Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS PASIEN SIROSIS HEPATIS PADA

PEMBERIAN TERAPI BILAS LAMBUNG

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
yang diampu oleh : Upik

Disusun oleh :

Athalia Luthfiyyah (1800771)

Agus Samsul Arifin (1800327)

Najmi Fajrina Shofani (1807829)

Arsherin Dwi Ayunda P (1808046)

Lutfiah Nurul P (1808455)

Cindy Isna R (180128)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia


nikmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “Analisis
Pasien Sirosis Hepatis pada Pemberian terapi Bilas Lambung”ini dapat diselesaikan
dengan maksimal makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok dari mata
kuliah keperawatan medical bedah.

Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Untuk
itu kami ucapkan terima kasih.

Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah


ini, baik dari segi EYD, kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karenanya
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian
untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi.

Demikian, semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide atau gagasan yang
menambah kekayaan intelektual bangsa.

Bandung, 20 November 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
ISI............................................................................................................................................3
2.1 Landasan Teoretis..................................................................................................3
2.2 Etiologi....................................................................................................................3
2.3 Patofisiologi.............................................................................................................4
2.4 Manifestasi Klinis...................................................................................................4
2.5 Konsep Bilas Lambung..........................................................................................6
2.6 Asuhan Keperawatan.............................................................................................7
BAB III.................................................................................................................................13
PENUTUP............................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................14

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran


makanan proksimal dari ligamentun Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan
perdarahan varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat
ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) bisa beragam tergantung lama,
kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan
berlangsung terus menerus atau tidak.

Perdarahan atau hemoragi dari varises esophagus terjadi pada kurang lebih
sepertiga penderita sirosis hepatis dan varises. Angka mortalitas yang terjadi
akibat episode perdarahan pertama adalah 45 % hingga 50 %. Perdarahan ini
meruapakan salah satu penyebab kematian yang utama pada penderita sirosis
hepatis (Smeltzer and Bare, 2002).

Penyebab lain perdarahan adalah tukak lambung dan duodenum (pada sirosis,
insiden gangguan ini meningkat), erosi lambung akut dan kecenderungan
perdarahan (akibat masa protrombin yang memanjang dan trombositopenia)
(Price & Wilson, 2006).

Berdasarkan data dari WHO (2004) dalam Patasik, dkk (2014) bahwa sirosis
menempati urutan kedelapan belas penyebab kematian dengan jumlah kematian
800.000 kasus dengan prevalensi 1,3%. Di Amerika Serikat pada tahun 2007,
sirosis hati menyebabkan 29.165 kematian dengan angka kematian 9,7 per
100.000 orang. Sedangkan di Eropa sirosis menyebabkan 170.000 kematian per
tahun dengan prevalensi 1,8%. Prevalensi sirosis hati di Indonesia belum
diketahui secara pasti, hanya berdasarkan pada penelitian- penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Umum Pemerintah.

1
Berdasarkan Evidence-Based tahun 2015 bahwa nasogastric lavage telah
digunakan selama evaluasi perdarahan saluran cerna untuk mencegah bekuan
darah dan aspirasi isi lambung. Data-data yang didapatkan pada pasien meliputi
pasien baru selesai endoskopi sehingga urin berwarna pekat, BAB berwarna
hitam, namun ketika di ruang endoskopi klien sempat muntah darah proyektil
sehingga risiko perdarahan semakin besar. Oleh sebab itu, penulis tertarik
mengambil judul tentang analisis pada pasien dengan hematemesis melena e.c
varises esophagus, serosis hepatis, DM uncontrolled terhadap pemeberian terapi
bilas lambung (gastric lavage).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang tersebut, terdapat
beberapa permasalahan yang akan menjadi kajian dalam penelitian ini. Adapun
permasalahan tersebut sebagai berikut:

1. Apa

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang dihendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui landasan teoretis dari kesalahan dalam berbahasa.


2. Untuk mengetahui temuan kesalahan dalam berbahasa.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kaidah penulisan dalam
berbahasa.
2. Hasilnya dapat dimanfaatkan secara praktis agar masyarakat mudah dalam
pemerolehan bahasa.

