Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIKA EKSPERIMEN

“INTERFEROMETER MICHELSON”

NAMA : 1. ALIZAR FEBRI (F1C313005)

2. WILDAH HABIBAH (F1C313004)

3. WULAN PURNAMA (F1C313010)

4. ELVA S. FAJRIN (F1C313021)

5. SARINAH PAKPAHAN (F1C313026)

6. YULIANA (F1C313027)

7. FADLI ILLAHI (F1C313018)

PRODI : FISIKA

FAKULTAS : SAINS DAN TEKNOLOGI

KELOMPOK :3

LABORATORIUM FISIKA INSTRUMENTASI

UNIVERSITAS JAMBI

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Interferomter Michelson adalah sebuah alat yang digagas oleh A.A. Michelson yang pada
awalnya digunakan untuk mengukur kecepatan eter sebagai medium perambatan cahaya. Alat ini
memanfaatkan salah satu sifat cahaya yakni interferensi yang merupakan hasil penggabungan
secara superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu pada satu titik ruang. Untuk
mendapatkan pola interferensi ada berbagai metode dan pada percobaan ini kita akan
menggunakan metode interforemeter Michelson, yang dikembangkan oleh A.A. Michelson pada
tahun 1881 menggunakan prinsip membagi amplitudo gelombang cahaya menjadi dua bagian
yang berintensitas sama. Pembelahan amplitudo gelombang menjadi dua bagian dilakukan dengan
menggunakan pemecah sinar (beam splitter).

Praktikum ini dibutuhkan untuk memahami konsep pola interferensi yang terjadi pada
interferometer mishelson sekaligus mengukur nilai panjang gelombang dari sumber cahaya,
dalam hal ini adalah laser He-Ne. Pola interferensi sebagaimana diketahui dan telah disebutkan
pada paragraf pertama pendahuluan ini adalah pola yang terbentuk dari perpaduan. Melalui
prinsip ini, sehingga michelson dapat melakukan berbagai eksperimen berkaitan dengan hal
tersebut termasuk salah satunya adalah menentukan panjang gelombang sebuah sumber cahaya.
Salah satu keberhasilan beliau bersama alat ini adalah sebagai orang pertama yang dapat
mengukur diamter sudut sebuah bintang. Jika pada awalnya eksperimen ini dilakukan untuk
menemukan kecepatan eter, namun saat ini telah banyak memiliki nilai guna dengan salah satunya
adalah menyelidiki sifat-siffat dari gelombang, sehingga sangat penting bagi seorang fisikawan,
termasuk mahasiswa, untuk mempelajarinya.

Pada awalnya untuk membentuk pola interferensi dan kemudian mengukur panjang
gelombang dari sumber cahaya, maka berkas cahaya monokromatik (Laser He-Ne) akan
ditembakkan ke interferometer dan akan melewati lensa pemokus dan kemudian akan terpecah
dua, yakni sebagian dipantulkan dan diteruskan sehingga dua hasil pemecahan ini akan kembali
betemu pada sebuah layar sehingga akan terbentuk pola interferensi yang ditandai terbentuknya
frinji.
1.2. Tujuan Percobaan
1. Mengamati perubahan gambar interferensi
2. Memahami interferensi pada interferometer Michelson.
3. Menentukan panjang gelombang sumber cahaya dengan pola interferensi.
4. Memahami beberapa karakteristik laser dan optik

1.3. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Interferometer michelson
2. Bagaimanakah cara mengukur panjang gelombang laser dengan menggunakan Interferometer
michelson
BAB II

KAJIAN TEORI

Interferensi adalah penggabungan suporposisi dua gelombang atau lbih yang bertemu
pada satu titi ruang. Hasil interferensi yang berupa pola pola cincin dapat digunakan untuk
menentukan beberapa fisis yang berkaitan dengan interferensi ,misalnya panjang gelombang
suatu sumber cahaya,indeks bias,dan ketebalan bahan. (Tipler,P.A.1991. Fisika untuk Sains
dan Teknik Jilid 2. Erlangga : Jakarta).

Untuk memahami fenomena interferensi harus berdasar pada prinsip optika fisis,yaitu
cahaya dipandang sebagai perambatan gelombang yang tiba pada suatu titik yang bergantung
pada fase dan amplitude gelombang tersebut.untuk memperoleh pola-pola interferensi cahaya
haruslah bersifat koheren,yaitu gelombang-gelombang harus bersalahsatu dari satu sumber
cahaya yang sama. Koherensi dalam optika sering dicapai dengan membagi cahay dari
sumber tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk
menghasilkan pola interferensi. Pembagian ini dapat dicapai dengan memantulkan cahaya
dari dua permukaan yang terpisah.

Apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama


tapi berbeda fase bergabung,maka gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang yang
amplitudonya tergantung pada perbedaan fasenya. Jika perbedaan fasenya 0 atau bilangan
bulat kelipatan 360° ,maka gelombang akan sefase dan berinterferensi secara saling
menguatkan (interferensi konstruktif). Sedangkan amplitudonya sama dengan penjumlahan
amplitudo masing-masing gelombang. Jika perbedaan fasenya 180° atau bilangan ganjil kali
180°, maka gelombang yang dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi secara saling
melemahkan (interferensi destruktif). Amplitudo yang dihasilkan merupakan perbedaan
amplitudo masing-masing gelombang. (Tipler,P.A.1991. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid
2. Erlangga : Jakarta).

Suatu alat yang dirancang untuk menghasilkan pola interferensi dari perbedaan
panjang lintasan disebut interferometer optik. Interferometer dibedakan menjadi 2 jenis.yaitu
interferometer pembagi muka gelombang dan interferometer pembagi amplitudo. Pada
pembagi muka gelombang,muka gelombang pada berkas cahaya pertama dibagi menjadi dua,
sehingga menghasilkan dua buah berkas sinar baru yang koheren,dan ketika jatuh dilayar
akan membentuk pola interferensi yang berwujud garis gelap terang berselang-seling. Di
tempat garis terang, gelombang-gelombang dari kedua celah sefase sewaktu tiba ditempat
tersebut. Sebaliknya ditempat garis gelap,gelombang-gelombang dari kedua celah berlawanan
fase sewaktu tiba ditempat tersebut.( Soedojo,P.1992. Azas-azas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press).

Interferometer Michelson merupakan seperangkat peralatan yang memanfaatkan


gejala interferensi. Prinsip interferensi adalah kenyataan bahwa beda lintasan optik(d) akan
membentuk suatu frinji (Resnick,1993). Pada tahun 1887,Albert A.Michelson (1852-1931)
dan Edward W. Morley (1838- 1932) mencoba mengukur aliran eter dengan menggunakan
interferometer optis yang sangat peka yang dikenal dengan interferometer Michelson (Dadan
Rosana,dkk.2003).Jika benar bahwa ada eter,maka seharusnya seorang pengamat di bumi
yang bergerak bersama eter akan merasakan adanya “angin eter”. Suatu alat yang cukup
sensitif untuk mendeteksi adanya pergerakan eter telah dikembangkan oleh michelson pada
tahun 1881,dan disempurnakan kembali oleh Michelson-Morley pada tahun 1887. Hasil
penelitian mereka menunjukkan bahwa “tidak ada gerakan eter yang menuju eter yang
terdeteksi. Dengan kata lain,”eter itu tidak ada”.(Daud Malago,Jasruddin.2005.Pengantar
Fisika Modern. Makasar: Badan Penerbit UNM Makasar).

Prinsip interferensi adalah kenyataan bahwa beda lintasan optik (d) akan
membentuk suatu frinji. Gambar dibawah merupakan diagram skematik interferometer
michelson. Oleh permukaan beam splitter (pembagi berkas) cahaya laser,sebagian
dipantulkan ke kanan dan sisanya ditransmisikan ke atas. Bagian yang dipantulkan kembali
ke beam splitter/kolimator yang kemudian menuju ke screen (layar). Adapun bagian yang
ditransmisikan ke atas oleh cermin datar (cermin 2) juga akan dipantulkan kembali ke beam
splitter, kemudian bersatu dengan cahaya dari cermin 1 menuju layar,sehingga kedua sinar
akan berinterferensi yang ditunjukkan dengan adanya pola-pola cincin gelap-terang (frinji).
(Tipler,P.A.1991. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid 2. Erlangga : Jakarta).

Diagram alat Intrerferometer Michelson yang digunakan dalam percobaan ditunjukan


pada gambar berikut:
Dari gambar diatas seberkas cahaya laser menumbuk beam splitter/pembagi berkas
cahaya. Beam splitter ini berfungsi memecah berkas sehingga 50% cahaya yang jatuh
padanya dipantulkan dan 50% sisanya diteruskan. Berkas cahaya yang diteruskan bergerak
menuju M2 dan berkas cahaya yang diteruskan bergerak menuju M1. Kedua cermin M1 dan
M2 kemudian memantulkan kembali berkas-berkaas cahaya tersebut kembali ke beam
splitter. Setengah dari masing-masing berkas cahaya pantul dari M1 dan M2 kemudian
diteruskan ke viewing screen, dan teramati pola lingkaran gelap-terang-gelap-terang
konsentris. Oleh karena berkas cahaya interferensi bersumber dari berkas yang sama,maka
berkas-berkas ini akan memiliki fase yang sama. ( Subaer,dkk.2014.Penuntun Praktikum
Eksperimen Fisika I Unit Laboratorium Fisika Modern Jurusan Fisika FMIPA).

Perbedaan fase relatif pada saat bertemu bergantung pada panjang lintasan optiknya.
Panjang lintasan optik berkas cahaya pantul dapat diubah dengan menggerakkan M1. Karen
berkas cahya bergerak dua kali antara M1 dengan beam splitterr maka menggerakkan M1
sejauh ¼ I menuju beam splitter/pembagi berkas cahaya/kolimator akan mengurangi lintasan
optik sebesar ½ I. (Subaer,dkk.2014.Penuntun Praktikum Eksperimen Fisika I Unit
Laboratorium Fisika Modern Jurusan Fisika FMIPA).

Pada kondisi ini, pola interferensi akan berubah,jari-jari maksimum berkurang dan
akan menempati posisi minimal sebelumnya. (Subaer,dkk.2014.Penuntun Praktikum
Eksperimen Fisika I Unit Laboratorium Fisika Modern Jurusan Fisika FMIPA).
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

Alat Bahan

Interferometer Michelson lengkap


dengan teropong bergaris silang
atau micrometer eyepiece

Sumber cahaya laser He-Ne

Filter cahaya yang sesuai dengan


lser He-Ne

Tabung gas beserta barometer

3.2. Metode Kerja

Pada percobaan Interferometer Michelson dilakukan dengan menggunakan serangkaian alat


yang terdiri dari perangkat alat interferometer, sumber sinar laser dan laser aligment bench,
yang disusun seperti pada gambar berikut:
1. Rangkai alat seperti gambar di atas.
2. Hidupkan laser.
3. Atur laser agar tepat melewati lensa hingga terfokus ke beam spillter.
4. Tutup M2, dan atur posisi M1 sehingga berkas sinar pantull dapat dilihat di layar.
5. Atur posisi M2 sehingga cahaya M2 berhimpit dengan cahaya dari M1 di layar.
6. Hitung jumlah frinji sebagai titik acuan perhitungan jumlah frinji awal.
7. Putar sekrup M2 berlawanan dengan arah jarum jamsehingga pola interferensi dapat
diihat.
8. Hitung jumlah frinji sebanyak 25 kali.
9. Catat perubahan lintasan optis.
10. Ulangi semua langkah di atas dengan variasi sumber cahaya.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

No N ∆𝑁 dm (µm) ∆𝑑𝑚 10−6 (𝑚)


1 0 - 23 -
2 5 5 22 1
3 10 5 23 1
4 15 5 21 2
5 20 5 18 3
6 25 5 17 1

4.2 Pembahasan

Interferensi gelombang adalah perpaduan dua gelombang atau lebih pada suatu daerah
tertentu pada saat yang bersamaan. Salah satu alat yang digunakan untuk mengindentifikasi pola
interferensi tersebut adalah interferometer. Salah satu jenis interferometer tersebut adalah
Interferometer Michelson.

Pada percobaan Interferometer Michelson dilakukan dengan meletakkan secara tegak lurus
posisi Movable Mirror dan Adjustable Mirror yang ditengahi oleh split. Dengan posisi demikian, akan
terjadi perbedaan lintasan yang diakibatkan oleh pola reflektansi dan tranmisivitas split dari cahaya
yang masuk melewati lensa. Selanjutnya, perbedaan lintasan ini akan menyebabkan adanya beda fase
dan penguatan fase (yang biasa disebut sebagai interferensi) yang selanjutnya menyebabkan
munculnya pola - pola pada cincin.

Prinsip dari percobaan interferometer Michelson yang telah dilakukan, yaitu seberkas cahaya
monokromatik yang dipisahkan di suatu titik tertentu sehingga masing - masing berkas dibuat
melewati dua panjang lintasan yang berbeda, dan kemudian disatukan kembali melalui pantulan dari
dua cermin yang letaknya saling tegak lurus dengan titik pembagi berkas tersebut. Setelah berkas
cahaya monokromatik tersebut disatukan maka akan didapat pola interferensi akibat penggabungan
dua gelombang cahaya tersebut. Pola interferensi itu terjadi karena adanya perbedaan panjang lintasan
yang ditempuh dua berkas gelombang cahaya yang telah disatukan tersebut.Jika panjang lintasan
dirubah dengan diperpanjang maka yang akan terjadi adalah pola - pola cincin akan masuk ke pusat
pola.
Jarak lintasan yang lebih panjang akan mempengaruhi fase gelombang yang jatuh ke layar.
Bila pergeseran beda panjang lintasan gelombang cahaya mencapai λ maka akan terjadi interferensi
konstruktif yaitu terlihat pola terang, namun bila pergeserannya hanya sejauh λ/4 yang sama artinya
dengan berkas menempuh lintasan λ/2 maka akan terlihat pola gelap. Langkah pertama yang harus
dilakukan dalam penelitian ini adalah mengkalibrasi interferometer Michelson dengan cara mengatur
posisi laser, beam splitter, kedua cermin dan lensa agar sinar laser yang melewati semua peralatan
tersebut tepat segaris. Kemudian mencari pola interferensi dengan cara menggeser -geser salah satu
cermin sampai dihasilkan pola gelap terang (cincin) pada layar. Kalibrasi mikrometer ini bertujuan
untuk menentukan nilai 1 skala micrometer (d) pada alat belum tentu sama dengan pergeseran cermin
( movable mirror) sebesar 1μm.

Kalibrasi mikrometer dilakukan dengan menggeser movable mirror tiap 1mm, hingga
mencapai 25 pergeseran skala mikrometer. Akibat pergeseran skala mikrometer maka pada layar akan
nampak perubahan jumlah cincin. Sehingga dari transisi cincin yang terhitung dapat ditentukan nilai
tiap skala mikrometer dengan menganggap nilai panjang gelombang laser He - Ne adalah 632,8nm.
Hasil dari kalibrasi micrometer tersebut kemudian digunakan sebagai nilai patokan untuk perhitungan
sselanjutnya yaitu penentuan nilai panjang gelombang laser.

Dalam eksperimen ini, dilakukan pengamatan terhadap dua variable, yaitu pengamatan
terhadap penambahan jumlah cincin dan pengamatan terhadap pergeseran Movable mirror dari titik
acuan awal perhitungan. Pergeseran pada Movable mirror tersebut dilakukan dalam orde mikrometer.
Sehingga guna kehati -hatian dalam mendapatkan data yang valid, selain melakukan pengamatan dan
pencatatan terhadap mikrometer pada interferometer, praktikan juga melakukan perhitungan
matematis terhadap penentuan nilai yang pasti dan pengkalibrasian titik awalnya.

Dari data yang diperoleh, didapatkan bahwa Dari data yang diperoleh, didapatkan bahwa
penambahan dan banyaknya jumlah cincin (N) berbanding lurus dengan pergeseran Movable mirror
yang dilakukan. Hal ini dapat terlihat dari semakinbesarnya nilai N (banyaknya cincin), maka nilai dm
(jarak pergeseran Movable mirror terhadap titik acuan) juga menunjukkan angka yang semakin besar.

Dari percobaan Interferometer Michelson didapatkan nilai panjang gelombang laser He-Ne
adalah 640 nm. Secara teori, panjang gelombang laser He - Ne adalah 632,8 nm. Adanya selisih ini
disebabkan kurangnya ketelitian praktikan dalam melakukan praktikum. Terutama saat mengkalibrasi
interferometer
EVALUASI

1. Interferometer michelson merupakan seperangkat peralatan yang memanfaatkan gejala


interferensi. Prinsip kerja Interperometer michelsonpermukaan beam splitter ( pembagi berkas
) cahaya laser, sebagian dipantulkan kekanan dan sisinya ditransmisikan ke atas. Bagian yang
dipantulkan ke kanan oleh suatu cermin datar ( cermin 1 ) akan dipantulkan kembali ke beam
splitter yang kemudian menuju ke screen ( layar ). Adapun bagian yang di tramisikan ke atas
oleh cermin datar ( cermin 2 ) juga akan dipantulkan kembali ke beam splitter, kemudian
bersatu dengan cahaya dari cermin 1 menuju layar, sehingga kedua sinar akan berinterferensi
yang di tunjukkan dengan adanya pola-pola cincin gelap-terang ( frinji ).
2. Ukurlah panjang gelombang, KR, dan ketelitian dari cahaya yang digunakan!
Jawab : (Terlampir)
3. Jelaskan pengaruh dari moveable mirror (dm) terhadap hasil percobaan!
Jawab :Dari data yang diperoleh, didapatkan bahwa penambahan dan banyaknya
jumlah cincin (N) berbanding lurus dengan pergeseran . Movable mirror yang
dilakukan. Hal ini dapat terlihat dari semakin besarnya nilai N (banyaknya
cincin), maka nilai dm (jarak pergeseran Movable mirror terhadap titik acuan)
juga menunjukkan angka yang semakin besar.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan

1. Ada Interferometer panjang lintasan dirubah dengan diperpanjang maka yang


akan terjadi adalah pola - pola cincin akan masuk ke pusat pola. Sehingga
panjang lintasan optic sebanding dengan jumlah cincin yang terjadi.
2. Nilai panjang gelombang laser He -Ne yng di dapat dari hasil praktikum adalah
adalah 640 nm.
3. Besarnya dm berbanding lurus dengan panjang gelombang yang dihasilkan.

5.2. Saran

 Pada saat menggunakan alat interferometer sebaiknya pratikan sabar pada saat
melakukan percobaan karena percobaan interferometer membutuhkan pengkalibrasian
dengan cara mengatur posisi laser,beam spliter , kedua cermin, dan lensa agar sinar
laser yang melewati semua peralatan tersebut tepat segaris.
 Sebaiknya pada saat melakukan percobaan interferometer ini perlu hati-hati pada saat
melakukan pergeseran pada movable mirror karena ordenya dalam skala mikrometer
DAFTAR PUSTAKA

1. Tipler,P.A.1991. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid 2. Erlangga : Jakarta.


2. Soedojo,P.1992. Azas-azas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
3. Daud Malago,Jasruddin.2005.Pengantar Fisika Modern. Makasar: Badan Penerbit
UNM Makasar.
4. Subaer,dkk.2014.Penuntun Praktikum Eksperimen Fisika I Unit Laboratorium Fisika
Modern Jurusan Fisika FMIPA.
Lampiran

1. Pada jarak 0

Terang = 12

Gelap = 11

2. Pada jarak 5

Terang = 11

Gelap = 11

3. Pada jarak 10

Terang = 12

Gelap = 11

4. Pada jarak 15

Terang = 11

Gelap = 10

5. Pada jarak 20

Terang = 10

Gelap = 8

6. Pada jarak 25

Terang = 9

Gelap = 8

λ = 632, 8 nm = 632,8 x 10 −9

Menghitung nilai d

1. 𝑑1 = 12 + 11 = 23
2. 𝑑2 = 11 + 11 = 22
3. 𝑑3 = 12 + 11 = 23
4. 𝑑4 = 11 + 10 = 21
5. 𝑑5 = 10 + 8 = 18
6. 𝑑6 = 9 + 8 = 17

Menghitung nilai dm

1. 𝑑𝑚1 = −
2. 𝑑𝑚2 = 22 − 23 = 1
3. 𝑑𝑚3 = 23 − 22 = 1
4. 𝑑𝑚4 = 23 − 21 = 2
5. 𝑑𝑚5 = 21 − 18 = 3
6. 𝑑𝑚6 = 18 − 17 = 1

Nilai𝑁

0 µ𝑚 = 0 𝑚

5 µ𝑚 = 5 𝑥 10 −6 𝑚

10 µ𝑚 = 10 𝑥 10 −6 𝑚

15 µ𝑚 = 15 𝑥 10 −6 𝑚

20 µ𝑚 = 20 𝑥 10 −6 𝑚

25 µ𝑚 = 25 𝑥 10 −6 𝑚

Nilai λ

1.

∆𝑑𝑚. 2
𝜆=
∆𝑁

1𝑥10−6 . 2
𝜆=
5
𝜆 = 0.4 𝑥10−6 𝑚

2.
∆𝑑𝑚. 2
𝜆=
∆𝑁

1𝑥10−6 . 2
𝜆=
5

𝜆 = 0.4 𝑥10−6 𝑚

3.

∆𝑑𝑚. 2
𝜆=
∆𝑁
2𝑥10−6 . 2
𝜆=
5
𝜆 = 0.8𝑥10−6 𝑚

4.
∆𝑑𝑚. 2
𝜆=
∆𝑁

3𝜆10−6 . 2
𝜆=
5
𝜆 = 1.2𝜆10−6 𝜆
5.
∆𝜆𝜆. 2
𝜆=
∆𝜆
1𝜆10−6 . 2
𝜆=
5

𝜆 = 0.4𝜆10−6 𝜆

−6
+0.4𝜆10−6 +0.8𝜆10−6 +1.2𝜆10−6 +0.4𝜆10−6 3.2𝜆10−6
̅ = ∑ 𝜆 =0.4𝜆10
𝜆 = = 0.64𝜆10−6 m = 640 nm
𝜆 5 5

640−632,8
Error = 100% = 1.13%
632,8

Anda mungkin juga menyukai