Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kota merupakan suatu daerah atau kawasan yang memiliki tingkat keramaian dan
kepadatan penduduk yang tinggi. Keramaian dan kepadatan penduduk tersebut terjadi akibat
banyak dan lengkapnya fasilitas publik yang berkenaan dengan sarana dan prasarana kota
seperti pasar, rumah sakit, sekolah, tempat hiburan, supermarket, dan lain sebagainya.
Sehingga kota diidentikan dengan suatu daerah yang mampu mencukupi kebutuhannya
secara mandiri.
Kegiatan ekonomi merupakan hal yang penting bagi suatu kota karena merupakan
dasar agar kota dapat bertahan dan berkembang (Jayadinata, 1992:110). Kedudukan aktifitas
ekonomi sangat penting sehingga seringkali menjadi basis perkembangan sebuah kota.
Adanya berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu kawasan menjadi potensi perkembangan
kawasan tersebut pada masa berikutnya.
Istilah perkembangan kota (urban development) dapat diartikan sebagai suatu
perubahan menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota
secara menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik
(Hendarto, 1997).
Hal inilah yang akan dijelaskan dalam makalah ini, yakni perubahan secara
menyeluruh yang menyangkut jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, keruangan
(spasial), dan pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012.

B. Permasalahan
Permasalaha yang akan dikaji dalam makalah ini, antara lain :
1. Bagaimana laju pertumbuhan penduduk di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012?
2. Bagaimana perubahan dan perkembangan keruangan (spasial) di Kota Bandung dalam
kurun waktu 2008-2012?
3. Bagaimana pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012?
4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat tinggal di Kota Bandung?
5. Apa dampak yang ditimbulkan akibat adanya proses dan perkembangan urbanisasi di
Kota Bandung?

1
C. Tujuan
Tujuan yang akan dikaji dalam makalah ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui laju pertumbuhan penduduk di Kota Bandung dalam kurun waktu
2008-2012;
2. Untuk mengetahui perubahan dan perkembangan keruangan (spasial) di Kota Bandung
dalam kurun waktu 2008-2012;
3. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-
2012;
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat tinggal di Kota
Bandung;
5. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat adanya proses dan perkembangan
urbanisasi di Kota Bandung.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi Urbanisasi
Secara umum urbanisasi sering diartikan sebagai perpindahan penduduk dari desa
ke kota. Pengertian tersebut memang tidaklah salah, namun dalam pandangan ilmu geografi,
urbanisasi merupakan suatu proses pengkotaan, baik dari morfologinya maupun dari
penduduknya. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan
diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum,
perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus
segera dicarikan jalan keluarnya. Kota-kota di Indonesia dalam beberapa dekade mendatang
akan cenderung berkembang baik secara demografis, fisik, maupun spasial. Adanya
penyusutan penduduk dari desa terjadi akibat adanya migrasi besar-besaran penduduk
pedesaan tersebut. Dengan adanya migrasi tersebut menjadi tolok ukur bahwa kota-kota
besar di Indonesia berkembang pesat seiring bertambahnya migrasi penduduk dari desa ke
kota baik secara demografis maupun secara spasial.
Salah satu adanya perkembangan kota secara spasial juga akan berdampak pada
perkembangan ekonomi, sosial maupun budaya bagi penduduk di pinggiran kota. Daerah
kekotaan merupakan daerah yang bentuk pemanfaatan lahannya bertumpu pada kekotaan
(non pertanian). Sedangkan daerah kedesaan merupakan daerah yang bentuk pemanfaatan
lahannya bertumpu pada kegiatan pedesaan. Adanya lahan pemukiman merupakan salah
satu bentuk alih fungsi lahan dari lahan pertanian berubah menjadi lahan non pertanian
sehingga keberadaan pemukiman di pinggiran kota berkembang pesat.
Dalam proses perkembangan kota tidak lepas adanya konsep urbanisasi. Adanya
urbanisasi bukan hanya sekedar pemusatan dan pertumbuhan penduduk, akan tetapi juga
melibatkan berbagai faktor komersial terutama berkaitan dengan spesialisasi pekerjaan,
perkembangan komunikasi, rekreasi, dan lain sebagainya. Proses perkembangan sebuah
kota bukan hanya masalah penduduk, akan tetapi jauh berkaitan dengan proses pengkotaan
yang terjadi pada suatu wilayah dan mempengaruhi masyarakat yang tinggal di wilayah
tersebut. Adanya pertumbuhan penduduk dan kegiatan perkotaan yang semakin meningkat
mendorong terjadinya peningkatan permintaan lahan. Adanya kebutuhan akan pemenuhan
tempat tinggal mendorong terjadinya peningkatan harga tanah yang meningkat pula.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti
persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke

3
kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam,
yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Migrasi penduduk adalah perpindahan
penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan
Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara saja atau
tidak menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang
biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media
massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-
pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor
pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau
faktor penarik. Di bawah ini adalah beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat
menggerakkan seseorang untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke
perkotaan.
A. Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
1. Kehidupan kota yang lebih modern
2. Sarana dan prasarana kota lebih lengkap
3. Banyak lapangan pekerjaan di kota
4. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi lebih baik dan berkualitas

B. Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi


1. Lahan pertanian semakin sempit
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
5. Diusir dari desa asal
6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya

C. Keuntungan Urbanisasi
1. Memoderenisasikan warga desa
2. Menambah pengetahuan warga desa
3. Menjalin kerja sama yang baik antarwarga suatu daerah
4. Mengimbangi masyarakat kota dengan masyarakat desa

4
C. Akibat urbanisasi
1. Terbentuknya suburb tempat-tempat pemukiman baru dipinggiran kota
2. Makin meningkatnya tuna karya (orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan
tetap)
3. Masalah perumahan yg sempit dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan
4. Lingkungan hidup tidak sehat, timbulkan kerawanan sosial dan kriminal

B. Perkembangan Kota
Perkembangan kota (urban development) dapat diartikan sebagai suatu perubahan
menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara
menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik
(Hendarto, 1997).
Pertumbuhan dan perkembangan kota pada prisipnya menggambarkan proses
berkembangnya suatu kota. Pertumbuhan kota mengacu pada pengertian secara kuantitas,
yang dalam hal ini diindikasikan oleh besaran faktor produksi yang dipergunakan oleh
sistem ekonomi kota tersebut. Semakin besar produksi berarti ada peningkatan permintaan
yang meningkat. Sedangkan perkembangan kota mengacu pada kualitas, yaitu proses
menuju suatu keadaan yang bersifat pematangan. Indikasi ini dapat dilihat pada struktur
kegiatan perekonomian dari primer kesekunder atau tersier. Secara umum kota akan
mengalami pertumbuhan dan perkembangan melalui keterlibatan aktivitas sumber daya
manusia berupa peningkatan jumlah penduduk dan sumber daya alam dalam kota yang
bersangkutan (Hendarto, 1997).
Pada umumya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu:
a) Faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan penduduk baik disebabkan karena
pertambahan alami maupun karena migrasi.
b) Faktor sosial ekonomi, yaitu perkembangan kegiatan usaha masyarakat
c) Faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat
akibat pengaruh luar, komunikasi dan sistem informasi.

Perkembangan suatu kota juga dipengaruhi oleh perkembangan dan kebijakan


ekonomi. Hal ini disebabkan karena perkembangan kota pada dasarnya adalah wujud fisik
perkembangan ekonomi (Firman, 1996). Kegiatan sekunder dan tersier seperti manufaktur
dan jasa-jasa cenderung untuk berlokasi di kota-kota karena faktor “urbanization economics”

5
yang diartikan sebagai kekuatan yang mendorong kegiatan usaha untuk berlokasi di kota
sebagai pusat pasar, tenaga kerja ahli, dan sebagainya.
Perkembangan kota menurut Raharjo dalam Widyaningsih (2001), bermakna
perubahan yang dialami oleh daerah perkotaan pada aspek-aspek kehidupan dan
penghidupan kota tersebut, dari tidak ada menjadi ada, dari sedikit menjadi banyak, dari
kecil menjadi besar, dari ketersediaan lahan yang luas menjadi terbatas, dari penggunaan
ruang yang sedikit menjadi teraglomerasi secara luas, dan seterusnya.
Dikatakan oleh Beatley dan Manning (1997) bahwa penyebab perkembangan suatu
kota tidak disebabkan oleh satu hal saja melainkan oleh berbagai hal yang saling berkaitan
seperti hubungan antara kekuatan politik dan pasar, kebutuhan politik, serta faktor-faktor
sosial budaya.
Untuk mengetahui pola perkembangan suatu kota, terdapat tiga teori yang
menjelaskan teori pola perkembangan kota, antara lain:
1. Teori Konsentris Burgess (Model Konsentris)
Teori konsentris yang dikemukakan oleh Burgess. Gagasan yang dikemukakan
yakni adanya perluasan kota secara merata dari suatu inti asli, sehingga tumbuhlah zone-
zone yang masing-masing meluas sejajar dengan pertahapan kolonisasi ke arah zone
yang letaknya paling luar.
2. Teori Model Sektoral dari Homer Hyot
Gagasan bahwa pertumbuhan kota itu merupakan proses yang lebih
mengedepankan bentuk-bentuk sektoral daripada bentuk zonal (gelang-gelang). Hyot
mengatakan bahwa pengelompokan tata guna lahan di kota itu menyebar dari pusat ke
arah luar berupa wedges (atau sektor, sebutannya) yang bangunnya seperti irisan roti tart.
3. Teori Inti Ganda dari Harris Dan Ullman
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Harris dan Ullman tahun 1945. Teori
inti ganda ini sangat berbeda dari teori terdahulu, perbedaan dari kedua terori terdahulu
adalah adanya pusat-pusat pertumbuhan dalam proses perkembangan kota. Tiap inti kota
di sekelilingnya muncul struktur perkotaan yang memiliki sel-sel pertumbuhan yang
cukup lengkap. Teori inti ganda pada dasarnya merupakan gejala lanjut dari kota yang
berpola sektoral. Zone pemukiman untuk para buruh kelas menengah menempel dekat
pada zone industri di suburban dan juga menempel pada zone perdagangan dan
pergudangan.

6
Berdasarkan ketiga teori di atas, secara umum arah perkembangan kota mengikuti
pola-pola tertentu, antara lain:
1. Mengikuti pola perkembangan sepanjang jalur-jalur komunikasi, seperti jalan, sungai,
pantai, dan sebagainya. Perkembangan seperti ini adalah perkembangan alamiah dan
dapat dijumpai di kota-kota di seluruh Indonesia. Perkembangan kota yang mengikuti
jalur transportasi ini selanjutnya akan membentuk suatu proses conurbation dan
agglomeration, yaitu berdirinya bangunan-bangunan baru yang memanjang mengikuti
jalur transportasi sehingga memungkinkan terjadi pertemuan conurbation antarkota
yang berdekatan. Pertemuan antara dua conurbation ini disebut agglomeration, yakni
menyatunya dua atau lebih kota yang berdekatan karena adanya perkembangan kota.
2. Menurut pola perkembangan pusat-pusat aktivitas tertentu, misalnya sekitar pasar,
sekitar universitas yang besar, sekitar terminal, dan sebagainya. Maka ada kota-kota
yang perkembangannya secara historis mengikuti perkembangan ini.
3. Mengikuti pola perkembangan dari pusat, seperti halnya kota-kota yang sudah lama
perkembangannya.

Selain ketiga teori di atas, terdapat pula Teori Central Place dan Urban Base. Teori
ini merupakan teori mengenai perkembangan kota yang paling populer dalam menjelaskan
perkembangan kota-kota. Menurut teori central place seperti yang dikemukakan oleh
Christaller (Daldjoeni, 1992), suatu kota berkembang sebagai akibat dari fungsinya dalam
menyediakan barang dan jasa untuk daerah sekitarnya. Teori Urban Base juga menganggap
bahwa perkembangan kota ditimbulkan dari fungsinya dalam menyediakan barang kepada
daerah sekitarnya juga seluruh daerah di luar batas-batas kota tersebut. Menurut teori ini,
perkembangan ekspor akan secara langsung mengembangkan pendapatan kota. Disamping
itu, hal tersebut akan menimbulkan pula perkembangan industri-industri yang menyediakan
bahan mentah dan jasa-jasa untuk industri-industri yang memproduksi barang ekspor yang
selanjutnya akan mendorong pertambahan pendapatan kota lebih lanjut (Hendarto, 1997).

7
C. Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat
dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan
"per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua
spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk
sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada
pertumbuhan penduduk dunia.
Model pertumbuhan penduduk meliputi Model Pertumbuhan Malthusian dan model
logistik.
Dalam demografi dan ekologi, nilai pertumbuhan penduduk (NPP) adalah nilai kecil
dimana jumlah individu dalam sebuah populasi meningkat. NPP hanya merujuk pada
perubahan populasi pada periode waktu unit, sering diartikan sebagai persentase jumlah
individu dalam populasi ketika dimulainya periode. Ini dapat dituliskan dalam rumus:

Cara yang paling umum untuk menghitung pertumbuhan penduduk adalah rasio,
bukan nilai. Perubahan populasi pada periode waktu unit dihitung sebagai persentase
populasi ketika dimulainya periode. Yang merupakan:

Ketika pertumbuhan penduduk dapat melewati kapasitas muat suatu wilayah atau
lingkungan hasilnya berakhir dengan kelebihan penduduk. Gangguan dalam populasi
manusia dapat menyebabkan masalah seperti polusi dan kemacetan lalu lintas, meskipun
dapat ditutupi perubahan teknologi dan ekonomi. Wilayah tersebut dapat dianggap "kurang
penduduk" bila populasi tidak cukup besar untuk mengelola sebuah sistem ekonomi (lihat
penurunan penduduk).

8
D. Definisi Lahan
Tata guna lahan (landuse) merupakan komponen keseluruhan dari suatu bentang
lahan yang mencakup tutupan vegatasi tanah, kemiringan, permukaan geomorfologis,
sistem geologis dan kehidupan binatang di dalamnya. Terkadang lahan sering disalah
artikan dengan istilah lain, sehingga tidak jarang lahan diartikan semata-mata oleh tanah,
atau lahan diartikan sebagai ruang (space). Pengertian lahan ditinjau dari dua segi (Lichfield
dan Drabkin, 1980 :5), yaitu :
1. Ditinjau dari segi fisik geografi, lahan adalah tempat dimana sebuah hunian tercipta dan
mempunyai kualitas fisik yang penting dalam penggunaannya;
2. Ditinjau dari segi ekonomi, lahan adalah suatu sumber daya alam yang mempunyai
peranan penting dalam produksi.

E. Definisi Alih Fungsi Lahan


Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai perubahan suatu jenis penggunaan
lahan ke penggunaan lahan lainnya. Konversi lahan merupakan suatu tindak lanjut
penyesuaian penggunaan lahan dalam fungsinya sebagai ruang kota, terhadap peningkatan
kebutuhan ruang untuk aktifitas sosial dan ekonomi kota berikut sarana dan prasarana
penunjang serta penduduk kota.
Konversi lahan atau alih fungsi lahan dapat bersifat permanen dan dapat juga bersifat
sementara. Jika lahan pertanian yang beririgasi teknis berubah menjadi perumahan atau
industri, maka alih fungsi lahan ini bersifat permanen.
Penggunaan lahan dipengaruhi oleh tiga sistem yang merupakan keterkaitan antara
bagan dalam struktur ruang kota (Chapin, 1979 : 28-31), yaitu :
1. Sistem aktivitas kota, berhubungan dengan manusia dan lembaganya, seperti rumah
tangga, perusahaan, pemerintahan dan lembaga-lembaga lainnya dalam
mengorganisasikan hubungan keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dalam
ruang dan waktu;
2. Sistem pengembangan lahan, berhubungan dengan proses konversi atau rekonversi
lahan (ruang) dan penyesuaian bagi kegunaan manusia dalam mendukung sistem
aktivitas yang telah ada sebelumnya;
3. Sistem lingkungan, berhubungan dengan unsur-unsur biotik dan abiotik yang hasilnya
dari proses alam yang terkait dengan air, udara, dan zat-zat yang lain. Sistem ini
berfungsi untuk menyediakan tempat bagi kehidupan manusia dan habitat serta sumber
daya untuk mendukung kelangsungan hidup mereka.

9
Pada dasarnya ketiga sistem tersebut saling berinteraksi satu sama lain dan akan
membentuk suatu pola penggunaan lahan yang akan terus berkembang sesuai dengan
perkembangan kota.

F. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses peningkatan barang dan jasa dalam
kegiatan ekonomi yang dapat dilihat dari meningkatnya hasil produksi serta peningkatan
pendapatan per kapita. Peningkatan pendapatan per kapita akan terjadi apabila pertumbuhan
ekonomi yang dinilai berdasarkan harga konstan lebih besar dari pertumbuhan penduduk.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah:


1. Faktor Sumber Daya Manusia
Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga
dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses
pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana
sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang
memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.
2. Faktor Sumber Daya Alam
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam
melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya alam saja tidak
menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh
kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia.
Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral,
tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
3. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong
adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula
menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada
aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang
dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
4. Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi
yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses
pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat

10
mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan
sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya
sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
5. Sumber Daya Modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan
meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat
penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-
barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.

Kondisi perekonomian suatu wilayah selain dipengaruhi oleh kondisi demografi,


potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas, juga dipengaruhi oleh
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
BPS (2003) menjelaskan bahwa salah satu indikator penting untuk mengetahui
kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Pada dasarnya PDRB merupakan jumlah nilai tambah (value added)
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Perhitungan PDRB
menggunakan dua macam harga, yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas
Dasar Harga Konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang
dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan
PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar.
Besar kecilnya PDRB yang dapat dihasilkan oleh suatu wilayah/daerah dipengaruhi
oleh besarnya sumber daya alam yang telah dimanfaatkan dan macamnya, jumlah dan mutu
sumber daya manusia, kebijaksanaan pemerintah, letak geografis, serta tersedianya sarana
dan prasarana. Dalam menghitung pendapatan regional, seluruh nilai tambah yang
dihasilkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan usahanya disuatu wilayah
dihitung tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi. Penghitungan PDRB dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan penghitungan, diantaranya :
1. Pendekatan Produksi
PDRB merupakan jumlah barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi didalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Unit-unit
produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 9 sektor, yaitu : (1) sektor
pertanian; (2) sektor pertambangan dan penggalian; (3) sektor industri pengolahan; (4)

11
sektor listrik, gas dan air bersih; (5) sektor konstruksi/bangunan; (6) sektor perdagangan,
hotel dan restoran; (7) sektor pengangkutan dan komunikasi; (8) sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan; (9) sektor jasa-jasa.
2. Pendekatan Pendapatan
PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi yang turut
serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu setahun. Balas jasa
produksi dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan.
Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.
3. Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi (1)
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari
keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok; (3)
pengeluaran konsumsi pemerintah; (4) ekspor nettto (yaitu ekspor dikurangi impor)
dalam jangka waktu setahun. PDRB dari suatu daerah/wilayah lebih menunjukkan pada
besaran produksi suatu daerah, bukan pendapatan yang sebenarnya diterima oleh
penduduk di daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian PDRB merupakan data
yang paling representatif dalam menunjukkan pendapatan dibandingkan dengan data-
data yang lainnya.

12
BAB III
PEMBAHASAN

A. Laju pertumbuhan penduduk di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012


Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral dalam
pembangunan, karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari
pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat dan
didukung dengan kualitas SDM yang tinggi diharapkan dapat menciptakan akselerasi
guna tercapainya kondisi ideal dari pembangunan.
Pertumbuhan penduduk yang makin cepat mendorong pertumbuhan aspek-
aspek kehidupan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan
sebagainya.
Berikut adalah analisis pemaparan perubahan jumlah penduduk dan laju
pertumbuhan penduduk di Kota Bandung pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011 dan 2012.
1. Pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Bandung adalah sebanyak 2.374.198 jiwa,
dengan uraian sebagai berikut :

Rata-rata
Jumlah Jumlah
No Kecamatan Penduduk Per
Kelurahan Penduduk
Kelurahan
1 Bandung Kulon 8 125.350 15.668,75
2 Babakan Ciparay 6 142.309 23.718,17
3 Bojongloa Kaler 5 120.894 24.178,80
4 Bojongloa Kidul 6 81.045 13.507,50
5 Astanaanyar 6 70.544 11.757,33
6 Regol 7 86.500 12.375,14
7 Lengkong 7 71.983 10.283,29
8 Bandung Kidung 4 51.986 12.992,00
9 Buah Batu 4 95.256 23.814,00
10 Rancasari 4 68.864 17.216,00
11 Gedebage 4 31.230 10.410,00
12 Cibiru 4 60.001 15.000,25
13 Panyileukan 4 34.621 8.655,25
14 Ujung Berung 5 61.579 15.394,75
15 Cinambo 4 23.695 5.923,75
16 Arcamanik 4 57.869 14.467,25
17 Antapani 4 59.929 14.982,25
18 Mandalajati 4 57.265 14.316,25
19 Kiaracondong 6 129.623 21.603,83
20 Batununggal 8 123.392 15.424,00
21 Sumur Bandung 4 40.035 10.008,75

13
22 Andir 6 106.201 17.700,17
23 Cicendo 6 103.532 17.255,33
24 Bandung Wetan 3 31.741 10.580,33
25 Cibeunying Kidul 6 111.094 18.515,67
26 Cibeunying Kaler 4 69.011 17.252,75
27 Coblong 6 126.450 21.075,00
28 Sukajadi 5 101.065 20.213,00
29 Sukasari 4 77.218 19.304,50
30 Cidadap 3 53.934 17.978,00
Jumlah/total 2008 151 2.374.198 15.723,17
Sumber : BPS Kota Bandung

2. Pada tahun 2009 jumlah penduduk Kota Bandung adalah sebanyak 2.417.288 jiwa,
dengan uraian sebagai berikut :
Rata-rata
Jumlah Jumlah
No. Kecamatan Penduduk Per
Kelurahan Penduduk
Kelurahan
1 Bandung Kulon 8 127.622 15.952.75
2 Babakan Ciparay 6 144.892 24.148.667
3 Bojongloa Kaler 5 123.092 24.618.4
4 Bojongloa Kidul 6 82.516 13.752.667
5 Astanaanyar 6 71.825 11.970.833
6 Regol 7 88.068 12.581.143
7 Lengkong 7 73.288 10.469.714
8 Bandung Kidul 4 52.91 13.227.5
9 Buah Batu 4 96.988 24.247
10 Rancasari 4 70.114 17.528.75
11 Gedebage 4 31.798 7.949.25
12 Cibiru 4 61.09 15.272.5
13 Panyileukan 4 35.249 8.812.5
14 Ujung Berung 5 62.696 12.539.2
15 Cinambo 4 24.125 6.031.25
16 Arcamanik 4 58.917 14.729
17 Antapani 4 61.013 15.275.75
18 Mandalajati 4 58.302 14.575.5

14
19 Kiaracondong 6 131.978 21.996.333
20 Batununggal 8 125.636 15.704.375
21 Sumur Bandung 4 40.762 10.190.5
22 Andir 6 108.124 18.020.667
23 Cicendo 6 105.407 17.567.833
24 Bandung Wetan 3 32.315 10.772
25 Cibeunying Kidul 6 113.111 18.851.833
26 Cibeunying Wetan 4 70.266 17.566.5
27 Coblong 6 128.748 21.458
28 Sukajadi 5 102.902 20.580.4
29 Sukasari 4 78.62 19.655
30 Cidadap 3 54.914 18.304.667
Jumlah / Total 2009 151 2.417.288 16.008.53

Sumber : BPS Kota Bandung

3. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kota Bandung adalah sebanyak 2.394.873 jiwa,
dengan uraian sebagai berikut :
Rata-rata
Jumlah Jumlah
No. Kecamatan Penduduk Per
Kelurahan Penduduk
Kelurahan
1 Bandung Kulon 8 138.644 17.331
2 Babakan Ciparay 6 143.203 23.867
3 Bojongloa Kaler 5 117.218 23.444
4 Bojongloa Kidul 6 83.600 13.933
5 Astanaanyar 6 66.658 11.110
6 Regol 7 79.316 11.331
7 Lengkong 7 69.307 9.901
8 Bandung Kidung 4 57.398 14.350
9 Buah Batu 4 92.140 23.035
10 Rancasari 4 72.406 18.102
11 Gedebage 4 34.229 8.575
12 Cibiru 4 67.412 16.853
13 Panyileukan 4 37.691 9.423
14 Ujung Berung 5 72.414 14.483
15 Cinambo 4 23.762 5.941
16 Arcamanik 4 65.607 16.402
17 Antapani 4 72.006 18.002
18 Mandalajati 4 60.825 15.206
19 Kiaracondong 6 127.616 21.269

15
20 Batununggal 8 116.935 14.617
21 Sumur Bandung 4 34.446 8.612
22 Andir 6 94.361 15.727
23 Cicendo 6 96.491 16.082
24 Bandung Wetan 3 29.807 9.936
25 Cibeunying Kidul 6 104.575 17.429
26 Cibeunying Kaler 4 68.807 17.202
27 Coblong 6 127.588 21.265
28 Sukajadi 5 104.805 20.961
29 Sukasari 4 79.211 19.803
30 Cidadap 3 56.325 18.775
Jumlah/total 2010 151 2.394.873 15.860
Sumber : BPS Kota Bandung

4. Pada tahun 2011 jumlah penduduk Kota Bandung adalah sebanyak 2.424.957 jiwa,
dengan uraian sebagai berikut :
Rata-rata
Jumlah Jumlah
No Kecamatan Penduduk Per
Kelurahan Penduduk
Kelurahan
1 Bandung Kulon 8 139.708 17.46
2 Babakan Ciparay 6 144.303 24.05
3 Bojongloa Kaler 5 118.118 23.62
4 Bojongloa Kidul 6 84.141 14.02
5 Astanaanyar 6 67.346 11.22
6 Regol 7 79.923 11.42
7 Lengkong 7 69.837 8.98
8 Bandung Kidung 4 57.838 14.46
9 Buah Batu 4 93.074 23.27
10 Rancasari 4 74.188 18.55
11 Gedebage 4 35.458 8.87
12 Cibiru 4 69.276 17.32
13 Panyileukan 4 38.725 9.68
14 Ujung Berung 5 74.196 14.84
15 Cinambo 4 24.345 6.09
16 Arcamanik 4 67.047 16.76
17 Antapani 4 72.803 18.20
18 Mandalajati 4 61.829 15.46
19 Kiaracondong 6 129.030 21.51
20 Batununggal 8 118.231 14.78
21 Sumur Bandung 4 35.293 8.82
22 Andir 6 95.392 15.90
23 Cicendo 6 97.544 16.26
24 Bandung Wetan 3 30.283 10.09
25 Cibeunying Kidul 6 105.568 17.60
26 Cibeunying Kaler 4 69.456 17.36
27 Coblong 6 128.800 21.47

16
28 Sukajadi 5 105.963 21.19
29 Sukasari 4 80.086 20.02
30 Cidadap 3 57.156 19.05
Jumlah/total 2011 151 2.424.957 16.059
Sumber : BPS Kota Bandung

5. Pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Bandung adalah sebanyak 2.455.517 jiwa,
dengan uraian sebagai berikut :
Rata-rata
Jumlah Jumlah
No Kecamatan Penduduk Per
Kelurahan Penduduk
Kelurahan
1 Bandung Kulon 8 140.780 17.598
2 Babakan Ciparay 6 145.411 24.235
3 Bojongloa Kaler 5 119.025 23.805
4 Bojongloa Kidul 6 84.686 14.114
5 Astanaanyar 6 68.042 11.340
6 Regol 7 80.534 11.505
7 Lengkong 7 70.371 10.053
8 Bandung Kidung 4 58.282 14.517
9 Buah Batu 4 94.018 23.505
10 Rancasari 4 74.014 19.004
11 Gedebage 4 36.657 9.164
12 Cibiru 4 71.191 17.798
13 Panyileukan 4 39.787 9.947
14 Ujung Berung 5 76.021 15.204
15 Cinambo 4 24.942 6.236
16 Arcamanik 4 68.519 17.130
17 Antapani 4 73.608 18.402
18 Mandalajati 4 62.849 15.712
19 Kiaracondong 6 130.460 21.743
20 Batununggal 8 119.541 14.943
21 Sumur Bandung 4 36.160 9.040
22 Andir 6 96.435 16.073
23 Cicendo 6 98.609 16.435
24 Bandung Wetan 3 30.767 10.256
25 Cibeunying Kidul 6 106.571 17.762
26 Cibeunying Kaler 4 70.111 17.528
27 Coblong 6 130.023 21.671
28 Sukajadi 5 107.133 21.427
29 Sukasari 4 80.971 20.243
30 Cidadap 3 57.999 19.333
Jumlah/total 2012 151 2.455.517 16.262
Sumber : BPS Kota Bandung

17
Perkembangan penduduk di Kota Bandung dengan melihat data jumlah
penduduk Kota Bandung menurut Kecamatan dan jumlah kelurahan serta rata-rata
penduduk per kelurahan selama ini menunjukkan peningkatan dan ini dapat dilihat dari
jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak 2.374.198 jiwa, pada tahun 2009 sebanyak
2.417.288 jiwa, pada tahun 2010 sebanyak 2.394.873 jiwa, pada tahun 2011 sebanyak
2.424.957 jiwa, dan pada tahun 2012 sebanyak 2.455.517 jiwa.
Pertumbuhan penduduk ini selain dikarenakan adanya fertilitas yang cukup
tinggi (pertumbuhan penduduk alami), juga disebabkan adanya pertumbuhan penduduk
migrasi, dimana terdapat migrasi masuk yang lebih besar daripada migrasi keluar
(migrasi neto positif) atau dengan kata lain penduduk yang datang lebih banyak
dibandingkan dengan penduduk yang keluar Kota Bandung. Aktivitas ekonomi yang
ada di Kota Bandung menjadikan daya tarik (pull factors) bagi sebagian orang untuk
mencari penghidupan di Kota Bandung. Jumlah penduduk tersebut mendiami 31
kecamatan dan 151 kelurahan dengan rata-rata penduduk per kelurahan sebanyak
15.723,17 jiwa pada tahun 2008, 16.008.53 jiwa pada tahun 2009, 15.860 jiwa pada
tahun 2010, 16.059 pada tahun 2011, dan 16.262 pada tahun 2012.

Adapun laju pertumbuhan penduduk Kota Bandung dalam kurun waktu 2008
hingga 2012 adalah sebagai berikut :

No. Uraian 2008 2009 2010 2011 2012


1. Jumlah
2.374.198 2.417.288 2.394.873 2.424.957 2.455.517
Penduduk
2. Laju
Pertumbuhan 1,90% 1,81% 1,09 % 1,26% 1,27%
Penduduk

Berdasarkan informasi diatas dapat dilakukan analisis sebagai berikut:


Pada tahun 2008, jumlah penduduk di Kota Bandung adalah 2.374.198 jiwa,
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,90%. Pada tahun 2009 mengalami
peningkatan jumlah penduduk menjadi 2.417.287 jiwa, dan laju pertumbuhan penduduk
1,81%. Karena jumlah penduduk yang meningkat, maka pemerintah Kota Bandung

18
melakukan upaya dengan program transmigrasi ke daerah luar pulau Jawa, diantaranya
ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
Usaha pemerintah Kota Bandung untuk menurunkan jumlah penduduk di Kota
Bandung cukup berhasil. Karena telah dibuktikan pada tahun 2010 jumlah penduduk
berkurang menjadi 2.394.873 jiwa, dengan laju penduduk 1,09%. Namun, pada tahun
2011 jumlah penduduk kembali meningkat. Pada tahun 2011 jumlah penduduk Kota
Bandung sebanyak 2.424.957 jiwa, dengan laju penduduk 1,26%. Adapun pada tahun
2012 jumlah penduduk sebanyak 2.455.517 jiwa, dengan laju penduduk 1,27%.

B. Perubahan dan perkembangan keruangan (spasial) di Kota Bandung dalam


kurun waktu 2008-2012
Kota Bandung secara administrasi masuk ke dalam Provinsi Jawa Barat. Dari
pengamatan yang telah dilakukan melalui citra pada google earth dalam kurun waktu
2008, 2009, 2010, 2011 dan 2012 penggunaan lahan di Kota Bandung meliputi sawah,
kebun atau tegalan, lading atau huma, pekarangan dan bangunan (perumahan, sekolah,
industri), perkantoran atau rekreasi, kolam atau tebat atau empang, lahan sementara
tidak diusahakan, dan lainnya. Perbedaan penggunaan lahan dapat diketahui dari citra
melalui perbedaan warna, tekstur dan bentuk. Pola pemukiman terlihat dengan warna
coklat hingga orange, warna tersebut menunjukkan warna genting rumah. Pola
pemukiman yang teratur juga dapat diinterpretasikan sebagai perumahan. Warna hijau
dengan pola teratur dan tekstur yang lembut dapat diinterpretasikan sebagai lahan
persawahan. Sedangkan bangunan yang mempunyai ukuran lebih besar dari bangunan
lain dan mempunyai warna perak mengkilap dapat diinterpretasikan sebagai kawasan
industri. Warna perak mengkilap menunjukkan warna atap bangunan pabrik yang
terbuat dari seng.
Kota Bandung adalah kota yang mengalami perubahan fisik yang pesat.
Penggunaan lahan terus mengalami perubahan dalam beberapa tahun terakhir, dengan
kecenderungan penambahan pemukiman dan kawasan industri dan pengurangan lahan
persawahan. Pemukiman baru lebih berkembang mengikuti jalan karena masyarakat
lebih senang jika memiliki rumah atau bangunan dekat dengan jalan sehingga
aksesibilitasnya menjadi mudah. Selain itu, rumah atau bangunan yang berada di
sepanjang jalan akan lebih cocok untuk membuka usaha.
Berikut ini adalah analisis pemaparan penggunaan lahan dan perubahan
penggunaan lahan di Kota Bandung pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012.

19
1. Pada tahun 2008 penggunaan lahan di Kota Bandung secara umum adalah sawah,
pekarangan + bangunan, dan lainnya dengan luas lahan sebagai berikut :
Jenis Penggunaan Luas (Ha)
No
Type of Use Area
Sawah
1 1.727,00
Wetlands
Kebun/Tegalan
2 763,00
Garden/Wasteland
3 Ladang/Huma -
Perkarangan + Bangunan
4 7.526,00
(Perumahan, Sekolah, Industri)
Perkantoran / Rekreasi
5 -
Office Complex/Recreation
6 Kolam / Tebat / Empang 72,00
7 Sementara tidak diusahakan -
Lainnya
8 6.641,00
Others
Jumlah 16.729,00

Sumber : Dinas Pertanian Kota Bandung

2. Pada tahun 2009 penggunaan lahan di Kota Bandung secara umum adalah sawah,
pekarangan + bangunan, dan lainnya dengan luas lahan sebagai berikut :
Jenis Penggunaan Luas (Ha)
No
Type of Use Area
Sawah
1 1.719
Wetlands
Kebun/Tegalan
2 761
Garden/Wasteland
3 Ladang/Huma -
Perkarangan + Bangunan
4 7.538
(Perumahan, Sekolah, Industri)
Perkantoran / Rekreasi
5 -
Office Complex/Recreation
6 Kolam / Tebat / Empang 70
7 Sementara tidak diusahakan -
Lainnya
8 761
Others
Jumlah 6.641

Sumber : Dinas Pertanian Kota Bandung

20
3. Pada tahun 2010 penggunaan lahan di Kota Bandung secara umum adalah sawah,
pekarangan + bangunan, dan lainnya dengan luas lahan sebagai berikut :
Jenis Penggunaan Luas (HA) Persentase
No
Type of Use Area %
Sawah
1 1.474,14 8,81
Wetlands
Kebon/Tegalan
2 328,01 1,96
Garden/Wasteland
3 Ladang/Huma 474,95 2,84
Perkarangan+Bangunan
4 6.042,46 36,12
(Perumahan,Sekolah,Industri)
Perkantoran/Rekreasi
5 1.854,44 11,09
Office Complex/Recreation
6 Kolam/Tebat/Empang 70 0,42
7 Sementara tidak diusahakan ‒ ‒
Lainnya
8 6.458 38,77
Others
Jumlah 16.729 100

Sumber : Dinas Pertanian Kota Bandung

4. Pada tahun 2011 penggunaan lahan di Kota Bandung secara umum adalah sawah,
pekarangan + bangunan, dan lainnya dengan luas lahan sebagai berikut :
Jenis Penggunaan Luas (HA) Persentase
No
Type of Use Area %
Sawah
1 1.354 8.09
Wetlands
Kebon/Tegalan
2 650 3.88
Garden/Wasteland
3 Ladang/Huma 186 1.11
Perkarangan+Bangunan
4 12.739 76.14
(Perumahan,Sekolah,Industri)
Perkantoran/Rekreasi
5 1.219 7.28
Office Complex/Recreation
6 Kolam/Tebat/Empang 35 0.2
7 Sementara tidak diusahakan 185 1.1
Lainnya
8 363 2.2
Others
Jumlah 16.729 100

Sumber : Dinas Pertanian Kota Bandung

21
Berdasarkan informasi di atas dapat dilakukakan analisi sebagai berikut :
1. Penggunaan Lahan Persawahan
Pada tahun 2008, penggunaan lahan untuk persawahan masih cukup luas
sekitar 1.727,00 Ha. Pada tahun 2009 sekitar 1.719 Ha atau berkurang 8 Ha dari
tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 sekitar 1.474 Ha (8,81%) atau berkurang
245 Ha dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 sekitar 1.354 Ha (8.09%) atau
berkurang 120 Ha dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena minat
masyarakat pada tanah pertanian semakin meningkat untuk dijadikan sebagai
tanah kosong yang nantinya digunakan untuk pemukiman, pertokoan maupun
perindustrian.

2. Penggunaan Lahan Pekarangan dan Bangunan (Perumahan, Sekolah, Industri)


Penggunaan lahan untuk persawahan terus mengalami penyempitan,
namun berbeda sebaliknya dengan penggunaan lahan pekarangan dan bangunan
seperti perumahan, sekolah, dan kawasan industri dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan luasan. Pada tahun 2008 lahan pekarangan dan
bangunan sekitar 7.526,00 Ha. Pada tahun 2009 sekitar 7.538 Ha atau
mengalami perluasan sebesar 12 Ha dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2010
sekitar 6.042,46 Ha (36,12%) atau mengalami penyempitan sebesar 1.495,54
Ha dari tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2011 sekitar 12.739 Ha (76,14%)
atau mengalami perluasan sebesar 6.696,54 Ha dari tahun sebelumnya.
Dari informasi yang telah diuraikan di atas dapat diindikasikan bahwa
permintaan lahan di Kota Bandung mengalami peningkatan yang signifikan.
Hal ini terjadi karena banyak masyarakat yang membeli lahan untuk kawasan
pemukiman, pertokoan, maupun industri sehingga mengakibatkan terjadinya
revitalisasi transportasi di Kota Bandung yang menjadikan aksesibilitas
semakin dimudahkan. Hal ini terlihat semakin banyaknya pemukiman,
petokoan dan industri di sebelah kiri jalan di Kota Bandung.

22
C. Pertumbuhan ekonomi di Kota Bandung dalam kurun waktu 2008-2012
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah
dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Tabel berikut menguraikan beberapa indikator makro strategis Kota Bandung
untuk dapat melihat pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat secara lebih luas.

Berdasarkan data yang diuraikan pada tabel tersebut, secara umum indikator
makro ekonomi Kota Bandung periode 2008-2012 menunjukkan peningkatan dan
pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi bahwa
tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Bandung menjadi lebih baik dibandingkan
sebelumnya.
Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bandung selama 5
(lima) tahun terakhir (tahun 2008–2012) menunjukkan peningkatan yang positif. Jika
pada tahun 2008 LPE Kota Bandung mencapai 8,17.%, pada tahun 2012 mengalami
kenaikan menjadi 9,40%. Tingkat LPE Kota Bandung ini lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kinerja LPE secara nasional. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
ekonomi Kota Bandung relatif lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi
secara nasional. Selama periode 2008-2012, rerata LPE Kota Bandung mencapai 8,59%,
sedangkan rerata LPE nasional secara periode 2008-2012 hanya berada di kisaran
5,89%.

23
Adapun perekonomian Masyarakat Kota Bandung menurut Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tahun 2008 sebesar 60.444.487 (juta rupiah)
dengan tingkat pengangguran 15.27 %. Pada tahun 2009 meningkat sebesar 70.281.163
(juta rupiah) dengan tingkat pengangguran 13,28 %, pada tahun 2010 terus meningkat
menjadi 82.002.176 (juta rupiah) dengan tingkat pengangguran 12,17 %. Pada tahun
2011 terus mengalami peningkatan menjadi 97.451.902 (juta rupiah) dengan tingkat
pengangguran sebesar 10,34 %. Dan pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan
menjadi 110.669.837 (juta rupiah) dengan tingkat pengangguran sebesar 9,17 %.
Dari data di atas, pertumbuhan ekonomi masyarakat Kota Bandung terus
mengalami peningkatan sementara tingkat pengangguran terus mengalami penurunan.
Sehingga dapat diindikasikan bahwa Kota Bandung terjadi korelasi antara peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan penurunan tingkat pengangguran di Kota Bandung.
Diharapkan dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi Kota Bandung
setiap tahunnya ke depan, maka dapat memperluas kesempatan kerja, yang pada
akhirnya dapat meminimalisasi tingkat pengangguran yang ada.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat tinggal di Kota Bandung


Pada umumnya, masyarakat melakukan urbanisasi karena adanya pengaruh yang kuat
dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan
ekonomi, dan lain sebagaimya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa berasal dari daerah
asal (faktor pendorong) maupun daerah tujuan (faktor penarik). Dengan demikian
faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk tinggal di Kota Bandung, yaitu :
a. Kehidupan di Kota Bandung yang lebih modern dan mewah;
b. Sarana dan prasarana di Kota Bandung yang lebih lengkap;
c. Banyaknya lapangan pekerjaan di Kota Bandung;
d. Pendidikan yang jauh lebih baik dari yang ada di kota-kota lain.

24
E. Dampak yang ditimbulkan akibat adanya proses dan perkembangan urbanisasi
di Kota Bandung
Dengan meningkatnya proses urbanisasi dapat menimbulkan dampak-dampak
terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan
sekitarnya.
1. Dampak positif
- Terjadi usaha pembangunan yang menyeluruh;
- Kota Bandung menjadi tempat pemusatan modal, keahlian, daya kreasi dan
segala macam fasilitas yang mutlak diperlukan bagi pembangunan;
- Pusat-pusat industri di dunia lainnya bisa tercapai.
- pembangunan ekonomi Kota Bandung semakin mengalami peningkatan.

2. Dampak negatif
- Memicu polarisasi pembangunan terpusat;
- Penyebaran yang cepat dari proses mekanisasi sektor
- Merusak strategi rencana pembangunan kota dan menghisap fasilitas perkotaan
di luar kemampuan pengendalian pemerintah kota;
- Meningkatnya masalah kriminalitas dan turunnya tingkat kesejahteraan;
- Dapat memicu terjadinya “overurbanisasi” yaitu dimana prosentase penduduk
kota yang sangat besar yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi negara;
- Terjadi “underruralisasi” yaitu jumlah penduduk di pedesaan terlalu kecil bagi
tingkat dan cara produksi yang ada;
- Kota dipandang sebagai inefisien dan artificial proses “pseudo-urbanisastion”.
Sehingga urbanisasi merupakan variable dependen terhadap pertumbuhan
ekonomi;
- Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan;
Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti
kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan
sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu
lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk
Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang
terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai
lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal.

25
Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian
umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para urban yang tidak
memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai
pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong
di daerah perkotaan.
- Menambah polusi di daerah perkotaan;
Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari
pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki
kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang
membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau
pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga
manusia. Ekologi di daerah kota tidak lagi terdapat keseimbangan yang dapat
menjaga keharmonisan lingkungan perkotaan.
- Penyebab bencana alam;
Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya
menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah
Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman
maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan
tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi
penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung
air hujan lagi.

- Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi;


Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah
menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang
dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang
ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi
mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja
sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak,
masalah pedagang kaki lima dan pekerjaan lain yang sejenis. Hal ini akhitnya
akan meningkatkan jumlah pengangguran di kota yang menimbulkan
kemiskinan dan pada akhirnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,
orang – orang akan nekat melakukan tindak kejahatan seperti mencuri,

26
merampok bahkan membunuh. Ada juga masyarakat yang gagal memperoleh
pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
- Penyebab kemacetan lalu lintas;
Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana,
ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak
memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar
di sekitar jalan, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet.
Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah
volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota.
- Merusak tata kota;
Pada negara berkembang, kota-kotanya tidak siap dalam menyediakan
perumahan yang layak bagi seluruh populasinya. Apalagi para migran tersebut
kebanyakan adalah kaum miskin yang tidak mampu untuk membangun atau
membeli perumahan yang layak bagi mereka sendiri. Akibatnya timbul
perkampungan kumuh dan liar di tanah-tanah pemerintah. Tata kota suatu
daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi.
Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-
gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada,
misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan
sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut
menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi.

27
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses urbanisasi di Kota Bandung dapat diindikasikan dengan peningkatan jumlah
penduduk dan laju pertumbuhan penduduk, adanya alih fungsi lahan pertanian
menjadi lahan non pertanian, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
2. Akibat alih fungsi lahan menyebabkan lahan pertanian menjadi semakin berkurang.
Namun, disisi lain penggunaan lahan untuk kawasan pemukiman, perindustrian dan
pertokoan semakin meningkat secara umum didominasi oleh pemukiman.
3. Dampak yang ditimbulkan oleh adanya proses urbanisasi membawa dampak positif
yang menguntungkan bagi manusia. Namun, disisi lain membawa dampak negatif
yang merugikan seperti terjadinya degradasi lingkungan.

B. Saran
Akibat terjadinya proses urbanisasi ke daerah perkotaan, lahan yang seharusnya
berfungsi sebagai lahan pertanian justru dialih fungsikan menjadi lahan pemukiman dan
industri. Untuk mempertahankan Kota Bandung sebagai kota yang terkenal dengan
daerah pertanian dan perkebunan sebaiknya pemerintah melakukan pembangunan
vertical untuk wilayah pemukiman. Sehingga lahan yang seharusnya untuk pertanian
tidak berubah fungsinya. Selain itu, terjadinya urbanisasi juga berpengaruh pada
bertambahnya jumlah penduduk. Sebaiknya pemerintah lebih tegas untuk pelaksanaan
kebijakan migrasi atau perpindahan penduduk ke daerah lain yang kepadatan
penduduknya rendah.

28
DAFTAR PUSTAKA

Chapin Jr F Stuart and Edward J Kaiser. 1979. Urban Land Use Planning. Third Edition.
Chichago : University of Illinoise Press.
Daldjoeni, N. 1992. Geografi Baru. Bandung : Penerbit alumni
Lichfield, Nathaniel; Darin-Drabkin, Haim. 1980. Land Polic In Planning. London : George
Allen and Unwin

Diunggah pada 6 Oktober 2013 pukul 13.00 WIB


http://perencanaankota.blogspot.com/2011/11/definisi-dan-konsep-perkembangan-kota.html
http://meilinda.blogspot.com/epidemiology.html
http://urbanisasi-wikipedia-ensiklopedia.html

29

Anda mungkin juga menyukai