2
BAB II

ISI
2.1 Landasan Teoretis
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitekstur hati
yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati,
yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodul- nodul regenerasi ini dapat
berukuran kecil (mikronodular) atau besar (makronodular) (Price & Wilson, 2009).
Bagian hati yang terutama terlibat dalam sirosis terdiri atas ruang portal, dan
periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobules hati bergabung
untuk membentuk saluran empedu dalam hati. (Brunner & Suddart, 2002).

2.2 Etiologi
Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat tiga
pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus antara lain :
a. Sirosis Laennec
Merupakan suatu pola khas sirosis akibat penyalahgunaan alcohol kronis yang
mencapai sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis.
b. Sirosis Pascanekrotik
Biasanya terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati.
c. Sirosis Bilier
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola
sirosis. Pola ini merupakan penyebab 2% kematian akibat sirosis. (Price & Wilson,
2009).
(Black & Hawks,2014) berpendapat, penyebab sirosis belum teridentifikasi jelas,
meskipun hubungan antara sirosis dengan minum alkohol berlebihan telah ditetapkan
dengan baik. Negara-negara dengan insiden sirosis tertinggi memiliki konsumsi
alkohol per kapita terbesar. Kecenderungan keluarga dengan predisposisi genetik,
juga hipersensivitas terhadap alkohol, tampak pada sirosis alkoholik.

2.3 Patofisiologi
Sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe cidera hati. Sirosis hati biasanya
memiliki konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis (jaringan parut) dan daerah
kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan luas hepatosit. Perubahan bentuk
hati mengubah aliran system vascular dan limfatik serta jalur duktus empedu.

3
Periode eksaserbasi ditandai dengan statis empedu, endapan jaundis (Black &
Hawks, 2014). Hipertensi vena poerta berkembang pada sirosis berat. Vena porta
menerima darah dari usus dan limpa. Jadi peningkatan didalam tekanan vena
porta menyebabkan:
1. Aliran balik meningkat pada tekanan resistan dan pelebaran vena
esofagus, umbilicus,dan vena rektus superior, yang mengakibatkan
perdarahan varises.
2. Asites (akibat pergeseran hidrostastik atau osmotic mengarah pada
akumulasi cairan didalam peritoneum)
3. Bersihan sampah metabolic protein tidak tuntas dengan akibat
meningkatnya ammonia, selanjutnya mengarah kepada ensefalopati
hepatikum.
4. Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau
penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari
ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri (gram negative), peritonitis
(bakteri), hepatoma (tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta (Black
& Hawks, 2014).

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Smeltzer & Bare (2002) manfetasi klinis dari serosis hepatis anatara
lain:
a. Pembesaran hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar
dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan
memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri
abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat
dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung
fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih
lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan
pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan
teraba berbenjol-benjol (noduler).

b. Obstruksi Portal dan Asites

4
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati
yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah
dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan
dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan
darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa
dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini
menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ
tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja
dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita
dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara
berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah
dan keseluruhan tubuh.

c. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen
yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan
distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung
dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan
tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami
ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup

5
observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari
traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami
hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur
varises pada lambung dan esofagus.

2.5 Konsep Bilas Lambung


Bilas lambung (gastric lavage) adalah membersihkan lambung dengan cara
memasukan dan mengeluarkan air ke atau dari lambung dengan menggunakan
NGT (Naso Gastric Tube) (Smelltzer & Bare, 2002).
Lavage lambung adalah aspirasi isi lambung dan pencucian lambung dengan
menggunakan selang lambung. Bilas lambung, atau disebut juga pompa perut
dan irigasi lambung merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk
membersihkan isi perut dengan cara mengurasnya. Lavase lambung
dikontraindikasikan setelah mencerna asam atau alkali, adanya kejang, atau
setelah mencerna hidrokarbon atau petroleum disuling. Hal ini terutama
berbahaya setelah mencerna agen korosif kuat (Smelltzer & Bare, 2002).
Kumbah lambung merupakan metode alternatif yang umum pengosongan
lambung, dimana cairan dimasukkan kedalam lambung melalui orogastrik atau
nasogastrik dengan diameter besar dan kemudian dibuang dalam upaya untuk
membuang bagian agen yang mengandung toksik. Selama lavage, isi lambung
dapat dikumpulkan untuk mengidentifikasi toksin atau obat. Selama dilakukan
bilas lambung, cairan yang dikeluarkan akan ditampung untuk selanjutnya
diteliti racun apa yang terkandung (Smelltzer & Bare, 2002).

2.6 Asuhan Keperawatan


1. Kasus
Seorang perawat sedang melakukan bilas lambung pada pasien perdarahan
lambing yang didiagnosis sirosis hepatis. Pada saat pengkajian tampak cairan
lambung berwarna kehitaman.
2. Analisa Data

N Data Etiologi Masalah


o
1. DS: - Sirosis Hepatis Kekurangan

6
DO: ↓ volume cairan
1. tampak cairan Fungsi hati terganggu
berhubungan

lambung berwarna
Gangguan pembentukan dengan
kehitaman.
empedu perdarahan

Lemak tidak dapat
diemulsikan dan tidak dapat
diserap oleh usus

Peningkatan peristaltik

Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit

3. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal berhubungan
dengan hipovolemik karena perdarahan.
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada
saluran pencernaan

4. Rencana Keperawatan

No. Dx Perencanaan Keperawatan

1. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x… jam diharapkan
terjadi pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal
dengan kriteria hasil:
a. Kesadaran pasien composmentis
b. Tanda vital stabil : Suhu : 36,5-37,5° C, nadi : 60-100 x/menit,
pernapasan : 12-22 x/menit, tekanan darah :100/60-140/90
mmHg
c. Haluaran urine 0,5-1,0 ml/kg BB/jam, warna urine kuning dan
jernih
d. Kadar elektrolit serum dalam batas normal : Natrium (Na) =
135-145 mEq/L, Kalium (K) =3,5-5,3 mEq/L, Kalsium (Ca) =

7
4,5-5,5 mEq/L, Magnesium (Mg) = 1,5-2,5 mEq/L, Klorida (Cl )
=90-105 mEq/L, Fosfort (P) = 1,7-2,6 mEq/L, Hematokrit =33-
45 %, Hb = 13,5-17,5 g/dl –
e. Berat badan stabil
f. Membran mukosa lembab
g. Turgor kulit normal
h. Tidak mengalami muntah

Rencana tindakan Rasional

1. Amati tanda-tanda vital


1. Memberikan pedoman untuk
penggantian cairan dan
2. Pantau haluaran urine setiap
mengkaji respon
jam, perhatikan warna urine
kardiovaskuler. Meningkatkan
dan timbang berat badan tiap
relaksasi otot.
hari
3. Catat karakteristik muntah 2. Haluaran urin dan berat badan
dan/ atau drainase. memberikan informasi tentang
4. Catat respons fisiologis perfusi renal, kecukupan
individual pasien terhadap penggantian cairan, dan
perdarahan kebutuhan serta status cairan.
5. Awasi masukan dan haluaran Warna urine merah/hitam
dan hubungkan dengan menandakan kerusakan otot
perubahan berat badan. Ukur massif .Menurunkan rasa nyeri.
kehilangan darah/ cairan
melalui muntah dan defekasi. 3. Membantu dalam
6. Pertahankan pemberian membedakan distress gaster.
infuse dan mengaturan Darah merah cerah
tetesannya pada kecepatan menandakan adanya atau
yang tepat sesuai dengan perdarahan arterial akut,
program medik. mungkin karena ulkus gaster;
darah merah gelap mungkin
darah lama (tertahan dalam
usus) atau perdarahan vena
dari varises.Menghilangkan
nyeri sedang

4. Memburuknya gejala dapat

8
menunjukkan berlanjutnya
perdarahan atau tidak
adekuatnya penggantian
cairan.

5. Memberikan pedoman untuk


penggantian cairan

6. Pemberian cairan yang adejuat


diperlukan untuk
mempertahankan
keseimbangan cairan dan
elektrolit serta perfusi organ-
organ vital adekuat.

