Anda di halaman 1dari 14

TITRASI PENGENDAPAN STANDARISASI LARUTAN AgNO3 DAN

PENENTUAN KADAR Cl- DALAM AIR KRAN

Oleh :

RESTI DIAH SUGITA

18030194048

PKB 2018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titrasi pengendapan atau argentometri adalah metode analisis
dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar
larut. Istilah argentometri berasal dari argentum yang berarti perak dan salah
satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan
dengan titrasi berdasar pembentukan ion Ag+. Judul praktikum ini adalah
“Titrasi Pengendapan Standarisasi Larutan AgNO3 dan Penentuan Kadar Cl-
dalam Air Kran”. Tujuannya adalah untuk menstandarisasi larutan AgNO3
dan untuk menentukan kadar Cl- dalam Air Kran. Dalam argentometri ini,
analit diberi indikator dan dititrasi dengan larutan standar AgNO3 sebagai
titran. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai
kesetimbangan pada setiap penambahan titran, dan diperlukan indikator
untuk melihat titik akhir titrasi karena garam yang terbentuk adalah
endapan. Argentometri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu metode Mohr
(pembentukan endapan berwarna), metode Volhard (pembentukan
kompleks zat warna yang mudah larut) dan metode Fajans (penggunaan
indikator adsorpsi). Biasanya reaksi pengendapan ini melibatkan ion halida
(Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Akan tetapi, titrasi argentometri tidak
hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida, dapat juga digunakan
untuk menentukan ion arsenat, ion fosfat, asam lemak dan thioalkohol.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menentukan standarisasi larutan AgNO3?
2. Bagaimana cara menentukan kadar Cl- dalam Air Kran?
1.3 Tujuan
1. Untuk menentukan standarisasi larutan AgNO3
2. Untuk menentukan kadar Cl- dalam Air Kran
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Pengendapan

Titrasi pengendapan atau argentometri adalah metode analisis yang


bertujuan untuk menetapkan kadar haloganeida dan senyawa-senyawa lain
yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu. Argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif
tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah
:
AgNO3 + Cl  AgCl + NO3
Dengan indikator kalium kromat akan menghasilkan warna merah bata
karena kelebihan ion Ag+ (Gandjar,2007).
Titrasi pengendapan ini memiliki hasil reaksi berupa endapan yang
sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ad pengotor
yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi.
Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi. Akan tetapi
metode tua seperti penentuan Clˉ, Brˉ, Iˉ dengan Ag(I) (disebut juga metode
argentonometri) adalah sangat penting. Alasan utama kurang digunakannya
metode tersebut adalah sulitnya memperoleh indikator yang sesuai untuk
meentukan titik
akhir pengendapan. Kedua, komposisi endapan tidak selalu diketahui
(Khopkar,2008).

2.2 Standarisasi Larutan AgNO3

Standarisasi adalah proses dimana konsentrasi larutan ditentukan


dengan akurat. Larutan standar kadang-kadang dapat dibuat dengan
menimbang secara teliti sejumlah contoh solut yang digunakan dan
melarutkannya kedalam volume larutan yang secara teliti diukur
volumenya. Cara ini biasanya tidak dapat dilakukan, karena relatif sedikit
pereaksi kimia yang dapat diperoleh dalam bentuk cukup murni untuk
memenuhi permintaan analis akan ketelitiannya. Suatu larutan umumya
distandarisasikan dengan cara titrasi yang bereaksi dengan sebagian berat
dari standar primer (Kevin,2010).
Syarat – syarat bahan standar utama :
1. Harus tersedia dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang
diketahui kemurniannya. Secara umum, jumlah total pengotor harus
tidak melebihi 0,01 sampai 0,02% dan seharusnya kita bisa menguji
adanya pengotor dengan uji kualitatif yang diketahui kepekaannya.
2. Zat harus mudah mengering dan tidak terlalu higroskopis karena hal
itu dapat mengakibatkan air ikut saat penimbangan. Zat tersebut
tidak boleh kehilangan berat saat terpapar udara. Hidrat-hidrat
garam umumnya tidak digunakan sebagai standar utama.
3. Standar utama itu diinginkan memiliki berat ekuivalen yang tinggi
untuk meminimalkan akibat-akibat dari kesalahan saat
penimbangan.
4. Asam atau basa tersebut lebih disukai yang kuat karena sangat
terdisosiasi. Namun demikian, asam basa lemah dapat digunakan
sebagai standar utama, tanpa kerugian yang berarti khususnya ketika
larutan standar tersebut digunakan menganalisis sampel dari asam
atau basa lemah.
Larutan merupakan campuran homogen antara dua atau lebih zat. Zat
yang jumlahnya lebih sedikit didalam laruta disebut zat terlarut, sedangkan
yang lebih banyak disebut pelarut. Tentunya suatu larutan mempunyai
konsentrasi, konsentrasi adalah cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif
antara zat terkarut dan pelarut (Kuswanto,2010).

2.3 Kurva Titrasi Pengendapan

Kurva titrasi untuk titrasi pengendapan dapat dibuat dan secara


keseluruhan analog dengan titrasi asam-basa dan pembentukan kompleks.
Perhitungan-perhitungan kesetimbangan yang berdasarkan atas tetapan
kelarutan produk diperlukan pada titik ekuivalen (Day, Underwood, 2002).
Gambar 1. Kurva titrasi dengan AgNO3
Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi
argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi, sehingga titik ekivalen
mudah ditentukan. Akan tetapi endapan dengan kelarutan yang rendah
akan menghasilkan kurva titrasi yang landau sehingga titik ekivalen agak
sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan
basa kuat dan antara asam lemah dengan basa kuat (Harjadi, W. 1993).
2.4 Metode Titrasi Pengendapan
a. Metode Mohr
Metode ini digunakan untuk menentukan kandungan klorida dan
bromida dalam suasana netral dengan larutan standar perak nitrat dengan
penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator.Mula-mula titrasi
berlangsung dengan pembentukan endapan perak klorida. Jika titik
ekuivalen telah tercapai, maka perak nitrat akan bereaksi dengan kromat
menghasilkan endapan perak kromat yang berwarna merah.
b. Metode Volhard
Metode ini digunakan untuk menentukan kandungan perak dalam
suasana asam dengan larutan standar kalium atau amonium tiosianat
berlebih. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam
besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang
membentuk warna merah dari kompleks besi (III) tiosianat dalam suasana
asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam,
sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa,
sehingga titik akhir tidak dapat diamati.
c. Metode K.Fajans
Metode ini digunakan indikator adsorbsi untuk mengetahui titik
ekuivalen. Indikator akan teradsorpsi oleh endapan. Indikator ini tidak
memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan
endapan.Endapan harus dijaga agar tidak membentuk koloid.
d. Metode Liebig
Metode ini titik akhir titrasi ditentukan berdasarkan terbentuknya
kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali
sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojokan larut
kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika reaksi telah
sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan
endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan
yang tetap.Kendala dalam menentukan titik akhir dengan tepat disebabkan
karena sangat lambatnya endapan melarut pada saat mendekati titik akhir
titrasi.
Untuk menentukan berakhirnya suatu reaksi pengendapan
dipergunakan indikator yang baru menghasilkan suatu endapan bila reaksi
dipergunakan dengan berhasil baik untuk titrasi pengendapan ini. Dalam
titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator yang telah
sukses dikembangkan selama ini yaitu metode Mohr menggunakan ion
kromat, CrO42-, untuk mengendapkan Ag2CrO4 coklat. Metode Volhard
menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk sebuah kompleks yang berwarna
dengan ion tiosianat, SCN. Dan metode Fajans menggunakan indikator
adsorpsi (Keenan,1990).
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih indikator
adsorpsi untuk titrasi pengendapan, diantaranya:
a. AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi
partikel-partikel besar pada titik ekivalen, mengingat hal ini akan
menurunkan secara drastis peermukaan yang tersedia untuk adsorpsi
indikator.
b. Adsorpsi dari indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik
ekivalen dan meningkat secara cepat pada titik ekivalen
c. pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah
konsentrasi ion dari indikator asam lemah dan basa lemah tersedia cukup
d. Amat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan
dengan ion yang ditambahkan sebagai titran (Day, Underwood. 2002).
Berikut adalah tabel beberapa indikator adsorpsi:
Indikator Ion Yang Titran Kondisi
Dititrasi

Diklorpfluorosein Cl- Ag+ pH 4

Fluorosein Cl- Ag+ pH 7-8

Eosein Br-, I-, SCN- Ag+ pH 2

Torin SO42- Ba2+ pH 1,5-3,5

Bromkresol Hijau SCN- Ag+ pH 4-5

Metil Lembayung Ag+ Cl- Larutan asam

Rodamina 6 G Ag+ Br- Peningkatan HNO3 yang


tajam sampai 0,3 M

Ortokrom T Pb2+ CrO42- Larutan netral 0,02 M

Bromfenol Biru Hg22+ Cl- Larutan 0,1 M

(Day, Underwood. 2002).

Berikut adalah penetapan indikator dengan titrasi pengendapan:

Spesies Yang Titran Indikator Metode


Ditetapkan

Cl-, Br- AgNO3 K2CrO4 Mohr


Cl-, Br-, I-, AgNO3 Adsorpsi Fajans
SCN-

Br-, I-, SCN-, AgNO3+ KSCN Fe(III) Volhard: endapan


AsO43- tidak perlu disaring

Cl-, CN-,CO32-, AgNO3 + KSCN Fe(III) Volhard: endapan


S2-, C2O42-, harus disaring
CrO42-

F- Th(IV) Alizarin merah S Fajans

SO42- BaCl2 Tetrahidroksikuinon Fajans

PO43- Pb(OAc)2 Dibromofluoroserin Fajans

C2O42- Pb(OAc)2 Fluoroserin Fajans

Ag+ KSCN Fe(III) Volhard

Zn2+ K4Fe(CN)6 Difenilamin Fajans

Hg22+ NaCl Bromfenol biru Fajans

(Day, Underwood. 2002).

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan


a. Temperatur
Kebanyakan garam anorganik meningkat kelarutannya sejalan dengan
peningkatan temperatur. Biasanya merupakan suatu keuntungan untuk
melanjutkan proses pengendapan, penyaringan, dan pencucian dengan
larutan panas. Partikel-partikel berukuran besar dapat dihasilkanm
penyaringan akan lebih cepat, dan kotoran-kotoran terurai lebih jauh. Untuk
itu, asisten seringkali meminta mahasiswa untuk menggunakan larutan
panas dalam kasus-kasus dimana kelarutan dari endapan tetap tidak berarti
pada temperatur yang lebih tinggi. Bagaimanapun juga, dalam kasus sebuah
senyawa yang cukup dapat larut, seperti magnesium amoniak fosfat, larutan
harus didinginkan dalam air es sebelum dilakukan penyaringan. Senyawa
ini akan hilang dalam jumlah yang berarti apabila larutan disaring dalam
keadaan panas.
b. Pemilihan pelarut

Kebanyakan garam anorganik lebih dapat larut dalam air daripada dalam
larutan-larutan organik. Air mempunyai momen dipol besar dan ditarik ke
kation dan anion untuk membentuk ion-ion hidrat. Semua ion tanpa
diragukan lagi terhidrasi sampai suatu tingkat dalam larutan-larutan air, dan
energi yang dilepaskan oleh interaksi ion-ion dengan pelarut membantu
mengatasi gaya tarik-menarik yang cenderung untuk menahan ion-ion
dalam kisi-kisi benda padat. Ion-ion dalam kristal tidak mempunyai gaya
yang cukup besar bagi pelarut-pelarut organik, dan untuk itu kelarutannya
biasanya lebih kecil daripada di dalam air.

c. Efek ion- sekutu

Sebuah endapan secara umum lebih dapat larut dalam air murni
dibandingkan di dalam sebuah larutan yang mengandung satu dari ion-ion
endapan (efek ion-sekutu). Pentingnya efek ion-sekutu dalam memicu
pengendapan yang lengkap dalam analisis kuantitatif telah terlihat. Dalam
menjalankan pengendapan, analisis seklalu menambhakna beberapa
kelebihan unsur pengendapan untuk memastikan pengendapan selesai. Ion
sekutu dalam dipergunakan dalam cairan pencuci untuk mengurangi
kelarutan. Dengan hadirnya io sekutu yang berlebihan, kelarutan dari
sebuah endapan bisa jadi lebih besar daripada nilaiyang telah diperkirakan
melalui tetapan kelarutan produk.

d. Efek aktivitas

Banyak endapan menunjukkan peningkatan kelarutan dalam larutan-


larutan yang mengandung ion-ion yang ridak bereaksi secara kimiawi
dengan ion-ion dari endapan. Efek aktivitas tidak menimbulkan
permasalahan yang serius untuk anlis mengingat kondisi-kondisinya dipilih
normal agara kehilangan dari kelarutan sangat kecil.
e. Efek pH

Kelarutan dari garam sebuah asam lemah tergantung pada pH larutan


tersebut. Beberapa contoh garam- garam tersebut yang lebh penting dalam
kimia analitis adalah oksalat, sulfida, hidroksida, karbonat, dan fosfat. Ion
hidrogen bergabung dengan anion dari garam.

