I. Konsep Paru
1.1 Definisi
Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah
karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi
batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktifitas sel (Mubarak, 2007).
1.2 Fisiologi paru
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan
tekanan. Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan utama, paru-paru
mengisi rongga dada, terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah
dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur
lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
1
sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan
keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan
bawah. Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah.
Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh
fisurel yang merupakan perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat
beberapa divisi-divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris ( tiga pada
paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus
segmental (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus
segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan syaraf.
Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel
alveolar, yaitu tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar
tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu
fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagosit
besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai
mekanisme pertahanan yang penting (Smeltzer & Bare, 2002).
1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi paru
1.3.1 Usia
Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan dapat berkurang
2
penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial, penurunan
kapasitas paru.
Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi 20-25% dari pada wanita,
(Suriadi, 2001).
1.4.2 Etiologi
dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang
3
menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
1.4.3 Patofisiologi
menyebabkan penyakit.
sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat
juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak,
dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal. Makrofag
4
limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang
mengelilingi tuberkel.
keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-
paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran
5
pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
a. Demam
b. Batuk
yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding
bronkus.
c. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas.
6
d. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada
pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang
ditemukan.
e. Malaise
1.4.5 Pengobatan
7
Dosis kategori 1 KDT
1.4.6 Komplikasi
a. Meningitisas
b. Spondilitis
c. Pleuritis
d. Bronkopneumoni
8
2.1.3 Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan
berat badan.
Tanda : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan
otot/hilang lemak subkutan.
2.1.4 Nyeri
Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
2.1.5 Pernafasan
Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat
tuberculosis terpajan pada individu terinfeksi.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru pleura) pengembangan pernafasan tidak simetri
(effuse pleura) perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural
atau penebalan pleural bunyi nafas menurun/tidak ada secara bilateral
atau unilateral efusi pleural/pneumotorak) bunyi nafas tubuler dan
bisikan pectoral di atas lesi luas, krekels tercabut di atas aspek paru
selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekes posttussic)
karakteristik sputum: hijau, puluren, muloid kuning atau bercak darah
deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
2.1.6 Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun. contoh: AIDS, kanker. Tes
111V positif.
Tanda : demam rendah atau sedikit panas akut.
2.1.7 Interaksi sosial
Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular,
perubahan bisa dalam tanggungjawab/perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
2.1.8 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru yaitu:
a. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap
akhir penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
c. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra
9
dermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi
tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
d. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru
atas simpangan kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
e. Histologi atau kultur jaringan paru:positif untuk mycobacterium
tuberculosis,
f. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis,
g. Nektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi.
h. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
paru.
i. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural
(TB paru kronis luas) (Doengoes, 2000).
10
Hipoksemia
Nafas cuping hidung
Gelisah
Takikardia
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Perubahan membran kapiler alveolar
Ketidakseimbangan perfusi ventilasi
2.2.4 Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
2.2.5 Batasan karakteristik
Subjektif
Kram abdomen
Nyeri abdomen
Menolak makan
Indigesti
Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
Objektif
Kurang informasi
Penyakit kronis
Intoleransi makanan
11
Gangguan psikologis
2.3 Perencanaan
12
- Manajemen gangguan makan: mencegah dan menangani pembtasan
diet yang sangat ketat dan aktivitas berlebihan
- Manajemen nutrisi: membantu atau enyediakan asupan makanan
dan cairan diet seimbang
- Pemantauan nutrisi: mengumoulkan dan menganalisi data pasien
untuk mencegah dan meminimalkan kurang gizi
13
III. Daftar Pustaka
Doenges, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : EGC
Guyton, A. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta: EGC.
Suriadi. (2006). Asuhan Keperawatan pada Anak (Edisi V). Jakarta : CV. Agung
Setu
Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC.
( ) ( )
14