MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
yang diampu oleh : Upik
Disusun oleh :
2019
KATA PENGANTAR
Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Untuk
itu kami ucapkan terima kasih.
Demikian, semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide atau gagasan yang
menambah kekayaan intelektual bangsa.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
ISI............................................................................................................................................3
2.1 Landasan Teoretis..................................................................................................3
2.2 Etiologi....................................................................................................................3
2.3 Patofisiologi.............................................................................................................4
2.4 Manifestasi Klinis...................................................................................................4
2.5 Konsep Bilas Lambung..........................................................................................6
2.6 Asuhan Keperawatan.............................................................................................7
BAB III.................................................................................................................................13
PENUTUP............................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan atau hemoragi dari varises esophagus terjadi pada kurang lebih
sepertiga penderita sirosis hepatis dan varises. Angka mortalitas yang terjadi
akibat episode perdarahan pertama adalah 45 % hingga 50 %. Perdarahan ini
meruapakan salah satu penyebab kematian yang utama pada penderita sirosis
hepatis (Smeltzer and Bare, 2002).
Penyebab lain perdarahan adalah tukak lambung dan duodenum (pada sirosis,
insiden gangguan ini meningkat), erosi lambung akut dan kecenderungan
perdarahan (akibat masa protrombin yang memanjang dan trombositopenia)
(Price & Wilson, 2006).
Berdasarkan data dari WHO (2004) dalam Patasik, dkk (2014) bahwa sirosis
menempati urutan kedelapan belas penyebab kematian dengan jumlah kematian
800.000 kasus dengan prevalensi 1,3%. Di Amerika Serikat pada tahun 2007,
sirosis hati menyebabkan 29.165 kematian dengan angka kematian 9,7 per
100.000 orang. Sedangkan di Eropa sirosis menyebabkan 170.000 kematian per
tahun dengan prevalensi 1,8%. Prevalensi sirosis hati di Indonesia belum
diketahui secara pasti, hanya berdasarkan pada penelitian- penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Umum Pemerintah.
1
Berdasarkan Evidence-Based tahun 2015 bahwa nasogastric lavage telah
digunakan selama evaluasi perdarahan saluran cerna untuk mencegah bekuan
darah dan aspirasi isi lambung. Data-data yang didapatkan pada pasien meliputi
pasien baru selesai endoskopi sehingga urin berwarna pekat, BAB berwarna
hitam, namun ketika di ruang endoskopi klien sempat muntah darah proyektil
sehingga risiko perdarahan semakin besar. Oleh sebab itu, penulis tertarik
mengambil judul tentang analisis pada pasien dengan hematemesis melena e.c
varises esophagus, serosis hepatis, DM uncontrolled terhadap pemeberian terapi
bilas lambung (gastric lavage).
1. Apa
2
BAB II
ISI
2.1 Landasan Teoretis
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitekstur hati
yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati,
yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodul- nodul regenerasi ini dapat
berukuran kecil (mikronodular) atau besar (makronodular) (Price & Wilson, 2009).
Bagian hati yang terutama terlibat dalam sirosis terdiri atas ruang portal, dan
periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobules hati bergabung
untuk membentuk saluran empedu dalam hati. (Brunner & Suddart, 2002).
2.2 Etiologi
Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat tiga
pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus antara lain :
a. Sirosis Laennec
Merupakan suatu pola khas sirosis akibat penyalahgunaan alcohol kronis yang
mencapai sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis.
b. Sirosis Pascanekrotik
Biasanya terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati.
c. Sirosis Bilier
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola
sirosis. Pola ini merupakan penyebab 2% kematian akibat sirosis. (Price & Wilson,
2009).
(Black & Hawks,2014) berpendapat, penyebab sirosis belum teridentifikasi jelas,
meskipun hubungan antara sirosis dengan minum alkohol berlebihan telah ditetapkan
dengan baik. Negara-negara dengan insiden sirosis tertinggi memiliki konsumsi
alkohol per kapita terbesar. Kecenderungan keluarga dengan predisposisi genetik,
juga hipersensivitas terhadap alkohol, tampak pada sirosis alkoholik.
2.3 Patofisiologi
Sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe cidera hati. Sirosis hati biasanya
memiliki konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis (jaringan parut) dan daerah
kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan luas hepatosit. Perubahan bentuk
hati mengubah aliran system vascular dan limfatik serta jalur duktus empedu.
