Anda di halaman 1dari 7

B.

Penggunaan obat-obatan

Penggunaan obat-obatan untuk ibu hamil juga harus diperhatikan karena terdapat beberapa
bay yang bisa menyebabkan terjadinya celah palatum antara lain asetosal atau aspirin sebagai obat
analgetik, juga obat anti inflamasi non steroid (NSAID) seperti Sodium Naproxen dan Ketoprofen
, dan obat golongan antihistamin yang digunakan sebagai anti emetic pada masa kehamilan
trimester pertama. Beberapa obat-obatan lainnya yang sebaiknya tidak dikonsumsi selama
kehamilan, yaitu acetaminophen, anti depresan , anti hipertensi, sulfonamide, aminoglikosid,
indometasin, anti depresan, asam flufletamat, ibu profen, penisilin dan beberapa obat
kortikosteroid.

c. Defisiensi Nutrisi

khususnya defisiensi asam folat dan vitamin B6 pada masa kehamilan. Mengkonsumsi
asam folat sejak kehamilan dni dapat mengurangi resiko terjadinya celah palatum. Asam folat bisa
ditemukan pada hati, sayuran hijau seperti bayam, brokoli, pok coy, asparagus dan kacang-
kacangan. Kini asam folat dibuat secara sintetis sebagai suplemen atau ditambahkan sebagai
fortifikasi makanan tambahan seperti sereal dan susu. Tidak semua wanita hamil memperoleh
asupan asam folat yang adekuat dari diet sehari-hari ini. Pada orang dewasa norma;l, asupan harian
, menyusui sera pada pasien dengan plaju pergantian sel yang tinggi seperti pada pasien anemia
hemolitik yang membuthukan asam folat sebersar 500-60mg atau lebih setiap harinya. Dosis folat
sebanyak 5-10mg dianggap aman. 8

D. Penyakit infeksi

Infeksi yang terjadi dalam trimester pertama kehamilan dapat mengganggu fetus, karena infeksi
yang terjadi dapat menghalangi pembentukan jaringan baru. Infeksi yang dapat terjadi berupa
infeksi virus seperti rubella/malases, toxoplasmosis, syphilis.5

E. radiasi
Radiasi yang berlebihan saat kehamilan juga dapat mengakibatkan terbentuknya celah.
Efek ini terjadi bila mengenai organ reproduksi seseorang. Semakin besar dosis radiasi yang
dibrikan, semakin besar kemungkinan terjadinya defek ini.

F. Trauma

Strean dan peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik dapat meyebabkan
terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks arenal terangsang untuk
mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat mempengaruhi keadaan ibu yang sedang
mengandung dan dapat menimbulkan celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan celah
yaitu : terangsangnya hipotalamus adrenocorticotropic hormone ( ACTH). Sehinga merangsang
kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison, sehingga kadarnya akan
meningkat di dalam darah yang dapat mengganggu pertumbuhan.

II.5 Patofiologis 4

Pasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah, inkompetesi


velopharyngeal , perkembangan wajah yang abnormal dan gangguan fungsi tuba eustachi.
Kesemuannya memberikan gejela patologis mencakup kesulitan dalam intake makanan dan
nutrisi, infeksi telinga tengah yang rekuren, ketulianm perkembangan bicara yang abnormal, dan
gangguan pada pertumbuhan wajah. Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung
menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi.

Insersi yang abnormal dari m. tensor veli palatine menyababkan tidak sempurnanya pengosongan
pada telinga tengah yang rekuren telah dihubungkan dengan timbulnya ketulian yang
memperburuk cara bicara pada pasien dengan palatochisis. Mekanisme veopharyngeal yang utuh
penting dalam menghasilkan suara non nasal dan sebagai modulator aliran udara dalam
pembentukan fonem lainnya yang membutuhkan nasal coupling. (Manioulasi anatomi yang
kompleks dan sulit dari mekanisme ini, jika tidak sukses dilakukan pada awal perkembangan
bicara, dapat menyebabkan berkuranganya pengucapan normal) .
II.6 klasifikasi 4

Palatochisis dapat berbentu sebagai palatoschisis tanpa labioschisis atau disertai


dengan labioschisis. Palatochsis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah
hanya pada palatum molle, atau hanya berupa celah pada submucosa. Celah pada
keseluruhan palatum terbagi atas dua yaitu komplit( total), yang mencakup palatum durum
dan palatum molee, dimulai dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal).
Palatoschisis juga dpat bersifat unilateral atau bilateral. Klasifikasi dari celah palatum
Celah pada keseluruhan palatum terbagi atas dua yaitu :7
1. Complete (total) : mencakup palatum durum dan palatum molle, dimulai dari
foramen insisivum ke posterior. Dapat terjadi secara unilateral ataupun bilateral.
2. Incomplete (subtotal).

Gambar 2.1 – a) Incomplete cleft palate, b) Unilateral complete lip and palate, c) Bilateral
complete lip and palate7
Selain dapat dibedakan berdasarkan celah pada keseluruhan atau sebagian palatum,
klasifikasi palatoschisis yang seringkali digunakan adalah klasifikasi berdasarkan Veu
serta klasifikasi berdasarkan Kernahan. Berikut adalah klasifikasi nya.

