Anda di halaman 1dari 4

I.

Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Melitus


1.1 Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin
atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular dan
neuropati (DiPiro et al., 2008).

1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus


Secara umum, pasien DM dibagi menjadi dua kategori yaitu DM tipe 1 (disebabkan
oleh defisiensi insulin absolut) dan DM tipe 2 (disebabkan adanya tahanan insulin dan
sekresi insulin yang tidak cukup). Selain itu, terdapat DM yang dialami oleh wanita hamil
yang biasa disebut DM gestasional dan beberapa DM lain yang disebabkan oleh infeksi,
obat, kelainan kelenjar endokrin, kerusakan pankreas dan faktor genetik (DiPiro et al.,
2008).
1.2.1 Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 disebut juga insulin dependent diabetes mellitus (IDDM). DM
tipe 1 terjadi 5-10% dari semua kasus diabetes. Secara umum, DM tipe ini terjadi pada anak-
anak atau pada awal masa dewasa yang disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas akibat
autoimun, sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. Anak-anak dapat mengalami kerusakan
sel β pulau Langerhans yang cepat sehingga menyebabkan ketoasidosis. Sementara itu,
orang dewasa mampu mengatur sekresi insulinnya sehingga dapat mencegah terjadinya
ketoasidosis. Oleh karena itu, penyakit ini umumnya terjadi pada anak-anak. Pasien dengan
DM tipe 1 sangat kekurangan insulin sehingga bergantung pada pengobatan dengan
insulin untuk kelangsungan hidup mereka (DiPiro et al., 2008; Poretsky, 2010).
Gangguan produksi insulin pada DM tipe 1 terjadi karena destruksi sel-sel β pulau
Langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun yang mengakibatkan defisiensi sekresi
insulin dan ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus
Cocksakie, Rubella, Citomegalo Virus, Herpes, dan lain-lain (Corwin, 2009). Ada beberapa
tipe autoantibodi yang terkait dengan DM tipe 1, antara lain (Departemen Kesehatan RI,
2005):
a. ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies)
ICCA merupakan autoantibodi utama yang ditemukan pada penderita DM tipe 1.
Hampir 90% penderita DM tipe 1 memiliki ICCA di dalam darahnya. Di dalam tubuh non-
diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup
akurat untuk DM tipe 1. ICCA tidak spesifik untuk sel β Langerhans saja, tetapi juga dapat
dikenali oleh sel lain yang terdapat di pulau Langerhans. Pada pulau Langerhans kelenjar
pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel δ. Sel-sel β memproduksi
insulin, sel-sel α memproduksi glukagon, dan sel-sel δ memproduksi hormon somatostatin.
Namun, serangan autoimun secara selektif menghancurkan sel-sel β. Titer ICCA akan
menurun sejalan dengan berjalannya penyakit.
b. ICSA (Islet Cell Surface Antibodies)
Autoantibodi terhadap antigen permukaan sel ini ditemukan pada sekitar 80%
penderita DM tipe 1. Sama seperti ICCA, titer ICSA juga makin menurun sejalan dengan
lamanya waktu. Tidak hanya pada DM tipe 1, beberapa penderita DM tipe 2 juga ditemukan
positif ICSA.
c. Anti-GAD (Glutamic Acid Decarboxylase)
Autoantibodi terhadap enzim glutamat dekarboksilase ditemukan pada hampir 80%
pasien yang baru terdiagnosis positif menderita DM tipe 1. Titer antibodi anti-GAD juga akan
menurun sejalan dengan perjalanan penyakit. Keberadaan antibodi anti-GAD merupakan
prediktor kuat untuk DM tipe 1, terutama pada populasi risiko tinggi.
d. AIA (Anti-Insulin Antibody)
AIA merupakan autoantibodi lain yang sudah diidentifikasi, ditemukan pada sekitar
40% anak-anak yang menderita DM tipe 1. AiA bahkan sudah dapat dideteksi dalam darah
pasien sebelum onset terapi insulin.

Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1
juga menjadi tidak normal, yaitu ditemukannya sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-
sel α pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon.
Pada penderita DM tipe 1, hal ini tidak terjadi. Sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam
keadaan hiperglikemia yang memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari
keadaan ini adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila
tidak mendapat terapi insulin. Apabila diberikan terapi somatostatin untuk menekan sekresi
glukagon, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton.
Salah satu masalah jangka panjang pada penderita DM tipe 1 adalah rusaknya kemampuan
tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon terhadap hipoglikemia. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang dapat berakibat fatal pada penderita DM tipe 1
yang sedang mendapat terapi insulin (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM tipe 1, namun pada
penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi penurunan kemampuan sel-sel
sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia
yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya adalah defisiensi insulin
menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis
yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan
metabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka,
dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin
juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk
merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein
transporter yang membantu transpor glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan
adiposa (Departemen Kesehatan RI, 2005).
1.2.2 Diabetes Melitus Tipe 2
1.2.3 Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes Melitus Gestasional (GDM) didefinisikan sebagai suatu intoleransi glukosa
yang terjadi pada saat hamil (Sudoyo et al., 2006). Penyebab diabetes gestasional dianggap
berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi, kadar estrogen, dan hormon
pertumbuhan selama kehamilan. Estrogen dan hormon pertumbuhan merangsang
pengeluaran insulin dan dapat menyebabkan sekresi insulin yang berlebihan seperti
diabetes tipe 2 yang akhirnya menyebabkan penurunan responsivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2001). Faktor risiko diabetes gestasional adalah usia ibu hamil yang melebihi 30
tahun, riwayat diabetes melitus dalam keluarga, serta pernah mengalami diabetes melitus
pada kehamilan sebelumnya.
Kehamilan adalah kondisi yang ditandai oleh resistensi insulin progresif yang dimulai
dekat pertengahan kehamilan hingga trimester ketiga. Pada akhir kehamilan, sensitivitas
insulin menurun hingga 50%. Dua penyebab utama resistensi insulin yaitu adipositas yang
meningkat dan efek desensitifitasi insulin dari hormon yang dihasilkan oleh plasenta.
Resistensi insulin dengan cepat menurun pasca-persalinan, yang menunjukkan bahwa
penyebab utama adalah hormon plasenta (Perkins, Dunn & Jagasia, 2007).
Plasenta menghasilkan human chorionic somatomammotropin (HCS), kortisol terikat
dan bebas, estrogen, dan progesteron. HCS merangsang sekresi insulin pankreas pada janin
dan menghambat penyerapan glukosa perifer pada ibu (Lapolla, Dalfra & Feddele, 2005).
Meningkatnya masa kehamilan dan ukuran plasenta menyebabkan meningkatnya produksi
hormon tersebut sehingga ibu dalam keadaan lebih resisten terhadap insulin. Pada wanita
hamil non-diabetes, respon insulin pada fase I dan II mengkompensasi penurunan
sensitivitas insulin yang berhubungan dengan hipertrofi dan hiperplasia sel β. Namun,
wanita yang didiagnosis dengan GDM dan mengalami disfungsi sel β, mungkin disebabkan
oleh tiga kategori utama yaitu autoimun, monogenik, atau umumnya resistensi insulin.
Bentuk diabetes autoimun atau monogenik dapat dengan cepat berkembang menjadi
diabetes setelah kehamilan (Al-Noaemi & Shalayel, 2011).
Hilangnya respon insulin fase I menyebabkan hiperglikemia postprandial, sedangkan
penekanan gangguan produksi glukosa hepatik bertanggung jawab pada hiperglikemia
ketika puasa. Karena insulin tidak melewati plasenta, janin terkena hiperglikemia maternal.
Pada minggu ke-11 atau ke-12 kehamilan, pankreas janin merespon hiperglikemia ini. Janin
mengalami hiperinsulinemia, yang mendorong pertumbuhan dan makrosomia subsekuen
(Perkins, Dunn & Jagasia, 2007).
1.2.4 Diabetes Melitus Lain

Anda mungkin juga menyukai