Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PRAKTIKUM ORAL MEDICINE

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN PASIEN ANAK DENGAN VARICELLA ZOSTER


(CHICKEPOX)

Oleh :

Jerry Daniel

131611101018

Pembimbing:

drg. Ayu Mashartini Prihanti, Sp. PM

Praktikum Putaran II

Semester Gasal Tahun Ajaran 2017-2018

BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2017

[Type text]
Laporan Kasus

PENATALAKSANAAN PASIEN ANAK DENGAN VARICELLA ZOSTER


(CHICKEPOX)

Jerry Daniel (131611101018)

Pembimbing drg. Ayu Mashartini Prihanti, Sp. PM

Bagian Ilmu Penyakit Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Jember

Jln.Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto, Jember

Oktober, 2017

Abstrak

Pendahuluan : Varicella-zoster (chickenpox) merupakan infeksi primer yang


sangat menular yang disebabkan oleh virus varicella-zoster (VZV). Virus ini akan
bersifat laten pada ganglia nervus kranialis dan dengan adanya faktor risiko akan
mengalami reaktivasi menjadi herpes zoster. Tujuan: Untuk menjelaskan
penatalksanaan pasien anak dengan Varicella zoster. Kasus: Pasien laki-laki usia
12 tahun datang ke RSGM UNEJ dengan keluhan bibir terasa gatal, perih, sakit
dan terbakar sejak 6 hari yang lalu. Terapi yang dilakukan adalah terapi
simtomatik. Kesimpulan: Diagnosa terakhir pada pasien ini yaitu varicella-zoster
(chickenpox). Setelah dilakukan terapi acyclovir sistemik yang berfungsi sebagai
obat anti virus, serta terapi suportif dengan pemberian multivitamin sirup dengan
kandungan L-lysine HCL, vitamin A, vitamin complex, vitamin C, dan vitamin
D3 selama 1 minggu gejala telah hilang.

Kata kunci : virus varicella-zoster, chickenpox, acyclovir.

[Type text]
PENDAHULUAN

Varicella-zoster (chickenpox) adalah infeksi virus yang sangat menular


yang terutama menyerang anak-anak. Gejala khasnya adalah ruam pada kulit yang
sangat gatal dengan lepuhan berwarna merah dan didahului oleh demam ringan.
Kasus cacar air jauh lebih jarang terjadi pada tiap tahunnya dikarenakan pada
anak-anak telah dilakukan vaksinasi cacar air. Varicella-zoster (chickenpox)
disebabkan oleh virus Varicella zoster (VZV) yang merupakan famili human
(alpha) herpes virus. Virus Varicella zoster (VZV) terdiri atas genome DNA
double-stranded, tertutup inti yang mengandung gliokoprotein. Virus Varicella
zoster selain menyebabkan penyakit Varicella-zoster (chickenpox) dapat juga
menyebabkan penyakit herpes zoster (shingles)[1].

Pada tahun 1767, Heberden dapat membedakan dengan jelas antara


Varicella-zoster (chickenpox) dan small pox, kata Varicella-zoster (chickenpox)
sendiri diyakini berasal dari bahasa perancis “chiche-pois” yang menggambarkan
bentukan vesikel seperti kacang polong. Pada tahun 1888, Von Bokay
menemukan adanya hubungan antara Varicella-zoster (chickenpox) dengan herpes
zoster, dia menemukan bahwa Varicella-zoster (chickenpox) dicurigai
berkembang dari anak-anak yang terpapar oleh seseorang yang menderita herpes
zoster akut. Pada tahun 1943, Garland mengetahui terjadinya herpes zoster akibat
terjadi reaktivasi virus yang laten. Waller dan Stoddard pada tahun 1952
melakukan penelitian secara invitro, mereka menemukan chicken pox dan herpes
zoster disebabkan oleh virus yang sama[1].

Chicken pox terdapat di seluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras
maupun jensi kelamin. Varicella-zoster (chickenpox) terutama menyerang anak-
anak yang berusia di bawah 20 tahun dan hanya 2% menyerang orang dewasa[1,2].
Insiden terjadinya herpes zoster berbeda dengan Varicella-zoster (chickenpox),
insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan
biasanya menyerang anak-anak. Insiden herpes zoster berdasarkan usia yaitu sejak
lahir – 9 tahun 0,74/ 1000; usia 10-19 tahun 1,38/ 1000; usia 20-29 tahun 2,58/
1000. Waqlaupun herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada

[Type text]
orang dewasa, namun herpes zoster dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir
apabila ibunya menderita herpes zoster pada masa kehamilan[2,3,4].

Masa inkubasi virus varicella zoster pada anak-anak dengan


imunokompeten rata-rata adalah 14-17 hari, sedangkan pada anak yang
imunokompromais biasanyalebih singkat yaitu kurang dari 14 hari. Virus
Varicella zoster masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dan sekresi
pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Pada
sebagain besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat
mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan
berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa,
yang menyebakan viremia sekunder. Pada fase ini partikel virus menyebar ke
seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan
timbulnya lesi di kulit yang khas[1,4,5]. Seorang anakyang menderita Varicella-
zoster (chickenpox) dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum
hingga 6 hari setelah timbulnya lesi pada kulit[1].

Patogenesis pada herpes zoster belum sepenuhnya diketahui. Virus


Varicella zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung
syaraf sensoris dan ditransportasikan melalui serabut syarat sensoris ke ganglion
sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman), dimana virus
tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi tetapi tetap mempunyai
kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus.
Reaktivasi tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan imunitas
seluler seperti penderita yang mendapat pengobatan imunosuppresive
(kotikosteroid). Pada saat terjadi reaktivasi,virus akan kembali bermultiplikasi
sehingga teradi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus
akan menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui syaraf sensoris
akan sampai ke kulit dan kemudian akan timbul gejala klinis[2,3,5].

Virus Varicella zoster pada remaja dan orang dewasa biasanya didahului
dengan gejala prodormal, yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual, dan
anoreksia, yang terjadi 1 – 2 hari sebelum timbulnya lesi di kulit, sedangkan pada
anak kecil yang immunokompeten, gejala prodormal jarag dijumpai hanya demam

[Type text]
dan malaise ringan dan timbul bersamaan dengan lesi di kulit. Lesi pada
Varicella-zoster (chickenpox) diawali pada daerah wajah dan skapula, kemudian
meluas ke dada, dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12-14 jam
menjadi papula dan kemudian menjadi vesikel yang mengandung cairan yang
jernih dengan dasar eritema. Cairan vesikel dapat berubah menjadi keruh
kemudian akan mengering dan akan membentuk krusta dalam waktu yang
bervariasi. Pada masa penyembuhan Varicella-zoster (chickenpox) jarang
terbentuk jaringan parut apabila tidak disertai infeksi sekunder dari bakteri[1,6,7].

Varicella-zoster (chickenpox) yang terjadi saat masa kehamilan dapat


menyebabkan terjadinya varicella intrauterine ataupun varicella neonatal.
Varicella intrauterine, terjadi pada 20minggu pertama kehamilan, yang dapat
menimbulkan kelainan kongenitalseperti kedua lengan dan tungkai mengalami
atropi, kelainan neurologik maupun okular dan retardasi mental. Sedangkan
varicella neonatal terjadi apabila seorang ibu terjangkit varicella maternal kurang
dari 6 hari atau 2 hari sesudah melahirkan. Bayi akan terpapar degan viremia
sekunder dari ibunya yang didapat melalui transplasental tetapi bayi tersebut
belum mendapat perlindungan antibodi disebabkan tidak cukupnya waktu untuk
terbentuknya antibodi pada tubuh si ibu yang disebut transplasental antibodi[5,7].

Herpes zoster pada anak-anak jarang didahului gejala prodormal. Lesi


kulit yang khas dari herpes zoster yaitu lokasinya unilateral dan jarang melewati
garis tengah tubuh. Lokasi yang sering dijumpai yaitu pada nervus trigeminus (V)
dan fasialis (VII)[2,4,8]. Lesi awal berupa makula dan papula yang ertematous,
kemudian dalam waktu 12-24 jam akan berkembang menjadi vesikel dan akan
berlanjut menjadi pustula pada hari ke 3 – 4 dan akhirnya pada hari ke 7-10 akan
terbentuk krusta dan dapat sembuh tanpa jaringan parut, kecuali terjadi infeksi
sekunder bakteri. Pada pasien imunokompromais dapat terjadi herpes zoster
desiminata dan dapat mengenai alat visceral seperti paru, hati, dan otak sehingga
dapat berakibat fatal[1-3,5,8].

