dan eksklusi dengan metode Total Sampling, didapat jumlah sampel sebanyak 81
orang. Data gambaran karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
<40 10 12,3
40-60 52 64,2
>60 19 23,5
Total 81 100
80.0% 64.2%
60.0%
40.0% 23.5%
12.3%
20.0%
0.0%
<40 40-60 >60
Usia
43
44
orang (12,3%), usia 40-60 tahun sebanyak 52 orang (64,2%) dan usia >60 tahun
Perempuan 35 43,2
Total 81 100
Jenis Kelamin
43%
Laki-Laki
57%
Perempuan
Tidak 22 27,2
Ya 59 72,8
Total 81 100
45
Riwayat Keluarga
27%
Tidak
73% Ya
Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 didapatkan hasil penelitian yang
orang (27,2%), dan yang memiliki riwayat keluarga pada penderita karsinoma
<18,50 21 25,9
18,50-24,99 45 55,6
25,00-29,99 12 14,8
>30,00 3 3,7
Total 81 100
46
55.6%
60.0%
50.0%
40.0%
25.9%
30.0%
14.8%
20.0%
10.0% 3.7%
0.0%
<18,50 18,50-24,99 25,00-29,99 >30,00
IMT
Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.4 didapatkan hasil penelitian IMT
Tidak 35 43,2
Ya 46 56,8
Total 81 100
47
Riwayat DM Tipe 2
Tidak Ya
43%
57%
Berdasarkan Tabel 4.5 dan Gambar 4.5 didapatkan hasil penelitian yang
Riwayat Merokok
28%
Tidak
72% Ya
Berdasarkan Tabel 4.6 dan Gambar 4.6 didapatkan hasil penelitian yang
Penelitian
Ascendens 10 12,3
Transversum 16 19,8
Desendens 5 6,2
Rektum 50 61,7
Total 81 100
70.0% 61.7%
60.0%
50.0%
40.0%
30.0% 19.8%
20.0% 12.3%
6.2%
10.0%
0.0%
Ascendens Transversum Descendens Rektum
Lokasi
Penelitian
49
Berdasarkan Tabel 4.7 dan Gambar 4.7 didapatkan hasil penelitian lokasi
orang (61,7%).
4.2 Pembahasan
Data awal tentang insiden kanker kolorektum di Indonesia adalah hasil studi
oleh Sjamsuhidajat (1986) yaitu 1.8 per 100,000. Divisi Bedah Digestif RS Cipto
dan mendapatkan angka kejadian pada laki-laki adalah 52% dan sisanya adalah
perempuan. Kelompok usia terbanyak adalah usia 45-53 tahun (21.8%) dengan
mean 50.67 tahun, usia termuda yang didapatkan adalah 18 tahun dan tertua 86
Sementara dari studi oleh Sudoyo dkk. (2013) usia terbanyak pada
kelompok 51-60 tahun. Haggar dan Boushey (2009) menyatakan bahwa insiden
kanker kolorektum meningkat setelah usia 40 tahun, serta pada kelompok usia 60-
79 tahun, angka kejadian 50% lebih tinggi dibandingkan pada kelompok usia
kolorektal terbanyak pada kelompok usia 51-60 tahun. Haggar dan Boushey (2009)
menyatakan bahwa insiden kanker kolorektal meningkat setelah usia 40 tahun, dan
Pada penelitian ini mayoritas pasien berada pada rentang usia 40-60 tahun
(64,2 %). Usia termuda yang didapatkan adalah 20 tahun dan yang tertua adalah 76
tahun. Hasil yang sama ditampilkan oleh data dari Divisi Bedah Digestif RSCM
yaitu kelompok usia terbanyak adalah usia 45-53 tahun (21.8%), usia termuda yang
didapatkan adalah 18 tahun dan tertua 86 tahun (Putranto et al, 2016). Hal ini sesuai
dengan teori bahwa pada penuaan terjadi penurunan fungsi sel dan jaringan dalam
kerusakan sel. Maka dari itu secara bertahap daya tahan tubuh manusia akan
dalam hal usia dari data-data sebelumnya dengan hasil penelitian ini. Persamaan
kelompok usia mayoritas pasien dapat karena penetapan kelompok usia yang sama
yang penting. Berdasarkan data profil negara terkait kanker yang dikeluarkan WHO
pada tahun 2014, kanker kolorektal merupakan keganasan yang menempati urutan
kedua terbanyak pada laki-laki dengan jumlah penderita sebesar 15.985 dan urutan
ketiga terbanyak pada perempuan dengan jumlah penderita sebesar 11.787 . Kanker
kolorektum merupakan keganasan ketiga terbanyak pada pria (746.000 kasus, 10%)
dan keganasan kedua terbanyak pada wanita (614.000 kasus, 9,2%) dari kasus
keganasan seluruh dunia. Terdapat variasi geografi yang luas terhadap kejadian
51
kanker kolorektum pada seluruh dunia. Kejadian terbanyak terdapat pada Australia
dan Selandia Baru (dengan Age Specific Rate pada pria 44,8 dan pada wanita 32,2
per 100.000 penduduk) angka kejadian terendah pada Afrika barat (dengan Age
Specific rate pada pria 4,5 dan pada wanita 3,8 per 100.000penduduk).
keganasan yang paling banyak dijumpai baik pada laki-laki dan perempuan. Pasien
bahwa angka kejadian pada laki-laki memang didapatkan lebih tinggi (52%) dari
pada perempuan (Putranto et al, 2016).Sementara dari studi oleh Sudoyo dkk.
(2013) didapatkan angka kejadian kanker kolorektum yang lebih tinggi pada laki-
tahun 2011 mengeluarkan data bahwa insiden kanker kolorektum adalah 35 – 40%
Pada penelitian ini menampilkan angka yang lebih tinggi pada laki-laki
Menurut teori, pada penderita karsinoma kolorektal laki-laki sedikit lebih banyak
dari perempuan. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kadar
hormon, aktivitas sehari-hari dan dalam konsumsi makanan pun dianggap bisa
Mekanisme yang menyebabkan jenis kelamin menjadi bagian dari faktor resiko
52
hormon di sel karsinoma kolorektal dan sel normal (Herman Brenner, 2010).
mengenai jenis kelamin yaitu pasien kanker kolorektal laki-laki lebih banyak
dibanding perempuan.
adenomatous polyposis. Oleh karena itu, riwayat keluarga perlu ditanyakan pada
riwayat keluarga diduga memiliki peranan untuk terjadinya kanker kolorektal. Dari
kanker paru sebanyak 2 orang, kanker payudara sebanyak 1 orang dan kanker
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Rahdi dkk, didapatkan hasil
angka yang lebih tinggi pada pasien dengan riwayat kanker pada keluarga yaitu 59
53
pasien (72,8%) dibandingkan pasien yang tidak memiliki riwayat kanker pada
keluarga yaitu 22 pasien (27,2%). Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan
bahwa sekitar lima belas persen dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien
mengenai riwayat keluarga yaitu pasien kanker kolorektal dengan riwayat kanker
pada keluarga lebih banyak dibanding yang tidak memiliki riwayat kanker pada
keluarga.
Peran obesitas sebagai faktor risiko kanker kolorektal sejauh ini masih
belum tegak. Beberapa studi belum dapat menemukan hubungan yang kuat antara
obesitas dengan kanker kolorektal, walaupun untuk beberapa jenis kanker, seperti
Karena hal ini masih merupakan suatu kontroversi, maka pada penelitian
ini dicoba dilakukan penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dari seluruh pasien
berdasarkan skor IMT >30%, hanya didapatkan pada dua pasien (2.1%). Jumlah
(13.2%). Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa hanya 2.1% pasien obesitas yang
merupakan bagian dari kelompok pasien kanker kolorektal. Tentu saja hal ini belum
hasil angka yang lebih tinggi pada pasien dengan IMT 18,50-24,99 (normo weight)
yaitu 45 pasien (55,6%), sedangkan angka terendah pada pasien dengan IMT
>30,00 (obesitas) yaitu 3 pasien (3,7%). Menurut teori, status gizi merupakan
keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi
penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan dalam jangka waktu yang lama.
Penurunan berat badan dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu penurunan berat badan
yang disebabkan oleh gangguan metabolik oleh kanker itu sendiri dan penurunan
berat badan yang disebabkan oleh efek samping dari pengobatan kanker serta
penurunan berat badan yang disebabkan oleh faktor psikososial (Supariasa, 2002).
di Eropa dimana di Amerika atau Eropa seorang yang terdiagnosa kanker memiliki
gizi lebih, sedangkan di Asia seperti di Indonesia pasien yang terdiagnosa kanker
Dewasa ini, hubungan antara diabetes dan kanker telah diakui secara
telah dilakukan beberapa studi secara intensif. Sebuah meta-analisis yang terdiri
dari 15 studi dan melibatkan total lebih dari 2,5 juta orang pada keseluruhan
risiko kanker kolorektal sebesar 30%. Selain itu, diabetes juga secara signifikan
Penelitian ini sejalan dengan Larsson SC, didapatkan hasil angka yang
lebih tinggi pada pasien dengan riwayat DM Tipe 2 yaitu 46 pasien (56,8%),
sedangkan pada pasien yang tidak memiliki riwayat DM Tipe 2 yaitu 35 pasien
(43,2%). Menurut teori, hubungan antara diabetes, terutama diabetes tipe 2 dengan
kanker ini dipercaya karena kedua penyakit tersebut memiliki beberapa faktor
risiko utama yang sama. Faktor risiko tersebut diantaranya proses penuaan, jenis
kelamin, obesitas, inaktifitas fisik, diet, alkohol dan merokok. Selain itu, pada
yang diinduksi oleh pemberian terapi insulin diduga merupakan faktor risiko yang
akhir glikasi dan inflamasi yang terjadi pada penderita diabetes juga dapat
mengenai riwayat DM Tipe 2 pada pasien kanker kolorektal yaitu pasien kanker
kolorektal dengan riwayat DM Tipe 2 lebih banyak dibanding yang tidak memiliki
riwayat DM Tipe 2.
menyebabkan kanker koloraktal. Hubungan antara merokok dan kanker lebih kuat
hingga 26% dibandingkan dengan orang yang tidak pernah merokok. Sedangkan
perokok yang mengonsumsi 20 gram tembakau per hari atau lebih akan beresiko
30% terkena kanker kolorektal. Merokok lebih dari 30 tahun atau lebih dari 20
gram per hari berhubungan dengan peningkatan resiko kanker koloraktal sebesar
Menurut penelitian Chao dkk resiko kematian karena kanker kolon pada
perokok lebih beresiko 1,32 kali dibandingkan bukan perokok. Resiko kanker kolon
pada perokok sebesar 1,44 kali dan yang pernah merokok sebesar 1,21 kali
dibandingkan dengan yang tidak pernah merokok pada jenis kelamin laki-laki. Pada
jenis kelamin perempuan, resiko merokok 1,42 kali dan yang pernah merokok 1,15
kali untuk terkena kanker kolon dibandingkan dengan yang tidak merokok (Chao,
2000).
57
kolorektal dibandingkan dengan orang yang tidak pernah merokok. Orang yang
pernah merokok memiliki resiko sebesar 1,34 kali untuk terkena kanker kolon
beresiko 1,27 kali terkena kanker kolon dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok(Hannan, 2007).
angka yang lebih tinggi pada pasien dengan riwayat merokok yaitu 58 pasien
(71,6%) dibandingkan pasien yang tidak memiliki riwayat merokok yaitu 23 pasien
karsinogen dan agen genotoksik. Salah satu kandungan dari rokok adalah nikotin
mengenai riwayat merokok yaitu pasien kanker kolorektal dengan riwayat merokok
orang 6,2%),dan lokasi keganasan di rektum sebanyak 50 orang (61,7%). Hal ini
sesuai dengan teori bahwa lokasi tersering dari keganasan kolorektal adalah di
rectum. Menurut laporan MUIR (1947) yang mengumpulkan 714 karsinoma dari
kolon, ternyata bahwa 15% terdapat di kolon ascendens, 10% di kolon desendens,
2017).
dengan lokasi tumor yang berada di sekum, kolon desendens dan kolon
dengan tumor yang berlokasi di kolon ascendens tidak ada (0%). Pasien dengan
tumor yang berada di kolon sigmoid adalah sebanyak 2 orang (6,9%), pasien
dengan lokasi tumor di rektosigmoid adalah sebanyak 4 orang (13,8%) dan pasien
dengan tumor yang berada di rektum adalah sebanyak 20 orang (69%). Hasil
penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sander
(2012) di Malang di mana rektum juga menjadi lokasi tumor tersering dengan
persentase sebesar 70,6% dan penelitian yang dilakukan oleh Yusra (2012) di
kolorektal. Hal ini dikaitkan dengan fungsi rektum yang lebih kepada storasi feses
dan defekasi, di mana diketahui bahwa salah satu faktor lingkungan yang dapat
mengakibatkan perubahan flora feses dan perubahan degradasi garam empedu atau
hasil pemecahan protein dan lemak, sebagian zat ini bersifat karsinogenik. Diet
rendah serat juga menyebabkan terjadinya pemekatan feses dan peningkatan masa
transit feses. Akibatnya adalah kontak antara zat yang bersifat karsinogenik dengan
1. Masih adanya variabel yang belum di teliti pada penelitian ini, seperti kadar
2. Masih banyak karakteristik lain yang belum ada pada penelitian ini yang
mungkin berpengaruh.