Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Pemicu 1

Ryan adalah mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran di kota Pontianak. Ia sedang


menjalani modul pembelajaran berdasarkan masalah di jurusannya. Beberapa kata baru
yang dikenalnya adalah PBL, masalah, berpikir kritis, dan pembelajaran sepanjang
hayat. Ia belum paham alasan modul ini harus dipelajari oleh mahasiswa kedokteran.
Ryan berasumsi bahwa menjadi dokter yang paling penting adalah menyembuhkan
pasien, memebrikan resep yang tepat, dan kemudian pasien sembuh. Ia belum paham
peran berpikir kritis dan belajar sepanjang hayat bagi profesi dokter.

1.1 Klarifikasi dan Definisi


a. PBL : Pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata.
(Problem Based Sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar
Learning) tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah serta untuk memeroleh pengetahuan dan konsep
yang esensial dari materi pembelajaran.
b. Modul : Suatu unit pengajaran yang disusun dalam bentuk tertentu
untuk keperluan belajar.
c. Berpikir Kritis : Sebuah konsep untuk merespon sebuah pemikiran yang
kita terima.
1.2 Kata Kunci
a. Ryan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran
b. Belum paham system pembelajaran
c. PBL
d. Berpikir kritis
e. Modul pembelajaran
f. Pembelajaran sepanjang hayat (Long life Learning)

1.3 Rumusan Masalah


Ryan adalah mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran di Kota Pontianak yang belum
memahami alas an modul PBL diterapkan pada mahasiswa kedokteran.

1.4 Analisis Masalah

Ryan mahasiswa baru FK

belum memahami

PBL Berpikir kritis Long life learning

Ryan dalam tahap transisi

Solusi
1.5 Hipotesis
Ryan masih dalam masa transisi akibatnya Ryan belum terbiasa dengan
pembelajaran yang ada di Fakultas Kedokteran

1.6 Pertanyaan Diskusi


a. PBL
 Definisi
 Tujuan
 Tahapan
 Kelebihan
 Kekurangan
 Metode (12 langkah Brenda)
 Tips
b. Berpikir kritis
 Definisi
 Peran
 Proses
c. Belajar sepanjang hayat (Long life learning)
 Definisi
d. Mengapa modul pembelajaran PBL harus dipelajari oleh mahasiswa
kedokteran?
e. Perbedaan sistem PBL (Problem Based Learning) dengan Lecture Based
Learning?
f. Bagaimana solusi untuk kasus tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Problem Based Learning (PBL)


2.1.1 Definisi
Metode Problem Based Learning (PBL) atau metode
pembelajaran berbasis masalah merupakan konsep belajar yang
membantu pendidik dalam pembelajaran yang berpusat pada
pembelajar (Student Centered). Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyati
Arifin, dkk (2003:127), bahwa metode pemecahan masalah digunakan
pendidik bila bertujuan untuk mengembangkan proses berpikir
pembelajar melalui pemberian masalah yang harus dipecahkan1.

2.1.2 Tujuan
Beberapa pakar telah merumuskan berbagai tujuan PBL. Seorang di
antaranya, Branda, dikutip di bawah ini. Menurut Branda (1986), setelah
mengikuti proses pemelajaran dengan metode PBL, mahasiswa diharapkan
mampu:
1.) Mengembangkan kompetensi dalam PBL
2.) Mengembangkan kompetensi dalam pemecahan masalah (problem
solving)
3.) Mengembangkan kompetensi dalam belajar mandiri (self-directed
learning)
4.) Mengembangkan kompetensi dalam belajar dalam kelompok kecil
(small group learning)
5.) Mengembangkan kemampuan dalam berpikir kritis (critical
thinking)
6.) Mengintegrasikan bagian-bagian yang berbeda dalam kurikulum
7.) Mengidentifikasi dan menelaah ilmu lain di luar kurikulum.

