Anda di halaman 1dari 15

Direct Cell–Cell Interactions in the Endometrium

and in Endometrial Pathophysiology


Susanne Grund and Ruth Grümmer

1. Pendahuluan

Hubungan antar sel bertujuan untuk menjaga polaritas sel, stabilitas dan integritas. Selain itu,
juga sebagai paraseluler selektif serta transportasi antar molekul, sehingga sangat berpengaruh
dalam fisiologi jaringan, homeostasis, dan remodeling jaringan. Endometrium adalah jaringan
khusus yang mengalami perubahan fisiologis cukup besar dan memiliki plastisitas yang luar biasa
untuk membentuk dan memelihara kehamilan. Pada kehamilan, stroma endometrium mengatur
invasi trofoblas dan menyediakan pasokan darah untuk nutrisi organisme yang berkembang.
Selama proses ini, sel epitel endometrium luminal mengalami transisi epitel-ke-mesenkimal yang
dapat diamati pada sel stroma endometrium. Perubahan-perubahan tersebut terjadi sesuai stadium
perkembangan organisme. Kerusakan proses diferensiasi ini dapat menyebabkan kegagalan
implantasi dan perkembangan embrio dan mungkin terlibat dalam patogenesis endometrium.

2. Intercellular Junction

Tight junctions, adherens junctions, desmosomes and gap junctions telah diidentifikasi dan
teru.tama terletak di lateral membran dari polar sel epitel (Gambar 1). Tight junctions terletak di
bagian paling atas dari lateral membran sel. Berfungsi sebagai barrier selektif diantara sel-sel yang
berdekatan sehingga mengatur dan membatasi transportasi paraseluler antar sel (gate function).
Selain itu, juga mempertahankan plasma sel epitel didalam kompartemen apikal dan basolateral
(fence function). Sementara itu, sejumlah besar protein telah diidentifikasi dalam kompleks
fungsional ini. Protein tersebut berfungsi sebagai barrier dan fence yaitu yang terpenting adalah
dua jenis tetraspanin transmembran: claudin dan domain MARVEL protein seperti occludin.
Kedua protein tersebut membentuk inti dari tight junctions dan berhubungan dengan protein
sitoplasma termasuk ZO-1, -2, dan -3 dan MUPP1 yang menghubungkan tight junctions dengan
aktin-sitoskeleton, serta anggota kompleks junctional lainnya.
Adherens junction dan desmosom terletak tepat dibawah tight junctions dilateral membran
plasma dan berfungsi menjaga polaritas sel dan jaringan. Adhesi tersebut dimediasi oleh protein
transmembran dari cadherin. Cadherin klasik terdiri dari E-cadherin (paling banyak), neuronal N-
cadherin, VE-cadherin vaskular, serta komponen desmosomal desmogleins dan desmocollins. E-
cadherin tidak hanya berperan dalam adhesi sel, tetapi juga dalam berbagai proses seluler lainnya
dan jalur pensinyalan intraseluler untuk kontrol transkripsi gen.

Gap junctions adalah membran antar saluran sel yang menghubungkan langsung sitoplasma
sel yang berdekatan. Hal tersebut memungkinkan pertukaran ion, pembawa pesan kedua dan
metabolit kecil, dan dengan demikian memengaruhi diferensiasi dan proliferasi, serta
perkembangan jaringan, homeostasis dan morfogenesis. Saluran gap junction terdiri dari dua
saluran hemi (konekson), yang masing-masing terdiri dari enam subunit protein bernama
connexins (Cx). Koneksin dapat berinteraksi dengan komponen sitoskeletal sehingga mengatur
proses transduksi. Semua junctions memiliki peran protein transmembran khusus dalam
membentuk kontak ekstraseluler antara sel, dan tautan intraseluler ke sitoskeleton dan jalur
pensinyalan yang dapat mengatur transkripsi gen. Sehingga selain fungsi klasiknya, junctions
tersebut mungkin juga terlibat dalam proses seperti proliferasi dan diferensiasi sel dan mungkin
memiliki dampak pada fisiologi endometrium.

3. Cell Junctions dalam Siklus Endometrium Manusia

Selama siklus menstruasi, epitel dan sel stroma mengalami perubahan hormon yang diatur
dalam persiapan untuk implantasi embrio. Epitel luminal ditransformasikan dari non-reseptif
menjadi keadaan reseptif yang memungkinkan adhesi dan invasi trofoblas, sedangkan epitel
kelenjar menghasilkan komponen cairan uterus untuk kelangsungan hidup embrio awal. Selain itu,
sel-sel stroma berdiferensiasi menjadi sel pra-desidua dalam persiapan untuk invasi trofoblas. Sel
kontak terutama telah dijelaskan dalam sel epitel endometrium, menyediakan dan memelihara
polaritas sel. Selain itu, mereka mengatur permeabilitas sel epitel untuk menciptakan lingkungan
yang sesuai untuk implantasi embrio dan meregulasikan epitel luminal menjadi keadaan reseptif.

Pada tahun 1982, telah diketahui tight junction pada sel epitel luminal uterus manusia
menunjukkan penurunan kompleksitas junctional dari fase proliferasi akhir / luteal awal ke fase
luteal akhir dari siklus menstruasi. Secara paralel, jumlah desmosom berkurang selama fase ini.
Tight junctions pada epitel kelenjar fase sekretorik endometrium juga terbukti berkurang dalam
endotel mikrovaskular dari fase endometrium fase sekretori dibandingkan dengan fase proliferatif.
Claudin-1, -2, -3, -4, -5 dan -7 telah dijelaskan dalam sel epitel endometrium manusia, secara
imunohistokimia terletak di apikal pada sel epitel kelenjar, namun tidak ditemukan di endometrium
sel stroma. Selain claudin, protein transmembran tight junctional, JAM-1 ditemukan di membran
basolateral epitel luminal dan kelenjar dan juga dalam sitoplasma di epitel kelenjar endometrium
manusia fase proliferatif dan sekresi. ZO-1 menunjukkan pewarnaan pada sebagian besar bagian
apikal membran sel basolateral epitel endometrium dan juga sel endotel.

Pada adherens junction dan desmosom, terjadi perubahan lokalisasi desmoplakin 1 dan 2, dan
transmembran cadherin desmoglein 2 dari kutub apikal membran sel lateral pada fase proliferatif
menjadi terdistribusi secara merata sepanjang membran sel lateral pada fase luteal pertengahan
hingga akhir siklus menstruasi sedangkan kadar mRNA tetap konstan. Redistribusi ini terbatas
pada lapisan fungsionalis dari endometrium.Imunostaining untuk E-cadherin dan beta-catenin
mengungkapkan lokalisasi subapikal di lateral membran sel epitel kelenjar selama fase proliferasi
akhir dan luteal awal dan menghilang selama fase pertengahan hingga akhir luteal. Namun, tidak
ada perubahan signifikan dalam level mRNA sepanjang siklus.

Gap junctions pada sel epitel endometrium manusia terbukti terdiri dari Cx26 dan Cx32.
Peningkatan intensitas pewarnaan Cx26 diamati pada sel epitel uterus selama fase proliferasi,
tetapi sulit dideteksi pada fase sekretori, sedangkan Cx32, secara lemah dapat diamati di basal sel
epitel yang menurun selama fase reseptif, sedangkan penelitian lain menunjukkan peningkatan
Cx32 pada sekretori awal dan penurunan pada fase sekretori akhir. Berbeda dengan tight junctions
dan adhesion junction, gap junctions juga ditemukan di stroma sel endometrium, saluran tersebut
terdiri dari Cx43.

Berdasarkan hal tersebut, diketahui jumlah dan lokalisasi dari protein junctional yang
mengalami perubahan sepanjang siklus, terutama di kompartemen epitel akibat regulasi hormon
oleh endometrium. Perubahan ini diringkas dalam Tabel 1. Mengontrol permeabilitas epitel uterus
untuk menciptakan lingkungan optimal bagi embrio yang sedang berkembang dan mengatur
penerimaan endometrium untuk memungkinkan atau mencegah implantasi embrio merupakan
fungsi penting komponen fungsional didaerah rahim. Komponen claudin menentukan karakteristik
permeabilitas. Dengan demikian, kombinasi dan rasio berbeda claudin mungkin merupakan faktor
kunci yang mengatur implantasi embrio. Sebaliknya, hingga kini, hanya sedikit protein fungsional
pada sel stroma endometrium yang dijelaskan. Sel-sel stroma menjalani desidualisasi lengkap
hanya selama kehamilan. Disini, desidua memainkan peran penting dalam implantasi dan
perkembangan embrio. Dengan demikian, jumlah dan distribusi protein junctional dapat sangat
berubah selama proses implantasi.
4. Regulasi Hormon pada Protein Junctional Endometrium

Temuan yang dijelaskan di atas menunjukkan bahwa beberapa protein fungsional diatur
sepanjang siklus menstruasi. Pengaruh langsung stimulasi hormonal pada struktur persimpangan
ketat telah dijelaskan dalam studi fraksi beku pada tikus yang diovariektomi. Pemberian estrogen
menghasilkan pergeseran junctions apikal ke membran sel epitel lateral, sedangkan pemberian
tambahan progesteron menyebabkan ekstensi ke membran lateral. ZO-1 selalu hampir ada
disepanjang siklus dalam sel epitel uterus tikus, tetapi co-localized dengan occludin hanya selama
fase proestrous yang didominasi estrogen, sementara occludin tidak ada pada tight junctions
selama fase lain dari siklus estrus. Protein claudin-3 diregulasi oleh progesteron dalam sel epitel
uterus ovariektomi tikus dan claudin-5 diregulasi oleh estrogen dalam sel endotel endotelium
murine. Diperkirakan bahwa regulasi claudin-5 dapat berperan dalam edema uterus, akibat
ekspresi estrogen yang diinduksi faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF). Pada kultur primer
sel epitel endometrium manusia, terjadi peningkatan regulasi claudin-1, -3, -4dan -7 kandungan
oleh progesteron dan penghambatan upregulasi ini oleh estradiol. Selanjutnya, fungsi barrier dari
tight junctions menurun dibawah pengaruh progesteron, tetapi tidak estradiol,namun tidak
mempengaruhi fence function. Dari studi ini telah disimpulkan bahwa fungsi barrier mengatur
permeabilitas paracellular dapat bervariasi oleh perubahan hormon untuk memberikan lingkungan
yang memadai pembuahan yang sukses dan perkembangan awal embrio.

Regulasi hormonal pada connexins junction endometrium telah dipelajari dalam berbagai
variasi spesies. Hewan pengerat mengungkapkan pola ekspresi yang sama seperti manusia yaitu
menunjukkan Cx26 di epitel rahim dan Cx43 dalam sel stroma. Kedua ekspresi protein tersebut
diinduksi oleh estrogen dan ditekan oleh progesteron. Selain itu, Cx26 pada epitel endometrium
menunjukkan sensitivitas tinggi terhadap rasio progesteron dengan estradiol, karena Cx26 dapat
diinduksi kembali dengan meningkatkan kadar estradiol meskipun konsentrasi progesteron tinggi,
peningkatan regulasi tersebut dimediasi melalui estrogen receptor-alpha. Cx26 endometrium juga
sensitiv dengan estrogen agonis diethylstilbestrol (DES) yang kuat dan reseptor estrogen selektif
modulator seperti tamoxifen atau raloxifene, serta ke phytoestrogen genistein. Diketahui bahwa
fitoestrogen memiliki banyak efek biologis, termasuk efek menguntungkan pada osteoporosis,
pada sistem kardiovaskular dan gejala menopause, tetapi juga dapat menggeser hormon
homeostasis, sehingga menyebabkan gangguan saluran reproduksi yang parah, termasuk gangguan
kesuburan. Singkatnya, distribusi dan fungsi kompleks protein fungsional sebagian sensitif
terhadap regulasi hormonal. Hasil ini dirangkum dalam Tabel 2. Regulasi fungsional yang
mendasarinya pada endometrium manusia belum sepenuhnya dipahami, tetapi regulasi berbagai
komponen fungsional tampaknya penting untuk remodeling siklus endometrium dan selama
kehamilan.
5. Cell Junction selama Implantasi dan Desidualisasi

Selama fase luteal dari siklus menstruasi, endometrium manusia berubah menjadi keadaan
reseptif untuk memungkinkan adhesi dan invasi trofoblas. Kedua kompartemen endometrium
terlibat dalam proses ini: epitel harus memungkinkan adhesi embrio dan invasi, di sisi lain sel
stroma harus diubah menjadi sel desidua yang mengatur invasi trofoblas dan menyediakan suplai
darah plasenta untuk nutrisi embrio. Pada manusia, distribusi dan fungsi berbagai protein
junctional tidak sepenuhnya dipahami, interaksi awal embro-maternal tidak dapat diselidiki pada
manusia, namun banyak penelitian telah dilakukan di berbagai spesies hewan, kebanyakan dari
mereka dalam model tikus.

5.1. Perubahan Epitel Junctions selama Implantasi Embrio

Pada hewan pengerat, blastokista mencapai lumen uterus pada 4,5 dpc (mouse) dan 5 dpc (rat).
Degradasi epitel luminal dan invasi trofoblas diamati pada 5,5 dpc (mouse) atau 6 dpc (tikus) dan
seterusnya. Studi fraksi beku mengungkapkan bahwa untaian tiht junctions berkembang selama
fase praimplantasi kehamilan pada membran lateral sel epitel uterus pada tikus hamil dan pada
kelinci pseudopregnant. Pada tikus, ZO-1 terlokalisasi di sepanjang daerah apikal membran plasma
lateral sel epitel uterus dari hari 1-6 pc. Pada tahap kehamilan, protein claudin-1 diko-lokasikan
dengan ZO-1 di apikal membran plasma lateral dan menunjukkan peningkatan yang kuat pada hari
ke 6 pc.

Telah dibahas bahwa okludin dalam epitel luminal uterus dapat berinteraksi dengan claudin
untuk membentuk koneksi tight junction yang mengontrol volume dan komposisi cairan luminal
uterus pada saat implantasi untuk memfasilitasi implantasi embrio. Desmosom, hemidesmosom,
dan persimpangan adherens digambarkan menurun pada periode praimplantasi, hal tersebut
mungkin untuk memfasilitasi invasi trofoblas melalui epitel barrier. Namun, ketika E-cadherin
kondisional tersingkir di dalam rahim, terjadi kegagalan implantasi akibat gangguan adhesi
blastosis pada epitel luminal. Mirip dengan situasi pada manusia, komunikasi intersellular gap
junction ditekan dalam epitel uterus tikus selama fase reseptif. Namun, sebelum implantasi, Cx26
diinduksi terbatas secara lokal pada epitel luminal dari ruang implantasi. Hal tersebut karena
adanya efek lokal blastokista melalui jalur reseptor-independen estrogen dan juga dapat diinduksi
oleh stimulus mekanis pada endometrium reseptif hormonal yang prima.

Telah diusulkan bahwa ekspresi terbatas Cx26 pada epitel ruang implantasi mengatur kematian
sel saat proses implantasi pada tikus. Implantasi embrio terganggu oleh injeksi non-spesifik gap
junction channel blocker, karena senyawa ini tidak hanya memblock epitel tetapi juga saluran gap
junction stromal. Dari semua komponen junction, diketahui bahwa tight junction adalah satu-
satunya kompleks fungsional yang dipertahankan selama implantasi. Koneksi yang ketat dari sel-
sel epitel dapat mempertahankan lingkungan optimal mikrouterin untuk blastokista yang sedang
berkembang selama fase sensitif implantasi. Sebaliknya, komponen adhesi dan gap junctions
berkurang selama praimplantasi.

5.2 Perubahan Stromal Junction selama Desidualisasi

Selama persiapan implantasi embrio, epitel uterus tidak hanya harus dalam keadaan reseptif
untuk memungkinkan adhesi dan invasi trofoblas, tetapi sel stroma endometrium juga menjalani
proses diferensiasi yang kompleks. Terjadi transformasi menjadi sel desidua, yang mengatur invasi
trofoblas, dapat terlibat dalam pemilihan embrio yang kompeten, mendukung angiogenesis untuk
membangun jaringan pembuluh darah yang luas untuk suplai darah plasenta dan perkembangan
embrio. Dengan demikian, proses desidualisasi yang memadai sangat diperlukan untuk
keberhasilan implantasi dan perkembangan embrio. Selama proses ini, sel-sel stroma endometrium
mengalami perubahan fenotipik mengingatkan transisi mesenchymal-epitel yang mengarah ke sel
epiteloid, disertai dengan perubahan ekspresi dan lokalisasi banyak protein sel kontak. Pada sel
pra-desidua endometrium fase luteal manusia, hingga kini hanya ada protein gap junction Cx43
yang telah dijelaskan, sementara tidak ada pengetahuan tentang protein fungsional lainnya disel
desidua manusia selama tahap awal kehamilan. Ketika decidualisasi endometrium manusia, sel
stroma in vitro, menunjukkan ekspresi awal protein epitel, termasuk beta-catenin, E-cadherin dan
ZO-1, yang didistribusikan kembali ke sel-sel stroma desidualisasi dan mendukung transisi
mesenchymal-epitel.

Untuk menentukan komponen blastokista mana yang diperlukan untuk menginduksi ekspresi
protein tight junctions dalam desidua, Wang dan rekannya memeriksa ekspresi berbagai protein
kompleks tight junction dengan adanya blastokista normal, vesikula trofoblas atau massa sel
bagian dalam. Dari temuan ini,para penulis menyimpulkan bahwa trofektoderm tampaknya
menjadi stimulus untuk pembentukan barrier yang mengelilingi embrio. Selain induksi protein
junctional ini, sel desidua juga terhubung secara luas oleh gap junction. Pada manusia, babon dan
endometrium hewan pengerat, Cx43 adalah gap junction yang paling dominan diekspresikan di
kompartemen stroma. Pada tikus, stroma Cx43 ditekan selama fase reseptif dan meningkat selama
desidualisasi dimulai pada desidua primerzona dan kemudian menyebar ke seluruh ruang
implantasi dengan desidualisasi berkelanjutan Kehadiran Cx43 didesidua juga penting untuk
transformasi sel stroma menjadi desidua kompak untuk pembentukan pembuluh darah ibu baru
yang bertugas membentuk dan melihara kehamilan. Hal tersebut terbukti pada tikus yang
memperlihatkan kondisi penghapusan Cx43 dalam sel stroma endometrium mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan embrio dan keguguran dini. Ekspresi berlebih dariCx43 dalam sel
stroma endometrium manusia menyebabkan peningkatan penanda untuk mesenkim-epiteltransisi
serta VEGF dan ZO-1.

Merangkum temuan ini, ada banyak induksi protein protein fungsional selama desidualisasi
yang membangun barrier selektif terhadap embrio. Protein-protein ini memainkan peran penting
dalam pensinyalan parakrin dalam desidua dan mendukung angiogenesis dalam kompartemen ibu
sebagai prasyarat untuk nutrisi embrio yang sedang tumbuh. Signifikansi klinis dari pengamatan
ini didukung oleh temuan bahwa kadar Cx43 yang berkurang pada desidua wanita dengan abortus
berulang, serta obat anti-malaria mefloquine, yang memblokir gap junctions Cx43, dikaitkan
dengan peningkatan risiko aborsi spontan. Gangguan desidualisasi semakin dikaitkan dengan
kondisi patofisiologis yang terkait dengan penurunan fekunditas dan komplikasi kehamilan seperti
endometriosis, sindrom ovarium polikistik, keguguran berulang, pre-eklampsia, dan kelahiran
prematur.

Kesimpulannya, terdapat regulasi temporal dan spasial yang tepat dari berbagai protein
fungsional di kompartemen endometrium, serta stroma selama proses implantasi (dirangkum
dalam Tabel 3). Meskipun peran pasti protein ini belum diuraikan secara detail, peraturannya yang
tepat mengasumsikan peran yang cukup besar dalam fungsi endometrium, dan adanya gangguan
pola-pola ini, terbukti menyebabkan gangguan pada proses implantasi atau perkembangan plasenta
dan janin.

6. Interaksi Antar Sel dalam Patofisiologi Endometrium

6.1. Endometriosis

Endometriosis ditandai oleh jaringan endometriotik yang tumbuh di luar rongga rahim,
mempengaruhi 10–15% wanita usia reproduksi dan bahkan hingga 50% wanita mencari
pengobatan infertilitas. Meskipun merupakan penyakit endometrium jinak, namun memiliki gejala
klinis berat berupa sakit perut dan subfertilitas. Salah satu penyebabnya dapat berasal dari
diferensiasi sel endometrium yang tidak tepat saat adhesi dan invasi jaringan endometriotik. Studi
morfometrik menunjukkan bahwa tight junctions hilang atau terganggu pada endometrioma
dibandingkan dengan eutopik endometrium. Dalam studi yang lebih baru, analisis microarray
mengungkapkan peningkatan transkrip JAM-B dan JAM-C dan claudin-1, -5 dan -11 dan down
regulation ZO-3, occludin dan claudin-3, -4 dan -7 pada lesi endometriotik peritoneal
dibandingkan dengan eutopik.

Salah satu ciri transisi epitel ke mesenkimal adalah hilangnya ekspresi fungsional E-cadherin
dalam sel epitel. Sel epitel E-cadherin-negatif meningkat pada endometriosis peritoneum
dibandingkan dengan endometrium eutopik secara in vitro. Dengan demikian, hilangnya ekspresi
E-cadherin dapat merupakan mekanisme penting dalam patogenesis endometriosis dengan
meningkatkan invasif sel endometriotik. Selain itu, diferensiasi jaringan endometrium yang tidak
tepat pada pasien endometriosis berkorelasi dengan ekspresi menyimpang dari gap junction
connexins. Dalam endometrium eutopik wanita dengan endometriosis telah mengalami penurunan
Cx43 yang signifikan, yang berkorelasi dengan penurunan coupling sel-sel fisiologis. Berbanding
lurus dengan penurunan ekspresi Cx43 dan penggabungan sel, desidualisasi in vitro mengalami
gangguan desidualisasi dalam patogenesis endometriosis. Secara keseluruhan, perubahan yang
dijelaskan di atas dalam interaksi antar sel dapat berkontribusi untuk perubahan dalam program
diferensiasi baik kompartemen epitel dan stroma dari endometrium. Perubahan-perubahan ini
diringkas dalam Tabel 4.
6.2. Karsinoma Endometrium

Karsinoma endometrium adalah salah satu keganasan ginekologis yang paling sering
didiagnosis. Berdasarkan kriteria klinis dan histopatologis, diklasifikasikan dalam dua subtipe.
Endometrioid adenokarsinoma (Tipe I), yang menyumbang sekitar 80% kasus, merupakan low-
grade, estrogen-dependen dan biasanya berhubungan dengan hiperplasia endometrium yang
kompleks dan atipikal, sedangkan tipe II yaitu karsinoma endometrium termasuk tipe serosa
papiler dan clear cell dan lebih agresif serta estrogen-independen. Untuk patogenesis umum dan
perkembangan kanker, telah dijelaskan bahwa perubahan pada kontak sel-sel memainkan peran
penting.
Gangguan morfologis tight junction diamati pada endometrium adenokarsinoma, tetapi tidak
pada endometrium hiperplastik atipikal. Pada endometrium adenokarsinoma claudin-3 dan -4,
mRNA dan protein meningkat dengan gambaran klinis dari jaringan, berkembang dari yang
sederhana menjadi kompleks dan dari hiperplasia atipikal menjadi endometrioid karsinoma.
Peningkatan regulasi signifikan dari claudin-3, -4 dan -7 dibandingkan dengan sel endometrium
normal juga telah ditemukan dalam kultur primer sel-sel tumor papiler serosa uterus, jenis yang
paling agresif dari karsinoma endometrium tipe II estrogen-independen. Sebaliknya, claudin-5
secara signifikan menurun pada sel tumor ini. Keberadaan subtipe claudin yang berbeda mungkin
tergantung pada berbagai jenis kanker endometrium. Dengan mengevaluasi skor imunohistokimia,
claudin-1 yang rendahdan kandungan protein claudin-2 yang tinggi ditemukan pada hiperplasia
dan adenokarsinoma endometrioid (tipe I), sedangkan pada adenokarsinoma seropapiler (tipe II),
kadar claudin-1 tinggi dan claudin-2 rendah. Claudin-4 memiliki afinitas yang lebih rendah dan
claudin-3 bertindak sebagai reseptor epitel untuk Clostridium perfringens enterotoxin (CPE),
mungkin merupakan target yang cocok untuk obat anti kanker ini yang mungkin juga efektif pada
sel-sel tumor refrakter terhadap kemoterapi. Hal tersebut didukung oleh temuan bahwa
sitotoksisitas CPE meningkat pada sel adenokarsinoma endometrium setelah peningkatan claudin-
3 dan-4.

