Anda di halaman 1dari 7

TUGAS TEKNOLOGI BERSIH

Flow Chart Non-Poduct Output pada Industri Cat dan Cara


Mengurangi Limbahnya

DISUSUN OLEH :
I Gede Krishna Aditya NIM : 21030117190080
M Ichsan P NIM : 21030115130195

FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
1. Tahapan Proses Produksi Cat
1. Tahap Pra-Pencampuran
Tahap ini merupakan tahap pembasahan awal, dimana pigmen, pelarut, resin dan
ekstender di campur dalam suatu alat pencampur sederhana yang disebut mixer. Tahap pra
pencampuran ini berfungsi untuk membuat tahap pendispersian menjadi lebih sederhana
dan singkat sehingga memudahkan penanganan bahan-bahan tersebut.

2. Tahap Dispersi
Merupakan tahap terjadinya proses pengecilan partikel campuran bahan baku cat,
sehingga dapat terbalut oleh bahan-bahan cair. Tahap ini menghasilkan produk millbase

3. Tahap Stabilisasi
Millbase di formulasikan pada konsentrasi pigmen yang tinggi dan molekul-
molekul pigmennya masih saling berdekatan sehingga masih memungkinkan terbentuknya
koagulan. Oleh karena itu masih dalam keadaan tidak stabil. Pada tahap stabilisasi
konsentrasi pigmen diturunkan dengan menambah bahan pengikat dan pelarut sesuai
dengan formulasinya sambil di aduk

4. Tahap Penambahan
Setelah proses stabilisasi selesai maka dianjurkan dengan tahap penyesuaian warna
cat dengan cara membandingkannya terhadap warna dari standar atau batch sebelumnya.
Pada tahap ini jika warna yang diperoleh tidak sesuai dengan warna standar atau batch
sebelumnya, mak dilakukan penambahan beberapa cat intermediate yang sesuai dengan
formulasi sampai di dapatkan warna yang sesuai standar atau batch sebelumnya. Setelah
warna cat sesuai , dilakukan pengaturan kekentalann dan pH. Pada tahap ini juga dilakukan
bahan zae additive untuk memperoleh produk akhir.

5. Tahap Pengujian Mutu


Mutu produk cat diuji oleh bagian Quality Control untuk mengetahui apakah
produk cat telah sesuai dengan formulasi. Uji produk cat yang dilakukan diantaranya
adalah viskositas (kekentalan), pH, daya tutup, kehalusan, berat jenis dan daya kering.
Daya tutup merupakan kemampuan suatu pigmen untuk menutupi substrat yang
mempunyai warna kontras (biasanya hitam atau putih). Daya tutup sangat penting karena
menentukan jumlah pigmen yang diperlukan dan akan berpengaruh terhadap biaya bahan
baku, konsistensi, kilap (glass) dan sifat-sifat lainnya.
6.Tahap Pengemasan (packaging)
Packaging adalah proses pengemasan cat yang sesuai standar pengemasan atau
jumlah yang di inginkan. Dan pengemasan dilakukan apabila cat tersebut sudah disaring,
kemudian dikemas di dalam kaleng kemasan tertentu untuk disimpan digudang atau
langsung dijual
2. Flow Chart Non-Product Output Produksi Cat
3. Cara mengurangi Non-Product Output industri cat

Limbah cat termasuk limbah B3.Limbah bahan berbahaya dan beracun atau yang
disingkat dengan B3, diartikan sebagai sisa atau limbah yang dihasilkan dari proses
produksi dengan kandungan bahan berbahaya dan beracun karena memiliki jumlah dan
konsentrasi toxicity, reactivity, flammability dan corrosivity yang mampu mencemari dan
merusak lingkungan, serta membahayakan kesehatan manusia (BAPEDAL, 1995). Karena
keberadaannya yang mengancam ekosistem di sekitarnya, limbah B3 harus ditangani
dengan tepat agar tidak merusak dan membahayakan.
Kurang tepat jika Anda beranggapan limbah B3 dapat ditimbun, dibuang, atau
dibakar begitu saja. Pengelolaan limbah B3 membutuhkan penanganan khusus
dibandingkan limbah yang lain agar bisa mengurangi bahkan menghilangkan kadar racun
didalamnya. Adapun metode pengelolaan limbah B3 yang umum digunakan dan terbukti
efektif dalam mencegah resiko terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan dapat
Anda simak melalui daftar berikut ini.

Metode Pengelolaan Limbah B3


1. Pengelolaan Limbah B3 secara Fisik
Secara fisik, limbah B3 dapat diolah menggunakan 3 metodde yang berbeda. Sesuaikan dengan
karakteristik limbah dan lingkungan Anda dalam memilih metode yang digunakan untuk
pengelolaan limbah B3.
1. Menyisihkan komponen, meliputi stripping, dialisa, adsorpsi, electrodialisa, kristalisasi,
leaching, solvent extraction, dan reverse osmosis.
2. Memisahkan antara padatan dengan cairan, meliputi thickening, sedimentasi, floatasi, filtrasi,
koagulasi, sentrifugasi, dan klarifikasi
3. Membersihkan gas, meliputi wet scrubbing, elektrostatik presipitator, adsorpsi karbon aktif, dan
penyaringan partikel.
4. Pengelolaan Limbah B3 secara Kimia
Melalui metode kimia, akan terjadi beberapa proses seperti stabilisasi atau solidifikasi, reduksi—
oksidasi, absorpsi, prolisa, penukaran ion, pengendapan, elektrolisasi, dan netralisasi.
Secara keseluruhan, pengelolaan limbah B3 secara fisik dan kimia yang paling umum digunakan
adalah stabilisasi atau solidifikasi. Sebuah proses yang memungkinkan terjadinya perubahan sifat
kimia dan bentuk fisik melalui tambahan senyawa pereaksi atau bahan peningkat tertentu yang
bisa digunakan untuk membatasi dan memperkecil pelarutan, penyebaran kadar atau daya racun
limbah. Proses ini biasanya ditemukan pada bahan seperti termoplastik, kapur (CaOH2), serta
semen.
3. Pengelolaan Limbah B3 secara Biologi
Pengelolaan limbah B3 secara biologi paling dikenal dengan sebutan viktoremediasi serta
bioremediasi. Vitoremediasi merupakan penggunaan tumbuhan dalam proses akumulasi serta
absorpsi berbagai bahan beracun dan berbahaya dari tanah. Sementara bioremediasi ialah
penggunaan jenis mikroorganisme dan bakteri sebagai bahan untuk mengurai atau mendegradasi
limbah B3. Kedua proses tersebut tak kalah efektif untuk mengatasi permasalahan pencemaran
lingkungan oleh limbah B3.
Apalagi biaya yang dibutuhkan lebih terjangkau jika dibandingkan dengan metode fisik dan kimia,
meski secara praktis metode biologi juga memiliki kelemahan akibat prosedur alaminya. Jika
dipakai untuk pengelolaan limbah B3 dalam jumlah besar, waktu yang dibutuhkan lebih lama.
Serta penggunaan makhluk hidup di dalam proses biologi juga beresiko membawa berbagai
senyawa beracun yang dibawa ke dalam rantai makanan ekosistem.
Selain menyesuaikan karakteristik dan jenis, pengelolaan limbah B3 juga harus
mempertimbangkan 5 hal penting berikut ini.
 Biaya untuk proses dan harga alat yang terjangkau
 Kebutuhan lahan
 Kemudahan dalam mengoperasikan dan merawat alat
 Mampu menjadi solusi penanganan limbah B3 tanpa dampak yang berbahaya bagi lingkungan
 Ketersediaan suku cadang

Membuang Limbah B3
Selain dikelola dengan 3 cara di atas, limbah B3 juga bisa dibuang di tempat dan metode tertentu,
seperti yang akan dijabarkan dalam penjelasan di bawah ini.
1. Kolam Penyimpanan
Khusus untuk limbah B3 jenis cair, kolam diperbolehkan sebagai tempat untuk menampungnya.
Asalkan telah diberikan lapisan pelindung yang berfungsi untuk mencegah adanya perembesan
limbah. Saat limbah cair mulai menguap, akan diikuti dengan senyawa B3 yang terkonsentrasi lalu
menjadi endapan di dasar. Proses ini adalah titik lemahnya karena bisa memakan lahan akibat
limbah yang terus tertimbun. Sehingga, rawan terjadi kebocoran pada lapisan pelindung kolam
yang diikuti dengan penguapan senyawa B3 dan mengakibatkan pencemaran udara.
2. Sumur Injeksi atau Sumur Dalam
Secara teori, kinerja pembuangan limbah pada sumur injeksi akan membuatnya terperangkap di
dalam lapisan dan meminimalisir resiko pencemaran tanah dan air. Karena adanya proses pompa
limbah melalui pipa yang dialirkan ke lapisan batuan di bawah air tanah dalam dan dangkal Tapi,
tetap ada resiko yang mungkin terjadi yaitu bocor atau korosi pada pipa (lapisan batuan pecah)
yang diakibatkan oleh gempa dan membuat limbah akan merembes ke lapisan luar tanah.
3. Landfill Khusus Limbah B3
Limbah B3 akan dimasukkan ke dalam tong atau drum yang dikubur ke dalam landfill khusus.
Dilengkapi dengan berbagai peralatan moditoring guna mengontrol dan mengawasi kondisi limbah
B3. Karena penanganannya yang ekstra khusus ini, membuang limbah di landfill membutuhkan
biaya operasi tinggi. Tapi jika dilakukan dengan tepat, hasilnya sebanding dengan biaya yang
dikeluarkan. Meski pada akhirnya limbah akan terus menumpuk dan tidak bisa dijadikan sebagai
solusi untuk jangka panjang.

Teknologi Terkini Pengelolaan Limbah B3


Seiring dengan perkembangan teknologi, ada 3 metode terkini yang gencar dilakukan oleh banyak
industri masa kini, seperti berikut ini.
1. Insinerasi atau Pembakaran (Incineration)
Metode ini dipakai untuk mengurangi volume 90% dan massa limbah 75 % yang membutuhkan
pengawasan ketat selama proses berlangsung untuk memastikan tidak terjadi pencemaran udara
akibat pembakaran gas beracun.
2. Chemical Conditioning
Metode ini bertujuan untuk: (1) mendestruksi senyawa atau organisme pathogen, (2) memastikan
keamanan lumur yang dilepas dapat diterima dengan baik di lingkungan, (3) lumpur memiliki
kandungan senyawa organik yang harus distabilkan, (4) mereduksi volume, (5) memanfaatkan
efek samping yang dihasilkan karena punya nilai ekonomi (gas methane).
3. Solidification atau Stabilization
Stabilisasi yaitu proses mencampur limbah dan bahan aditif yang berfungsi untuk mengurangi laju
migrasi dari bahan pencemar pada limbah, serta sebagai upaya untuk mengurangi jumlah racun di
dalamnya. Solidifikasi yaitu proses memadatkan bahan berbahaya melalui penambahan aditif.
Kedua hal tersebut sangat berkaitan dan seringkali disamakan artinya. Berdasarkan
mekanismenya, kedua proses di atas diklasifikasikan menjadi 6 golongan sebagai berikut.
1. Macroencapsulation, proses pembungkusan kandungan bahan berbahaya pada limbah di dalam
maktriks struktur berukuran besar.
2. Microencapsulation, prosesnya serupa dengan microencapsulation, yang membedakan adalah
pembungkusannya dilakukan secara fisik ke dalam struktur kristal yang berada pada tingkatan
mikroskopik
3. Precipitation
4. Adsorpsi, proses pengikatan bahan pencemar pada bahan pemadat yang dilakukan secara
elektrokimia melalui prosedur adsorpsi.
5. Absorbsi, proses solidifikasi pada bahan pencemar yang menggunakan teknik penyerapan pada
bahan padat
6. Detoxification, mengurangi dan menghilangkan tingkat toksitsitas pada senyawa beracun sehingga
bisa berubah menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya.

Pengelolaan limbah di pabrik cat telah menerapkan prinsip 5R apabila dapat


dilakukan sesuai prosedur yang telah ada. Hal ini akan semakin baik apabila
perusahaan cat memiliki izin pemanfaatan limbah B3 dari Kementerian Lingkungan
Hidup karena limbah sludge dari IPAL berkarakteristik B3. Pengelolaan timbulan
limbah yang dihasilkan lebih difokuskan kepada pemanfaatan kembali sehingga
semakin sedikit limbah yang dibuang ke TPA (untuk limbah padat) ataupun ke badan
air penerima (untuk limbah cair) karena dilakukan recycle air hasil olahan IPAL.

Anda mungkin juga menyukai