Anda di halaman 1dari 15

PANDUAN

PASIEN DENGAN RESTRAIN


RS HJ BUNDA HALIMAH

RS. HJ. BUNDA HALIMAH


Universitas Batam, Jl. Abulyatama, Batam Kota, Belian Batam-Kepualauan Riau
Telp. +62778 4161212 (Hunting 3 Lines), Call Center 0807 17 555550
Email : info @rsbundahalimah.com
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan ridho-Nya Panduan Pelayanan Pasien Dengan Penghalang (Restrain)
telah tersusun.
Penggunaan peralatan untuk membatasi gerak dan aktivitas pasien pada dasarnya
bertentangan dengan hak pasien atas kebebasan bergerak. Namun dokter
penanggung jawab pasien (DPJP) diperkenankan untuk mengambil keputusan
untuk melaksanakan pembatasan gerak pasien atas indikasi medis terhadap pasien
tersebut, maupun atas pertimbangan keselamatan pasien itu sendiri atau pasien lain
di sekitarnya.
Panduan ini disusun untuk memberikan gambaran dan acuan dalam pelaksanaan
pemberian pelayanan pasien dengan penghalang (restraint) untuk membatasi gerak
pasien, baik bagi dokter, perawat, maupun tenaga professional lainnya. Panduan ini
akan memberikan gambaran mengenai hak pasien atas kebebasan bergerak,
indikasi dan risiko pelayanan pasien dengan penghalang, monitoring dan
keputusan untuk melepas penghalang pasien.
Dengan demikian semua tenaga professional pemberi asuhan pasien dapat
melaksanakan pelayanan kesehatan terhadap pasien, khususnya pasien dengan
indikasi menggunakan penghalang secara standar.
Panduan ini sangatlah penting untuk membantu dalam kelancaran
operasional rumah sakit.
Semoga panduan ini dapat bermanfaat bagi rumah sakit dan pihak- pihak
lain yang terkait dengan penyelenggaraan Akreditasi Rumah Sakit.
Dan seperti panduan pelayanan lainnya, evaluasi berkala terhadap panduan
ini harus terus dilakukan sesuai perkembangan program akreditasi rumah sakit
Akhirnya saran dan koreksi demi perbaikan panduan ini sangat kami
harapkan

Terima kasih

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1

A. DEFINISI............................................................................................................................1

B. TUJUAN.............................................................................................................................2

BAB II RUANG LINGKUP.........................................................................................................3

A. JENIS RESTRAIN............................................................................................................3

B. PRINSIP PEMASANGAN PENGHALANG...................................................................5

BAB III TATA LAKSANA.........................................................................................................6

A. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG..................................................6

B. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG PADA PASIEN

PSIKIATRIK...................................................................................................................7

C. TATA LAKSANA MONITORING PASIEN DENGAN PENGHALANG...................8

D. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI, PENCEGAHAN DAN PENANGANAN RISIKO

AKIBAT PEMASANGAN RESTRAIN.........................................................................9

BAB IV DOKUMENTASI.........................................................................................................10

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Penghalang atau Restraint adalah terapi dengan menggunakan alat- alat


mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien. Menurut
Counsel and Care, UK, 2002) restraint adalah pembatasan disengaja atas
gerakan sukarela atau perilaku seseorang. Sedangkan menurut terjemahan
bebas bahasa Inggris, restraint adalah menghentikan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang tampaknya ingin dilakukannya.
Prinsip dari tindakan restrain ini adalah melindungi klien dari cedera fisik
dan memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat menyebabkan
klien merasa tidak dihargai hak asasinya sebagai manusia, untuk mencegah
perasaan tersebut perawat harus mengidentifikasi faktor pencetus apakah
sesuai dengan indikasi terapi, dan terapi ini hanya untuk intervensi yang
paling akhir apabila intervensi yang lain gagal mengatasi perilaku agitasi
klien. Kemungkinan mencederai klien dalam proses restrain sangat besar,
sehingga perlu disiapkan jumlah tenaga perawat yang cukup dan harus
terlatih untuk mengendalikan perilaku klien. Perlu juga dibuat perencanaan
pendekatan dengan klien, penggunaan restrain yang aman dan lingkungan
restrain harus bebas dari benda-benda
berbahaya.
Restrain (dalam psikiatrik ) merupakan tindakan menggunakan tali untuk
mengekang dan membatasi gerakan ekstrimitas individu yang berperilaku
diluar kendali yang bertujuan memberikan keamanan
fisik dan psikologis individu.

