Anda di halaman 1dari 21

BONUS DEMOGRAFI

MAKALAH

OLEH:
KELOMPOK 3
Aniz Zakina (716.6.2.0716)
Desy Tri Susanti (716.6.2.0721)
Febri Liana Sari (716.6.2.0720)
Fakhirul Athfal (716.6.2.0732)
Rizqie Amalia (716.6.2.0738)
Ananda Desta Liya Utami (716.6.2.0740)
Ach. Rifqi Alfaris (716.6.2.0744)
Aldi Dwi Prawira (716.6.2.0748)
Rosmawati Syah (716.6.2.0759)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Taala dengan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Solawat
dan salam semoga tetap tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Sallallahu
Alaihi Wassalam, para sahabat, keluarga, dan umatnya hingga akhir zaman. Beliau
sebagai suri teladan sepanjang masa yang telah membawa ajaran kebenaran yaitu
Islam. Berkat kuasa dan kehendak Allah Subhanahu WaTaala, kami dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul “BONUS DEMOGRAFI”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen fasilitator mata kuliah
Keperawatan Gerontik yaitu bapak Mujib Hannan, S.KM.,S.Kep.,Ns.,M.Kes yang
turut membantu pembuatan makalah ini. Penyusunan makalah ini juga dapat
terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu tim penulis
mengucapkan terimakasih.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan,
sehingga dengan segala kerendahan hati kami menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk kemajuan kinerja kami yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan informasi yang
bermanfaat bagi semua pihak.

Sumenep, 2 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
C. Tujuan .............................................................................................. 3
D. Manfaat ............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bonus Demografi ............................................................................. 4
B. Kebijakan Pembangunan Kesehatan ................................................ 5
C. Faktor – faktor Yang Berpengaruh Kepada Kesehatan Lansia ........ 7
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bonus demografi secara umum menggambarkan perubahan komposisi
penduduk menurut umur sebagai akibat dari penurunan angka fertilitas dan
peningkatan angka harapan hidup atau penurunan angka kematian serta arus
migrasi. Perubahan tersebut ditandai dengan penurunan jumlah penduduk usia
0-14 tahun, sebagai akibat penurunan fertilitas, dan peningkatan jumlah
penduduk lanjut usia (lansia). Pada waktu yang bersamaan penduduk usia
produktif mengalami peningkatan. Perubahan komposisi tersebut
mengakibatkan menurunan angka ketergantungan sehingga pada titik tertentu
mencapai angka terendah Pada saat angka ketergantungan mencapai titik
terendah, maka pada saat tersebut muncul “windows of opportunity”, atau
jendela kesempatan. Bonus demografi ini berakhir ketika jumlah penduduk
lansia semakin meningkat sehingga rasio ketergantungan kembali meningkat.
Berakhirnya bonus demografi akan memberikan tekanan baru pada suatu
negara (Ross, 2004) berupa pemanfaatnnya untuk memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya bagi pembangunan.
Bonus demografi pada sebuah negara dapat menjadi berkah ataupun
bencana. Hal ini dikarenakan bonus demografi memiliki sisi positif dan
negatif. Bonus demografi apabila dapat dimanfaatkan dengan optimal akan
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang baik. Kegagalan pemerintah dalam
memanfaatkan kesempatan ini akan membawa beban yang memberatkan
negara di masa yang akan datang.
Bonus demografi terjadi sewaktu transisi demografi terjadi, jumlah
penduduk usia produktif yang meningkat mmengakibatkan banyaknya
masyarakat yang memberikan efek pembanguanan dibandingkan beban
kepada perekonomian suatu negara. Bonus demografi perlu didukung oleh
beberapa aspek lain untuk memberikan efek maksimal. Bonus demografi
berasumsi sebagian besar atau seluruh tenaga kerja medapatkan kesempatan
kerja sehingga terjadi full employment. Hal ini perlu didukung oleh

1
2

pemerintah dan faktor utama dalam mendukung bonus demografi adalah


kebijakan pemerintah terkait bidang kesehatan, ekonomi dan pembangunan
manusia (Lee & Mason, 2007; Ross, 2004).
Peningkatan jumlah lansia menjadi salah satu titik perhatian penting.
Ada dua isu yang terkait dengan hal ini, yaitu bagaimana menciptakan lansia
yang produktif dan bagaimana menyusun suatu sistem jaminan sosial lansia
yang mampu memfasilitasi perawatan lansia. Jika pada tahap pertama bonus
demografi, yaitu peningkatan jumlah penduduk usia produktif, dapat
dimanfaatkan secara baik, maka persoalan lansia akan berkurang.
Proyeksi penduduk Indonesia tahun 2010 hingga 2035 menunjukkan
rasio ketergantungan akan terus mengalami penurunan (BPS-Statistics, 2013).
Hal ini membuka kesempatan Indonesia untuk memanfaatkan peluang bonus
demografi. peluang ini dapat berlangsung selama beberapa puluh tahun.
Bonus demografi memiliki asumsi bahwa angka pengangguran relatif kecil
sehingga penduduk usia produktif bisa menghasilkan untuk menggerakkan
roda perekonomian. Nilai rasio ketergantungan seluruh perovinsi di Indonesia
tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut.

Gambar 1.1. Nilai Rasio Ketergantungan Seluruh Provinsi


di Indonesia Tahun 2010
Sumber : (BPS-Statistics, 2013)
3

Hasil proyeksi penduduk menunjukkan bahwa peningkatan rasio


ketergantungan yang paling awal terjadi di beberapa provinsi, yaitu Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY), Jakarta, Bali, NTT, untuk Sulawesi dan Riau. Hal
ini perlu dikaji terkait kenaikan rasio ketergantungan karena akan membawa
implikasi yang penting bagi pembangunan daerah. Di pihak lain, pada tahun
2010 beberapa daerah yang masih memiliki rasio ketergantungan di atas 50 %.
Hanya Jakarta yang memiliki nilai di bawah 40%. Perbedaan ini memberikan
implikasi tersendiri terhadap bonus demografi di Indonesia.
Dinamika pendduduk yang bervariasi di Indonesia akan membawa
konsekuensi terhadap perubahan komposisi penduduk menurut umur yang
juga bervariasi. Hal inilah yang menyebabkan proses terjadinya bonus
demografi dan terjadinya jendela kesempatan (windows of opportunity) juga
bervariasi. Variasi ini pada akhirnya juga akan memiliki implikasi yang
berbeda.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu bonus demografi ?
2. Bagaimana kebijakan pembangunan kesehatan ?
3. Apa faktor-faktor yang berpengaruh kepada kesehatan lansia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bonus demografi;
2. Untuk mengetahui kebijakan pembangunan kesehatan;
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh kepada kesehatan
lansia.
D. Manfaat
Dapat memahami konsep bonus demografi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bonus Demografi
Bonus demografi adalah kondisi dimana jumlah penduduk usia
produktif (15-64 tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan usia non produktif
(usia muda dan usia tua). Kondisi ini membuat angka ketergantungan di
Indonesia sangat kecil berkisar 43-44 per 100 orang penduduk. Masa ini
diperkirakan akan terjadi pada tahun 2030-3045 mendatang, walaupun
demikian saat ini indonesia tengan mengalami dan merasakan kondisi bonus
demografi tersebut. Bonus demografi terjadi karena adanya tingkat kelahiran
yang tinggi pada tahun 1960-1970 sehingga menyebabkan banyaknya jumlah
penduduk usia produktif. Sebagian besar penduduk yang termasuk dalam
bonus demografi disebut para milenial, yaitu generasi yang melek teknologi
(Aramansyah, 2019).
Pada tahun 2020 jumlah lansia diindonesia diproyeksikan sebesar
7,28% dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34% (BPS,1992). Bahkan data
Biro Sensus Amerika Serikat memperkirakan indonesia akan mengalami
pertambahan warga lanjut usia terbesar di seluruh dunia pada tahun 1990-
2025, yaitu sebesar 414% (Kinsella dan Taeuber,1993).
Menurut Dinas Kependudukan Amerika Serikat (1999), jumlah
populasi lansia berusia 60 tahun atau lebih diperkrakan hampir mencapai
600juta orang dan diproyeksikan menjadi 2 milyar pada tahun 2050, pada saat
itu lansia akan melebihi jumlah populasi anak (0 – 14 tahun).
Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat statistik menggambarkan bahwa
antara tahun 2005 sampai 2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah anak
balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk.
Seiring berkembangnya Indonesia sebagai selah satu negara dengan
tingkat perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula harapan
hidup penduduknya. Diproyeksikan harapan hidup orang indonesia dapat
mencapai 70 tahun pada tahun 2000. Perlahan tapi pasti masalah lansia mulai
mendapatkan perhatian pemerintah dan masyarakat. Hal ini merupakan
konsekuensi logis terhadap berhasilnya pembangunan, yaitu bertambahnya

4
5

usia harapan hidup sebagai akibat yang telah dicapai dalam pembangunan
selama ini, maka mereka yang memiliki pengalaman, keahlian, dan kearifan
perlu diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan. Kesejahteraan
penduduk usia lanjut yang karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak
memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu
mendapat perhatian khusus pemerintah dan masyarakat (GBHN,1993).
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah, para
profesional kesehatan, serta bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat
untuk mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas)
lansia. Pelayanan kesehatan, sosial, ketenaga kerjaan, dan lain – lainnya telah
dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu ditingkat individu lansia, kelompok
lansia, keluarga, Panti Sosial, Tresna Wreda (PSTW), Sasana Tresna Wreda
(STW), Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Dasar (primer), Sarana
Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (sekunder), Sarana Pelyanan
Kesehatan Tingkat Lanjutan (tersier) untuk mengatasi permasalahan terjadi
pada lansia.
Perancangan Hari Lanjut Usia Nasional (HALUN) pada tanggal 29
Mei 1996 di Semarang oleh Presiden Soeharto merupakan bukti dan
penghargaan pemerintah dan masyarakat terhadap lansia.
Pada sebuah provinsi di Cina disebutkan terdapat populasi lansia yang
sebagian besar berusia lebih dari 100 tahun masih hidup dan masih sehat dan
sedikit sekali prevalensi kepikunannya. Menurut mereka, rahasianya adalah
menghindari makanan modern, banyak mengonsumsi sayur dan buah, aktifitas
fisik yang tinggi, sosialisasi dengan warga lainnya, serta hidup ditempat yang
sangat bersih dan jauh dari populasi udara.
Hal ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk dapat
mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lansia agar tidak menjadi
beban bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat.
B. Kebijakan Pembagunan Kesehatan
Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 merupakan landasan
hukum kegiatan di bidang kesehatan. Dalam undang-undang tersebut
tercantum bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan
6

kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Undang-


Undang tersebut menekankan desentralisasi pertanggung jawab operasional
dan kewenangan daerah sebagai syarat untuk keberhasilan dan kelangsungan
pembangunan.
Pada tahun 2010 Menteri Kesehatan mengenalkan Rencana
Pembanguana Kesehatan Menuju Indonesia Sehat, yang menggaris bawahi
tujuan berikut : (a) memprakarsai pembangunan nasional berorientasi pada
kesehatan; (b) menjaga kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat seiring
dengan peningkatan lingkungan; (c) menjaga kualitas, keseimbangan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan; dan (d) mempromosikan kerpercayaan
masyarakat untuk mencapai kesehatan yang baik.
Berdasarkan Perpres No 2 tahun 2015 tentang Kebijakan Perencanaan
Pembangnan Kesehatan, mengeluarkan kebijakan yaitu Rencaca
Pembanganan Jangka Menengah Nasional 2015 – 2019 dari segi kesehatan
rinciannya sebagai berikut :
1. Akselerasi pemenuhan akses pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja, dan
lanjut usia yang berkualitas;
2. Mempercepat perbaikan gizi masyarakat;
3. Meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan;
4. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas;
5. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas;
6. Meningkatkan kertersediaan, keterjangkauan, pemerataan dan kualitas
farmasi dan alat kesehatan;
7. Meningkatkan pengawasan obat dan makanan;
8. Meningkatkan ketersediaan, persebaran dan mutu sumber daya manusia
kesehatan;
9. Meningkatkan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;
10. Menguatkan manajemen, penelitian pengembangan dan sistem informasi;
11. Memantapkan pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional bidang
kesehatan;
12. Mengembangkan dan meningkatkan efektifitas pembiyaan kesehatan.
7

Dalam menyongsong bonus demografi yang menjadi ruang bagi


kelompok usia produktif untuk produktif dengan kehidupan berkualitas
melalui bidang kesehatan adalah dengan melaksanakan pembanggunan
kesehatan yang lebih terarah, efisien, merata dan berkesinambungan. Hal ini
tentu menjadi prioritas karena pembangunan kesehatan yang berkualitas akan
mendorong dan menjaga derajat kesehatan berbagai lapisan masyarakat.
C. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Kepada Kesehatan Lansia
1. Kesehatan Fisik Pada Lansia
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Keadaan
fisik merupakan faktor utama menurut kegelisahan manusia. Kekuatan
fisik,pancaindera, potensi & kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-
tahap eksklusif ( Prasetyo,1998).
Dengan demikian orang lanjut usia wajib beradaptasi balik dengan ketidak
berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai menggunakan beberapa agresi
penyakit seperti gangguan dalam sirkulasi darah, persendian,sistem pernafasan,
neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yg sering terjadi
adalah gampang letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran
kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sinkron dengan
pendapat Joseph J. Gallo (1998) berkata buat menkaji fisik pada orang lanjut usia
harus dipertimbangkan keberadaannya misalnya menurunnya telinga,
penglihatan, gerakan yg terbatas, dan waktu respon yang lamban.
2. Kesehatan Psikis Pada Lansia
Dengan menurunnya berbagai kondisi pada diri orang lanjut usia secara otomatis
akan ada kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab menurunnya
kesehatan psikis adalah menurunnya pendengaran. Dengan menurunnya fungsi
dan kemampuan telinga bagi orang lanjut usia maka poly menurut mereka yang
gagal pada menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan
perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.
3. Faktor Ekonomi Pada Lansia
Pada umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang
produktif lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia bisa digolongkan menjadi 3
(tiga) yaitu golongan mantap, kurang mantap & rawan (Trimarjono, 1997).
Golongan mantap merupakan para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat
menikmati kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif, sebagai
akibatnya pada usia lanjut bisa berdikari dan nir tergantung dalam pihak lain.
8

Pada golongan kurang mantap lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan
yg tinggi, namun sempat mengadakan investasi dalam anak-anaknya, contohnya
mengantar anak-anaknya ke jenjang pendidikan tinggi, sehingga kelak akan
dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia yang
tidak mampu menaruh bekal yang cukup kepada anaknya sehingga ketika purna
tugas tiba akan mendatangkan kecemasan lantaran terancam kesejahteraan
Pemenuhan kebutuhan ekonomi bisa dicermati dari pendapatan lanjut usia &
kesempatan kerja.
4. Faktor Pendapatan Lansia
Pendapatan orang lanjut usia asal menurut banyak sekali asal. Bagi lanjut usia yg
sampai ketika ini bekerja menerima penghasilan dari honor atau upah. Selain itu
sumber keuangan yang lain merupakan keuntungan, bisnis, sewa, investasi,
sokongan menurut pemerintah atau swasta, atau dari anak, kawan dan famili
(Kartari, 1993 ; Yulmardi, 1995). Upah/gaji sebagai imbalan menurut hasil kerja
para lanjut usia tidaklah tinggi.
5. Faktor Kesempatan Kerja Bagi Lansia
Bekerja adalah suatu aktivitas jasmani atau rohani yang membentuk sesuatu
(Sumarjo, 1997).Bekerja seringkali dikaitkan menggunakan penghasilan &
penghasilan seringkali dikaitkan dengan kebutuhan manusia. Untuk itu agar bisa
permanen hidup insan wajib bekerja. Dengan bekerja orang akan bisa member
makan dirinya dan keluarganya, bisa membeli sesuatu, bisa memenuhi
kebutuhannya yang lain Saat ini ternyata diantara lanjut usia banyak yg nir
bekerja. Tingkat pengangguran lanjut usia nisbi tinggi pada daerah perkotaan,
yaitu dua,2%. Dengan makin sempitnya kesempatan kerja maka kecenderungan
pengangguran lanjut usia akan semakin poly . Partisipasi angkatan kerja makin
tinggi pada perdesaan daripada pada kota. Lanjut usia yg masih bekerja sebagian
akbar terserap pada bidang pertanian. Di perkotaan lebih banyak yang bekerja di
sektor perdagangan yaitu 38,4% sedangkan yg bekerja disektor pertanian 27,0% ,
sisanya berada disektor jasa 17,3%, industri 9,tiga% angkutan
tiga,tiga%,bangunan 2,8% dan sector lainnya relatif mini 1%.Seringkali mereka
menemukan fenomena bahwa sangat sedikit kesempatan kerja yg tersedia bagi
mereka, walaupun mereka ingin bekerja dan mampu untuk melakukan pekerjaan
tadi, lantaran pendidikan yg dimiliki lanjut usia nir lagi terarah pada pasar tenaga
kerja nir dimasukkan pada kebijakan –kebijakan pendidikan yg berkelanjutan.
Pembinaan ketrampilan & pembinaan yg dilakukan terus-menerus hanya berlaku
9

bagi orang-orang muda . Hal inilah yang menyebabkan sulitnya lanjut usia
bersaing di pasaran kerja, sehingga banyak orang lanjut usia yg tidak bekerja
meskipun tenaganya masih bertenaga & mereka masih berkeinginan buat bekerja.
6. Faktor Hubungan Sosial Pada Lansia
Faktor hubungan sosial meliputi interaksi sosial antara orang lanjut usia dengan
keluarga, teman sebaya/ usia lebih muda, & rakyat. Dalam interaksi ini dikaji
berbagai bentuk aktivitas yang diikuti lanjut usia pada kehidupan sehari-hari.
7. Faktor Sosialisasi Pada Masa Lansia
Sosialisasi lanjut usia mengalami kemunduran selesainya terjadinya pemutusan
hubungan kerja atau tibanya saat purna tugas. Teman-teman sekerja yg umumnya
sebagai curahan segala perkara telah nir dapat dijumpai setiap hari.Lebih-lebih
lagi saat sahabat sebaya/sekampung sudah lebih dahulu meninggalkannya.
Sosialisasi yang dapat dilakukan merupakan dengan famili & masyarakat yang
relatif berusia muda. Pada umumnya hubungan sosial yg dilakukan para lanjut
usia merupakan lantaran mereka mengacu dalam teori pertukaran sosial. Dalam
teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia umumnya dari menurut
interaksi sosial.
Hubungan ini mendatangkan kepuasan yg timbul dari konduite orang
lain.Pekerjaan yang dilakukan seorang diripun bisa menimbulkan kebahagiaan
misalnya halnya membaca buku, menciptakan karya seni, & sebagainya, lantaran
pengalaman-pengalaman tersebut dapat dikomunikasikan menggunakan orang
lain.
8. Faktor Tradisi di Indonesia Bagi Lansia
Di Indonesia umumnya memasuki usia lanjut ini perlu dirisaukan. Mereka relatif
kondusif karena anak atau saudara-saudara yang lainnya masih adalah agunan
yg baik bagi orang tuanya. Anak berkewajiban menyantuni orang tua yang sudah
nir bisa mengurus dirinya sendiri. Nilai ini masih berlaku, memang anak harus
memberikan kasih sayangnya kepada orang tua sebagaimana mereka dapatkan
waktu mereka masih mini .. Para usia lanjut mempunyai peranan yg menonjol
sebagai seorang yg “dituakan”, bijak & berpengalaman, pembuat keputusan , dan
kaya pengetahuan. Mereka tak jarang berperan menjadi contoh bagi generasi
belia, walaupun sebetulnya poly diantara mereka nir mempunyai pendidikan
formal Pengalaman hidup lanjut usia merupakan pewaris nilai-nilai sosal budaya
sehingga dapat menjadi panutan bagi transedental kehidupan bermasyarakat dan
berbudaya. Walaupun sangat sulit buat mengukur berapa akbar produktivitas
10

budaya yg dimiliki orang lanjut usia, tetapi produktivitas tersebut dapat dirasakan
keuntungannya oleh para generasi penerus mereka (Yasa,1999). Salah satu
produktivitas budaya yang dimiliki lanjut usia sikap suka memberi.
BAB III
PEMBAHASAN

