Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS USAHA BUDIDAYA TERNAK SAPI POTONG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha ternak sapi berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha
yang menguntungkan. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak
penghasil daging terbesar dari kelompok ternak ruminansia terhadap produksi
daging Nasional (Suryana, 2009). Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh
peternak sapi tradisional adalah produktivitas ternak sapi yang rendah.
Pemeliharaan sapi dengan sistem tradisional menyebabkan kurangnya peran
peternak dalam mengatur perkembangbiakan ternaknya. Peran ternak
ruminansia dalam masyarakat tani bukan sebagai komoditas utama
Usaha peternakan di Indonesia didominasi oleh peternakan rakyat
yang berskala kecil. Peternakan bukanlah suatu hal yang jarang
dilaksanakan. Hanya saja skala pengelolaannya masih merupakan sampingan
yang tidak diimbangi permodalan dan pengelolaan yang memadai. Beberapa
peternak sapi potong di kabupaten langkat melakukan usaha peternakan dengan
pola kemitraan. Salah satu kegunaan kemitraan ini adalah untuk mengatasi
permasalahan kekurangan modal usaha.
Kemitraan ini sering disebut dengan sistem gado yaitu bentuk
pemeliharaan dengan sistem kerjasama antar pemilik modal dan peternak,
dimana pemilik modal menyediakan sapi potong untuk dipelihara dan
dikembangkan oleh peternak, yang mana hasilnya (anak sapi potong) dibagi
dua antar kedua belah pihak (pemilik modal dan peternak) yaitu 50 % untuk
peternak dan 50 % untuk pemilik modal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan usaha ternak sapi potong 5 tahun terakhir
di Kabupaten Bireuen
2. Bagaimanama karakteristik sosial ekonomi peternak usaha sapi potong
3. Bagaimana pengaruh karakteristik sosial ekonomi peternak usaha sapi
potong terhadap pendapatan.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui perkembangan usaha ternak sapi potong 5 tahun
terakhir di Kabupaten Bireuen,
2. Untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi peternak usaha sapi potong
3. Untuk menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi peternak
usaha sapi potong terhadap pendapatan.
BAB II
LANSDASAN TEORITIS

2.1 Pengertian Peternakan


Peternakan adalah usaha untuk mengembang biakkan hewan dengan cara
dipelihara dan dirawat sebaik mungkin, seperti seorang yang mengelola
peternakan sapi maka ia adalah seorang pemelihara sapi, sengan demikian ia
memiliki sapi untuk dirawat dan diberinya makan karena sapi adalah salah satu
jenis hewan peliharaan.
Indonesia adalah negara yang subur alamnya indah dan memiliki iklim
yang cocok untuk hewan peliharaan seperti sapi dan hewan peliharaan lainnya.
terutama untuk sapi dapat dirawat atau dipelihara dengan cara dikandangkan atau
dipelihara di alam bebas dengan cara dipagari.
Karena mata pencaharian masyarakat indonesia sebahagian besar adalah
petani, memungkinkan mereka untuk memiliki usaha pemeliharaan hewan sebagai
usaha sampingan atau sebagai penambah tabungan di masa mendatang.

2.2 Perkembangan Usaha Budidaya Ternak Sapi Potong


Memelihara sapi sangat menguntungkan, karena tidak hanya
menghasilkan daging atau susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan
sebagai potensi tenaga kerja. Sapi potong sebagai penghasil daging, persentase
karkas (bagian yang dapat dimakan) cukup tinggi, yaitu berkisar antara 45% -
55% yang dapat dijual pada umur 4-5 tahun (Rianto dan Purbowati, 2006).
Samin, Muhammad (2012) penelitian di Kecamatan Pantai Cermin
dan Kecamatan Serba Jadi di Kabupaten Serdang Bedagai, rata-rata
penerimaan per tahun peternak usaha ternak sapi potong intensif lebih besar
dibanding usaha ternak secara tradisional.
Sapi potong merupakan jenis ternak yang mempunyai nilai jual tinggi
diantara ternak ternak lainnya. Pada umumnya masyarakat membutuhkan hewan
ini untuk dikonsumsi, karena kandungan proteinnya yang tinggi. Laju
pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut ketersediaan daging yang
juga meningkat, oleh karena itu usaha sapi potong merupakan salah satu usaha
yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Saat ini usaha penggemukan sapi potong biasanya di dominasi oleh
peternak besar maupun kecil. Ada juga beberapa peternak perorangan di beberapa
pedesaan di Indonesia. Masih sangat jarang perorangan di kota kota besar yang
mengalokasikan investasi mereka pada business ini karena mereka mengganggap
bisnis ini awam dan tidak memberikan keuntungan yang besar, padahal pada
kenyataannya bisnis ini tidak terlalu sulit dan memberikan keuntungan yang
cukup besar.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh peternak tradisional dalam
peternakan sapi adalah produktivitas ternak sapi yang rendah. Salah satu faktor
penyebab rendahnya produktivitas adalah pemilihan pakan ternak yang tidak
sesuai dengan sistem penggemukan sapi modern juga system kebersihan kandang
yang kurang baik.

