Anda di halaman 1dari 23

PRE PLANING

TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK STIMULASI SENSORI :


ISOLASI SOSIAL

DISUSUN OLEH:
Kelompok 2

FERA WAHYUNI G1B117002


DWI ARIF PURNOMO AJI G1B117005
SRI RAHAYU PUTRI G1B117007
HERI YAWANTO G1B117010
MARIYATI KIPTIAH G1B117011
SAFIRA ANGELIA SARAGIH G1B117012
SRI GUSTINI G1B117015
FITRI YANTI RAHAYU G1B117024
REZA ATIKA KHAIRUNNISA G1B117030
NITA ANDRIANA PUTRI G1B117031
RHETIYA MEKIZA G1B117034

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
PRE PLANING
TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK STIMULASI SENSORI :
ISOLASI SOSIAL

I. Pendahuluan
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas
sebagai bentuk psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok klien dengan jalan
berdiskusi satu sama lain yang dipimpin dan diarahkan seorang terapis atau
petugas kesehatan jiwa yang terlatih. Salah satu jenis terapi aktivitas kelompok
untuk klien gangguan interaksi sosial : menarik diri adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi sensori. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori adalah
upaya menstimulasi semua pancaindra (sensori) agar memberi respon yang
adekuat.(Kelliat B.A & Akemat,2004). Terapi ini diberikan karena klien tidak
mampu berespon dengan lingkungan sosialnya.
Kerusakan interaksi sosial merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain atau suatu
tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan
sosial secara langsung (Rawlins, 1993). Kerusakan interaksi sosial terjadi apabila
individu menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan
orang lain. Pemutusan proses hubungan terkait erat dengan ketidakpuasan
individu terhadap proses hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran serta
dan tidak mampu berespon dengan lingkungan sosialnya, kondisi ini dapat
mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan menghindar dari orang
lain. Apabila tingkah laku tersebut tidak segera ditanggulangi dapat menyebabkan
klien mengalami gangguan jiwa yang lebih berat seperti munculnya halusinasi,
risiko mencederai diri dan orang lain dan penurunan minat kebutuhan dasar
psikologis. Asuhan keperawatan klien dengan kerusakan interaksi sosial dilakukan
dengan pendekatan individu dan pendekatan kelompok. Hal ini dapat dilakukan
terapi aktivitas kelompok, penggunaan kelompok dalam praktek keperawatan jiwa
memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan kekambuhan serta
pemulihan harga diri klien selama dirawat di Rumah Sakit. Dinamika kelompok
membantu klien meningkatkan perilaku adaptif serta mengurangi perilaku
maladaptif.

Berdasarkan uraian diatas penggunaan terapi aktivitas kelompok dapat


memberikan dampak positif dan dapat membantu klien meningkatkan perilaku
adaptif serta mengurangi perilaku maladaptif terutama pada pasien dengan
kerusakan interaksi sosial yang salah satunya disebabkan oleh ketidakmampuan
berespon dengan lingkungan sosialnya.

Salah satu terapi aktivitas kelompok yang mempunyai tujuan agar klien
mampu memberikan respon dan dapat mengekspresikan perasaan adalah terapi
aktivitas kelompok stimulasi sensori. Dengan terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori klien dapat menggunakan semua panca inderanya untuk merespon
stimulus yang diberikan, sehingga klien dapat memberi respon yang adekuat,
dengan kemampuan memberi respon terutama terhadap lingkungan diharapkan
klien mampu meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain.

II. Tujuan
a. Tujuan Umum:
Tujuan umum klien dapat berespon terhadap stimulus pancaindera yang
diberikan
b. Tujuan Khusus:
1. Meningkatkan kemampuan sensoris
2. Meningkatkan upaya meningkatkan pusat perhatian
3. Meningkatkan kesegaran jasmani
4. Mengekspresikan perasaan
c. Tujuan khusus berdasarkan jenis Terapi Stimulasi Sensori:
1. Klien mampu berespon terhadap suara yang didengar
2. Klien mampu berespon terhadap gambar yang dilihat
3. Klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar.
III. Sesi yang Digunakan
Dalam Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi sensori dibagi dalam 3 sesi,
yaitu:

1. Sesi 1 : mendengarkan musik


2. Sesi 2 : Menggambar
3. Sesi 3 : Menonton TV/video

IV. Klien
a. Karakteristik/Kriteria
1. Klien Isolasi Sosial yang sudah mulai mampu bekerja sama dengan
perawat.
2. Klien Isolasi Sosial yang dapat berkomunikasi dengan perawat.
b. Proses Seleksi
1. Mengobservasi klien yang masuk kriteria.
2. Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.
3. Mengumpulkan klien yang masuk kriteria.
4. Membuat Kontrak dengan klien yang setuju ikut Terapi Aktivitas
Kelompok stimulasi sensori, meliputi : menjelaskan tujuan TAK
stimulasi sensori pada klien, rencana kegiatan kelompok, dan aturan
main dalam kelompok.

V. Kriteria Hasil
a. Evalusi Struktur
1. Kondisi lingkungan tenang, dilakukan di tempat tertutup, dan
memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan.
2. Klien dan terapis duduk bersama membentuk lingkaran.
3. Peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan.
4. Alat yang digunakan dalam kondisi baik.
5. Leader, co-leader, fasilitator, observer berperan sebagaimana mestinya
b. Evalusi Proses
1. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal sampai akhir.
2. Leader mampu memimpin acara.
3. Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
4. Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan.
5. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung
jawab dalam antisipasi masalah.
6. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok.
7. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal sampai
akhir.
c. Evalusi Hasil
Diharapkan 80% dari kelompok mampu :
1. Memperkenalkan diri
2. Membicarakan Isolasi Sosial yang sedang dialami.
3. Membicarakan cara-cara menanggulangi Isolasi Sosial yang dialami.
4. Bekerja sama dengan perawat selama berinteraksi.
5. Mengevaluasi kemampuan menanggulangi Isolasi Sosial
SESI I: Terapi Stimulasi Sensori Mendengarkan Musik

PENGORGANISASIAN
A. Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Rabu, 27 November 2019
Waktu : 09.00 s/d selesai
Alokasi waktu : Perkenalan dan pengarahan (10 menit), Pelaksanaan
(45 Menit), Penutup (15 menit)
Tempat : Ruang
Jumlah klien : 5 (Lima)
B. Tim Terapis
a) Leader : Sri Rahayu Putri
b) Co-leader : Heri Yawanto
c) Observer : Sri Gustini
d) Fasilitator :
1) Rhetiya Mekiza
2) Mariati Kiftiah
3) Safira Angelia Saragih

PROSES PELAKSANAAN
A. Pengertian
TAK yang diberikan dengan memberikan stimulus suara pada pasien sehingga

terjadi perubahan perilaku.

B. Tujuan
1. Klien mampu mengenali musik yang didengar
2. Klien mempu memberii respon terhadap musik
3. Klien mampu menceritakan perasannya setelh mendengarkan musik

C. Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
D. Alat
1. Tape Recorder
2. Kaset lagu dangdut, slow musik, rohani
E. Metode
1. Diskusi
2. Sharing Persepsi
F. Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien yang sesuai dengan indikasi menarik
diri, harga diri rendah dan tidak mau bicara
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Terapis dan klien memakai papan nama
b. Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mendengarkan musik
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis
b) Lama kegiatan 45 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri ( nama, dan
nama panggilan ) dimulai dari terapis secara berurutan searah jarum
jam.
b. Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri, terapis mengajak
semua klien untuk bertepuk tangan.
c. Terapis dan klien memakai papan nama.
d. Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu, klien boleh tepuk tangan
atau berjoget sesuai dengan irama lagu. Setelah lagu selesai klien akan
diminta mencritakan isi dari lagu tersebut dan perasaan klien setelah
mendengan lagu.
e. Terapis memutar lagu, klien mendengar boleh berjoget, tepuk tangan
(kira-kira 15 menit) music yang diputar boleh diulang beberapa kali.
Terapis mengobservasi respon klien terhadap music
f. Secara bergiliran, klien diminta menceritakan isi lagu dan perasaannya.
Sampai semua klie mendapat giliran.
g. Terapis memberiikan pujian, setiap klien menceritakan perasaannya,
dan mengajak klien lain bertepuk tangan.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Terapis memberiikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk mendengarkan musik yang disukai
dan bermakna dalam kehidupannya
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati TAK yang akan datang yaitu menggambar
2) Menyepakati waktu dan tempat
5. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk stimlasi sensori mendengarkan musik,
kemampuan klien yang diharapkan adalah mengikuti kegiatan, berespon
terhadap musik, memberi pendapat tentang musik yang didengar, dan
mengungkapkan perasaan saat mendengarkan musik. Formulir evaluasi
sebagai berikut :
Sesi 3: TAK
Stimulasi sensoris mendengarkan musik
Kemampuan memberi respon pada musik

NO ASPEK YANG DINILAI NAMA KLIEN

1. Mengikuti kegiatan dari awal sampai


akhir

2. Memberii respon ( ikut benyanyi/


menari/ joget/ menggerakkan tangan dan
kaki dagu sesuai irama)

3. Memberii pendapat tetang music yang


didengar

4. Menjelaskan perasaan setelah mendengar


lagu

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengikuti,
berespon, menceritakan, dan menyampaikan perasaan saat menonton. Beri
tanda (√) jika klien mampu dan tanda (×) jika klien tidak mampu

b. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 1,
TAK stimulasi sensori mendengar music. Klien mengikuti kegiatan
sampai akhir dan menggerakkan jari sesuai dengan irama music namun
belum mampu memberi pendapat dan perasaan tentang music. Latih
klien untuk mendengarkan music diruang rawat.
SESI II : Terapi Stimulasi Sensori Menggambar

PENGORGANISASIAN
A. Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Kamis, 28 November 2019
Waktu : 09.00 s/d selesai
Alokasi waktu : Perkenalan dan pengarahan (10 menit), Pelaksanaan
(45 Menit), Penutup (15 menit)
Tempat : Ruang
Jumlah klien : 5 (Lima)
B. Tim Terapis
e) Leader : Fitri Yanti Rahayu
f) Co-leader : Reza Atika Khairunnisa
g) Observer : Rhetiya Mekiza
h) Fasilitator :
4) Dwi Arif Purnomo Aji
5) Nita Andriana Putri
6) Fera Wahyuni

PROSES PELAKSANAAN
A. Pengertian
TAK yang diberikan dengan memberikan stimulus gambar pada pasien

sehingga terjadi perubahan perilaku.

B. Tujuan
1. Klien dapat mengekspresikan perasaan melalui gambar
2. Klien dapat memberi makna gambar

C. Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
D. Alat
1. Kertas HVS
2. Pensil Mewarnai
E. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi
F. Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien telah mengikuti sesi 1
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien
2. Terapis dan klien memakai papan nama
b. Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menggambar dan
menceritakkannya kepada orang lain
2. Terapis menjelaskan aturan main berikut
1. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis
2. Lama kegiatan 45 menit
3. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu
menggambar dan menceritakan hasil gambar kepada klien lain .
b. Terapis membagikan kertas dan pensil untuk tiap klien
c. Terapis meminta klien menggambar apa saja sesuai dengan yang
diinginkan saat ini
d. Sementara klien mulai menggambar, terapis berkeliling, dan memberii
penguatan kepada klien untuk terus menggambar. Jangan mencela
klien.
e. Setelah semua klien selesai menggambar, terapis meminta masing-
masing klien untuk memperlihatkan dan menceritakan gambar yang
telah dibuatnya pada klien lain. Yang harus diceritakan adalah gambar
apa dan apa makna gambar tersebut untuk klien.
f. Kegiatan point e dilakukan sampai semua klien mendapat giliran.
g. Setiap kali klien selesai menceritakan gambarnya, terapis mengajak
klien lain bertepuk tangan.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2. Terapis memberiikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk mengekspresikan perasaannya
melalui gambar
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati TAK yang akan datang yaitu menonton Tv/ Video
2. Menyepakati waktu dan tempat
5. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi sensori menggambar,
kemampuan klien yang diharapkan adalah mampu mengikuti kegiatan,
menggambar, menyebutkan apa yang digambar dan menceritakan
makna gambar. Formulir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 3: TAK
Stimulasi sensoris menggambar
Kemampuan memberi respon terhadap menggambar

NO ASPEK YANG DINILAI NAMA KLIEN

1. Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

2. Menggambar sampai selesai

3. Menyebutkan gambar apa

4. Menceritakan makna gambar

Petunjuk:

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengikuti,
berespon, menceritakan, dan menyampaikan perasaan saat menonton. Beri
tanda (√) jika klien mampu dan tanda (×) jika klien tidak mampu
b. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien contoh : klien mengikuti sesi 2
TAK stimulasi sensori menggambar. Klien mengikuti sampai selesai.
Klien mampu menggambar, menyebutkan nama gambar, dan
menceritakan makna gambar. Anjurkan klien untuk mengungkapkan
perasaan melalui gambar.
SESI III: Terapi Stimulasi Sensori Menonton TV/Video

PENGORGANISASIAN
A. Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Jum’at, 29 November 2019
Waktu : 09.00 s/d selesai
Alokasi waktu : Perkenalan dan pengarahan (10 menit), Pelaksanaan
(45 Menit), Penutup (15 menit)
Tempat : Ruang
Jumlah klien : 5 (Lima)
B. Tim Terapis
a) Leader : Mariyati Kiptiah
b) Co-leader : Fitriyanti Rahayu
c) Observer : Nita Andriana Putri
d) Fasilitator :
1) Sri Gustini
2) Reza Atika Khairunnisa
3) Sri Rahayu Putri

PROSES PELAKSANAAN
A. Tujuan
1. Klien dapat memberii respons terhadap tontonan TV/Video (jika
menonton TV, acara tontonan hendaknya dipilih yang positif dan
bermakna terapi untuk klien).
2. Klien menceritakan makna acara yang ditonton.
B. Setting
1. Klien dan terapis duduk membentuk setengah lingkaran didepan televise.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
C. Alat
1. Video/CD player dan video tape/CD
2. Televise
D. Metode
1. Diskusi
E. Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang tlah mengikuti TAK sesi 2
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Terapis dank lien memakai papan nama
b. Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menonton TV/video dan
menceritakannya
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut
1. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis
2. Lama kegiatan 45 menit
3. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Terapus menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu
menonton TV/video petikan film “laskar pelangi” dan menceritakan
makna yang telah ditonton.
b. Terapis memutar TV/VCD yang telah disiapkan.
c. Terapis mengobservasi klien selama menonton TV/video
d. Setelah menonton, masing-masing klien diberi kesempatan
menceritakan isi tontonan dan maknanya untuk kehidupan klien.
Berurutan searah jarum jam, dimulai dari klien yang ada disebelah kiri
terapis. Sampai semua klien mendapat giliran.
e. Setelah selesai klien menceritakan persepsinya, terapis mengajak klien
lain bertepuk tangan dan memberiikan pujian.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
i. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
ii. Terapis memberiikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk menonton acara TV yang baik
c. Kontrak yang akan datang
i. Menyepakati TAK yang akan dating sesuai dengan indikasi klien
ii. Menyepakati waktu dan tempat
5. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk stimlasi sensori menonton, kemampuan
klien yang diharapkan adalah mengikuti kegiatan, berespon terhadap
tontonan, menceritakan isi tontonan, dan mengungkapkan perasaan saat
menonton. Formulir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 3: TAK
Stimulasi sensoris menonton
Kemampuan memberi respon pada tontonan

Memberi
Mengikuti respon pada
kegiatan saat Menceritakan Menceritakan
Nama
No dari awal menonton cerita dalam perasaan saat
klien
sampai (senyum, TV/video menonton
akhir TAK sedih, dan
gembira)
1.

2.

3.

4.

5.