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat penduduk usia


lanjut sangat besar dibandingkan usia produktif. Dimana penduduk lansia
memiliki rasio ketergantungan dibawah 50% per 100 usia produktif. Tetapi bonus
demografi disini sudah berjalan dari tahun 2012, namun jumlah penduduk lansia
meningkat diperkirakan akan terjadi pada tahun 2928 – 2031. Semakin meningkat
penduduk lansia maka semakin meningkat lansia sehat, tanguh dan produktif.
Tetapi lansia dapat produktif tergantung dari kebijakan – kebijakan kesehatan
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan lansia dari segi pelayanan
kesehatannya baik di rumah sakit maupun di puskesmas.
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat perkembangan yang
cukup baik, sehingga memiliki peluang harapan hidup penduduk lansia semakin
meningkat. Lansia memiliki faktor yang dapat memengaruhi kesehatannya baik
dari fisik, mental/psikis maupun dari ekonominya maka dari itu pemerintah
memberikan kebijakan atau perhatian kepada lansia untuk memberikan
kesempatan dalam pelatihan khusus pada lansia yang memiliki kemampuan
khusus untuk mengembangkan keahliannya dalam usia yang sudah lanjut usia.
Instansi pemerintahan serta paa profesional telah melakukan upaya
preventif morbiditas dan mortalitas pada lansia. Baik dari segi pelayanan
kesehatan maupun dari segi lingkungan tempat tinggal. Untuk mengatasi masalah
kesehatan yang biasa terjadi pada lansia seperti penyakit yang sering di derita oleh
lansia yaitu gangguan dalam sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan,
neurologik, metabolik, neoplasma dan mental(pikun).
Terciptanya lansia sehat kuncinya yaitu pola hidup sehat, dimana pola
hidup sehat adalah menghindari makanan modern, banyak mengonsumsi sayur
dan buah, aktifitas fisik yang tinggi, sosialisasi dengan warga lainnya, hidup
ditempat yang sangat bersih dan jauh dari populasi udara serta melakukan senam
lansia untuk meningkatkan tingkat kekuatan otot pada lansia.
Hal ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk dapat
mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lansia agar tidak menjadi beban

11
12

bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat.


Dari pembahasan kebijakan pembangunan kesehatan yaitu meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Sebagai
tenaga kesehatan mampu memberikan kesadaran pada lansia untuk meningkatkan
derajat kesehatan lansia untuk keberhasilan menuju indonesia sehat.
Bonus demografi dengan kehidupan berkualitas menciptakan kesehatan
dengan melalui bidang kesehatan yaitu dalam pelaksanaan kesehatan yang dapat
menghasilkan suatu hasil kenyataan lansia sehat dengan pelaksanaan kesehatan
yang lebih efektif dan efisien serta merata dan saling berkesinambungan antara
pelayanan bidang kesehatan satu dengan yang lainnya.
Pada tahun 2020 jumlah lansia diindonesia diproyeksikan sebesar 7,28%
dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34% (BPS,1992).
Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat statistik menggambarkan bahwa antara
tahun 2005 sampai 2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah anak balita,
yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk.
Seiring berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan
tingkat perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula harapan hidup
penduduknya. Maka Dari itu harapan hidup orang indonesia khususnya lansia
dapat mencapai angka 70 tahun. Perlahan tapi pasti masalah lansia mulai
mendapatkan perhatian pemerintah dan masyarakat. Dalam Hal ini merupakan
suatu keberhasilan pembangunan, yaitu bertambahnya usia harapan hidup sebagai
akibat yang telah dicapai dalam pembangunan, maka mereka yang memiliki
pengalaman, keahlian, dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk berperan dalam
pembangunan. Kesejahteraan penduduk usia lanjut yang mengalami kondisi fisik
dan/atau mentalnya tidak memungkinkan lagi untuk berperan dalam
pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian khusus pemerintah dan
masyarakat (GBHN,1993).
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah, para
profesional kesehatan, serta bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat
untuk mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) lansia.
Pelayanan fasilitas kesehatan yang bisa diberikan yaitu seperti Panti Sosial,
Tresna Wreda (PSTW), Sasana Tresna Wreda (STW), dan lain-lain. Dimana hal
13