A. Klasifikasi Berdasarkan Veau :8


Veau memperkenalkan metode klasifikasi celah wajah menjadi empat kategori
Yaitu :
1. Celah hanya pada jaringan langit-langit lunak.
2. Celah pada jaringan langit-langit lunak dan keras tetapi tidak melalui processus
alveolar.
3. Celah bibir, langit-langit keras dan lunak unilateral, processus alveolar pada satu
sisi dari daerah pre maxillaris.
4. Celah bibir dan langit-langit bilateral, meliputi langit-langit lunak dan berlanjut
melalui alveolus pada kedua sisi dari maxilla, membiarkan bergerak bebas.
Klasifikasi ini sangat sederhana dan tetap digunakan sampai saat ini. Namun demikian
Veau tidak memasukkan celah bibir atau celah langit-langit terisolasi dalam klasifikasi ini.9
Veau mengklasifikasikan celah bibir dan atau langit-langit yang sering digunakan sebagai
berikut :9
- Klas 1 Tonjolan unilateral pada vermillion tidak meluas kebibir.
- Klas II tonjolan bilateral dari batas vermillion dengan celah meluas kedalam bibir tapi tidak
termasuk dasar dari hidung.
- Klas III celah unilateral dari batas vermion bibir meluas ke dasar hidung.
- Klas IV celah bibir bilateral lainnya baik merupakan tonjolan tidak lengkap maupun celah
yang lengkap

Gambar 2.2-Klasifikasi Palatoschisis Menurut Veau9


Klasifikasi celah bibir dan langit-langit menurut Veau's, Kelompok 1 hanya terdiri dari
celah langit-langit mole saja, kelompok 2 terdiri dari celah langit-langit mole dan langit-
langit durum yang mencapai ke foramen insisivus, kelompok 3 terdiri dari celah alveolar
yang lengkap pada satu sisi saja yang juga secara umum mengikutsertakan bibir, dan
kelompok 4 terdiri dari celah alveolar pada dua sisi, yang sering dikaitkan dengan celah
bibir kedua sisi.
B. Klasifikasi Berdasarkan Kernahan dan Stark:8
Klasifikasi celah palatum menurut Kernahan dan Stark yaitu:8
A. Celah inkomplit unilateral kiri dari palatum primer
B. Celah komplit kiri palatum primer hingga mencapai foramen insisivus.
C. Celah komplit bilateral dari palatum primer.
D. Celah inkomplit dari palatum sekunder.
E. Celah komplit dari palatum sekunder.
F. Celah komplit kiri dari palatum primer dan palatum sekunder.
G. Celah komplit bilateral dari palatum primer dan palatum sekunder
H. Celah inkomplit kiri dari palatum primer dan inkomplit kiri dari palatum sekunder.

Gambar 2.3 - Klasifikasi Palatoschisis Menurut Kernahan dan Stark3


II. 7 Permasalahan

Terdapat beberapa dampak yang dapat terjadi pada anak dengan celah bibir dan langit-langit, yaitu
sebagai berikut :

1. Asupan makanan
Pada pasien celah bibir ydan langit-langit terjadi hubungan antara rongga mulut dan hidung
yang berakibat sukarnya penderia dalam menelan makan atau minuman dimana penderita
bisa tersedak bila tidak menggunakan alat bantu obturator/feeding plate. Akibatnya pasien
biasanya memiliki berat badan kurang dari normal. Dan obturator dapat dibuat segera
mungkin setelah bayi dilahirkan.2 pasien di follow up setiap 3-4 minggu untuk mengecek
adaptasi feeding obturator dan setiap 3 bulan disarankan untuk membuat feeding yang
baru.2

2. Pendengaran
Pada pasien dengan celah yang melibatkan bagian posterior palatum durum dan palatum
molle, otot tensor palatinii dari palatum molle berhubungan dengan tube eustachius.
Lemahnya aktivitas otot ini menyebabkan kurangnya drainase telinga tengah yang kemudia
berakibat pada infeksi telinga tengah dan kadang menyebabkan rusaknya gendang telinga.

3. Fungsi bicara
Hal ini diakibatkan velophrangiel inkompeten. Bagian posterior palatum molle tidak
mampu berkontak secara adekuat dengan posterior faring untuk menutup oronaso faring
sehingga suarayang dikeluarkan sengau. Gangguan fungsi bicara diperberta oleh gangguan
pendegaran yang juga dialami pendertia celah bibir dan langit-langit. Penderita celah
palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan
kurang dapat bergereka sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak
mungkin mempunyai kesulitan untuk memproduksi suara/ kata “ p,b,d,t,h,k,g,s,sh, dan ch,
dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu. 6
4. Kelainan dental
Pada pasien celah bibir dan langit-langit terdapat beberapa kelainan dental yang
mengikutinya, antara lain :
 Anodontia partial
 Gigi supernumerary
 Gigi kaninus impaksi
5. Konstriksi maksila
Beberapa peneliti menyebutkan gangguan tumbuh kembang maksila pada pasien celah
bibir dan langit-langit di pengaruhi oleh adanya tarikan jaringan parut setelah operasi
palatoplasty.

6. Masalah psikologis
Pasien dengan celah bibir dan langit-langit memiliki rasa percaya diri yang rendah dan
cenderung menutup diri dari pergaulan. Mereka menghindari berbicara dengan orang lain
karena merasa malu suara yang diucapkan sengau dan tidak jelas. Meskipun demikian tidak
ada korelasi langsung antara celah bibir dan langit-langit dengan tingkat IQ dan kesuksesan
dalam kehidupan.

II.8 Rencana perawatan

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, diperlukan rencana perawatn yang tepat pada
penatalaksanaan celah bibir dan langit-langit yang mengikutseratakan multidisplin ilmu dalam
jangka panjang yang melibatkan dokter bedah mulut, dokter anak, dokter anestesi , dokter THTm,
psikolog, terapi wicaram paramedic dan laboratorium. Adapun rencana perawtan yang dilakukan:

Anda mungkin juga menyukai