Alat tersebut meliputi penggunaan manset untuk pergelangan tangan atau


kaki dan kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada kondisi khusus, hal
ini merupakan intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak dapat
diatasi atau dikontrol dengan strategi perilaku maupun modifikasi
lingkungan.

1
B. TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan pemasangan tindakan restrain adalah
sebagai berikut:
1. Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya.
2. Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.

3. Klien yang mengalami gangguan kesadaran

4. Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan


pengendalian diri.
5. Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan
klien untuk istirahat, makan dan minum.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan penggunaan restrain adalah untuk melindungi klien dari
cedera fisik dan memberikan lingkungan yang nyaman

A JENIS RESTRAINT
1. Physical Restraint
Kegiatan pengekangan fisik pasien yang melibatkan satu atau lebih tenaga
kesehatan dengan menahan pasien, memegangi pasien yang bergerak atau
menghentikan pasien yang akan meninggalkan tempat tidur atau ruang
perawatan pasien.
2. Mechanical Restraint
Pengekangan fisik pasien secara mekanis dengan menggunakan peralatan.
Misalnya: sarung tangan (mittens) yang dirancang khusus pada ruang
pelayanan intensif; penggunaan meja yang berat atau sabut pengaman untuk
menahan pasien keluar dari kursi roda; penggunaan bedrails untuk mencegah
pasien orang tua keluar dari tempat tidur; penggunaan kunci atau keypads
3. Technological Surveillance Restraint
Penggunaan teknologi surveilans seperti bantalan tekanan, televisi sirkuit
tertutup atau pintu alarm, untuk mengingatkan tenaga kesehatan memantau
gerakan mereka atau upaya pasien untuk mencoba meninggalkan tempat
tidur atau ruang perawatan. Walaupun pasien tersebut tidak mendapatkan
perlakuan pembatasan gerak secara langsung, namun dapat digunakan
untuk memicu pasien menahan diri setiap kali alarm berbunyi ketika pasien
akan meninggalkan ruang perawatan.
4. Chemical Restraint
Penggunaan obat-obatan untuk pembatasan gerak.
5. Psychological Restraint

3
Kegiatan pembatasan gerak pasien dengan berulang kali dan secara terus
menerus memberi tahu pasien untuk tidak melakukan sesuatu, atau apabila
melakukan sesuatu merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan atau
terlalu berbahaya. Hal tersebut termasuk mengambil alih pilihan atas gaya
hidup pasien seperti mengatakan kepada pasien kapan waktunya tidur dan
bangun tidur; maupun mengambil peralatan individual atau hak milik
pribadi, seperti mengambil alat bantu berjalan, kaca mata, atau pakaian luar
pasien dengan tujuan untuk menghentikan pasien untuk keluar
meninggalkan tempat tidur atau ruang perawatan.

1
A. PRINSIP PEMASANGAN PENGHALANG

1. Pembatasan gerak pasien dengan menggunakan penghalang (restraint)


hanya untuk perlindungan keselamatan dan kepentingan terbaik bagi pasien
dan atau pasienlainnya.
2. Dokter dan atau perawat harus memperhatikan aspek etik- medikolegal dan
memastikan bahwa ada indikasi yang jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan atas pemasangan penghalang pada pasien,
mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, kehormatan, dan kebutuhan
fisik serta psikologis pasien.
3. Keputusan pemasangan penghalang harus diambil sebagai pilihan dan
langkah terakhir setelah semua upaya untuk meminimalkan risiko atas
keselamatan pasien dilakukan dan segera dilepaskan dalam waktu yang
sesingkat mungkin setelah kondisi atau risiko atas keselamatan pasien
terlampaui.
4. Tenaga kesehatan yang melaksanakan pemasangan penghalang harus
senantiasa menguasai prinsip pemasangan penghalang dan mendapatkan
pelatihan yang berkesinambungan.

5
BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG


1. Skrining terhadap pasien perlu dilakukan sebelum pemasangan
penghalang, untuk mengetahui adanya risiko atas keselamatan pasien
selama pelayanan pasien tersebut, misalnya pasien berisiko jatuh,
menciderai diri sendiri atau pasien lainnya, menarik selang
oksigen/infus/peralatan lainnya yang sedang dipasang pada tubuhnya,
atau berperilaku agresif.
2. Perawat yang mengetahui adanya indikasi pemasangan penghalang,
melakukan kolaborasi dan menghubungi dokter DPJP yang akan
menentukan pemasangan penghalang terhadap pasien, termasuk jenis
penghalang yang sesuai untuk pasien tersebut.
3. Pemasangan penghalang harus dipertimbangkan sebagai alternatif
terakhir, setelah semua upaya untuk mengatasi terjadinya risiko atas diri
pasien sudah dilakukan.
4. Dokter dan atau perawat menjelaskan kepada keluarga mengenai
indikasi , risiko maupun manfaat pemasangan penghalang terhadap
pasien dan memberi kesempatan kepada kelluarga untuk bertanya, serta
mencatat pada Form Lembar Edukasi. Apabila diperlukan, keluarga
dapat diminta persetujuan secara tertulis.
5. Perawat mempersiapkan peralatan dan tim untuk pelaksanaan prosedur
pemasangan penghalang, termasuk pelaksanaan monitoring selama
pasien terpasang penghalang.
6. Perawat melaksanakan pemantauan ketat selama pemasangan
penghalang meliputi aspek keamanan, kenyamanan, kehormatan,
privasi, dan kondisi fisik maupun mental pasien.
7. Perawat melakukan pencatatan atas temuan fisik, psikologis, dan aspek
social terhadap pasien serta mencatat pada berkas rekam medis pasien.

6
8. Pemasangan penghalang harus dilakukan sesingkat mungkin dan
dilepaskan segera setelah indikasi atas risiko keselamatan pasien, tenaga
kesehatan, dan pasien lain terlampaui.

B. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG PADA PASIEN


PSIKIATRIK

1. Lebih baik lima sampai enam orang harus digunakan untuk


mengikat klien, yang bisa melibatkan keluarga.

a. 4 orang orang menahan masing-masing anggota gerak

b. Satu orang mengawasi kepala

c. Satu orang melakukan prosedur pengikatan

d. Tiap anggota gerak 1 ikatan

e. Ikatan pada posisi sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran


IV

f. Posisi kepala lebih tinggi untuk menghindari aspirasi

2. Pengikat kulit adalah jenis pengikatan yang paling aman dan paling
menjamin.

3. Jelaskan kepada pasien mengapa mereka akan diikat.

4. Seorang anggota keluarga harus selalu terlihat dan menetramkan asien yang
diikat. Penentraman membantu menghilangkan rasa
takut, ketidakberdayaan, dan hilangnya kendali klien.
5. Klien harus diikat dengan kedua tungkai terpisah dan satu lengan

diikat di satu sisi dan lengan lain diikat diatas kepala pasien.

6. Pengikatan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga aliran

darah klien tidak tertekan/terhambat.

7. Kepala klien agak ditinggikan untuk menurunkan perasaan

kerentanan dan untuk menurunkan kemungkinan tersedak.

8. Pengikatan harus diperiksa secara berkala demi keamanan dan

7
kenyamanan.

9. Setelah diikat, keluarga harus menenangkan klien dengan cara

berkomunikasi.

10. Setelah klien dikendalikan, satu ikatan sekali waktu harus dilepas dengan
interval lima menit sampai klien hanya memiliki dua ikatan. Kedua ikatan
lainnya harus dilepaskan pada waktu yang bersamaan, karena tidak
dianjurkan membiarkan klien hanya
dengan satu ikatan.

11. Memasung klien gangguan jiwa tidak dianjurkan, dimana klien


diikat/dirantai, tangan dan atau kakinya dipasang pada sebuah balok kayu
agar tidak berbahaya bagi dirinya sendiri ataupun orang lain dan lingkungan
sekitarnya. Pemasungan yang berlangsung lama akan mengakibatkan
anggota tubuh yang dipasung menjadi kecil dan tidak dapat berfungsi
secara normal seperti biasanya.

12. Cara pemasungan lainnya yang tidak dianjurkan adalah pengandangan.


Kandang penderita dibangun diluar desa dan dikunci rapat dan diasingkan.

C. TATA LAKSANA MONITORING PASIEN DENGAN PENGHALANG


1. Perawat harus membuat rencana keperawatan asuhan pelayanan pasien
dengan penghalang dan ditulis pada berkas rekam medis pasien, agar
diketahui oleh perawat yang bertugas pada shift berikutnya.
2. Rencana keperawatan tersebut meliputi monitoring pasien dengan
penghalang terhadap terjadinya komplikasi atau risiko lain yang dapat
berdampak pada keselamatan pasien.
3. Risiko yang perlu dipertimbangkan menyangkut dampak dari penggunaan
penghalang tersebut, maupun dampak dari upaya pasien untuk
membebaskan diri dari penghalang yang dipasang pada tubuhnya.
4. Perawat perlu mengidentifikasi terjadinya dampak atas pemasangan
penghalang terhadap pasien, dan melakukan kolaborasi dengan DPJP untuk
tindakan pencegahan yang perlu diambil serta mencatat pada berkas rekam
medis pasien.
5. Pada kebanyakan kasus, observasi, asesmen dan asuhan pasien dengan
penghalang perlu dilakukan sedikitnya setiap 2 jam. Pada kasus pasien

8
dengan agitasi, observasi pasien perlu dilakukan sedikitnya setiap 15 menit.
Frekuensi asesmen dan monitoring pasien dengan penghalang perlu
dilakukan secara individual dengan memperhatikan kondisi pasien, status
intelengensi, dan beberapa kondisi terkait lainnya.
6. Observasi dan asesmen yang perlu dilakukan meliputi posisi alat
penghalang, kondisi kulit di sekitar lokasi pemasangan alat penghalang,
sirkularisasidari ekstremitas yang terpasang alat penghalang.

D. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI, PENCEGAHAN DAN


PENANGANAN RISIKO AKIBAT PEMASANGAN RESTRAIN
Risiko yang mungkin terjadi selama pemasangan penghalang
terhadap tubuh pasien meliputi:
1. Perpanjangan lama dirawat
2. Trauma langsung
3. Kerusakan saraf (nerve injury)
4. Risiko jatuh
5. Asfiksia
6. Gangguan ritme jantung
7. Inkontinensia
8. Decubitus
9. Infeksi nosokomial
10. Pada pasien psikiatrik, dapat menambah agitasi pasien

Upaya pencegahan dan penanganan yang dapat dilakukan jika terjadi


risiko:
1. Mobilisasi aktif maupun pasif terhadap ekstremitas yang
terpasang alat penghalang.
2. Penggantian posis,
3. Menjaga hygiene pasien
4. Mempertahankan asupan makanan dan minuman yang cukup adekuat
5. Melakukan pemantauan/monitoring secara intensif

6. Bila dimungkinkan melepaskan restrain sesegera mungkin

9
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Perintah tertulis dari dokter yang merawat


2. Klien dan keluarga setuju dilakukan tindakan tersebut dengan

menandatangi inform consent yang sudah disiapkan


3. Perhatikan SPO dari masing-masing restrain yang digunakan (tipe /

macam restrain yang digunakan )


4. Perhatikan waktu pemasangan dan pelepasan restrain.
5. Evaluasi secara periodik respon pasien terhadap pemasangan
restrain

10
1
1

Anda mungkin juga menyukai