Anda di halaman 1dari 12

PEMERINTAH KABUPATEN NIAS BARAT

DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS NON RAWAT INAP MORO’O
ALAMAT : DESA HILIFADOLO KECAMATAN MORO’O
Kode Pos : 22862, Telp-, Fax-, Email : puskesmasmorooniasbarat@gmail.com

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS NON RAWAT INAP MORO’O


NOMOR : 445/…../PKM-MR/…./2019
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN KLINIS DI UPTD PUSKESMAS NON RAWAT INAP
MORO’O

KEPALA UPTD PUSKESMAS NON RAWAT INAP MORO’O


Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan kualitas pelayanan di unit
pelayanan publik UPTD Puskesmas Non Rawat Inap
Moro’o yang transparan dan akuntebel serta efektif dan
efisien, perlu disusun penetapan kebijakan pelayanan
klinis;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud huruf a, agar
pelaksanaannya dapat berdaya guna dan berhasil guna
perlu penetapan keputusan Kepala UPTD Puskesmas Non
Rawat Inap Moro’o;

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun


2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014
Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
No.1457/MENKES/SK/2003 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota;
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS NON RAWAT INAP


MORO’O TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KLINIS DI UPTD
PUSKESMAS NON RAWAT INAP MORO’O.

KESATU : Kebijakan pelayanan klinis di UPTD Puskesmas Non Rawat


Inap Moro’o sebagaimana tercantum dalam Lampiran
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat
keputusan ini.

KEDUA : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan


ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : Hilifadolo
Pada tanggal : 2019

Kepala UPTD Puskesmas Non Rawat Inap


Moro’o

PINTA SERASIH GULO


NIP. 19870921 200804 2 001
LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA UPTD
PUSKESMAS NON RAWAT INAP
MORO’O KECAMATAN MORO’O
NOMOR : 445/…../PKM-MR/…./2019
TENTANG : KEBIJAKAN PELAYANAN KLINIS DI
UPTD PUSKESMAS NON RAWAT
INAP MORO’O

KEBIJAKAN KLINIS

A. PENDAFTARAN PASIEN
1. Pendaftaran pasien harus dipandu dengan prosedur yang jelas.
2. Pendaftaran dilakukan oleh petugas yang telah ditunjuk oleh kepala
puskesmas.
3. Pendaftaran pasien memperhatikan keselamatan pasien.
4. Identitas pasien harus dipastikan minimal dengan dua cara dari cara
identifikasi sebagai berikut: nama, tanggal lahir, alamat/tempat tinggal,
nomor handphone, riwayat alergi, dan nomor rekam medis.
5. Informasi tentang jenis pelayanan klinis yang tersedia dan informasi
lain yang dibutuhkan masyarakat yang meliputi: jenis pelayanan, alur
pelayanan, waktu pelayanan, dan informasi tentang kerjasama dengan
fasilitas kesehatan yang lain harus dapat disediakan di tempat
pendaftaran.
6. Hak dan kewajiban pasien harus diperhatikan pada keseluruhan proses
pelayanan yang dimulai dari pendaftaran.
7. Hak-hak pasien meliputi:
a. Memperoleh informasi mengenai pelayanan yang akan diterima;
b. Memperolah informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil,jujur dan tanpa
diskriminasi;
d. Memperoleh yananan yang efektif dan efisien sesuai dengan
standart profesi dan prosedur;
e. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita;
f. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan;
g. Menyampaikan pengaduan dan mengajukan usul atau saran;
h. Memperoleh keamananan dan keselamatan;
i. Memperoleh kesempatan untuk memilih dokter bila memungkinkan
( informed choice);
8. Kewajiban pasien meliputi:
a. Mentaati segala peraturan dan tata tertib di UPTD Puskesmas Non
Rawat Inap Moro’o ;
b. Memberikan informasi yang jujur lengkap dan jujur tentang
masalah kesehatannya;
c. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter, dokter gigi,bidan, perawat.
9. Kendala fisik, bahasa, dan budaya serta penghalang lain wajib
diidentifikasi dan ditindak lanjuti

B. PENGKAJIAN, KEPUTUSAN, DAN RENCANA LAYANAN


1. Kajian awal dilakukan secara paripurna dilakukan oleh tenaga yang
kompeten melakukan pengkajian.
2. Kajian awal meliputi kajian medis, kajian keperawatan, kajian
kebidanan, dan kajian lain oleh tenaga profesi kesehatan sesuai dengan
kebutuhan.
3. Proses kajian dilakukan mengacu standar profesi dan standar asuhan.
4. Proses kajian dilakukan dengan memperhatikan tidak terjadinya
pengulangan yang tidak perlu.
5. Informasi kajian baik medis, keperawatan, kebidanan, dan profesi
kesehatan lain wajib diidentifikasi dan dicatat dalam rekam medis.
6. Proses kajian dilakukan sesuai dengan langkah-langkah SOAP.
7. Pasien dengan kondisi gawat atau darurat harus diprioritaskan dalam
pelayanan.
8. Kajian dan perencanaan asuhan harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan profesional yang kompeten.
9. Jika pada kasus yang memerlukan penanganan terintegrasi, maka
harus ada koordinasi dan komunikasi antar pemberi layanan klinis.
10. Jika memerlukan pelayanan secara tim, tim kesehatan antar profesi
harus tersedia.
11. Pendelegasian wewenang baik dalam kajian mapun keputusan layanan
harus dilakukan melalui proses pendelegasian wewenang.
12. Pendelegasian wewenang diberikan kepada tenaga kesehatan
profesional yang memenuhi persyaratan.
13. Proses kajian, perencanaan, dan pelaksanaan layanan dilakukan
dengan peralatan dan tempat yang memadai.
14. Peralatan dan tempat pelayanan wajib menjamin keamanan pasien dan
petugas.
15. Rencana layanan dan pelaksanaan layanan dipandu oleh prosedur
klinis yang dibakukan.
16. Jika dibutuhkan rencana layanan terpadu, maka kajian awal, rencana
layanan, dan pelaksanaan layanan disusun secara kolaboratif dalam
tim layanan yang terpadu.
17. Rencana layanan disusun untuk tiap pasien, dan melibatkan pasien.
18. Penyusunan rencana layanan mempertimbangkan kebutuhan biologis,
psikologis, sosial, spiritual dan memperhatikan tata nilai budaya
pasien.
19. Rencana layanan disusun dengan hasil dan waktu yang jelas dengan
meperhatikan efisiensi sumber daya.
20. Risiko yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan layanan harus
diidentifikasi.
21. Efek samping dan risiko pelaksanaan layanan dan pengobatan harus
diinformasikan kepada pasien.
22. Rencana layanan harus dicatat dalam rekam medis.
23. Rencana layanan harus memuat pendidikan/penyuluhan pasien.

C. PELAKSANAAN LAYANAN RAWAT JALAN


1. Pelaksanaan layanan dipandu dengan pedoman dan prosedur
pelayanan klinis.
2. Pedoman dan prosedur layanan klinis meliputi: pelayanan medis,
keperawatan, kebidanan, dan pelayanan profesi kesehatan lain.
3. Pelaksanaan layanan dilakukan sesuai rencana layanan.
4. Pelaksanaan layanan dan perkembangan pasien harus dicatat dalam
rekam medis.
5. Jika dilakukan perubahan rencana layanan harus dicatat dalam rekam
medis.
6. Tindakan medis/pengobatan yang berisiko wajib diinformasikan pada
pasien sebelum mendapatkan persetujuan.
7. Pemberian informasi dan persetujuan pasien (informed consent) wajib
didokumentasikan.
8. Pelaksanaan layanan klinis harus dimonitor, dievaluasi, dan ditindak
lanjut.
9. Evaluasi harus dilakukan terhadap evaluasi dan tindak lanjut.
10. Kasus-kasus berisiko tinggi harus ditangani sesuai dengan prosedur
pelayanan kasus berisiko tinggi.
11. Kasus-kasus yang perlu kewaspadaan universal terhadap terjadinya
infeksi harus ditangani dengan memperhatikan prosedur pencegahan
penyebaran penyakit.
12. Pemberian obat/cairan intravena harus dilaksanakan dengan prosedur
pemberian obat/cairan intravena yang baku dan mengikuti prosedur
aseptik.
13. Kinerja pelayanan klinis harus dimonitor dan dievaluasi dengan
indikator yang jelas.
14. Hak dan kebutuhan pasien harus diperhatikan pada saat pemberian
layanan.
15. Keluhan pasien/keluarga wajib diidentifikasi, didokumentasikan dan
ditindak lanjuti.
16. Pelaksanaan layanan dilaksanakan secara tepat dan terencana untuk
menghindari pengulangan yang tidak perlu.
17. Pelayanan mulai dari pendaftaran, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, perencanaan layanan, pelaksanaan layanan, pemberian
obat/tindakan, sampai dengan pasien pulang atau dirujuk harus
dijamin kesinambungannya.
18. Pasien berhak untuk menolak pengobatan.
19. Pasien berhak untuk menolak jika dirujuk ke sarana kesehatan lain.
20. Pasien berhak untuk melanjutkan pengobatan maupun untuk rujukan
dipandu oleh prosedur yang baku.
21. Jika pasien menolak untuk pengobatan atau rujukan, wajib diberikan
informasi tentang hak pasien untuk membuat keputusan, akibat dari
keputusan, dan tanggung jawab mereka berkenaan dengan keputusan
tersebut.
22. Pelayanan anestesi dan pembedahan harus dilaksanakan oleh petugas
yang kompeten dipandu dengan prosedur baku.
23. Sebelum melakukan anestesi dan pembedahan, petugas harus
mendapatkan informed consent.
24. Status fisiologis pasien wajib dipantau setelah pemberian anestesi dan
pembedahan.
25. Pendidikan/penyuluhan kesehatan pada pasien dilaksanakan sesuai
dengan rencana layanan.

D. RENCANA RUJUKAN DAN PEMULANGAN


1. Dokter yang menangani pasien bertanggung jawab untuk
melaksanakan proses pemulangan/rujukan.
2. Umpan balik dari fasilitas rujukan wajib ditindak lanjuti oleh dokter
yang menangani.
3. Jika pasien tidak mungkin dirujuk, puskesmas wajib memberikan
alternatif pelayanan.
4. Rujukan pasien harus disertai dengan resume klinis.
5. Resume klinis meliputi: nama pasien, kondisi klinis, prosedur/tindakan
yang telah dilakukan, dan kebutuhan akan tindak lanjut.
6. Pasien diberi informasi tentang hak untuk memilih tempat rujukan
7. Pasien dengan kebutuhan khusus perlu didampingi oleh petugas yang
kompeten.
8. Kriteria merujuk pasien meliputi:
a. Pengobatan atau tindakan tertentu yang diperlukan tidak bisa
dilakukan di puskesmas.
b. Membutuhkan fasilitas atau peralatan yang tidak dimiliki puskesmas
atau peralatan yang dibutuhkan sedang rusak, tenaga profesional
(ahli) yang tidak dimiliki puskesmas.
c. Diagnosa pasien tidak termasuk di daftar 100 diagnosa yang dapat
ditangani di Puskesmas Non Rawat Inap Moro’o.
9. Petugas yang mendampingi selama rujukan adalah perawat dan bidan
yang sudah dilatih bantuan hidup dasar (BHD). Selama didalam
perjalanan petugas memonitoring kondisi pasien dengan menilai
kesadaran,tensi,respirasi,nadi.
10. Petugas yang mendamping rujukan membawa formulir rujukan
kegawatdaruratan yang berisi identitas pasien,anamnesis,pemeriksaan
fisik,pemeriksaan penunjang,diagnose,terapi yang diberikan dan
rencana tindak lanjut.
11. Petugas pendamping rujukan menandatangani lembar serah terima
pasien dan meminta tanda tangan petugas penerima rujukan.
12. Petugas menanyakan fasilitas kesehatan tingkat lanjut yang di inginkan
pasien/keluarga pasien.
13. Pada saat pemulangan, pasien/keluarga pasien harus diberi informasi
tentang tindak lanjut layanan.
14. Petugas menawarkan sarana transportasi untuk rujukan kepada
keluarga.

E. PELAYANAN TINDAKAN DAN GAWAT DARURAT


1. Puskesmas Non Rawat Inap Moro’o menerima pelayanan Tindakan dan
Gawat Darurat sesuai dengan waktu pelayanan Puskesmas Non Rawat
Inap Moro’o.
2. Kasus gawat darurat harus diprioritaskan dan dilaksanakan sesuai
prosedur pelayanan pasien gawat darurat.
3. Daftar kasus gawat darurat:
a. Hipertensi Urgensi dan Emergensi
b. Vulnus Laseratum, Punctum, dan Morsum
c. Krisis Hiperglikemik
d. PPOK eksaserbasi akut
e. Asma Bronkiale Eksaserbasi akut
f. Cedera Kepala Sedang dan Berat
g. Penurunan Kesadaran
h. Corpus Alienum
i. Preeklampsia/Preeklampsia Berat
j. Diare dengan dehidrasi berat
4. Daftar Kasus-Kasus Berisiko Tinggi :
1) Tuberkulosis Paru
2) Varisela
3) Campak
4) Malaria
5) Konjungtivitis
6) Demam Berdarah Dengue
7) Ikterik ec susp. Hepatitis A atau B
8) Parotitis
9) Infeksi Menular Seksual
10) Infeksi HIV
5. Pada kasus gawat darurat, Petugas Informasi mengarahkan pasien ke
RTGD sambil memanggil dokter, petugas RTGD, dan petugas
pendaftaran ke pasien.
a. Penanganan di RTGD dilakukan tanpa mengurus pelayanan
administrasi terlebih dahulu.
b. Dokter dan Petugas RTGD memberikan pelayanan Gawat Darurat
berdasarkan Triase, yakni warna Merah, Kuning, Hijau, dan Hitam.
Pelayanan RTGD mengubah Gawat Darurat menjadi tidak Gawat
Darurat.
c. Apabila didapatkan lebih dari satu pasien gawat darurat dalam
waktu yang sama, maka prioritas pelayanan gawat darurat
dilakukan berdasarkan kategori Triase pasien.
6. Puskesmas Non Rawat Inap Moro’o menerima kasus gawat darurat
untuk dilakukan stabilisasi.
a. Jika Pasien memerlukan perawatan lebih lanjut atau diagnosis
pasien tidak termasuk di daftar 100 penyakit yang bisa ditangani di
Puskesmas Non Rawat Inap Moro’o, maka Dokter dan Petugas RTGD
wajib menyarankan untuk merujuk pasien ke Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjut.
b. Jika pasien tidak memerlukan perawatan lebih lanjut atau diagnosis
pasien termasuk di daftar 100 penyakit yang bisa ditangani di
Puskesmas Non Rawat Inap Moro’o, maka Dokter dan Petugas RTGD
bisa meminta pasien untuk rawat jalan untuk control kembali.
c. Jika Dokter Puskesmas Non Rawat Inap Moro’o menyarankan pasien
untuk perawatan lebih lanjut, maka pasien dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjut.
d. Jika pasien menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
maka Puskesmas Non Rawat Inap Moro’o membantu dalam proses
merujuk, seperti Ambulans, supir Ambulans, dan Petugas
Pendamping Rujukan sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku.
e. Jika pasien tidak menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN), maka Puskesmas Non Rawat Inap Moro’o membantu dalam
proses merujuk, seperti Ambulans, supir Ambulans, dan Petugas
Pendamping Rujukan sesuai dengan tarif yang ditentukan oleh
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Nias Barat.
f. Tarif pelayanan RTGD untuk:
a. Pasien yang menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS) maka
tidak dikenakan tarif.
b. Pasien yang tidak menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS)
maka dikenakan tarif berdasarkan Peraturan Daerah (Perda)
Kabupaten Nias Barat.

