Anda di halaman 1dari 23

KONSEP FISIOLOGIS POSTPARTUM

Makalahiniditulisuntukmemenuhisalahsatutugas Keperawatan Maternitas II

Disusun oleh:

KELOMPOK 3

1. Yolanda Zulpendri 1711311014

2. Febri Yeni Susilawati 1711311030

3. Sri Hartinah 1711312016

4. Annisa yured 1711313024

DosenPengampu :

Ns. Lili Fajria, M.Biomed

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb


Puji dan syukur Tim Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
yang telah dilimpahkan kepada Tim Penulis sehingga Tim Penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Konsep Fisiologis Postpartum” yang merupakan salah satu tugas
Mata kuliah Keperawatan Maternitas . Tak lupa shalawat dan salam semoga tetap tercurah
pada Nabi junjungan kita Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan seluruh
umatnya.
Dalam menyelesaikan makalah ini, Tim Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Ns. Lili Fajria, M.Biomed selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas
yang telah memberikan tugas mengenai “Konsep Fisiolgis Postpartum” ini sehingga
pengetahuan Tim Penulis dalam penulisan makalah ini makin bertambah dan hal itu
sangat bermanfaat bagi penyusunan skripsi kami di kemudian hari.

2. Pihak-pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah turut
membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dalam waktu yang
tepat.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
namun demikian telah memberikan manfaat bagi Tim Penulis. Akhir kata Tim Penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat
membangun akan Tim Penulis terima dengan senang hati.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb

Padang, 02 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI….............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………. 3
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Masa Nifas atau Postpartum ........................................ 6
2.2 Tahap Masa Nifas ......................................................................... 8
2.3 Program dan Kebijakan Teknik Masa Nifas .................................. 9
2.4 Konsep Fisiologi Postpartum ........................................................ 11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .................................................................................... 22
3.2 Saran ............................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 23
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hakikat pembangunan nasional adalah menciptakan manusia Indonesia seutuhnya


serta pembangunan seluruh masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Oleh Karena itu, pembangunan di
bidang kesehatan harus dilaksanakan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional,
karena pada dasarnya pembangunan nasional dibidang kesehatan berkaitan erat dengan
peningkatan mutu sumber dayamanusia yang merupakan modal dsar dalam melaksanakan
pembangunan (Saleha, 2009).

Salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan suatu bangsa ditandai
dengan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. Hal ini merupakan suatu fenomena
yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan. Masa nifas
merupakan hal penting untuk diperhatikan guna menurunkan angka kematian ibu dan bayi di
Indonesia. Dari berbagai pengalaman dalam menanggulangi kematian ibu dan bayi dibanyak
negara, para pakar kesehatan mengajurkan upaya pertolongan di fokuskan pada periode
intrapartum.

Post partum merupakan suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah kelahiran.
Lamanya “periode” ini tidak pasti, sebagian besar mengganggapnya antara 4 sampai 6 minggu.
Walaupun merupakan masa yang relatif tidak komplek dibandingkan dengan kehamilan, nifas
ditandai oleh banyaknya perubahan fisiologi. Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya
sedikit mengganggu ibu baru, walaupun komplikasi serius juga sering terjadi. (Cunningham, F,
et al, 2013)
Asuhan keperawatan pasca persalinan diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan
ibu dan anak. Masa nifas di mulai setelah dua jam lahirnya plasenta atau setelah proses
persalinan kala 1 sampai IV selesai. Berakhirnya proses persalinan bukan berarti ibu terbebas
dari bahaya atau komplikasi. Berbagai komplikasi dapat dialami ibu pada masa nifas dan bila
tidak tertangani dengan baik akan memberi kontribusi yang cukup besar terhadap tingginya
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu masa nifas atau postpartum ?

2. Bagaimana tahap-tahap masa nifas ?

3. Apa saja program dan kebijakan teknik masa nifas ?

4. Bagaimana konsep fisiologis postpartum ?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas 2


2. Untuk mempelajari dan mengetahui konsep fisiologi postpartum
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Masa Nifas atau Postpartum

Anggraini (2010 dalam Nurjanah, 2013) mengatakan bahwa masa nifas atau
puerperium adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kira-
kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara psikologis akan pulih dalam waktu 3 bulan.
Pada fase ini terdapat 3 tahapan masa nifas yaitu, Puerperium dini yang merupakan
pemulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Puerperium
intermedial yaitu pemulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu
dan remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat terutama
bila selama hamil atau bersalin ibu mengalami komplikasi (Suherni, 2009).

Masa nifas (Puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu puer yang artinya bayi
daan parous yang artinya melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan. Masa
nifas adalah masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari menurut hitungan
awam. Masa ini penting sekali untuk terus dipantau. Nifas merupakan masa
pembersihan rahim, sama halnya seperti masa haid. Masa Nifas (puerperium) adalah
masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. (Saleha, 2009)

Secara garis besar terdapat tiga proses penting di masa nifas, yaitu sebagai
berikut ( Helen, 2001) :

1. Pengecilan rahim atau involusi

Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat
mengecil dan membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah
selnya. Pada wanita tidak hamil, berat rahim sekitar 30 gram dengan
ukurankurang lebh sebesar telur ayam. Selama kehamilan, rahim lama
kelamaan makin membesar (Saleha, 2009).

Bentuk otot rahim mirip jala berlapis tiga dengan serat seratnya yang
melintang kanan, kiri, dan transversal. Di antara otot-otot itu ada pembuluh
darah yang mengalirkan darah ke plasenta. Setelah plsenta lepas, otot rahim
akan berkontraksi atau mengerut, sehingga pembuluh darah terjepit dan
pendarahan berhenti. Setelah bayi lahir, umumnya berat rahim menjadi
sekitar 1.000 gram dan dapat diraba kira – kira setinggi 2 jari di bawah
umbilikus. Setelah 1 minggu beratnya berkurang jadi sekitar 500 gram,
sekitar 2 minggu beratnya sekitar 300 gram dan tidak dapat diraba lagi.

Jadi, secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-lahan ke


bentuk semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Pda
saat ini di anggap bahwa masa nifas sudah selesai. Namun, sebenarnya
rahim akan kembali ke posisi yang normal dengan berat 30 gram dalam
waktu 3 bulan setelah masa nifas. Selama masa pemulihan 3 bulan ini,
bukan hanya rahim saja yang kembali normal, tapi nuga komndisi tubuh
ibu secara keseluruhan. (Saleha, 2009).

2. Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal

Selama hamil, darah ibu relatif encer, karena cairan darah ibu
banyak, sementara sel darahnya berkurang. Bila dilakukan pemeriksaan
kadar Hemoglobinnya (Hb) akan tampak sedikit menurun dari angka
normalnya sebesar 11-12 gr%. Jika hemoglobinnya terlalu rendah, maka
bisa terjadi anemia atau kekurangan darah (Saleha, 2009).

Oleh karena itu, selama hamil ibu perlu diberi obat-obatan


penambah darah, sehingga sel-sel darahnya bertambah dan konsentrasi
darah atau hemoglobinnya normal atau tidak terlalu rendah. Setelah
Melahirkan, sistem sirkulasi darah ibu kan kembali seperti semula. Darah
kembali mengental, dimana kadar perbandingan sel darah dan cairan darah
kembali normal. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke 3 sampai ke-15
pasca persalinan.

3. Proses laktasi atau menyusui

Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta


mengandung hormon penghambat prolaktin (jormon plasenta) yang
menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, Hormon plasenta
itu tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari
setelah melahirkan. Namun, hal yang luar biasa adalah sebelumnya di
payudara sudah terbentuk kolostrum yang sangat baik untuk bayi, karena
mengandung zat kaya gizi dan antibodi pembunuh kuman (Saleha, 2009).

Tujuan Masa nifas adalah :

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.

2. Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada


ibu maupun bayinya.

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,


nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, imunisaasi, serta perawatan bayi
sehari-hari.

4. Memberikan pelayanan KB.

Peran Perawat pada Masa Nifas

Peran perawat pada masa nifas yaitu (Saleha, 2009) :

a. Memberi dukungan yang terus menerus selama masa nifas yang baik dan
sesuai dengan kebutuhan ibu agar mengurangi ketegangan fisik dan
psikologis selama persalinan dan nifas.

b. Sebagai promotor hubungan yang erat antara ibu dan bayi secara fisik dan
psikologis.

c. Mengkondisikan ibu untuk menyusui bayinya dengan cara menningkatkan


rasa nyaman.

2.2 Tahap Masa Nifas

Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagi berikut :

1. Periode Immediate Postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa
ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri.
Oleh karena itu, perawat dengan teratur harus melakukan pemeriksaan
kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah dan suhu.
2. Periode Early Postpartum ( 24 jam – 1 minggu)

Pada fase ini perawat memastikan involusi uteri dalam keadaan ormal,
tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
menapatkan makanan dan cairan serta ibu dapat menyusui dengan baik.

3. Periode Late Postpartum ( 1 minggu – 5 minggu )

Pada periode ini perawat tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan


sehari-hari serta konseling KB.

2.3 Program dan Kebijakan Teknik Masa Nifas

Tabel 2.1

Program dan kebijakan teknik masa nifas

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 Jam  Mencegah terjadinya perdarahan pada masa
setelah nifas.
persalinan  Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan dan memberi rujukan bila
perdarahan berlanjut.
 Memberikan konseling kepada ibu atau salah
satu anggota keluarga mengenai bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri.
 Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu.
 Mengajarkan cara mempererat hubungan
antara ibu dan bayi baru lahir.
 Menjaga Bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermia.
2 6 Hari  Memastikan involusi uteri berjalan normal,
setelah uterus berkontraksi, fundus dibawah
persalinan umbilikus, tidak ada poerdarahan abnormal,
dan tidak ada bau.
 Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi
atau kelainan pasca melahirkan.
 Memastikan ibu mendapat cukup makanan,
cairan, dan istirahat.
 Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tidak ada tanda-tanda penyulit.
 Memberikan konseling kepada ibu mengenai
asuhanpada bayi, cara merawat tali pusat,
dan bagaimana cara merawat bayi agar tetap
hangat.
3 2 Minggu  Memastikan involusi uteri berjalan normal,
setelah uterus berkontraksi, fundus dibawah
persalinan umbilikus, tidak ada poerdarahan abnormal,
dan tidak ada bau.
 Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi
atau kelainan pasca melahirkan.
 Memastikan ibu mendapat cukup makanan,
cairan, dan istirahat.
 Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tidak ada tanda-tanda penyulit.
 Memberikan konseling kepada ibu mengenai
asuhanpada bayi, cara merawat tali pusat,
dan bagaimana cara merawat bayi agar tetap
hangat.
4 6 Minggu  Menanyakan pada ibu tentang penyulit-
setelah penyulit yang dialami atau bayinya.
persalinan  Memberikan konseling untuk KB secara
dini.
2.4 Konsep Fisiologis Postpartum

 Sistem Reproduksi

Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur


kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genitalia ini
disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya,
perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut.

a. Uterus

Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi


fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis,
atau sedikit lebih tinggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian
mengerut, sehingga dalam dua minggu telah turun masuk ke dalam rongga
pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari luar. Involusi uterus melibatkan
pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta penglupas situs plasenta
,sebagaimana diperlihatkan dengan pengurangan dalam ukuran dan berat serta
oleh warna dan banyaknya lokia. Banyaknya lokia dan kecepatan involusi
tidak akan dipengaruhi oleh pemberian sejumlah preparat metergin dan
lainnya dalam proses persalinan. Involusi tersebut dapatdipercepat prosesnya
bila ibu menyusui bayinya.

Uterus akan mengalami proses involusi yang dimulai segera setelah


plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Dua belas jam pasca
persalinan tinggi fundus uteri mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilikus.
Beberapa hari kemudian perubahan involusi berlangsung dengan cepat.Fundus
turun 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam postpartum,fundus normal akan
berada dipertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis (Dewi,2009).

Involusi disebabkan oleh (Helen, 2001) :

 Kontraksi dan retraksi serabut otot uterus yang terjadi terus-menerus


sehingga mengakibatkan komresi pembuluh darah dan anemia setempat—
iskemia
 Otolisis –sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga
tertinggal jaringan fibro-elastik dalam jumlah renik sebagai bukti
kehamilan
 Atrofi—jaringan yang berproloferasi dengan adanya estrogen dalam
jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap
penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.

Desidua tertinggal di dalam uterus. Uterus pemisahan dan pengeluaran


plasenta dan membran terdiri atas lapisan zona spongiosa, basalis desidua dan
desidua parietlis. Desidua yang tertinggal ini akan berubah menjadi dua
lapisan sebagai akibat invasi leukosit. Suatu lapisan yang lembat laun manual
neurco, suatu lapisan yang superfisial yang akan dibuang sebagian dari lokia
yang akan dikeluarkan melalui lapisan dalam yang sehatdan berfungsional
yang berada disebelah miometrium. Lapisan yang terakhir ini terdiri atas sisa-
sisa kelenjar endiometrium basilar di dalam lapisan zona basalis. Pembentukan
kembali sepenuhnya endometrium pada situs plasenta akan memakan waktu
kira-kira enam minggu (Saleha, 2009)

Penyebarluasan epitelium akan memanjang ke dalam, dari sisi situs


menuju lapisan uterus di sekelilingnya, kemudian ke bawah situs plasenta,
selanjutnya menuju sisa kelenjar endometrium masilar di dalam desidua
basilis. Penumbuhan endometrium ini pada hakikatnya akan merusak
pembuluh darah trombosa pada situs tersebut yang menyebabkannya
mengendap dan dibuang bersama dengan cairan lokianya. (Saleha, 2009)

Dalam keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar pada masa


sebelum hamil sampai dengan kurang dari 4 minggu, beratuterus setelah
kelahiran kurang lebih 1 kg sebagai akibat involusi. Satu minggu setelah
melahirkan beratnya menjadi kurang lebih 500 gram. Pada akhir minggu
kedua setelah persalinan menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu menjadi
100 gram atau kurang. Otot-otot uterus segera berkontraksi setelah
postpartum. Pembuluh darah yang berada diantara anyaman uterus akan
terjepit. Proses ini akan menghentikan peredaran setelah plasenta dilahirkan.
Setiap kali bila ditimbulkan fundus uteri berada di atas umbilikus, maka hal-
hal yang perlu dipertimbangkan adalah pengisian uterus oleh darah atau
pembekuan darah saat awal jam postpartum atau pergeseran letak uterus
karena kandung kemih yang penuh setiap saat setelah kelahiran.

Pengurangan dalam ukuran uterus tidak akan mengurangi jumlah otot


sel. Sebaliknya, masing-masing sel akan berkurang ukurannya secara dratis
saat sel-sel tersebut membesarkan dirinya dari bahan-bahan seluler yang
berlebihan. Bagaimana proses ini dapat terjadi belum diketahui sampai
sekarang.

Pembuluh darah uterus yang besar pada saat kehamilan sudah tidak
diperlukan lagi. Hal ini karena uterus yang tidak pada keadaan hamil tidak
mempunyai permukaan yang luas dan besar yang memerlukan banyak
pasokan darah. Pembuluh darah ini akan menua kemudian akan menjadi
lenyap dengan penyerapan kembali endapan-endapan hialin. Mereka dianggap
telah digantikan dengan pembuluh-pembuluh darah baru yang lebih kecil.

Tabel 2.2

Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut involusi

Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus


Bayi lahir Stinggi pusat 2 jbpst (jari dibawah 1.000 gr
pusat)
1 Minggu Pertengahan pusat simfisis 750 gr
2 Minggu Tidk teraba diatas simfisi 500 gr
6 Minggu Normal 50 gr
8 Minggu Normal tapi sebelum hamil 30 gr

b. Lokia

Uterus mengeluarkan cairan sekret yang disebut lokia. Warna lokia


berubah seiring waktu, mula-mula berwarna merah sampai putih.Perubahan
warna dan jumlah lokia yang dikeluarkan memberikan informasi apakah
involusi uterus terjadi secara normal atau tidak (Murray &McKinney,2007).

Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai
reaksi basa (alkalis) yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat
daripada kondisi asam yang ada pada vagina wanita normal. Lokia
mempunyai bau amis yang tidak terlalu menyengat dengan volume yang
berbeda-beda pada setiap wanita. Sekret mikroskopik lokia terdiri atas
eritrosit,peluruhan desidua, sel epitel dan bakteri (Dewi,2009). Lokia terbagi
menjadi 3 jenis yaitu lokia rubra, sangulenta dan lokia serosa atau alba.
Berikut ini adalah beberapa jenis lokia yang terdapat pada wanita pada masa
nifas (Saleha, 2009).

1. Lokia rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa-
sisa selaput kebutuhan, set-set disedua verniks caseona, lanuga dan
mekoneum selama 2 hari pasca persalinan. Inilah lokia yang akan keluar
selama 2 sampai 3 hari postpartum.

2. Lokia sanguilenta berwarna merah kuning besrih darah dan lendir yang
keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.
3. Lokia serosa adalah lokia berikutnya. Dimulai dengan versi yang lebih
pucat dari lokia rubra. Lokia ini berbentuk serum dan berwarna merah
jambu kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-7
sampai hari ke-14 pasca persalinan.
4. Lokia alba adalah lokia yang terakhir. Dimulai dari hari ke-14 kemudian
semakin lama semakin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu
atau dua minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk
krim serta terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua.

Lokia mempunyai bau yang khas, tidak seperti bau mentruasi, bau ini
lebih terasa tercium pada lokia serosa, bau ini juga akan semakin lebih keras
jika bercampur dengan keringat dan harus cermat membedakannya dengan
bau busuk yang menandakan adanya infeksi. Lokia dimulai sebagai suatu
pelepasan cairan dalam jumlah yang banyak pada jam-jam pertama setelah
melahirkan. Kemudian lokia ini akan berkurang jumlahnya sebagai lokia
rubra, lalu berkurang sedikit menjadi saguenta, serosa dan akhirnya lokia alba.
Hal yang biasanya ditemukan pada seorang wanita adalah adanya jumlah lokia
yang sangat sedikit pada saat berbaring dan jumlahnya meningkat pada saat ia
berdiri. Jumlah rata-rata pengeluaran lokia adalah kira-kira 240-270 ml.
(Saleha, 2009).
c. Endometrium

Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis,degenerasi


dan nekrosis ditempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal
endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan
desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari mulai rata, sehingga tidak ada
pembentukan jaringan perut pada bekas implantasi plasenta.

d. Serviks

Serviks mengalami perubahan secara bertahap setelah melahirkan.


Serviks menjadi lunak dan memendek setelah 18 jam persalinan. Laserasi
mungkin terjadi pada serviks khususnya bagian ektoserviks. Hal ini
menyebabkan resiko terjadinya infeksi pada bagian tersebut dan sering terjadi
edema. Serviks yang berdilatasi 10 cm saat melahirkan akan menutup secara
bertahap setiap harinya. Hari keempat sampai keenam muara serviks
berukuran lebih dari 2 cm (Bobak, Lodermilk, Jensen & Perry, 2005).

Segera setelah berakhirnya kala TU, serviks menjadi sangat lembek,


kendur, dan terkulai. Serviks tersebut bisa melepuh dan lecet , terutama
dibagian anterior. Serviks akan terlihat padat yang mencerminkan
vasikularitasnya yang tinggi, lubang serviks lambat laun mengecil, beberapa
setelah hari persalinan diri retak karena rubekan dalam persalinan . rongga
leher serviks bagian luar akan membentuk seperti keadaan sebelum hamil pada
saat empat minggu postpartum

e. Vulva dan Vagina

Vagina juga mengalami penekanan dan peregangan yang sangat besar


selama proses melahirkan. Hal ini mengakibatkan vagina mengalami edema
dan mungkin terjadi laserasi (Murray &McKinney,2007). Produksi estrogen
menurun setelah persalinan sehingga terjadi penipisan mukosa vagina,
hilangnya ruggae dan penurunan jumlah pelumas vagina. Kondisi ini
menyebabkan kekeringan lokal pada vagina dan rasa tidak nyaman saat koitus
menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan mulai menstruasi.
Ukuran vagina akan kembali seperti sebelum hamil 6-8 minggu setelah
melahirkan dan rugae akan kembali terlihat pada minggu keempat (Bobak,
Lodermilk, Jensen & Perry, 2005).

Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium merupakan


suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya
berkurang,tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara. Rugae
timbul kembali pada minggu ke tiga.

Edema dan eritema tidak hanya terjadi pada vagina, tetapi juga terjadi
pada daerah perineum. Laserasi juga terjadi di perineum karena robek secara
alami saat melahirkan atau sengaja dirobek untuk melebarkan jalan lahir.
Pelebaran perineum dilakukan dengan caraepisiotomy yang menimbulkan rasa
ketidaknyamanan pada daerah perineum.

Himen tampak sebagai tonjolan jaringan yang kecil, yang dalam proses
pembentukan berubah menjadi karunkulae mitiformis yang khas bagi wanita
multipara. Hymen mengalami rupture pada saat melahirkan bayi per vaginam
dan yang tersisa hanya sisa-sisa kulit yang disebut karunkulae mirtiformis.
Orifisium vagina biasanya tetap sedikit membuka setelah wanita tersebut
melahirkan anak (Helen, 2001)

f. Payudara (Mammae)

Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara
alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu
sebagai berikut :

1. Produksi susu

2. Sekresi susu atau let down

Selama 9 bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan


fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah
melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi
untuk menghambatnya, kelenjer pituitari akan mengeluarkan prolaktin
(hormon laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek
prolaktin pada payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah pada
payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga gtimbul rasa hangat,
bengkak dan rasa sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI juga
mulai berfungsi. Ketika bayi mengisap puting, refleks saraf
merangsang lobus posterior pituitari untuk menyekresi hormon
oksitosin. Oksitosin merangsang refleks let down ( mengalirkan),
sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke
duktus yang terdapat pada puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan
bayi atau dengan dipompa sel-sel acini terangsang untuk menghasilkan
ASI lebih banyak. Refleks ini dapat berlanjut sampai waktu yang
cukup lama.

 Sistem Pencernaan

Pada masa nifas ibu juga mengalami perubahan pada sistem pencernaan,
biasanya ibu akan mengalami konstipasi yang disebabkan karena otot-otot perut
mengalami peregangan selama proses persalinan dan kurangnya asupan makanan
berserat serta kurangnya aktivitas tubuh. Selain itu ibu merasa takut untuk buang
air besar karena terdapat jahitan pada perineum. Buang air besar harus dilakukan
4 hari setelah persalinan. Jika masih terjadi konstipasi dapat diatasi dengan diet
tinggi serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil
dalam tiga hari dapat diberikan obat laksan per oral/ rektal (Suherni, 2009).

Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan. Keadaan ini disebabkan tonus otot usus menurun selama
proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan,
enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi.

Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makananya dua
jam setelah persalinan. Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan
masa nifas, di mana pada masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium
karena meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang
dikandungnya untuk proses pertumbuhan janin juga pada ibu dalam masa laktasi.

Mual dan muntah terjadi akibat produksi saliva meningkat pada


kehamilan trimester I, gejala ini terjadi 6 minggu setelah HPHT dan berlangsung
kurang lebih 10 minggu juga terjadi pada ibu nifas. Pada ibu nifas terutama yang
partus lama dan terlantar mudah terjadi ileus paralitikus, yaitu adanya obstruksi
usus akibat tidak adanya peristaltik usus. Penyebabnya adalah penekanan buah
dada dalam kehamilan dan partus lama, sehingga membatasi gerak usus, serta
bisa juga terjadi karena pengaruh psikis takut BAB karena ada luka jahitan
perinium (Saleha, 2009).

 Sistem Perkemihan

Setelah proses persalinan berlangsung biasanya ibu akan mengalami


perubahan pada sistem perkemihan yaitu sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam
pertama. Penyebab keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher
kandung kemih setelah mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan
tulang pubis selama persalinan berlangsung. Urine dalam jumlah besar akan
dihasilkan dalam satu sampai tiga hari setelah persalinan. Kadar hormon estrogen
yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan. Ureter yang berdilatasi
akan kembali normal dalam 6 minggu (Sulistyawati,2009).

Pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama kehamilan
kembali normal pada akhir minggu keempat setelah melahirkan. Pemeriksaan
sistokopik segera setelah melahirkan menunjukan tidak saja edema dan hiperemia
dinding kandung kemih, tetapi sering kali terdapat ekstravasasi darah pada
submukosa.

Kurang lebih 40% wanita mengalami proteinuria yang nonpatologis sejak


pasca melahirkan sampai dua hari postpartum agar dapat dikendalikan. Oleh
Karena itu, contoh spesimn diambil melalui katerisasi agar tidak terkontaminasi
dengan lochea yang nonpatologis. Hal ini dapat diwujudkan hanya bila tidak ada
tanda dan gejala infeksi saluran kemih atau preeklampsi (Saleha, 2009).

Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam
sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang
bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ni
menyebabkan dieresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal setelah 6
minggu (Helen, 2001).

Diuresis yang normal dimulai segera setelah bersalin sampai hari kelima
setelah persalinan. Jumlah urine yang keluar dapat melebihi 3.000 ml per harinya.
Hal ini diperkirakan merupakan salah satu cara untuk menghilangkan
peningkatan cairan ekstraseluler yang merupakan bagian normal dari kehamilan.
Selain itu juga didapati adanya keringat yang banyak pada beberapa hari pertama
setelah persalinan (Saleha, 2009)

Di samping itu, kandung kemih pada puerperium mempunyai kapasitas


yang meningkat secara relatif. Oleh karena itu, distensi yang berlebihan, urine
residual yang berlebihan, dan pengosongan yang tidak sempurna, harus
diwaspadai dengan seksama. Ureter dan pelvis renalis yang mengalami distensi
akan kembali normal pada 2 sampai 8 minggu setelah persalinan.

 Sistem Muskuloskeletal

Ligamen-ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang sewaktu


kehamilan dan persalinan berangsur-angsur kembali seperti sediakala. Tidak
jarang ligamen rotundum mengendur, sehingga uterus jatuh kebelakang. Fasia
jaringan penunjang alat genitalia yang mengendur dapat diatasi dengan latihan-
latihan tertentu. Mobilitas sendi berkurang dan posisi lordosis kembali secara
perlahan-lahan.

 Sistem Endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem


endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.

a. Oksitosin

Oksitosin diesksresikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama


tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta
dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu
uterus kembali ke bentuk normal.

b. Prolaktin

Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjer


pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan
dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada wanita
yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi pada permulaan ada
rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak
menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari
setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang
mengontrol ovarium ke arah permukaan pola produksi estrogen dan
progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi dan menstruasi.

c. Estrogen dan Progesteron

Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun


mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat
estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang meningkatkan
volume darah. Disamping itu, memengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat memengaruhi
saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,perineum dan vulva,
serta vagina.

 Perubahan tanda-tanda vital

a. Suhu

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 °C. Sesudah partus
dapat naik kurang lebih 0,5 °C dari keadaan normal, namun tidak akan
melebihi 8°C. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan
akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38 °C, mungkin terjadi infeksi pada
klien.

b. Nadi dan Pernapasan

Nadi berkisar antara 60-80 mmHg setelah partus, dan dapat terjadi
braadikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada
perdarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada penederita. Pada masa nifas
umumnya danyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan
pernapasan akan sedikit meningkatkan stelah partus kemudian kembali seperti
leadaan semula (Saleha, 2009)

c. Tekanan Darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan
memghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain
yang menyertainya dalam ½ bulan pengobatan.

 Sistem hematologi dan kardiovaskuler

Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sampai


seebanyak 15.000 selama masa persalinan. Leukosit akan tetap tinggi jumlahnya
selama beberapa hari pertama masa postpartum. Jumlah sel –sel darah putih
tersebut masih bisa naik lebih tinggi lagi hingga 25.000-30.000 tanpa adanya
kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Akan tetapi,
berbagai jenis kemungkinan infeksi harus dikesampingkan pada penemuan
semacam itu. Jumlah hemoglobin dan hematokrit serta eritrosit akan sangat
bervariasi pada awal-awal masa nifas sebagai akibat dari volume darah, volume
plasma, dan volume sel darah yang berubah rubah. Sering dikatakan bahwa jika
hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari titi 2% atau lebih
tinggi pada saat memasuki persalinan awal, maka klien dianggap telah
kekurangan darah yang cukup banyak. Titik 2% tersebut kurang lebih sama
dengan kehilangan 500 ml darah. Biasanya terdapat suatu penurunan besar
kurang lebih 1.500 ml dalam jumlah darah keseluruhan selama kelahiran dan
masa nifas. Rincian numlah darah yang terbuang pada klien ini kira-kira 200-500
ml hilang selama masa persalinan, 500-800 ml hilang selama minggu pertama
postpartum, dan gterakhir 500 ml selama sisa masa nifas.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masa Nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat –
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil (Saleha, 2009). Pada masa nifas
terjadi perubahan fisologis, dapat terjadi pada perubahan sistem reproduksi, sistem
pencernaan, sistem moskuloskeletal, sistem perkemihan, serta perubahan tanda-tanda vital.

Tujuan dari masa nifas adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun
psikologis; Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayinya; Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, imunisaasi, serta perawatan bayi sehari-hari;
Memberikan pelayanan KB. Untuk itu perlu adanya masa nifas.

3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca memahami tentang fisiologi masa
nifas dan mengetahui perubahan fisiologi apa saja yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Ari, Sulistyawati. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta : ANDI

Bobak dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC

Farrer, Helen RN RM. 2001. Perawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta : EGC

Murray,Sharon Smith & Emily Slone McKinney. 2007. Foundations of Maternal Newborn
Nursing 4th Edition. Singapore : Saunders

Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika

Suherni. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya

Dewi, Vivian Nanny Lia & Sunarsih, Tri. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta :
Selemba Medika

Anda mungkin juga menyukai