2.3 Karakteristik dan jenis Sapi Potong


Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai
penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun
ciri-ciri umum sapi potong adalah tubuh besar, badan simetris (berbentuk
segi empat/balok), kualitas daging maksimum, laju pertumbuhan cepat serta
efisiensi pakan tinggi.
2.3.1 Secara umum karakteristik ternak sapi adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Sub Class : Plasentalia

Ordo : Ungulata

Sub Ordo : Archolactyla

Rumpun : Selonodonta
Famili : Bavodae

Genus : Bos

Sub Genus : Taurina, Bisantia, Bibavina, Bubolina, Lepsoburina

Spesies : Bos Indicus, Bos Taurus, Bos Sondaicus

2.3.2 Sapi-sapi yang termasuk dalam golongan sapi potong diantaranya


adalah sebagai berikut:
1. Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia hasil domestikasi dari
banteng (Bibos banteng). Sapi Bali dikenal juga dengan nama Balinese cow yang
kadang-kadang disebut juga dengan nama Bibos javanicus, meskipun sapi bali
bukan satu subgenus dengan bangsa sapi Bos taurus atau Bos indicus.
Berdasarkan hubungan silsilah famili Bovidae, kedudukan sapi Bali
diklasifikasikan ke dalam subgenus Bibovine tetapi masih termasuk genus bos.
Sapi bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami
perubahan kecil dibandingkan dengan leluhur liarnya (Banteng). Warna sapi
betina dan anak atau muda biasanya coklat muda dengan garis hitam tipis terdapat
di sepanjang tengah punggung. Warna sapi jantan adalah coklat ketika muda
tetapi kemudian warna ini berubah agak gelap pada umur 12-18 bulan sampai
mendekati hitam pada saat dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap
berwarna coklat. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian
belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white
stocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir
atas. (Hardjosubroto dan Astuti, 1993)
Karakteristik Sapi Bali memiliki kemampuan untuk mempertahankan
kondisi dan bobot badannya meskipun dipelihara di padang gembalaan yang
kualitasnya rendah. Disamping itu, kemampuannya mencerna serat dan
memanfaatkan protein pakan lebih baik daripada sapi lainnya. Pada umur 1,5
tahun bobot sapi bali mencapai 217,9 kg. Dari segi produksi karkas, sapi bali
memiliki persentase karkas yang tinggi dari pada sapi unggul lainnya. Persentase
karkas sapi bali berkisar 56-57%.
2. Sapi Ongole
Sapi Ongole berasal dari India, tepatnya di Kabupaten Guntur, Provinsi
Ndra Pradesh dan menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia.
Sapi Ongole merupakan jenis ternak berukuran sedang, dengan gelambir yang
longgar dan menggantung. Badannya panjang sedangkan lehernya pendek, kepala
bagian depan lebar diantara kedua mata, bentuk mata elips dengan bola mata dan
sekitar mata berwarna hitam. Telinga agak kuat, ukuran 20-25 cm dan agak
menjatuh. Tanduk pendek dan tumpul, tumbuh ke depan dank e belakang. Pada
pangkal tanduk tebal dan tak ada retakan.
Warna sapi Ongole yang popular adalah putih. Sapi jantan pada kepalanya
berwarna abu tua, pada leher dan kakai kadang-kadang berwarna hitam. Warna
ekor putih, kelopak mata putih dan otot berwarna segar, kuku berwarna cerah dan
badan berwarna abu tua.
Sapi ini lambat dewasa, pada umur 4 tahun mencapai dewasa penuh.
Bobot jantan sampai 600 kg dan betina 300-400 kg dengan berat lahir 20-25 kg,
presentase karkas 45-58% dengan perbandingan daging : tulang 3,23 : 1.
3. Sumba Ongole (SO)
Sapi sumba ongole adalah sapi keturunan sapi liar Bos Indicus yang
berhasil dijinakan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu Sumba Ongole (SO) dan Sapi Peranakan Ongole (PO). Sumba
Ongole adalah keturunan murni sapi Nellore dari India yang didatangkan tahun
1914. Sapi ini dikembangkan secara murni di Pulau Sumba dan merupakan
sumber indukan sebagian besar Ongole di dalam negeri. Sapi Sumba
Ongole gampang dikenali. Warna kulitnya putih, disekitar kepala sedikit lebih
gelap cenderung abu-abu. Postur tubuhnya agak panjang, leher sedikit pendek dan
kaki terlihat panjang
Bobot maksimal sapi dewasa 600 kg dan sapi betina dewasa 400 kg.
Persentase karkas 45-58% dan perbandingan daging serta tulang 4,25 :1.
4. Sapi Peranakan Ongole (PO)
Pada tahun 1930-an, pemerintah Hindia-Belanda dengan kebijakan di
bidang pertenakan yang disebut ongolisasi mengawinsilangkan sapi SO dengan
sapi Jawa, untuk memperbaiki ukuran dan bobot badan sehingga lahirlah sapi
peranakan ongole (PO).
Sapi peranakan ongole memiliki bulu berwarna putih atau kelabu, bentuk
kepala pendek melengkung, telinga panjang menggantung, dan perut agak besar.
Pada sapi PO jantan, kadang dijumpai bercak-bercak berwarna hitam pada
lututnya, mata besar terang, dan dilingkari kulit berjarak sekitar 1 cm dari mata
berwarna hitam.
Ciri khas yang membedakan sapi PO dengan sapi-sapi lainnya adalah
ponok di atas gumba, kaki panjang berurat kuat, serta ada gelambir
menggelantung dari bawah kepala, leher sampai perut. Saat dewasa, jantan PO
bisa mencapai bobot sekira 600 Kg dan yang betina rata-rata 450 Kg.
Pertambahan bobot sapi PO berkisar antara 0,4—0,8Kg/hari.
5. Sapi Madura
Sapi Madura adalah bangsa sapi potong lokal asli Indonesia yang
terbentuk dari persilangan antara banteng dengan Bos indicus atau sapi Zebu
(Hardjosubroto dan Astuti, 1994), yang secara genetik memiliki sifat toleran
terhadap iklim panas dan lingkungan marginal serta tahan terhadap serangan
caplak (Anonimus, 1987). Karakteristik sapi Madura sudah sangat seragam, yaitu
bentuk tubuhnya kecil, kaki pendek dan kuat, bulu berwarna merah bata agak
kekuningan tetapi bagian perut dan paha sebelah dalam berwarna putih dengan
peralihan yang kurang jelas ; bertanduk khas dan jantannya bergumba.
Ciri-ciri umum fisik Sapi Madura :
1. Baik jantan ataupun betina sama-sama berwarna merah bata.
2. Paha belakang berwarna putih.
3. Kaki depan berwarna merah muda.
4. Tanduk pendek beragam.
5. Pada betina kecil dan pendek berukuran 10 cm, sedangkanpada jantannya
berukuran 15-20 cm.
6. Panjang badan mirip Sapi Bali tetapi memiliki punuk walaupun berukuran
kecil. Secara umum, Sapi

6. Sapi Brahman
Sapi Brahman merupakan sapi yang berasal dari India, termasuk dalam
Bos Indicus, yang kemudian diekspor ke seluruh dunia. Jenis yang utama aalah
Kankrej (Guzerat), Nelore, Gir, dan Ongole. Ciri-ciri sapi Brahman mempunyai
punuk besar dan gelambir yang memanjang berlipat-lipat dari kepala ke dada.
Memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, daya tahan terhadap panas juga lebih
baik dari sapi Eropa karena lebih banyak memiliki kelenjar keringat, kulit
berminyak di seluruh tubuh yang membantu resistensi terhadap parasit.
Karakteristik sapi Brahman berukuran sedang dengan berat jantan dewasa 800-
1000 kg, sedangkan betina 500-700 kg, berat pedet yang baru lahir antara 30-35
kg, dan dapat tumbuh cepat dengan berat sapih kompetitif dengan jenis sapi
lainnya. Presentase karkas 48,6 – 54,2%, dan pertambahan berat harian 0,83 – 1,5
kg.
Sapi Brahman memiliki warna yang bervariasi, dari abu-abu muda, merah
sampai hitam. Kebanyakan berwarna abu muda dan abu tua. Sapi jantan berwarna
lebih tua dari sapi betina dan memiliki warna gelap di daerah leher, bahu, dan
paha bagian bawah. Sapi Brahman daspar beradaptasi dengan baik terhadap
panas, mereka dapat bertahan dari suhu 8 – 105 oF, tanpa gangguan selera makan
dan produksi susu. Sapi Brahman banyak dikawin silangkan dengan sapi Eropa
dan dikenal dengan Brahman Cross (BX).
7. Sapi Brahman Cross (BX)
Menurut Minish dan Fox (1979) dalam (Priyo 2008) sapi Brahman hasil
persilangan dengan Hereford disebut dengan Brahman Cross (BX).
Masih dalam Priyo (2008), Turner (1977) menambahkan bahwa Sapi Brahman
Cross (BX) pada awalnya dikembangkan di stasiun CSIRO’S Tropical Cattle
Research Centre di Rockhampton Australia. Materi dasarnya adalan American
Brahman, Hereford dan Shortron. Sapi BX mempunyai proporsi 50% darah
Brahman, 25% darah Hereford, dan 25% darah Shorthron. Secara fisik bentuk
fenotip sapi BX lebih cenderung mirip sapi American Brahman karena proporsi
darahnya yang lebih dominan, seperti punuk dan gelambir masih jelas, bentuk
kepala dan telinga besar menggantung. Sedangkan warna kulit sangat bervariasi
mewarisi tetuanya. Di Indonesia sapi BX di impor dari Australia sekitar tahun
1973 namun penampilan yang dihasilkan tidak sama dengan di Australia.
Sapi BX mempunyai sifat-sifat seperti :
1. Presentase kelahiran 81,2%.
2. Rataan bobot lahir 28,4 kg, bobot umur 13 bulan mecapai 212 kg dan
umur 18 bulan bisa mencapai 295 kg.
3. Angka mortalitas postnatal sampai umur 7 hari sebesar 5,2%, mortalitas
sebelum disapih 4,4%, mortalitas setelah sapih sampai umur 15 bulan
sebesar 1,2% dan mortalitas dewasa sebesar 0,6%.
4. Daya tahan terhadap panas cukuo tinggi karena produksi panas basal
rendah dengan mengeluarkan panas yang efektif.
5. Ketahanan terhadap parasit dan penyakit sangat baik, serta
6. Efisiensi penggunaan pakan terletak antara sapi Brahman dan persilangan
8. Sapi Hereford
Sapi Hereford berasal dari sapi Eropa yang dikembangkan di Inggris, berat
jantan rata-rata 900 kg dan berat betina 725 kg. Bulunya berwarna merah kecuali
bagian muka, dada, perut bawah, dan ekor berwarna putih. Bentuk badan
membulat panjang dengan ukuran lambung besar. Sebagian sapi bertanduk dan
lainnya tidak.
9. Sapi Brangus
Sapi brangus merupakan hasil persilangan sapi betina Brahman dan
pejantan angus. Cirri khasnya adalah warna hitam dengan tanduk kecil. Sifat
Brahman yang diwarisi brangus adalah dengan adanya punuk, tahan udara panas,
tahan gigitan serangga dan mudah menyesuaikan diri dengan pakan yang mutunya
kurang baik. Sedangkan sapi angus yang diturunkan produktivitas daging dan
presentase karkasnya tinggi.
10. Sapi Aberden Angus
Sapi angus (Aberden Angus) berasal dari Inggris dan Skotlandia. Sapi ini
tidak memiliki tanduk umur dewasa sapi angus adalah 2 tahun, hasil karkas tinggi,
sebagai penghasil daging dan tidak digunakan sebagai penghasil susu. Anak pedet
ukurannya kecil sehingga induk tidak mengalami banyak stress saat proses
melahirkan. Untuk memperbaiki genetic sapi ini sering dikawin silangkan dengan
sapi lain, misalnya sapi Brahman. Hasl persilangan disebut Brangus (Brahman
Angus).
Di Indonesia sapi angus diperkenalkan pada tahun 1973 dari Selandia
Barudi beberapa tempat di jawa tengah. Ciri sapi ini berbulu hitam legam,
berukuran agak panjang, keriting dan halus. Tubuhnya kekar padat, rata, panjang
dan ototnya kompak, tidak bertanduk dan kakinya pendek. Berat sapi jantan 900
kg sedangkan betina 700 kg. presentase karkas 60%, dengan mutu daging sangat
baik dengan lemak yang menyebar dengan baik di dalam daging.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode survei, untuk penentuan daerah
penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling dalam pengambilan
sampel penelitian ini menggunakan metode proportional random sampling yaitu
pengambilan sampel secara acak dengan cara mengambil sampel sebanyak 50%
dari seluruh jumlah populasi peternak sapi di daerah penelitian.

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen

3.3 Populasi dan Sampel


Bireuen merupakan Kabupaten dengan populasi sapi potong terbesar di
Provinsi Aceh, Kecamatan Juli merupakan daerah yang memiliki populasi sapi
potong terbesar di Kabupaten Bireuen selama 4 tahun dan Desa Mane
Meujingki merupakan desa yang memiliki jumlah ternak sapi potong terbesar
diantara 12 desa yang ada di Kecamatan Juli.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan
data primer. Penelitian ini menggunakan analisis tabel yang meliputi tabulasi
frekuensi dan tabulasi silang.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y, 2002. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. Gramedia.


Jakarta.

Rianto, E dan E. Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai