Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinasti Abbasiyah mencapai keberhasilannya disebabkan dasar-dasarnya
antara lain: Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul dari
Dinasti sebelumnya, Dasar bersifat universal tidak berlandaskan atas kesukuan,
Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar keningratan,
Dasar kesaman hubaungan dalam hokum bagi setiap masyarakat Islam,
Pemerintahan bersifat muslim moderat (menyesuaikan dengan zaman, tidak
terlalu fanatik pada Islam itu sendiri), ras Arab hanyalah dipandang sebagai salah
satu sebagian saja diantara rasras lain, hak memerintah sebagai ahli waris nabi
masih tetap di tangan mereka
B. Rumusan Masalah

Dari beberapa uraian diatas tentang Ba’i atau jual beli yang sebagian telah
dipaparkan, maka beberapa pertanyaan yang perlunya untuk di jawab agar tidak
ada keraguan lagi.
1. Bagaimana Kondisi Ekonomi Pada Masa Dinasti Abbasiyah ?
2. Bagaimana Kebijakan-Kebijakan Administrasi Keuangan Daulah Abbasiyah
(132-656H/750-1258)?
3. Bagaimana Perkembangan Para Fuqaha Pada Masa Dinasti Abbasiyah ?
C. Tujuan Penulisan

Dari beberapa uraian rumusan masalah diatas, maka dapat di spesifikan


beberapa tujuan penulis menyusun makalah ini, diantaranya :
1. Mengetahui dan Memahami Kondisi Ekonomi Pada Masa Dinasti Abbasiyah
2. Mengetahui dan Memahami Kebijakan-Kebijakan Administrasi Keuangan
Daulah Abbasiyah (132-656H/750-1258)
3. Mengetahui dan Memahami Perkembangan Para Fuqaha Pada Masa Dinasti
Abbasiyah

1
D. Metode Penulisan
Metode penulisan ini bersifat studi pustaka. Studi kepustakaan adalah
segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang
relevan dengan topik atau masalah yang akan diteliti. Studi kepustakaan adalah
teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-
buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada
hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Informasi diperoleh dari buku,
jurnal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Ekonomi Pada Masa Dinasti Abbasiyah

Daerah yang sangat subur berada di bantaran tepian sungai ke selatan,


Sawad, yang menumbuhkan berbagai jenis buah dan sayuran, yang tumbuh
didaerah panas maupun dingin. Kacang, jeruk, terong, tebu, dan beragam
bunga, seperti bunga mawar dan violet juga tumbuh subur. Usaha-usaha
tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam
dan luar negeri. Akibatnya kafilah-kafilah dagang kaum muslimin melintasi
segala negeri dan kapal-kapal dagangnya mengarungi tujuh lautan.
Perkembangan bidang pertanian Pertanian maju pesat pada awal
pemerintahan Dinasty Abbasiyah karena pusat pemerintahanya berada di
daerah yang sangat subur, di tepian sungai yang dikenal dengan nama Sawad.
Pertanian merupakan sumber utama pemasukan negara dan pengolahan tanah
hampir sepenuhnya dikerjakan oleh penduduk asli, yang statusnya mengalami
peningkatan pada masa rezim baru. Lahan-lahan pertanian yang terlantar dan
desa-desa yang hancur di berbagai wilayah kerajaan diperbaiki dan dibangun
secara perlahan-lahan. Mereka membangun saluran irigasi baru sehingga
membentuk ”jaringan yang sempurna”. Tanaman asal Irak terdiri atas
gandum, padi, kurma, wijen, kapas, dan rami. (Dedi, 2008).

Mendirikan kota Bagdad dan kota lainnya, Beliau mendirikan kota


Hasyimiyatul Koufah untuk dijadikan ibu kota kerajaannya, kemudian
dibangunnya pula kota Bagdad di tempat yang bagus letaknya, berada
diantara sungai Tigris dan Euphraat, di bangunnya pula kota Ar Rushafah
dipinggir Timur sungai Tigris, kota ini dipakai untuk markas balatentaranya.
Zaman terjemahan dan karang-mengarang Al-Mansur menggiatkan para
pujangga untuk mengarang dan menterjemahkan kitab-kitab dari bahasa
Persia, Yunani dan Hindu ke dalam bahasa Arab, diantaranya Ibnu Muqaffa
penterjemah buku kalilah dan Daminah. Beliau juga menggemari ilmu tabib,
falak dan riyadriyat (wiskunde). Maka disebutlah kota Bagdad dengan
megahnya menjadi kota Ka’bah ilmu pengetahuan dan peradaban. Hemat
Cermat dalam segla pekerjaannya. AlMansur sangat hemat cermat dalam
segla peraturannya, terkenal sangat rajin dan berhati-hati dalam menjaga

3
nazim istananya. Hal ini terbukti dengan perkataannya “ Pintu kerajaanku
hendaklah senantiasa dilalui oleh empat orang, mereka itu ialah tiang
kerajaan. Manakala mereka kurang seorang saja kerajaanku tiadalah tegak,
laksana sebuah kursi tidak akan tegak, jika kakinya kurang dari empat.
Mereka itu ialah:

“Kadhi yang adil, kepala polisi rahasia yang selalu mengamat-amati


tindakan sikuat atau silemah, kepala iyuran Negara yang memungut pajak
dari rakyat dengan tiada aniaya dan yang empat kepala jawatan pos yang
senantiasa membawa berita yang benar kepadaku tentang perbuatan-
perbuatan pembesarpembesarku”.

Namun demikian Al-Mansur juga sangat keras pada saat menjadi


seorang khalifah, beliau suka menumpahkan darah terhadap orang yang
bekerja tapi tidak sesuai dengan keinginannya. Maka pada 7 hari bulan Zul
Hijjah tahun 158 H (8 Oktober 775 M), beliau digantikan oleh putranya Al
Mahdi (158-169 H = 775-785 M), Zaman Peralihan, khalifah ini memerintah
10 tahun lamanya, masa peralihannya antara zaman kekasaran dan kekerasan
yang meliputi masa khalifah-khalifah Bani Abbas yang terdahulu dengan
zaman sederhana dan lembut.

Dinasti Abbasiyah mencapai keberhasilannya disebabkan dasar-


dasarnya antara lain: Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang
timbul dari Dinasti sebelumnya, Dasar bersifat universal tidak berlandaskan
atas kesukuan, Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas
dasar keningratan, Dasar kesaman hubaungan dalam hokum bagi setiap
masyarakat Islam, Pemerintahan bersifat muslim moderat (menyesuaikan
dengan zaman, tidak terlalu fanatik pada Islam itu sendiri), ras Arab hanyalah
dipandang sebagai salah satu sebagian saja diantara rasras lain, hak
memerintah sebagai ahli waris nabi masih tetap di tangan mereka.(Thohir,
2004: 44).
Kejayaan Daulah Abbasiyah, gerakan penerjemahan, