Desa Galuga merupakan salah satu desa yang secara administratif berada
di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa
Galuga terletak di sebelah barat dari Kota Bogor sekitar 15 km ke arah Tangerang
(Banten). Berdasarkan Citra Quickbird tahun 2010, Desa Galuga memiliki luas
2
wilayah sekitar 229,2 ha atau 2.292.000 m . Secara geografis Desa Galuga
36
Tabel 6. Kondisi Pendidikan Penduduk Desa Galuga
No Pendidikan Jumlah (orang)
1. Tidak Tamat SD/sederajat 125
2. Tamat SD/sederajat 369
3. Tamat SMP/sederajat 89
4. Tamat SMU/sederajat 25
5. Tamat Akademi (D1-D3) /sederajat 7
Sumber : Wiyana et al. (2008)
4 bulan. Suhu rata-rata Desa Galuga sekitar 230-320 C, dengan kelembaban relatif
cukup tinggi sepanjang tahun rata-rata bulanan 70%-90% dan rata-rata tahunan
90%. Kecepatan angin bertiup rata-rata 2,7 km/jam atau 3-4 knot. Penyinaran
matahari bulanan berkisar antara 50%-90% dengan rata-rata tahunan sebesar 60%
(BMG Kota Bogor, 2010 dalam Desmawati, 2010).
37
geologi yaitu: qav, qvl, qvsb, tmb, dan tmn (Gambar 10). Kawasan TPA Galuga
secara umum berada pada formasi geologi qvl, qvsb, dan tmn. Luas wilayah Desa
Galuga untuk masing-masing formasi geologi disajikan pada Tabel 8.
Berdasarkan formasi geologinya, Desa Galuga secara umum terbagi atas
dua periode geologi, yakni tersier dan kuarter. Tersier merupakan pembentukan
pada masa cenozoikum atau sekitar 60 juta tahun yang lalu, sedangkan kuarter
merupakan pembentukan pada masa cenozoikum dimana bedanya dengan periode
tersier yaitu pada masa quarter relatif lebih terbaru, artinya pembentukan dari 0-2
juta tahun yang lalu dan diperkirakan masih akan berlangsung sampai masa
sekarang. Beberapa ahli memiliki pendapat berbeda-beda mengenai frekuensi
waktu pembentukan pada masing-masing periode (Rachim, 2007) seperti yang
disajikan pada Tabel 9.
38
Tabel 9. Umur Geologi Pada Periode Kuarter dan Tersier
Era Periode Epoch Umur (juta tahun )
Kulp Haugh Hammon
(1961) (1958) (1970)
Kuarter Holosen (Recent) Masa Sekarang
Pleistosen 1 1 0-2
Cenozoikum Pliosen 13 12 2
Miosen 25 28 11
Tersier
Oligosen 36 40 25
Eosen 58 60 40
Sumber : Rachim (2007)
4.4 Topografi/Fisiografi
39
bergelombang dengan rata-rata ketinggian antara 170-240 mdpl. Luas wilayah
masing-masing ketinggian disajikan pada Tabel 10.
TPA Galuga yang terletak tepat di tengah-tengah Desa Galuga berada pada
ketinggian yang sedang. Sebelah utara TPA Galuga berada pada ketinggian antara
176-190 mdpl, sedangkan sebelah selatan TPA Galuga berada pada ketinggian
antara 204-218 mdpl. Variasi ketinggian Desa Galuga dan TPA Galuga disajikan
pada Gambar 11.
40
untuk kawasan di sebelah selatan berada pada wilayah dengan tingkat kemiringan
8-15% (Gambar 12).
41
4.5 Tanah dan Lahan
42
Gambar 13. Peta Tanah Desa Galuga
43
Wilayah Desa Galuga dengan dua jenis tanah yang berbeda yaitu latosol
cokelat kemerahan dan kompleks aluvial cokelat dan aluvial cokelat kekelabuan
memiliki tekstur yang homogen untuk seluruh wilayah yaitu bertekstur halus. Hal
ini juga berlaku di kawasan TPA Galuga. Dengan jenis tanah latosol cokelat
kemerahan, kawasan TPA Galuga juga berada pada wilayah dengan tekstur tanah
halus.
4.5.3 Drainase
44
TPA Galuga menghabiskan sekitar 5 ha atau 2,2% lahan Desa Galuga untuk
tempat buangan TPA. Kawasan pemukiman terlihat lebih mengelompok yang
berada di sebelah selatan dan sebelah timur yang terletak di sepanjang jalan desa
dan sedikit di sebalah tengah bagian timur yang relatif menyebar. Tipe
penggunaan lahan dengan luas disajikan pada Tabel 11, sedangkan peta
penggunaan lahan Desa Galuga disajikan pada Gambar 14.
45
4.7 Gambaran Umum TPA Galuga
46
warga Desa Galuga dan sekitarnya; saluran pembuangan lindi; kolam
penampungan lindi (terkubur longsoran sampah tahun 2010). Sebagian dari
fasilitas TPA dibangun oleh Pemerintah Kota Bogor dan pemeliharaannya juga
merupakan tanggung jawab bersama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor.
Awalnya areal TPA Galuga digunakan sebagai tempat pembuangan
sampah dan keberadaan rumah penduduk berada cukup jauh dari areal TPA
dimana selama aktifitas TPA berjalan tidak menggangu masyarakat sekitar. Akan
tetapi seiring berjalannya waktu, sebagian masyarakat mulai melirik TPA dan
melihat peluang bahwa keberadaan TPA dapat memberikan manfaat bagi warga
sekitar untuk mencari nafkah dengan memafaatkan limbah sampah yang masih
dapat bernilai ekonomis. Dimulai dengan pegumpulan sampah anorganik untuk
dipakai dan dijual kembali. Akibatnya seiring berjalannnya waktu, bermunculan
warga lainnya yang berprofesi menjadi pemulung, bandar dan sebagainya. Rata-
rata penduduk yang berprofesi sebagai bandar memiliki lokasi yang dekat TPA
atau pinggir kawasan TPA sebagai tempat tinggal atau pemukiman. Sehingga
sampai saat ini banyak pemukiman yang berada di pinggir dekat dengan kawasan
TPA. Diperkirakan jumlah pemulung berkisar 300 orang dan bandar 30 orang
yang merupakan warga sekitar dan beberapa orang pendatang.
Keberadaan pemulung cukup mengganggu kelancaran petugas TPA
(operator alat berat) karena dalam melakukan pekerjaannya para pemulung kurang
memperhatikan keselamatan. Namun, selain mengganggu kelancaran operasional
TPA, keberadaan pemulung juga dinilai cukup baik diantaranya mengurangi
jumlah sampah yang dibuang ke areal TPA dimana sampah-sampah seperti plastik,
kertas, alumunium besi dan lainnya yang bernilai ekonomis dimanfaatkan kembali
(daur ulang) oleh pemulung. Menurut UPTD TPA Kota Bogor (2011),
47
perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana umum untuk warga sekitar,
pengobatan gratis setiap sekali dalam sebulan yang berpusat di kantor TPA.
Berdasarkan data Dinas Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor sampai pada
3
tahun 2005, timbulan sampah Kabupaten Bogor mencapai 9.075,4 m /hari.
Aktifitas rumah tangga dan pasar atau pertokoan masing-masing menyumbang
sebesar 40% dan 30% dari total sampah secara keseluruhan. Armada angkutan
sampah untuk Kabupaten Bogor yaitu: truk sebanyak 33 unit; whellloader 2 unit;
penyapu jalan 1 unit; mobil tinja 7 unit; mobil taman 1 unit. Sampah yang dikelola
oleh Pemda Kabupaten Bogor dan Pemda Kota Bogor dilayani oleh 3 TPA yaitu:
TPA Pondok Rajeg di Kecamatan Cibinong yang menampung sebanyak 700
m3/hari, TPA Jonggol di Kecamatan Jonggol sebanyak 269 m3/hari, TPA Galuga
3
di Kecamatan Cibungbulang sebanyak 1.394 m /hari.
Berdasarkan data pada tahun 2009, total sampah yang ada di Kabupaten
Bogor mencapai 3.800 ton per hari. Kapasitas tersebut baru dimanfaatkan menjadi
pupuk organik sekitar 1,5-3 ton per hari. Total sampah tersebut merupakan hasil
sampah organik dan anorganik dari sampah rumah tangga, industri dan termasuk
pasar yang dikumpulkan dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor. Agar tidak
menumpuk, sampah tersebut secara bertahap diolah menjadi kompos. Namun dari
total sampah tersebut, hanya ada satu pabrik pengolahan di Cisarua dengan
kapasitas tampung 2-3 ton per hari. Tapi yang berupa sampah organik dan bisa
diolah hanya sekitar 1,5 ton per hari (Dinas Kebersihan dan Ketertiban PD Pasar
Tohaga Bogor, 2009).
Volume sampah yang datang setiap harinya di Kota Bogor dihasilkan dari
aktifitas rumah tangga, kantor, pasar ataupun perkotaan, industri atau pabrik,
sekolah, dan lain-lain (Lampiran 1). Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Bogor dalam hal ini UPTD TPA, pada tahun 2010 jumlah
3/
timbulan sampah yang ada sebesar 2.365 m hari. Sampah Organik merupakan
3
penyumbang sampah terbesar yaitu sebesar 1.439,10 m atau 60,85 % dari total
sampah yang ada (Gambar 15). Sampah yang bisa terangkut dari timbulan sampah
yang ada ke TPA Galuga pada tahun 2010 adalah 70,01%, sedangkan 29,91%
48
sisanya tidak terangkut ke TPA Galugga dikarenakan sebagian sudah diolah di
sumber sampah seperti dibakar atau ditimbun, sebagian dibuang ke sungai, dan
sebagiannya lagi terbuang di jalan pada saat pengangkutan oleh truk sampah.
Persentase dari daya angkut pada tahun 2010 meningkat 2% dari tahun 2009
(Lampiran 2 dan 3).
1600
Volume (m3) 1400
1200
1000
800
600
400
200
0 Timbulan
Organik
-lain B3
Mineral
Logam
Residu
Plastik
Tekstil
Kertas
Karet
Terangkut
Limbah
Lain
Kaca &
Jenis Sampah
49
sedangkan truk sampah milik Kabupaten Bogor berakhiran huruf F. Sampah
diangkut dan dibawa ke TPA Galuga. Namun, sebelumnya sampah-sampah yang
ada dipilah oleh kernet-kernet truk. Sampah anorganik berupa plastik, besi,
ataupun sejenisnya dipilih dan langsung dijual ke lapak yang ada di sekitar TPA
Galuga dengan harga Rp. 1.000-Rp. 2.000 perkilogram.
Sortasi I dilakukan untuk memisahkan sampah organik dan sampah
anorganik sisa pilahan kernet truk. Pada dasarnya semua sampah organik padat
dapat dikomposkan. Sampah organik padat berasal dari sampah organik rumah
tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan,
limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri. Sampah organik tersebut
langsung dipisahkan dan diangkut ke tempat pengomposan untuk selanjutnya
dijadikan pupuk kompos. Untuk sampah anorganik yang masih tersisa langsung
dibuang ke tempat penumpukan atau penampungan sampah.
Tempat penampungan sampah berupa area yang awalnya berupa lereng
bukit kecil yang mampu menampung sampah tanpa membentuk gunungan.
Namun, seiring dengan volume sampah yang dibuang semakin banyak, area
tersebut semakin padat dan membentuk gunungan yang cukup tinggi. Di areal
penampungan sampah, para warga yang banyak berprofesi sebagai pemulung
telah siap untuk memulung sampah anorganik yang bernilai ekonomis. Kegiatan
warga pemulung ini tidak jarang mengganggu aktivitas petugas alat berat untuk
mendorong sampah ke tempat penampungan sampah.
Penumpahan sampah harus memperhatikan pola penyebaran sampah
dimana sampah dipadatkan dengan membentuk pola penyebaran memadat dari
pinggir area menuju tengah area pengumpulan sampah. Hal tersebut dilakukan
untuk efisiensi tempat, kemudahan pengelolaan selanjutnya serta untuk mengatur
aliran air sampah yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.
Pemadatan sampah akan bergeser ketika sampah sudah rata dengan
permukaan tanah paling tinggi sehingga tidak membentuk gunungan sampah. Waktu
yang diperlukan untuk menumpuk sampah pada satu sisi area penumpahan dapat
lebih dari 5 tahun. Sehingga untuk sampah yang timbunan sampahnya telah berumur
lebih dari 5 tahun diperlukan pipa-pipa asap yang berfungsi untuk menyalurkan gas
50
yang telah berumur lebih dari 5 tahun. Gas metan yang tidak disalurkan ke udara
bebas dapat menimbulkan ledakan hebat hingga terjadi kebakaran TPA. Secara
umum, proses pengelolaan sampah di TPA Galuga secara konvensional disajikan
pada Gambar 16.
Penanganan pengomposan di TPA Galuga yang dilakukan oleh Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor sebagai pihak pengelola TPA melalui
mekanisme berikut ini (UPTD TPA Kota Bogor, 2011):
1. Sampah organik yang baru tiba ditempat pengomposan dilakukan sortasi II
untuk menghindari adanya sampah anorganik yang dapat mengganggu proses
fermentasi.
2. Sampah hasil sortasi ditempatkan pada blok kayu untuk dilakukan proses
fermentasi selama satu minggu.
3. Setelah fermentasi pertama, blok kayu diangkat dan sampah kembali
difermentasi. Sampah akan mengalami penyusutan hingga 30%. Jika kondisi
sampah mengering, maka dilakukan penyiraman untuk menjaga
keberlangsungan proses fermentasi.
4. Sampah yang telah difermentasi sampai 25 hari telah berubah menjadi pupuk
kompos.
5. Pupuk kompos yang terbentuk pada fermentasi masih berupa potongan-
potongan besar sehingga dilakukan proses grinding sehingga terbentuk pupuk
kompos siap pakai
51
Sampah Kota Bogor Sampah Kabupaten Bogor
Pengumpulan di TPS
Sortasi I
Sortasi II Sortasi II
Sortasi III
Tumpukan Pemulung
Sampah
Digunakan
Kembali
52