tersebut merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lansia.
Hal ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk dapat
mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lansia agar tidak menjadi beban
bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat.
Sedangkan dalam Kebijakan Pembagunan Kesehatan menurut Undang-
Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 merupakan landasan hukum kegiatan di
bidang kesehatan yang menjelaskan syarat untuk keberhasilan dan kelangsungan
pembangunan. Hal itu dapat menyongsong bonus demografi yang menjadi ruang
bagi kelompok usia produktif untuk produktif dengan kehidupan berkualitas
melalui bidang kesehatan seperti dengan melaksanakan pembanggunan kesehatan
yang lebih terarah, efisien, merata dan berkesinambungan. Hal ini tentu menjadi
prioritas karena pembangunan kesehatan yang berkualitas akan mendorong dan
menjaga derajat kesehatan berbagai lapisan masyarakat.
Seperti halnya pada lansia, terdapat faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kesehatan lansia seperti, kesehatan fisik dan psikis lansia, dimana
lansia cenderung mengalami penurunan faktor tubuh, mudah lupa, gangguan saluran
pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi, mudah
tersinggung. Sedangkan dari segi ekonomi dimana lansia biasa mencapai titik untuk
pensiun dan terjadi penurunan produktivitas.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Suatu wilayah atau negara yang memiliki jumlah penduduk usia
produktif (rentang usia 15 – 64 tahun). Lebih banyak dibandingkan dengan
usia non produktif (rentang usia 64+ tahun). Dikatakan sebagai bonus karena
ini tidak terjadi secara terus menerus melainkan terjadinya hanya sekali dalam
beratus-ratus tahun.
Bonus demografi ini hanya berlangsung sekali dan tidak bertahan lama.
Dan semakin tinggi jumlah penduduk usia produktif, seharusnya menjadi
sebuah potensi untuk pembangunan suatu negara. Bahkan, menurut para
ilmuan, indonesia dari tahun 2010 – 2035 kelak indonesia sedang menikmati
masa dimana periode bonus demografi berlangsung.
Dan jika tidak dimanfaatkan dengan baik maka itu akan sia-sia saja
karena bonus demografi terjadi tidak secara terus menerus, melainkan terjadi
hanya sekali dan beratus-ratus tahun.
B. Saran
Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development
dengan cara memperbaiki motto modal manusia, mulai dari pendidikan,
kesehatan, kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi
lainnya bisa dengan memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif
sehingga pekerja tidak hanya bergantung pada ketersediaan lapangan
pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu
pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan,
menjaga aset-aset negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang
pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.

14
DAFTAR PUSTAKA

Armansyah. 2019. Demografi (Kumpulan Artikel Opini dan Esai yang Membahas
Berbagai Permasalahan Kependudukan Kontemporer). Guepedia :
Jakarta.[serialonline]
https://books.google.co.id/books?id=aoqYDwAAQBAJ&pg=PA7&dq
=demografi&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjZ9JLA35TmAhWBe30K
HciPAdkQ6AEIMTAB#v=onepage&q=demografi&f=false

Stamboel, Kemal Aziz. 2012. Panggilan Keberpihakan (Strategi Mengakhiri


kemiskinan di Indonesia). PT Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta[serialonline]
https://books.google.co.id/books?id=z0lODwAAQBAJ&pg=PA276&d
q=panggilan+keberpihakan&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiQy4K44Z
TmAhWlQ3wKHcbVDwMQ6AEIKDAA#v=onepage&q=panggilan%
20keberpihakan&f=false

BAPPENAS. 2015. Kebijakan Perencanaan Pembangunan Kesehatan.


[seialonline]
https://www.slideshare.net/mobile/ssuser200d5e/kebijakan-
perencanaan-pembangunan-kesehatan-rpjmn-
20152019&ved=2ahUKEwiwne-
x35TmAhXaZCsKHWguC1MQjjgwAHoECAEQAQ&usg=AOvVaw
1EGtZcFOM9xNC9iFLITd12&cshid=1575214505833

Rahail, John & Syukur, emanuel. 2014. Kajian Derajat Kesehatan Masyarakat
Menyongsong Bonus Demografi Di Provinsi Papua. [serialonline]
https://www.slideshare.net/mobile/daldukpapua/kajian-kesehatan-
menyongsong-bonus-
demografi&ved=2ahUKEwjX5LWF5JTmAhU9_XMBHXBWBzsQjjg
wAHoECAMQAQ&usg=AOvVaw0RxX6AZD0ZwMcrEPYC8FGM

15
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai