Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK

MK ISU TERKINI PENYAKIT MENULAR SEMESTER 5 (3 sks)

“TETANUS”

Kelas D 2013

DISUSUN OLEH :
Kelompok 7
Dhia Ghoniyyah 25010113130255
Soraya Hidayati 25010113130267
Sabrilla Putri Gotama 25010113140278
Nuralmasdini Winnaputri 25010113140288
Nafizta Rizcarachmakurnia 25010113130292
I’Ik Santi Komala 25010113140299
Syarifah Hidatullah 25010113140309
Kristian Yudhianto 25010113140312
Armen Zufri 25010115183023

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
A. Pengertian Tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin


yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodic dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik
spastic yang disebabkan tetanospasmin tetani. Tetanus disebut juga dengan
“seven day disease” (Ritarwan, 2004)

B. Patofisiologi Tetanus

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Cloastridium Tetani.


Bakteri ini berspora dan dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa
pada manusia dan tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut.
Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi
luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan
memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama
tetanospasmin (Novie, 2012).

Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman


vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Eksotoksin yang dihasilkan akan
mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem
vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan
tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas
dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antititoksin. Toksin yang
menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya
keseimbangan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun
menyeluruh
Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus,
bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus
ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum. Apabila penyakit berlanjut maka
akan terjadi pula spasme otot pada daerah mulut (trismus atau lockjaw). Yang
akan diikuti dengan kekakuan dan spasma pada seluruh otot di bagiam tubuh
yang lain (Kiking, 2004).
C. Penyebab Tetanus
Sejarah tetanus diawali karena penyebab tetanus oleh neurotoksin yang
kuat, yaitu tetanospasmin yang dihasilkan sebagai protein protoplasmik oleh
bentuk vegetatif C. Pembentukan toksin ini dikendalikan oleh plasmid.
Tetanospasmin dapat terikat secara kuat pada gangliosida neural, dan tempat
masuk yang terpenting adalah ke susunan saraf yaitu myoneural junction pada
neuron motorik alfa. Toksin ini akan masuk dan menjalar ke dalam neuron dan
tidak dapat lagi dinetralkan. Tetanospasmin dibawa melalui transpor aksonal
retograd ke neuroaksis dan mulailah toksin tersebut akan bermigrasi secara
transinaptik ke neuron lainnya, akibat dari hal tersebut sel penghambat
presinaptik pada neuroaksis mencegah pelepasan transmiter. Karena tidak ada
hambatan tersebut, maka neuron motorik yang lebih bawah akan meningkatkan
tonus otot sehingga timbul kekakuan otot. Hal ini dapat memungkinkan
timbulnya spasme otot agonis secara simultan yang merupakan ciri khas
terjadinya tetanus. Tetospasmin dapat pula memudahkan kontraksi otot spontan
pada tetanus yang berat tanpa potensial aksi pada saraf eferen (Ritarwan K,
2004).
Tetanus merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin atau racun yang diproduksi oleh
Clostridium tetani. Mycrobacterium ini berbentuk spora dan biasanya masuk ke
dalam luka yang terbuka, berkembangbiak secara anaerobik, dan akan
membentuk toksin. Kuman tetanus ini membentuk spora yang berbentuk
lonjong dengan ujung yang butat, khas seperti batang korek api (drum stick).
Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik tetapi
mati dalam autoclaf bila dipanaskan selama 15–20 menit pada suhu 121°C.
Bila tidak kena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulan–bulan
bahkan sampai tahunan. Juga dapat merupakanflora usus normal dari kuda,
sapi, babi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam dan manusia. Spora akan
berubah menjadi bentuk vegetatif dalam anaerob dan kemudian berkembang
biak. Kuman tetanus tidak invasif. tetapi kuman ini memproduksi 2 macam
eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmis merupakan
protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air labil pada panas
dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik. tetapi stabil dalam bentuk murni
dan kering. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui
beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala
berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang–kejang. Tetanolisin
menyebabkan lisis dari sel–sel darah merah (SPS Sumarmo dkk, 2008).