7. Pada pasien kebidanan, maka:


1. Pasien diarahkan ke Ruang Persalinan.
2. Pasien ditangani oleh Dokter dan Bidan yang bertugas.
3. Pasien diberikan penanganan sesuai SOP yang berlaku sehingga
pasien menjadi tidak dalam keadaan gawat darurat.
4. Jika Dokter menyarankan untuk merujuk pasien ke Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) untuk perawatan lebih lanjut,
maka:
1) Jika pasien menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN), maka Puskesmas Non Rawat Inap Moro’o memfasilitasi
proses merujuk, seperti Ambulans, supir Ambulans, dan Bidan
Pendamping Rujukan sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku.
2) Jika pasien tidak menggunakan kartu Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN), maka Puskesmas Non Rawat Inap Moro’o
memfasilitasi proses merujuk, seperti Ambulans, supir Ambulans,
dan Bidan Pendamping Rujukan sesuai dengan ketentuan
Jaminan Persalinan (Jampersal) di Rumah Sakit Umum(RSUD)
Gunung Sitoli.

F. PELAYANAN INFORMED CONSENT


1. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan
secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan
terhadap pasien.
2. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung,
anak-anak kandung,saudara-saudara kandung atau pengampunya.
3. Tindakan kedokteran yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran
adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik
atau rehabilitative yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien.
4. Tindakan Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat
mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
5. Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan
medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan.
6. Dokter adalah dokter, dokter spesialis. spesialis lulusan pendidikan
kedokteran baik di dalam maupun diluar negeri yang diakui oleh
pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
7. Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak
menurut peraturan perundang-undangan atau telah/pernah
menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya,mampu berkomunikasi
secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan(retardasi)
mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu
membuat keputusan secara bebas.
8. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
harus mendapat persetujuan.
9. Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
10. Persetujuan diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang
diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
11. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus
memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan.
12. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien
dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan
tindakan kedokteran.
13. Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik
kembali oleh yang memberi persetujuan sebelum dimulainya
tindakan dan harus dilakukan secara tertulis
14. Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan
kedokteran menjadi tanggung jawab yang membatalkan persetujuan
dan memutuskan hubungan dokter pasien.
15. Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung
kepada pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun
tidak diminta.
16. Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar,
penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar.
17. Petugas menyampaikan informasi tentang diagnose, nama dan
tujuan tindakan,alternative tindakan dan masing-masing resikonya,
resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,prognosis terhadap
tindakandan perkiraan biaya. Pasien dan petugas menandatangani
formulir informed consent. Untuk informed consen rujukan berisi
diagnose dan terapi, alasan dan tujuan rujukan,resiko bila tidak
dirujuk, transfortasi yang digunakan,resiko atau penyulit selama
dijalan,fasilitas kesehatan yang dituju dan pendamping selama
rujukan.
18. penjelasan diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah
dimengerti atau dengan cara lain yang bertujuan untuk
mempermudah pemahaman.

19. Daftar tindakan yang memerlukan informed consent :


a) Semua tindakan pembedahan minor dan tindakan invasive
( lipoma, eksisi, insisi,vulnus laceratum,
b) Semua tindakan anastesi lokal dan sedasi (pemasangan/
pencabutan KB implant, heacting, cabut gigi)
c) Semua tindakan/pengobatan yang beresiko tinggi (DM, TBC).

G. PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN OBAT DAN ATAU CAIRAN INTRAVENA


1. Pemberian obat atau cairan intravena adalah tindakan memasukkan
obat atau cairan langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah
dan waktu tertentu.
2. Pemberian cairan intravena dapat digunakan ketika pasien syok,
dehidrasi, tidak dapat menelan, tidak sadar atau obat perlu diberikan
secara intravena.
Tujuan pemberian obat atau cairan intravena adalah :
1) memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam
tubuh;
2) memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral.
3. Pemberian obat atau cairan intravena harus mengikuti prosedur yang
ada sehingga dapat dihindari terjadinya infeksi.

Ditetapkan di : Hilifadolo
Pada tanggal : 2019

Kepala UPTD Puskesmas Non Rawat Inap


Moro’o

PINTA SERASIH GULO


NIP. 19870921 200804 2 001

Anda mungkin juga menyukai