3
Periode eksaserbasi ditandai dengan statis empedu, endapan jaundis (Black &
Hawks, 2014). Hipertensi vena poerta berkembang pada sirosis berat. Vena porta
menerima darah dari usus dan limpa. Jadi peningkatan didalam tekanan vena
porta menyebabkan:
1. Aliran balik meningkat pada tekanan resistan dan pelebaran vena
esofagus, umbilicus,dan vena rektus superior, yang mengakibatkan
perdarahan varises.
2. Asites (akibat pergeseran hidrostastik atau osmotic mengarah pada
akumulasi cairan didalam peritoneum)
3. Bersihan sampah metabolic protein tidak tuntas dengan akibat
meningkatnya ammonia, selanjutnya mengarah kepada ensefalopati
hepatikum.
4. Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau
penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari
ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri (gram negative), peritonitis
(bakteri), hepatoma (tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta (Black
& Hawks, 2014).
4
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati
yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah
dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan
dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan
darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa
dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini
menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ
tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja
dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita
dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara
berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah
dan keseluruhan tubuh.
c. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen
yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan
distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung
dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan
tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami
ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup
5
observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari
traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami
hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur
varises pada lambung dan esofagus.
6
DO: ↓ volume cairan
1. tampak cairan Fungsi hati terganggu
berhubungan
↓
lambung berwarna
Gangguan pembentukan dengan
kehitaman.
empedu perdarahan
↓
Lemak tidak dapat
diemulsikan dan tidak dapat
diserap oleh usus
↓
Peningkatan peristaltik
↓
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
3. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal berhubungan
dengan hipovolemik karena perdarahan.
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada
saluran pencernaan
4. Rencana Keperawatan
1. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x… jam diharapkan
terjadi pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal
dengan kriteria hasil:
a. Kesadaran pasien composmentis
b. Tanda vital stabil : Suhu : 36,5-37,5° C, nadi : 60-100 x/menit,
pernapasan : 12-22 x/menit, tekanan darah :100/60-140/90
mmHg
c. Haluaran urine 0,5-1,0 ml/kg BB/jam, warna urine kuning dan
jernih
d. Kadar elektrolit serum dalam batas normal : Natrium (Na) =
135-145 mEq/L, Kalium (K) =3,5-5,3 mEq/L, Kalsium (Ca) =
7
4,5-5,5 mEq/L, Magnesium (Mg) = 1,5-2,5 mEq/L, Klorida (Cl )
=90-105 mEq/L, Fosfort (P) = 1,7-2,6 mEq/L, Hematokrit =33-
45 %, Hb = 13,5-17,5 g/dl –
e. Berat badan stabil
f. Membran mukosa lembab
g. Turgor kulit normal
h. Tidak mengalami muntah
8
menunjukkan berlanjutnya
perdarahan atau tidak
adekuatnya penggantian
cairan.
2. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x…. jam diharapkan
perfusi jaringan gastrointestinal dan/atau ginjal efektif dengan Kriteria
hasil:
9
1. Selidiki perubahan tingkat
kesadaran, keluhan pusing/ sakit 1. Perubahan dapat
kepala menunjukkan
2. Auskultasi nadi apikal. Awasi ketidakadekuatan perfusi
kecepatan jantung/irama bila serebral sebagai akibat
EKG kontinu ada tekanan darah arterial.
3. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, 2. Perubahan disritmia dan
berkeringat, pengisian kapiler iskemia dapat terjadi sebagai
lambat, dan nadi perifer lemah. akibat hipotensi, hipoksia,
asidosis, ketidakseimbangan
4. Catat laporan nyeri abdomen, elektrolit, atau pendinginan
khususnya tiba-tiba nyeri hebat dekat area jantung bila lavage
atau nyeri menyebar ke bahu. air dingin digunakan untuk
mengontrol perdarahan.
1. 1. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x ….. jam
diharapkan status nutrisi seimbang dengan kriteria hasil:
a. Klien melaporkan intake cukup dari kebutuhan yang
dianjurkan.
b. Berat badan ideal
c. Tonus otot baik
10
d. Nyeri abdomen tidak ada
e. Nafsu makan baik
f. Kadar protein serum berada dalam kisaran normal
(3.40 – 4.80 g/dL)
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Patasik, A. (2014). Faktor-faktor Sirosis Hati. Semarang:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jk/article/1546/2275. Diperoleh pada tanggal 18
November 2019 .
Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
13