f. Efek hidrolisis

Kelarutan yang kecil maka pH dari air tidak berubah secara nyata akibat
hidrolisis. Kelarutan yang cukup besar maka kontribusi ion hidroksida dari
air dalam diabaikan. Untuk sulfida dengan kelarutan yang besar [OH-] yang
diproduksi oleh hidrolisis lebih besar dibandingkan dengan yang diproduksi
oleh air. Perhitungan yang serupa dapat dilakukan untuk tipe-tipe sulfida
lainnya, seperti juga untuk garam yang tidak dapat larut dari asam lemah
lainnya.

g. Hidroksida metal

Ketika sebuah hidroksida metal terurai dalam air, kelarutan yang amat
ringan, maka pH dari air tidak berubah secara nyata. Kelarutan yang cukup
besar menimbulkan sebuah peningkatan yang nyata untuk [OH-] sehingga
menurunkan H3O+ menjadi sebuah nilai yang cukup kecil dan dapat
diabaikan.

h. Efek pembentukan kompleks

Kelarutan dari sebuah gara yang sedikit larutan juga tergantung atas
konsentrasi zat-zat yang membentuk kompleks-kompleks dengan kation
garam. Unsur pembentuk kompleks biasanya diperhitungkan sebagai
pengarah seperti molekul-molekul netral dan anion-anion, baik yang
jarang maupun umum untuk endapan.

2.6 Kelebihan dan kekurangan


2.7 Aplikasi Titrasi Pengendapan
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat

1. Neraca Analitik 1 buah


2. Erlenmeyer 250 ml 3 buah
3. Buret 50 ml 1 buah
4. Labu ukur 100 ml 1 buah
5. Pipet tetes 3 buah
6. Pipet gondok 10 ml 1 buah
7. Gelas kimia 250 ml 2 buah
8. Corong 1 buah
9. Piknometer 25 ml 1 buah
10. Botol vial 1 buah
11. Statif dan klem 1 set
12. Spatula 1 buah
13. Gelas ukur 10 ml 1 buah

3.2 Bahan

1. AgNO3 ± 0,1 N 50 ml
2. NaCl p.a 0,059 gram
3. Aquades 200 ml
4. Indikator K2CrO4 5% 60 tetes
5. Air kran 10 ml

3.3 Prosedur

1. Standarisasi Larutan Basa AgNO3 ±0,1 N dengan NaCl p.a sebagai


Larutan Baku
Pertama membuat larutan baku NaCl ± 0,1 N. NaCl p.a ditimbang
dengan teliti menggunakan neraca analitik sebanyak 0,059 gram dalam
botol timbang. Kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL,
dilarutkan dengan aquades dan diencerkan sampai tanda batas. Lalu dikocok
dengan baik agar tercampur sempurna.
Buret dibilas dan diisi dengan larutan AgNO3. Larutan baku NaCl yang
telah disiapkan, dipipet dengan pipet seukuran (pipet gondok) 10 mL dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Lalu ditambahkan dengan 10
mL aquades dan 10 tetes indikator K2CrO4. Selanjutnya dititrasi dengan
larutan AgNO3 sambil terus dikocok dan titrasi dihentikan ketika terbentuk
endapan berwarna merah bata. Angka pada buret pada saat awal dan akhir
titrasi dicatat, serta volume larutan AgNO3 yang digunakan untuk titrasi
dicatat juga. Kemudian dihitung konsentrasi larutan AgNO3. Titrasi
diulangi hingga 3 kali menggunakan volume larutan NaCl yang sama dan
dihitung konsentrasi rata-rata dari larutan AgNO3.
2. Penentuan Kadar Cl- dalam Air Kran
Air kran diukur berat jenisnya terlebih dahulu dengan piknometer dan
dicatat tempat pengambilan sampel. Air kran dipipet sebanyak 10 mL dan
diencerkan dalam labu ukur 100 mL. Larutan yang telah diencerkan,
diambil 10 mL dan ditambah dengan 10 tetes indikator K2CrO4 5%.
Kemudian dititrasi dengan larutan standar AgNO3 sampai terjadi endapan
merah bata. Percobaan diulang hingga sebanyak tiga kali. Langkah terakhir
adalah dihitung kadar Cl- air kran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Day,R.A dan Underwood,A.L.1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.

Terjemahan Dr.Ir.Iis Sopyan,M.Eng.1999. Jakarta : Erlangga.

Gandjar, I.G dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar:

Jakarta.

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.

Kevin, Bagaskara. 2010. Jurnal Pengenceran Larutan dengan Standarisasi Zat

Pelarut. Makassar : Universitas Hasannudin.

Keenan, Charles W. 1990. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas

Indonesia.

Kuswanto, Ari. 2010. Jurnal Penentuan Koefisien Difusi Larutan HCl

Menggunakan Interferometer Michelson Berbasis Borland Delphi 7.0.

Malang : Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai