar kuku sebanyak-banyaknya ( 1st garam
dapur + 1 gelas air hangat) atau
 Memberikan 1 st soda roti + 1 gelas air hangat atau
 ½ st serbuk mustar + 1 gelas air hangat atau ¼ st serbuk tawas + 1 gelas air
hangat
c. Lakukan tindakan pemuntahan berulang-ulang hingga cairan muntah itu jernih
d. jika identifikasi racun tidak dapat dilakukan, berikan 15 gr atau 1 sendok makan
norit + ½ gelas air hangat
e. sedapat mungkin dilakukan pengambilan sampel muntah

2. Pertolongan pertama bila korban terhirup gas beracun


a. Penolong harus menggunakan masker yang tepat, jika tidak ada masker yang
tepat, penolong harus dapat menahan nafas selama masa penyelamatan
b. Usahakan untuk dapat mengidentifikasi gas beracun yang dicurigai
c. Korban harus segera dibawa ke tempat udara segar. Jika tempat itu ruangan
berjendela, buka semua jendela yang ada. Longgarakan semua pakaian yang
ketat pada tubuh korban
d. Jika korban susah bernafas, beri nafas buatan terus menerus hingga di anggap
cukup
e. Jaga korban tetap hangat, hindarkan korban menggigil jika perlu korban
diselimut rapat-rapat
f. Jagalah agar korban setengan mungkin
g. Tidak boleh memberikan alkohol dalam bentuk apapun

3. Pengelolaan perbekalan farmasi dan bahan-bahan berbahaya prosedur


perencanaan
Perencanaan
Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) Perencanaan di Ruang farmasi

Prosedur Pengadaan Bahan Berbahaya


a. Barang bersumber dari GFK (Gudang Farmasi Kota)
Prosedur Penerimaan bahan Berbahaya
a. Memeriksa wadah dan pengemas
Kemasan yang diterima harus dalam bentuk asli dan dalam keadaan utuh serta
mencantumkan :
 Nama sediaan atau nama barang
 Isi / bobot netto
 Komposisi isinya dalam nama kimia
 Nomor registrasi
 Petunjuk cara penggunaan
 Petunjuk cara penanganan untuk menvegah bahaya
 Tanda peringatan lainnya
 Nama dan alamat pabrik yang memproduksi
 Cara pertolongan pertama akibat bahan berbahaya
b. Memperhatikan label berupa simbol, gambar dan atau tulisan berupa kalimat
peringatan bahaya misalnya : “bahan peledak”, “bahan racun”, “bahan korosif”,
“bahan berbahaya”, “bahan iritasi”,”bahan mudah terbakar”, dll.

Prosedur Penyimpanan Bahan Berbahaya


Menyimpan bahan berbahya sesuai dengan keterangan pada pengemasan,
misalnya:
 Harus terpisah dari bahan makanan, bahan pakaian dan bahan lainnya
 Tidak menimbulkan interaksi antar bahan berbahaya satu dengan yang lain
 Bahan yang mudah menguap harus disimpan dalam wadah tertutup rapat
 Bahan yang mdah menyerap uap air harus disimpan dalam wadah tertutup
rapat yang berisi zat penyerap lembab
 Bahan yang mudah menyerap CO2 harus disimpan dengan pertolongan
kapur tohor
 Bahan yang harus terlindung dari cahaya harus disimpan dalam wadah yang
buram atau kaca dari kaca hitam, merah, hijau, atau coklat tua
 Bahan yang mudah mengoksidasi harus disimpan di tempat yang sejuk dan
mendapat pertukaran udara yang baik
 Bahan yang ,udah terbakar harus disimpan di tempat terpisah dari tempat
penyimpanan perbekalan farmasi lain, mudah dilokalisir bila terjadi
kebakaran, tahan gempa dan dilengkapi dengan pemadam api
 Bahan beracun harus disimpan ditempat yang sejuk, mendapat pertukaran
udara yang baik, tidak terkena sinar matahari langsung dan jauh dari
sumber panas
 Bahan korodif harus disimpan ditempat yang dilengkapi dengan sumber air
untuk mandi dan mencuci
 Bahan yang mudah meledak dijauhkan dari bangunan yang menyimpan oli,
gemuk, api yang menyala
5.Keselamatan kerja di Poli Gigi
Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan
pada tiga kelompok, yaitu :

1. Kondisi dan lingkungan kerja


2. Kesadaran dan kualitas pekerja
3. Peranan dan kualitas manajemen
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat
kerja dapat terjadi bila :
1. Peralatan tidak memenuhi standar kualitas
2. Alat-alat pelayanan tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses pelayanan
3. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang mamadai, ruangan terlalu panas atau
terlalu dingin
4. Tidak tersedia alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan
5. Kurang memperhatikan persyaratan ruangan, bahaya kebakaran dll
Prinsip Keselamatan Kerja
Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah
menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga
prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu :
a. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
b. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah
kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain
c. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
d. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
e. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.
VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu upaya kesehatan kerja di Puskesmas Cisadea diukur melalui


indikator kinerja yang dimonitor setiap satu bulan sekali, adapun indikator kinerja program UKK
di Puskesmas Arjuno adalah
1. Pekerja formal yang mendapat konseling
Pekerja formal yang mendapat konseling total seluruh pekerja dari seluruh
perusahaan/PNS/sektor formal lainnyayang mendapat konseling (tatap muka,konsultasi,
promotif dan preventif secara individu) baik di dalam maupun luar gedung oleh petugas
puskesmas
2. Pekerja informal yang mendapat konseling
Pekerja informal yang mendapat konseling adalah total pekerja dari seluruh sektor
informal lainnya yang mendapat konseling (tatap muka, konsultasi, promotif dan
preventif secara individu) baik di dalam maupun di luar gedung oleh petugas
puskesmas.
3. Promotif dan preventif yang dilakukan pada kelompok kesehatan kerja
Salah satu atau seluruh kegiatan promosi (penyuluhan, konseling, latihan olahraga dll)
dan preventif (imunisasi, pemeriksaan kesehatan, APD, ergonomi, pengendalian
bahaya lingkungan dll) yang dilakukan minimal 1 (satu) kali tiap bulan selama 12 (dua
belas) bulan pada kelompok kesehatan kerja.
BAB IX
PENUTUP

Upaya Kesehatan kerja adalah untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan
pekerja baik di dalam dan luar gedung Puskesmas bukanlah tugas petugas upaya kesehatan
kerja Puskesmas saja, namun menjadi tanggung jawab bersama termasuk pemilik tempat
kerja. Pelayanan kesehatan kerja meliputi pelayananan promotif, pelayanan preventif,
pelayanan kuratif dan pelayanan rehabilitatif. Namun demikian, pelayanan upaya kesehatn
kerja harus didukung pula dengan advokasi agar petugas mendapat perlindungan dalam
melaksanakan tugasnya karena sebagaian besar perusahaan atau tempat kerja yang
menengah ke atas sulit untuk diajak kerjasamanya.
Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi tenaga upaya
kesehatan kerja di puskesmas dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan kerja di
Puskesmas. Selain itu, dengan buku pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
advokasi bagi pemegang kebijakan untuk peningkatan mutu upaya kesehatan kerja di
Puskesmas.

Mengetahui, Malang, 28 Februari 2017


Kepala UPT Puskesmas Cisadea Pemegang Program Upaya Kesehatan Kerja

Kustiningtyas, SKL Agung Setiawan, AMd.Kep


NIP. 19710202 199203 2 010 NIP. 19881124 201101 1 002

Anda mungkin juga menyukai