Petunjuk:

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengikuti,
berespon, menceritakan, dan menyampaikan perasaan saat menonton. Beri
tanda (√) jika klien mampu dan tanda (×) jika klien tidak mampu
a. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contohnya : klien mengikuti sesi 3
TAK stimulasi sensori menonton. Klien mengikuti kegiatan sampai
selesai, ekspresi datar, dan tanpa respon, klien tidak dapat menceritakan
isi tontonan dan perasaannya. Tingkatkan stimulus diruangan, ulang
kembali dengan stimulus yang berbeda.
LAPORAN PENDAHULUAN STIMULASI SENSORI

A. Pengertian persepsi sensori


persepsi sensori adalah proses memilih, mengatur, dan
menafsirkan rangsangan sensorik yang membutuhkan fungsi organ utuh
dan rasa, jalur saraf, dan otak.

B. Persepsi sensori normal


Sensori persepsi tergantung pada reseptor sensorik, sistem
mengaktifkan retikuler (RAS), dan berfungsi sebagai jalur saraf ke otak.
ras pengaruh kesadaran rangsangan, yang diterima melalui panca indera:
penglihatan, pendengaran, sentuhan, bau, dan rasa.indra viseral dirangsang
internal sedangkan retikular mengaktifkan RAS(retikular activing
system).Ras bertanggung jawab untuk menyatukan informasi dengan otak
kecil dan bagian lain otak dan organ-organ indra.RAS kerjanya sangat
selektif,misalnya:orang tua dapat terbangun karena mendengar suara
tangisan bayinya tapi sebaliknya mereka masih dapat tertidur saat ada
suara keras dari lua.
.
C. Cara kerja persepsi sensori
Fungsi sensori dimulai dari penerimaan stimulus oleh indra. indra
kita mendapat rangsangan dari luar yang meliputi: pendengaran,
pengelihatan, penciuman, perasa dan perabaan. sedangkan organ
reseptornya adalah mata, telinga, hidung, lidah dan ujung saraf
kulit.sedangkan rangsangan dari dalam yaitu rangsangan ujung saraf tepi
dari kulit kita dan jaringan tubuh. rangsangan yang diterima seseorang
dipengarui oleh kesadaran seseorang yang dapat mempengarui organ-
organ lain.setelah rangsangan disalurkan kemudian ditangkap oleh RAS .
D. karateristik persepsi sensori normal
1. Pengelihatan
dikaitkan dengan ketajaman visual pada atau 20/20 dekat, ladang penuh
pengelihatan, dan warna (merah, hijau, biru).
2. Pendengaran
dikaitkan dengan ketajaman pendengaran suara di sebuah intensitas dari
0 hingga 25 dB, dengan frekuensi 125 sampai 8.000 siklus per detik.
3. Rasa
melibatkan kemampuan untuk asam, asin membedakan, manis, dan
pahit
4. Bau
melibatkan bau primer, bunga, permen, ringan, tajam
5. Indera somatik
termasuk diskriminasi dari sentuhan, tekanan, getaran, posisi,
menggelitik, suhu, dan nyeri.

E. Pola normal persepsi sensori


1. Facstasis
Setiap orang memiliki zona nyaman sendiri nya. zona kenyamanan ini
bervariasi dari orang ke orang dan rentang di mana seseorang atau dia
tampil di puncak stasis Sensor.puncak statis sensori adalah keadaan
optimal gairah-tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. RAS
dipandang oleh beberapa ahli teori sebagai monitor untuk sensor
keseimbangan statis.
2. Adaptasi
Reseptor sensoris beradaptasi terhadap rangsangan berulang -ulang .
dan setelah membutuhkan dua periode waktu yang diperlukan penting
untuk membantu seseorang mengatasi dengan stimulus baru
3. Lead time adalah setiap orang perlu waktu untuk mempersiapkan
sebuah event secara emosional dan fisik.
4. After burn adalah waktu yang diperlukan untuk memikirkan,
mengevaluasi, dan datang untuk berdamai dengan aktivitas setelah itu
terjadi. Jumlah waktu yang diperlukan memimpin dan setelah
membakar berbeda untuk setiap orang waktu. Timbal dan setelah
membakar membantu proses rangsangan orang sehingga ia dapat
merespon dengan tepat tanpa menjadi kewalahan.

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Sensori


Environment Lingkungan
1.) Sensory stimulus dalam lingkungan mempengaruhi pancaindera.
Sebagai contoh, seorang guru tidak mungkin melihat kebisingan di
lingkungan yang bising secara konsisten, seperti kantin sekolah.
Tetapi guru yang sama dapat melihat televisi keras ditetapkan sangat
berbeda dalam dirinya sendiri atau rumah, yang biasanya tenang.
Pengalaman sebelumnya Hal ini mempengaruhi pancaindera dalam
bahwa orang-orang menjadi lebih waspada terhadap rangsangan yang
membangkitkan respon kuat Sebagai contoh, seseorang mungkin
dorongan untuk bekerja dengan rute yang sama setiap hari, melihat
kecil sepanjang jalan. Seseorang bisa mendengarkan radio
inattentively sampai lagu favorit akan diputar, kemudian
mendengarkan setiap kata. Sebuah pengalaman baru, seperti rawat
inap, dapat menyebabkan klien untuk mengerti rentetan mengancam
rangsangan baru.
2.) Gaya Hidup dan Kebiasaan
Satu orang dapat menikmati gaya hidup yang dikelilingi oleh banyak
orang, perubahan yang terlalu sering, lampu terang, dan kebisingan.
Another person may prefer less contact with crowds, less noise, and a
slow-paced routine. Orang lain mungkin lebih suka kontak dengan
orang banyak kurang, suara kurang, dan rutinitas yang serba lambat.
Orang dengan gaya hidup yang berbeda merasakan rangsangan
berbeda.
1. Rokok merokok menyebabkan penyempitan pembuluh darah,
penurunan sensori persepsi rasa penyalahgunaan alkohol kronis.
Dapat mengakibatkan neuropati perifer, gangguan fungsional
sistem saraf perifer yang menyebabkan penurunan sensorik.
2. Penyakit yang mempengarui persepsi sensori penyakit tertentu
mempengaruhi persepsi indera dan. Diabetes menyebabkan
perubahan hipertensi di pembuluh darah dan syaraf, menyebabkan
defisit visual dan penurunan sensasi sentuhan di kaki. gangguan
Cerebrovascular mengganggu aliran darah ke otak, mungkin
memblokir persepsi sensorik, Rasa kelelahan, dan stres yang
disebabkan oleh penyakit juga mempengaruhi persepsi rangsangan.
Pengobatan yang mempengarui persepsi sensori
3. Beberapa antibiotik, termasuk streptomisin dan gentamisin, dapat
merusak saraf pendengaran, merusak pendengaran. sistem saraf
pusat (SSP) depresi, seperti analgesik narkotika, penurunan
kesadaran dan merusak persepsi rangsangan.

G. Variasi rangsangan
Jika seseorang mengalami lebih dari stimulasi sensorik yang
digunakan untuk dapat memahami, marabahaya dan kelebihan indera
dapat terjadi. Di sisi lain, jika seseorang mengalami kurang dari stimulasi
biasa, orang yang di bawahnya optimal negara atau tentang gairah dan
mungkin beresiko kekurangan indra.
Reaksi membebani indera indera atau kurang tantangan khusus
yang perawat sering hadapi dalam diri mereka sendiri dan klien. Sensory
berlebih dan kekurangan dapat menyebabkan persepsi, kognitif, dan
masalah decisional. Ketika RAS yang kewalahan dengan input, seseorang
mungkin mengalami kelebihan indera dan merasa bingung, cemas, dan
tidak dapat diambil tindakan yang konstruktif. Ketika RAS gagal untuk
mengenali rangsangan karena berada di bawah ambang batas atau tidak
memiliki makna yang relevan dengan orang, perampasan sensorik dapat
terjadi, dan seseorang mengalami depresi, gelisah, dan halusinasi
DAFTAR PUSTAKA

Ebersole, P., & Hess, P.A. 2001. Geriatric Nursing & Healthy Aging, Michigan :
Mosby.

Keliat, Budi Anna dkk. 2011. Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader
Kesehatan Jiwa: CMHN (intermediate Course) Jakarta : EGC

Williamson, G. G., & Anzalone, M. E. (1996). Sensory integration and self-regulation


ininfants and toddlers: Helping very young children interact with their
environment Washington, DC: Zero to Three

Anda mungkin juga menyukai