2.1.3 Tahapan
Pelaksanaan model Problem Based Learning terdiri dari 5 tahap
proses, yaitu:
1) Pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah.
Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi peserta
didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan
mengajukan masalah.
2) Kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru
membagi peserta didik kedalam kelompok, membantu
peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah.
3) Ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun
kelompok. Pada tahap ini guru mendorong peserta didik
untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan,
melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4) Keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada
tahap ini guru membantu peserta didik dalam merencanakan
dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan
membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya.
5) Kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil
pemecahan masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta
didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.2
2.1.4 Kelebihan
Kelebihan PBL ialah yang berikut.
1.) Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa
2.) Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa
3.) Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk
memahami masalah dunia nyata.
4.) Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan
evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
5.) Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
6.) Memberikan kesemnpatan bagi siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
7.) Mengembangkan minat siswa untuk secaraterus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
8.) Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang
dipelajari guna memecahkan masalah dunia.3

2.1.5 Kekurangan
Akan tetapi, ada beberapa kritik yang pernah dilontarkan terhadap
metode ini, di antaranya sebagai berikut.
1.) Kesuksesan penerapan metode PBL bergantung pada kedisiplinan
mahasiswa untuk belajar.
2.) Metode PBL lebih menekankan kemampuan pemecahan masalah
(problem solving) daripada pemerolehan ilmu dasarnya sendiri.
3.) Metode PBL tidak efisien. Apabila seorang mahasiswa
menghadapi masalah yang harus dipecahkan, ia harus mengerti
dulu terminologi yang ada, apa saja gejalanya, dan masalah-
masalah lain.
4.) Metode ini tidak memfasilitasi mahasiswa agar dapat lulus dalam
ujian. Mahasiswa akan mudah mengingat informasi apabila
dikaitkan dengan problem, tetapi akan sulit bagi mereka untuk
melakukan hal itu apabila mereka menjumpai soal-soal yang terpisah,
bukan merupakan kesatuan, seperti pertanyaan “benar atau salah?”
5.) Banyak pengajar yang merasa bahwa alat ukur untuk menguji
kemampuan para peserta didik sedikit ‘lunak’. Akan tetapi kritik
tersebut sudah mendapat sanggahan dari para pengguna metode
PBL.3

2.1.6 Langkah-langkah
Beberapa ahli telah memperkenalkan berbagai macam langkah
dalam proses pemelajaran berdasarkan masalah. Penulis beranggapan
bahwa yang paling lengkap dan mudah diikuti oleh pemula adalah 12
langkah yang diusulkan oleh Branda (1986) yang diterapkan di
Universitas McMaster, Kanada, yakni:
1. Mengklarifikasi dan mendefinisikan masalah
2. Menganalisis masalah
3. Mengajukan hipotesis
4. Mengidentifikasi pengetahuan apa yang diperlukan
5. Mengidentifikasi apa saja yang telah diketahui
6. Mengidentifikasi sumber-sumber pemelajaran
7. Mengumpulkan informasi/pengetahuan yang baru
8. Membuat sintesis dari pengatahuan yang sudah dimiliki dan
pengetahuan yang baru serta berusaha mengaplikasikannya pada
masalah
9. Mengulangi langkah-langkah sebelumnya
10. Mengidentifikasi apa yang tidak atau belum dipelajari
11. Membuat ringkasan dari apa yang telah dipelajari, dan, bila
mungkin,
12. Menguji pemahaman akan pengetahuan yang diperoleh dengan
mengaplikasikannya pada permasalahan yang lain.

2.1.7 Tips
Problem Based Learning ( PBL ) saat ini digunakan di sekolah-
sekolah medis di seluruh dunia dan juga di sekolah fisioterapi,
keperawatan, farmasi, optometry, dan kelainan bicara. Bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan penalaran klinis siswa, pemikiran kritis,
dan strategi pengambilan keputusan. Untuk mencapai tujuan ini, PBL
mengharuskan siswa bekerja dalam kelompok kecil yang terdiri dari 8
– 10 siswa dengan bantuan tutor. Peran tutor PBL adalah untuk
memfasilitasi diskusi kelompok, menciptakan lingkungan yang
memungkinkan semua anggota untuk berkontribusi dalam diskusi, dan
memantau kemajuan kelompok. Meskipun keberhasilan diskusi PBL
dikaitkan dengan beberapa faktor, termasuk keaslian kasus, alur diskusi,
dan keterampilan tutor PBL namun kunci sukses tetap berada di tangan
para pelajar. Berikut ini adalah 12 tips yang digunakan oleh pelajar PBL
dalam diskusi menurut Sammy A. Azer4 :
1. Menjaga Aturan Dasar
a. Menetapkan norma-norma kelompok (aturan dasar) di awal
keberadaan suatu kelompok mencegah terjadinya krisis dalam
kelompok dan memungkinkan fungsi yang lebih baik.
b. Tutor harus berdiskusi dengan kelompok tentang perannya
c. Aturan dasar disepakati oleh anggota kelompok
d. Mereka harus mencerminkan kebutuhan dan prinsip kelompok.
e. Grup harus beroperasi sesuai dengan anggota peraturan.
2. Ketahui Peran Anda
a. Kelompok berfungsi lebih baik ketika setiap anggota
menyadari peran berbeda yang harus dilakukan oleh anggota
kelompok.
b. Peran harus disetujui dan diorganisir dalam tutorial pertama
blok / semester.
c. Pendekatannya berpusat pada siswa.
3. Menjaga Dinamika Kelompok
a. Tanyakan kepada diri sendiri: Kualitas baik apa yang saya
bawa ke kelompok saya?
b. Gunakan perbedaan individu dan budaya sebagai cara untuk
memberdayakan dinamika kelompok.
c. Hargai nilai-nilai kerja tim dan perlunya evaluasi berkala
terhadap proses kelompok.
d. 10 menit terakhir dalam tutorial dua (saat Anda menyelesaikan
diskusi suatu kasus) adalah kesempatan yang baik bagi grup
untuk merefleksikan kinerja anggota, mengidentifikasi tujuan
spesifik yang menjadi tujuan grup dan merencanakan
bagaimana mencapai masing-masing tujuan ini. Fokus pada
satu tujuan pada satu waktu.
4. Tanyakan Pertanyaan yang Memberdayakan
a. Penggunaan pertanyaan terbuka yang baik dapat
memberdayakan diskusi dan membuat kelompok fokus pada
masalah ini
b. Penggunaan pertanyaan pemberdayaan yang baik dalam
diskusi kelompok sangat penting untuk pemahaman yang
mendalam dan pembelajaran yang lebih baik.
c. Hindari mengajukan pertanyaan dangkal yang berfokus pada
detail.
5. Jadilah Pembelajar yang Memiliki Tujuan
a. Motivator yang kuat untuk pembelajaran orang dewasa adalah
menjaga proses pembelajaran tetap terarah sehingga
memberikan kontribusi untuk pertumbuhan pribadi dan
pemahaman yang mendalam.
b. Pembelajaran mandiri Anda akan ditingkatkan jika Anda tahu
persis pertanyaan apa yang Anda coba jawab dalam pencarian
Anda.
c. Bentuk pembelajaran Anda agar sesuai dengan kebutuhan
lingkungan belajar baru Anda.
6. Tanpa Umpan Balik, Tidak Ada Pemenang
a. Pelajari cara mendapatkan yang terbaik dari umpan balik tutor
Anda.
b. Rencanakan bagaimana menggunakan umpan balik untuk
meningkatkan masukan Anda ke diskusi kelompok dan
meningkatkan pembelajaran Anda dengan tutor Anda
7. Pantau Perkembangan Anda
a. Satu diantara kunci sukses adalah evaluasi diri dan motivasi.
b. Tetap focus pada tujuan utama Anda selama berproses.
c. Buat jurnal perkembangan diri Anda untuk memantau
kemajuan diri Anda.
8. Berusaha Keras untuk Menjadi Tim Pemenang
a. Interaksi yang efektif memicu tindakan yang tepat.
b. Fokus pada masalah daripada minat pribadi.
c. Keberhasilan grup adalah hasil dari kontribusi setiap anggota.
9. Jadilah Pemikir Kritis
a. Debat bukannya berdebat masalah..
b. Sebelum mengambil keputusan, timbang bukti untuk dan
terhadap suatu hipotesis.
10. Ketahui Peran Tutor Anda
a. Pendekatan dalam system PBL adalah berpusat pada siswa.
b. Tutor Anda bukan sebagai penyedia informasi
c. Ia lebih suka memfasilitasi pembelajaran dan menempatkan
diskusi di jalur yang benar ketika dibutuhkan.
d. Selama sesi satu lawan satu, tutor Anda akan memberi Anda
umpan balik tentang kontribusi Anda pada diskusi kelompok.
e. Kelompok Anda akan memiliki kesempatan untuk membahas
cara-cara meningkatkan dinamika kelompok dengan tutor
Anda saat Anda menyelesaikan diskusi untuk setiap masalah
(Maudsley, 1999).
11. Beralih ke Sikap Pemenang
a. Kembangkan kebiasaan baik.
b. Pilih model untuk diikuti.
c. Lihat peluang untuk sukses dalam tantangan.
d. Fokus pada solusi-solusi.
e. Memiliki keinginan untuk memberi dan berbagi sumber daya.
f. Bersikap gigih.
g. Menemukan cara untuk mengatasi stres.
h. Jangan menganggap diri Anda terlalu serius.
i. Ambil tindakan untuk mengubah sikap Anda.
12. Jadilah Seorang Pembelajar yang Kolaboratif
a. Kolaborasi adalah kompetensi kritis untuk mencapai dan
meningkatkan kinerja kelompok (David et al., 1999).
b. Untuk menumbuhkan kolaborasi dalam anggota kelompok
perlu menciptakan iklim kepercayaan.
c. Minta bantuan dan bantuan orang lain saat dibutuhkan..
d. Dengarkan dengan penuh perhatian pandangan anggota lain..
e. Berinteraksi satu sama lain secara teratur..
f. Bagikan informasi dan sumber daya.
g. Berikan komentar yang deskriptif, bukan evaluatif atau
menghakimi.
h. Ajukan pertanyaan untuk klarifikasi.
i. Selalu katakan ‘kami’.

2.2 Berpikir Kritis


2.2.1 Definisi
Menurut Beyer (1995), berpikir kritis berarti membuat
penilaian-penilaian yang masuk akal. Beyer memandang berpikir kritis
sebagai menggunakan criteria untuk menilai kualitas sesuatu, dari
kegiatan yang paling sederhana seperti kegiatan normal sehari-hari
sampai menyusun kesimpulan dari sebuah tulisan yang digunakan
seseorang untuk mengevaluasi validitas sesuatu (pernyataan-
pernyataan, ide-ide, argumen-argumen, penelitian, dan lain-lain).5
Definisi lain dari berpikir kritis juga dikemukakan oleh Facione
(2010) yang menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu
pengaturan diri dalam memutuskan (judging) sesuatu yang
menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun
pemaparan menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria,
atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar dibuatnya
keputusan. Berpikir kritis penting sebagai alat inkuiri. Berpikir kritis
merupakan suatu kekuatan serta sumber tenaga dalam kehidupan
bermasyarakat dan personal seseorang.6

2.2.2 Peran
Dari definisi tersebut dapat diungkapkan beberapa hal penting
yaitu berpikir kritis difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang penuh
kesadaran dan mengarah pada sebuah tujuan. Tujuan berpikir kritis
adalah untuk mempetimbangkan dan mengevaluasi informasi yang
pada akhirnya memungkinkan untuk membuat keputusan. Oleh sebab
itu, berpikir kritis berperan penting dalam tiap pemecahan masalah dan
pembuatan keputusan (decision making), terkhusus dalam proses
pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning).

2.2.3 Proses
Secara sederhana, Wolcott dan Lynch (1997)
mendeskripsikan langkah-langkah memulai proses berpikir kritis di
sekolah. Siswa hendaknya memulai proses berpikir kritis dengan
langkah 1 dan dengan latihan beralih menuju langkah 2 serta jenjang
selanjutnya (Tabel 1).7

Tabel 1. Langkah Berpikir Kritis7

Langkah 1 Mengidentifikasi masalah, informasi yang relevan dan


semua dugaan tentang masalah tersebut. Ini termasuk
kesadaran akan kemungkinan adanya lebih dari satu
solusi.
Langkah 2 Mengeksplorasi interpretasi dan mengidentifikasi
hubungan yang ada. Ini termasuk mengenali
bias/prasangka yang ada, menghubungkan alasan yang
terkait dengan berbagai alternatif pandangan dan
mengorganisir informasi yang ada sehingga
menghasilkan data yang berarti.
Langkah 3 Menentukan prioritas alternatif yang ada dan
mengkomunikasikan kesimpulan. Ini termasuk proses
menganalisis dengan cermat dalam mengembangkan
panduan yang dipakai untuk menentukan faktor, dan
mempertahankan solusi yang terpilih.
Langkah 4 Mengintegerasikan, memonitor dan menyaring strategi
untuk penanganan ulang masalah. Ini termasuk
mengetahui pembatasan dari solusi yang terpilih dan
mengembangkan sebuah proses berkelanjutan untuk
membangkitkan dan menggunakan informasi baru.

2.3 Belajar Sepanjang Hayat (Long life learning)


Aspin dan Chapman (2001)8 mengungkapkan bahwa konsep belajar
sepanjang h a y a t b a g a i m a n a p u n j u g a t i d a k b i a s d i p i s a h k a n
d a r i a s p e k l a i n t i g a e l e m e n berinteraksi dan cross-fertilise satu
sama lain. Gagasan dan nilai belajar seumur hidup untuk semua harus
dilihat sebagai suatu proses yang kompleks dan beranekaragam. Mulai pra-
sekolah, dilakukan di melalui wajib dan pasca studi wajib periode pelatihan dan
pendidikan formal, dan dilanjutkan sepanjang hidup, penekanan triadic i n i
memerlukan lebih lebih koheren dan konsisten, lebih baik
terkoordinasi dant e r i n t e g r a s i , p e n d e k a t a n y a n g b e r a n e k a
segi untuk belajar dan menyadari.

2.4 Modul Pembelajaran PBL Perlu dipelajari oleh Mahasiswa Kedokteran


Ketika McMaster University mendirikan Faculty of Health and Science
di Canada mendirikan jurusan baru ini, dunia pendidikan kedokteran tercengang
dengan pendekatan PBL. Universitas ini meluluskan lulusan pertamanya di tahun
1972. Sejak itu, dalam era tahun 1970a-an hingga 1980-an bermunculan sekolah-
sekolah kedokteran yang ikut menerapkan PBL misalnya Michigan State
University, University of Hawaii, Harvard University, ketiganya di Amerika
Serikat, University of Sherbroke di Canada, Maastricht University di Belanda dan
The New Castle University di Australia9. Tampak jelas PBL bukanlah barang baru
di dunia pendidikan kedokteran. Meskipun demikian, PBL mulai dikenal dan
diterapkan secara luas di Indonesia baru sekitar tahun 2008 melalui program-
program pelatihan pendidikan kedokteran.
Desain PBL dari skenario, tutor, alokasi waktu, sumber belajar dan detil
tindakan yang harus dilakukan pada saat implementasi. Pembuatan skenario yang
tidak saja bersifat klinis tetapi problem luas dan melibatkan basic sciences perlu
dipikirkan, sehingga mahasiswa tidak tertuju pada kasus (case-based learning)
tetapi pada reasoning (penalaran). Verkoeijen mengungkapkan bahwa PBL
dengan goal-free problem lebih mendorong mahasiswa untuk memperluas cara
pandang dan belajarnya, mahasiswa meluangkan waktu belajar yang lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok goal-defined problem10.
PBL digunakan di Fakultas Kedokteran karena sifatnya yang
mengedepankan collaborative learning dan integratif. Mengingat sikap
kolaboratif sangat penting dimiliki bagi petugas medis guna keselarasan dalam
pelayanan kesehatan. Selain itu mahasiswa juga dihadapkan dengan desain studi
kasus yang beragam yang menuntut mahasiswa berpikir kritis, tentunya hal
semacam ini nantinya sangat berguna saat menegakkan diagnosis dan pengambilan
keputusan bagi individu.

2.5 Perbedaan sistem Problem Based Learning dengan Lecture Based Learning
2.6 Solusi untuk Kasus
2.7
BAB III
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmana, Nandang. Konsep Dasar Dinamika Kelompok. PPB UPI. Bandung:


2007.
2. Trianto. Mendesain model pembel-ajaran inovativ-progresif. Kencana
Prenada Media Group. Jakarta: 2009.
3. Sanjaya, Wina. Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. SPs UPI. Bandung:
2007.
4. Azer, A. Samy. Becoming a student in a PBL course: Twelve Tips for
Successful Group Discussion. University of Melbourne: 2004.
5. Beyer, BK. Critical Thinking. Phi Delta Kappa Educational Foundation.
Bloomington: 1995.
6. Facione, PA. Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Insight
Assesment: 2010.
7. Wolcott, SK & Lynch, CL. Critical Thinking in The Accounting
Classroom: A Reflective Judgment Developmental Process Perspective.
Accounting Education: A Journal of Theory, Practice and Research: 1997.
8. Aspin, D. & Chapman, J. Life Long Learning: Concept, Theories, and Values.
Leeds Academic. UK: 2001.
9. Gijselaers, W. Bringing Problem-Based Learning to Higher Education:
Theory ad Practice. Jossey-Bass. San Fransisco: 1996.
10. Verkoeijen PPJL, Rikers RMJP, Te Winkel WWR, Van Den Hurk MM. Do
Student-deûned Learning Issues Increase Quality and Quantity of Individual
Study? Adv Health Sci Education: 2006.

Anda mungkin juga menyukai