D. Gejala Tetanus
Masa inkubasi tetanus umumnya 3 – 21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1
hari atau hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsug disebabkan karena
jarak dari tempat masuknya kuman C. Tetani seperti dari tempat luka ke
susunan saraf pusat. Secara umum, semakin besar jarak antara tempat luka
dengan susunan saraf pusat maka masa inkubasi akan semakin lama.
Sebaliknya, semakin pendek masa inkubasi, makan akan semakin tinggi
kemungkinan terjadinya kematian (SPS Sumarmo dkk, 2008).
Karakteristik Tetanus secara umum antara lain:
a. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7
hari.
b. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya
c. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
d. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw)
karena spasmeOtot masetter.
e. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus , nuchal rigidity)
f. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
g. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan
h. Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
i. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan
sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis
(pada anak)
(Ritarwan K, 2004).
Ada empat bentuk tetanus secara klinis, yaitu:
1. Generalized tetanus (Tetanus umum)
Tetanus ini paling umum ditemukan. Derajat luka bervariasi,
mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang
terkontaminasi. Masa inkubasi sekitar 7-21 hari tergantung jarak luka
dengan susunan saraf pusat. Penyakit ini memilki pola desendens, dengan
tanda pertama berupa trismus yang diikuti dengan kekauan leher,
kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen. Gejala utama berupa
trismus yang terjadi sekitar 75% kasus, dan seringkali ditemukan oleh
dokter gigi dan dokter bedah mulut. Gambaran klinis lainnya meliputi
iritabilitas, gelisah, hiperhidrosis dan disfagia dengan hidrofobia,
hipersalivasi dan spasme otot punggung. Spasme dapat terjadi berulang
kali dan berlangsung hingga beberapa menit. Spasme dapat terjadi hingga
3-4 minggu.
2. Localized tetanus (Tetanus lokal)
Tetanus lokal pada ektrmitas dengan luka yang terkontaminasi
serta memiliki derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus
yang tidak umum dan memiliki prognosis yang baik. Spasme dapat
terjadi hingga beberapa minggu sebelum akhirnya menghilang secara
bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului derajat tetanus umum tetapi
dengan derajat yang lebih ringan yaitu sekita 1% dalam menyebabkan
kematian.
3. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)
Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi
setelah infeksi telinga tengah. Gejalanya terdiri dari disfungsi saraf
kranialis motorik (seringkali pada saraf fasialis). Gejala lain dapat berupa
gejala pada tetanus lokal hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini
memliki masa inkubasi 1 – 2 hari dan prognosis biasanya buruk.
4. Tetanus neonatorum
Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus, dan pada negara yang
belum berkembang telah menyumbang sekitar setengah kematian
neonatus. Penyebab yang sering adalah akibat dari penggunaan alat – alat
yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat ibu yang belum
diimunisasi. Masa inkubasi sekita 3 – 10 hari. Gejala pada neonatus ini
biasanya gelisah, rewel, sulit minum ASI, mulut mecucu, dan spasme
berat. Angka mortalitas dapat melebihi 70% (SPS Sumarmo dkk, 2008).

(SPS Sumarmo dkk, 2008).


E. Stadium Tetanus
Berdasarkan gejala klinisnya maka stadium klinis tetanus dibagi
menjadi stadium klinis pada anak dan stadium klinis pada orang dewasa.

 Stadium klinis pada anak. Terdiri dari :


Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trisnus (3 cm) belum ada kejang
rangsang, dan belum ada kejang spontan.
Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), kejang rangsang,
dan belum ada kejang spontan.
Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm), kejang rangsang,
dan kejang spontan.
 Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari :
Stadium 1 : trisnus
Stadium 2 : opisthotonus
Stadium 3 : kejang rangsang
Stadium 4 : kejang spontan
(Hendarwanto, 2001)

F. Penularan Tetanus di dalam Tubuh

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif yaitu Clostridium tetani


dan bakteri ini berspora. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa
tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging
atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh pendertita tersebut lalu
mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin(Adams, et al. 1997).
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka, misalnya luka
tusuk, luka robek, luka tembak, luka bakar, luka gigit, luka suntikan, infeksi
telinga, rahim sesudah persalinan atau keguguran, pemotongan tali pusat yang
tidak steril (penyebab utama Tetanus neonatarum). (Cahyono, dkk, 2010).
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada
beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :

a. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara


menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Karakteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena toksin
mengganggu fungsi dari reflex synaptic di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral genglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomic Nervous System
(NS) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti
takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urin
Kerja dari tetanospasmin analog strychnine, di mana ia mengintervensi
fungsi dari arcus reflex yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan
menginhibisi terhadap batang otak.
(Adams, et al. 1997)
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang
menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensyarafi otot
masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang
paling sensitive terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferent tidak
hanyamenimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi
agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas.
Terdapat dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu :
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik
dibawa ke kormu anterior susunan syaraf pusat.
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah
arteri kemudian masuk ke dalam susunan syaraf pusat.
(Gilroy, et al. 1994)
Toksin tetanospasmin menyebar dari saraf perifer secara ascending
bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mencapai CNS. Penjalaran
terjadi di dalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat
bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan
jaringan / system limfatik (Adam, et al. 1997).
G. Pencegahan Tetanus

Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap


serangan ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk
mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak
pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah
ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup
untuk merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat
poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang
minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk
merangsang pembentukan kekebalan).

Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini


diketahui sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin
organisme yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity
dari toksin. Ini diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum
seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya
peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan reaksi
secondary imune response pada beberapa orang yang diberikan imunisasi
dengan tetanus toksoid untuk pertama kali.
Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat
menjelaskan mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya
terjadi pada beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/
tidak terlaksana dengan baik.
Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid
merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus.
Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak
berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif ( DPT atau DT ).
(Ritarwan, 2004)
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR PUSTAKA

Adams. R.D, et al. 1997. Tetanus : Principles of Neurology, McGraw-Hill, ed


1997. 1205 – 1207.

Gilroy, John MD, et al :Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982, 229-230


Harrison: Tetanus in :Principles of lnternal Medicine, volume 2, ed. 13 th,
McGrawHill. Inc,New York, 1994, .577-579.

Cahyono, J.B. Suharyo, dkk. 2010. Vaksinasi : Cara Ampuh Cegah Penyakit
Infeksi. Yogyakarta : Kanisius

Hendarwanto. 2001. llmu Penyakit Dalam, jilid 1. Balai Penerbit FK UI: Jakarta

Rampengan, Novie H dkk. 2012.”Profil Kasus Tetanus Anak di RS Prof. Dr. R.D
Kandou Manado”.diakses tanggal 12 November 2015 pukul 19.50.

Ritarwan, Kiking. 2004.”TETANUS”. (library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-


kiking2.pdf.diakses tanggal 12 November 2015 pukul 20.04).

Sumarmo, SPS dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis: Tetanus Edisi
2. Jakarta: IDAI.

Anda mungkin juga menyukai