Penanganan Varicella-zoster (chickenpox) pada anak imunokompetem


biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik dan pengobatan yang
diberikan bersifat simtomatis. Lesi yang berbentuk vesikel dapat diberikan bedak

[Type text]
agar tidak mudah pecah. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta
dapat diberikan salep antibiotik untuk mencegak terjadinya infeksi sekunder.
Intapertik dan analgesik dapat diberikan namun bukan golongan salisilat (aspirin)
untuk menghindari sindroma Reye. Kuku jari harus dipotong untuk menghindari
infeksi sekunder dan diberi instruksi untuk tidak menggaruk vesikel[1,2,5,8]. Selain
itu dapat diberikan obat antivirus untuk mengurangi lama sakit, keparaham, dan
mempersingkat waktu penyembhan. Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka
waktu kurang dari 48-72 jam setelah erupsi di kulit muncul. Golongan obat
antivirus yang dapat diberikan seperti acyclovir, valacyklovir, dan famicyclovir.
Dosis antivirus (oral) untuk pengobatan chciken pox pada neonatus acyclovir 500
mg/ m2 IV setiap 8 jam selama 10 hari. Untuk anak-anak usia 2-12 tahun
acyclovir 4 x 20 mg/ kg BB/ hari/ oral selama 6 hari. Pada pasien remaja dan
dewasa dapat menggunakan acyclovir 5 x 800 mg/ hari/ oral selama 7 hari;
Valacyclovir 3 x 1 gr/ hari/ oral selama 7 hari; dan Famacyclovir 3 x 500 mg/
hari/ oral selama 7 hari[1,4-6,].

[Type text]
LAPORAN KASUS

Pasien laki-laki berumur 12 tahun, suku Madura dengan berat 32 kg dan


tinggi 155 cm. Pasien datang bersama didampingi saudaranya ke bagian Oral
Medicine RSGM Universitas Jember pada tanggal 11 Oktober 2017 keluhan bibir
terasa gatal, sakit, perih dan panas saat digunakan untuk makan sejak 6 hari yang
lalu. Beberapa hari sebelum timbul keeluhan pasien mengalami demam selama 3
hari, tidak nafsu makan, da tubuhnya terasa lemas. Keluhan timbul bersamaan
dengan munculnya bintik-bintik di seluruh bagian tubuh. Adik perempuan dari
pasien mengalami kondisi yang sama 1 minggu sebelumnya. Pasien belum
memeriksakan keluhannya. Kondisi saat datang sakit.

Pemeriksaan ekstraoral ditemukan papula dan vesikel di seluruh tubuh


pasien. Pada daerah bibir ditemukan papula multiple dengan diameter 1-2 mm,
berbatas jelas, bentuk bulat; vesikel multiple dengan diameter 1-2 mm, berbatas
jelas, bentuk bulat dan oval; ulser multiple dengan diameter 1-2 mm, berbatas
jelas, tepi merah, tepi ireguler, tengah ulser berwarna putih, sakit; dan krusta
multiple dengan diameter 2-3 mm, berbatas jelas,tepi ireguler, berwarna coklat,
sakit. Kondisi awal pasien pada tanggal 11 Oktober 2017 saat pertama kali
berkunjung ke RSGM Universitas Jember dapat dilihat pada gambar 1. Pada
pemeriksaan intraoral tidak ditemukan adanya abnormalitas.

Gambar 1. Kondisi ekstraoral pasien saat berkunjung ke RSGM Universitas


Jember tanggal 11 Oktober 2017

[Type text]
TATA LAKSANA KASUS

Terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi simtomatis untuk


mengurangi gejala yang timbul dengan menggunakan obat antivirus acyclovir
tablet; terapi suportif dengan menggunakan multivitamin sirup dengan kandungan
L-lysine HCL, vitamin A, vitamin complex, vitamin C, dan vitamin D3; serta
instruksi pada pasien untuk dilakukan di rumah. Pemberian resep tersebut
didasarkan pada gejala yang dialami pasien, usia pasien dan berat tubuh pasien.
Adapun terapi yang dilakukan pada kunjungan pertama adalah terapi simtomatis
menggnakan acyclovir cream untuk lesi ekstraoral dengan resep sebagai berikut :

RESEP:

R/ Acyclovyr 200 mg tabs. No. XX


S 3 dd I________________________________

R/ L-Lysine, Vit B kompleks 60 mL Fl. No. I


S 2 dd I 5 mL___________________________
Instruksi :
1. Menjaga kebersihan rongga mulut
2. Menggunakan obat sesuai anjuran
3. Istirahat yang cukup
4. Makan makanan dengan gizi yang seimbang

Tatalaksana pasien anak-anak dengan Varicella zoster adalah sebagai berikut :

1. Pasien diinstruksikan untuk berkumur


2. Lesi pada bibir dibersihkan dengan cotton pellet steril
3. Lesi pada bibir diolesi povidone iodine menggunakan cotton pellet
4. Lesi pada bibir diolesi acyclovir cream

Setelah dilakukan terapi di atas pasien diisntruksikan untuk menjaga


kebersihan badan, menggunakan obat sesuai anjuran, istirahat yang cukup, makan
makanan yang bergizi seimbang, tidak menggaruk luka, dan kontrol setelah 6 hari.