No. Dx Perencanaan Keperawatan

2. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x…. jam diharapkan
perfusi jaringan gastrointestinal dan/atau ginjal efektif dengan Kriteria
hasil:

1. Tanda vital stabil: Suhu : 36,5-37,5° C, nadi : 60-100 x/menit,


pernapasan : 12-22 x/menit, tekanan darah :100/60-140/90 mmHg –
2. Haluaran urine 0,5-1,0 ml/kg BB/jam
3. Akral teraba hangat
4. Turgor kulit normal
5. Capillary Refill Time dalam batas normal (< 2 detik)

Rencana tindakan Rasional

9
1. Selidiki perubahan tingkat
kesadaran, keluhan pusing/ sakit 1. Perubahan dapat
kepala menunjukkan
2. Auskultasi nadi apikal. Awasi ketidakadekuatan perfusi
kecepatan jantung/irama bila serebral sebagai akibat
EKG kontinu ada tekanan darah arterial.
3. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, 2. Perubahan disritmia dan
berkeringat, pengisian kapiler iskemia dapat terjadi sebagai
lambat, dan nadi perifer lemah. akibat hipotensi, hipoksia,
asidosis, ketidakseimbangan
4. Catat laporan nyeri abdomen, elektrolit, atau pendinginan
khususnya tiba-tiba nyeri hebat dekat area jantung bila lavage
atau nyeri menyebar ke bahu. air dingin digunakan untuk
mengontrol perdarahan.

3. Vasokontriksi adalah respon


simpatis terhadap penurunan
volume sirkulasi dan/ atau
dapat terjadi sebagai efek
samping pemberian
vasopresin.

4.Nyeri disebabkan oleh ulkus


gaster sering hilang setelah
perdarahan akut karena efek
bufer darah.

No. Dx Perencanaan Keperawatan

1. 1. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x ….. jam
diharapkan status nutrisi seimbang dengan kriteria hasil:
a. Klien melaporkan intake cukup dari kebutuhan yang
dianjurkan.
b. Berat badan ideal
c. Tonus otot baik

10
d. Nyeri abdomen tidak ada
e. Nafsu makan baik
f. Kadar protein serum berada dalam kisaran normal
(3.40 – 4.80 g/dL)

Rencana tindakan Rasional

1. Pantau berat badan pasien 1. Tindakan ini membantu


dan jumlah asupan kalorinya menentukan apakah
setiap hari. kebutuhan makanan telah
2. Kaji adanya distensi terpenuhi.
abdomen,volume residu
lambung yang besar atau 2. Tanda-tanda ini dapat
diare. menunjukkan intoleransi
3. Berikan diet tinggi kalori dan terhadap jalur atau tipe
tinggi protein; mencakup pemberian nutrisi.
kesukaan pasien dan
makanan yang dibuat di 3.Pasien memerlukan nutrient
rumah. Berikan suplemen yang cukup untuk
nutrisi sesuai dengan peningkatan kebutuhan
ketentuan medik. metabolisme.
4. Berikan suplemen vitamin 4.Suplemen ini memenuhi
dan mineral sesuai dengan kebutuhan nutrisi; vitamin
ketentuan medis dan mineral yang adekuat
5. Berikan nutrisi enteral atau perlu untuk fungsi selular
parenteral total melalui 5.Teknik intervensi nutrisi
prototokol penanganan jika menjamin terpenuhinya
kebutuhan diet tidak kebutuhan nutrisi
terpenuhi lewat asupan per
oral

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil intervensi dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka


dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan manahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan
dalam parenkim hati biasnya ditandai dengan adanya pembesaran pada
hati, varises pada gastrointestinal, asites, edema, dan perdarahan pada
saluran cerna bagian atas.
2. Masalah utama pada klien adalah dengan perdarahan saluran cerna
bagian atas yang disebabkan karena adanya infeksi di hepar yang
menyebabkan sirosis jaringan parenkim hepar sehingga terjadi
penekanan vena porta hepatika, rupturnya varises esofagus, diperburuk
oleh keadaan peningkatan tekanan intraabdomen (asites). Selain
perdarahan pada klien juga terjadi peningkatan kadar gula darah
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hiperglikemia akibat
penurunan sensitivitas reseptor insulin terhadap glukosa secara bertahap
seiring bertambahnya usia.
3. Intervensi yang diberikan pada klien dengan perdarahan saluran cerna
adalah dengan melakukan tindakan pemberian terapi bilas lambung
(gastric lavagae) untuk mengurangi perdarahan saluran cerna.

DAFTAR PUSTAKA
Patasik, A. (2014). Faktor-faktor Sirosis Hati. Semarang:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jk/article/1546/2275. Diperoleh pada tanggal 18
November 2019 .
Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC.

Robins.2007. Buku Ajar Patologi Volume 2. Jakarta :EGC.

Smeltzer & Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC

13

Anda mungkin juga menyukai