Berkenaan dengan kontak adhesi, peran dua molekul adhesi E-cadherin dan beta-catenin dalam
karsinogenesis karsinoma endometrium telah dipelajari secara luas, dan berkaitan sebagai penanda
prognostik. Ekspresi E-cadherin yang rendah berkorelasi dengan peningkatan agresivitas,
diferensiasi yang buruk, dan invasi miometrium pada karsinoma. E-cadherin ditemukan lebih
sering dan secara jelas diekspresikan pada adenokarsinoma endometrioid dibandingkan pada
tumor serabut papiler atau clear cell. Tingkat E-cadherin yang tinggi telah dikaitkan dengan
penurunan mortalitas, perkembangan penyakit, dan kekambuhan penyakit sehingga dikaitkan
dengan prognosis yang lebih baik. Namun, korelasi antara faktor patologiklinik dengan skor atau
intensitas pewarnaan imunohistokimia E-cadherin dari karsinoma endometrium tidak dapat
dikonfirmasi dalam penelitian lain.

Sebanding dengan beta-catenin, tingkat penurunan ekspresi berkaitan dengan peningkatan


Grade karsinoma endometrium. Selain itu, mutasi gen-catenin (CTNNB1) menyebabkan
penurunan adhesi sel-sel dan telah dilaporkan pada sekitar 15% dari karsinoma endometrioid.
Selain peran tight dan adherens junctions yang dijelaskan di atas, terdapat bukti bahwa gangguan
komunikasi fungsional gap atau ekspresi menyimpang dari connexin merupakan salah satu
langkah penting dalam karsinogenesis. Pada hiperplasia endometrium dan karsinoma, jumlah
Cx26 dan Cx32 dalam epitel uterus sama dengan jumlah Cx43 dalam sel stroma endometrium,
sehingga terjadi kesenjangan komunikasi fungsional, berkurang dan/atau dilokalisasi secara
menyimpang. Studi-studi ini menunjukkan bahwa selama karsinogenesis endometrium, hilangnya
junction intersellular dapat terjadi pada tahap yang relatif awal.

Korelasi antara ekspresi coneksin yang berkurang dan perkembangan kanker didukung oleh
pengamatan bahwa aktivasi reseptor-alfa estrogen oleh estrogen merupakan faktor etiologi primer
yang terkait dengan pengembangan hiperplasia endometrium dan adenokarsinoma. Protein
fungsional yang diatur dalam karsinogenesis endometrium dirangkum dalam Tabel 5.

Kesimpulannya, protein kontak sel-sel yang berbeda dapat menunjukkan efek yang cukup
besar pada patogenesis kanker endometrium. Hal tersebut mungkin berkaitan dengan jalur
pensinyalan yang terlibat dalam patogenesis dan perkembangan kanker endometrium, sehingga
dapat mewakili alat yang menjanjikan untuk pendekatan diagnostik dan terapeutik dalam
pengobatan kanker.
7. Kesimpulan

Cell junctions sangat spesifik dan diatur secara tepat selama perubahan fisiologis endometrium
serta kondisi patologis. Fungsi spesifik pada interaksi sel seperti dapat mengatur jalur pensinyalan,
sehingga mempengaruhi ekspresi gen dikompartemen yang berbeda dari jaringan endometrium.
Interaksi yang erat dari komponen-komponen cell junctions yang berbeda mungkin juga
memainkan peran penting dalam berbagai kondisi fisiologis endometrium. Ekspresi yang memadai
dari protein junctional yang berbeda pada endometrium sangat diperlukan, karena cacat genetik
dan disregulasi interaksi ini dapat menyebabkan berbagai penyakit, dan mungkin merusak reaksi
implantasi dan perkembangan embrional atau plasenta yang menghasilkan fenomena seperti
preeklampsia atau pembatasan pertumbuhan janin.

Anda mungkin juga menyukai