[Type text]
PEMBAHASAN

Diagnosa pada pasien tersebut adalah chickenpox dikarenakan infeksi


virus varicella zoster dengan diagnosa banding herpes zoster. Diagnosa tersebut
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan subjektif (anamnesis) dan pemeriksaan
objektif (ektraoral dan intraoral), dimana pasien mengalamai gejala tersebut untuk
pertama kalinya dan sebelum keluhan muncul pasien mengaku demam, tidak
nafsu makan, dan lemas, selain itu pasien mengaku bahwa adiknya mengalami
keluhan yang sama 1 minggu sebelumnya. Pemeriksaan objektif didapati adanya
lesi primer berupa papula dan vesikel yang menandakan adanya infeksi virus,
selain itu lesi terdapat pada seluruh bagian tubuh yang mana membedakan dengan
herpes zoster yang hanya menyerang salah satu sisi tubuh saja.

Varicella-zoster (chickenpox) (cacar air) adalah infeksi virus yang sangat


menular yang terutama menyerang anak-anak. Chickenpox terdapat di seluruh
dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jensi kelamin. Varicella-zoster
(chickenpox) terutama menyerang anak-anak yang berusia di bawah 20 tahun dan
hanya 2% menyerang orang dewasa Varicella-zoster (chickenpox) disebabkan
oleh virus Varicella zoster (VZV) yang merupakan famili human (alpha) herpes
virus. Gejala khasnya adalah ruam pada kulit yang sangat gatal dengan lepuhan
berwarna merah dan didahului oleh demam ringan. Lesi pada Varicella-zoster
(chickenpox) diawali pada daerah wajah dan skapula, ekmudian meluas ke dada,
dan kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12-14 jam menjadi papula dan
kemudian menjadi vesikel yang mengandung cairan yang jernih dengan dasar
eritema. Vesikel yang terbentuk dengan dasar yang eritema mempunyai gambaran
klasik yaitu letaknya superfisial dan mempunyai dinding yang tipis sehingga
terlihat seperti kumpulan tetesan air di atas kulit, berdiameter 2-3 mm, berbentuk
oval, atau tampak vesikel seperti titik embun. Cairan vesikel dapat berubah
menjadi keruh disebabkan masukknya sel radang sehingga pada hari ke 2 akan
berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan mengeringdan akan membentuk
krusta dalam waktu yang bervariasi 2-12 hari, kemudian krusta ini akan elpas
dalam waktu 1-3 minggu. Pada masa penyembuhan Varicella-zoster (chickenpox)

[Type text]
jarang terbentuk jaringan parut apabila tidak disertai infeksi sekunder dari
bakteri[1,6,7].

Virus Varicella zoster masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara


inhalasi dan sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung
dengan lesi kulit. Droplet infekction dapat terjadi 2 sebelum hingga 6 hari setelah
timbul lesi di kulit. Virus Varicella zoster masuk ke dalam tubuh manusia melalui
saluran pernafasan bagan atas, orofaring, ataupun konjungtiva. Siklus replikasi
virus pertama terjadi pada hari ke 2 – 4 yang berlokasi pada lymph nodes regional
kemudian diikuti penyebaran virus mellui darah dan kelenjar limfe, yang
mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6
setelah infeksi pertama). Etiologi utamanya penyakit ini adalah virus Varicella
zoster dimana pasien diduga tertular secara inhalasi maupun kontak langsung
dengan adiknya yang menderita chicken pox 1 minggu sebelumnya dan didukung
faktor predisposisi kurangnya menjaga kebersihan diri, defisiensi nutrisi, dan
lingkungan. Kurangnya menjaga kebersihan diri menyebabkan individu mudah
terinfeksi suatu penyakit didukung oleh faktor lingkungan tempat tinggal yang
kumuh dan dalam satu lingkungan dengan penderita lain juga meningkatkan
faktor resiko. Pasien mengalami defisiensi nutrisi yang dapat dilihat dari BMI
pasien yang underweight sehingga diduga mendukung terjadinya penyakit yang
dialami. Defisiensi nutrisi menyebabkan efisiensi sistem imun sehingga imun
tidak mampu dalam melawan infeksi virus[8].

Perawatan yang diberikan pada pasien adalah acyclovir sebagai terapi


simtomatis. Untuk anak-anak usia 2-12 tahun acyclovir 4 x 20 mg/ kg BB/ hari/
oral selama 6 hari. Pemberian dosis berdasarkan usia dan berat badan pasien.
Terapi acyclovir memberikan efek dalam penurunan waktu pembentukan lesi
baru, mengurangi jumlah lesi, dan mengurangi gejala, termasuk demam[9].
Acyclovir nantinya dikonversi oleh virus-encoded TK menjadi derivat monofosfat
(MP), hal ini terjadi pada sel yang tidak terinfeksi. Difosfolirasi dan trifosolirasi
dikatalis oleh enzim seluler, meghasilkan acyclovir trifosfat (TP) dengan
konsentrasi 40-100 kali lebih tinggi dalam infeksi virus Varicella zoster dibanding
sel yang tidak terinfeksi. Acyclovir TP menghambat sintetis DNA virus[10].

[Type text]
Pasien juga diberikan multivitamin sebagai terapi suportif agar proses
perbaikan sel-sel yang rusak akibat infeksi virus ini dapat berlangsung lebih cepat
serta untuk mengembalikan sistem imun agar dapat mencegah infeksi berulang.
Pada pasien juga diinsstruksikan untuk menjaga kebersihan badan, menggunakan
obat sesuai anjuran, istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi seimbang,
tidak menggaruk luka, dan kontrol setelah 6 hari.

Setelah dilakukan perawatan selama 6 hari pasien mengaku rasa gatal telah
hilang sejak 3 hari setelah periksa, selain itu sudah tidak mengalami demam dan
bisa kembali masuk ke sekolah. Pemeriksaan ekstraoral terdapat jaringan parut di
daerah wajah, pada pemeriksaan intraoral tidak ditemukan abnormalitas. Obat
acyclovyr tablet yang diberikan tersisa 3, sednagkan obat multivatin sirup tersisa
sedikit. Pasien kemudian diinstruksikan untuk tetap menjaga kebersihan rongga
mulut, menjaga kebersihan badan, istirahat yang cukup, dan makan makanan yang
bergizi seimbang.

Gambar 2. Kondisi ekstraoral pasien saat berkunjung ke RSGM Universitas


Jember tanggal 11 Oktober 2017

[Type text]
DAFTAR PUSTAKA

1. Klaseen T.P., Hartling L. 2011. Acyclovir For Treating Varicella In


Otherwise Healthy Children And Adolescent. John Wiley.
2. Abendroth A., Arvin A.M., Moffat J.F. 2010. Varicella-zoster Virus.
Springer; New York
3. Driano, A. 2002. Zoster – Pediatric. www.emedicine.com. Diakses tanggal
16 Oktober 2017
4. Sugito, T. 2003. Infeksi Viurs Varicella – Zoster pada Bayi dan Anak.
Dalam : Boediardja S. A. editor. Infeksi Kulit pada Bayi & Anak.
17-33. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta.
5. Frieden, Penney. 1995. Varicella Zoster Infection. Dalam Schchner, R.,
Hansen, L. Editor Pediatric Dermatology, second edition, vol 2.
1272-75. Churcill Livingstone; New York.
6. Mehta, P. 2003. Varcella. www.emedicine.com. Diakses tanggal 16
Oktober 2017
7. Oxman, N., Alani, R. 1993. Dalam Fitzpatrick, T., Eisen, A. editor.
Dermatology In General Medicine 4th edition vol. 2. 2543-67.
McGraw Hill, Inc.
8. Glick, Michael. 2015. Burket’s Oral Medicine 12th Edition. USA :
People’s Medical Publishing House.
9. Scheld, W. Marra, C. 2014. Infection of the Central Nervous System.
Wolters Kluwer Health; Philadelphia.
10. Golbach, Barlett, J., Blachlow, N. 2004. Infection Diseases 3rd Edition.
Lippincot Williams & Wilkins; USA.

[Type text]

Anda mungkin juga menyukai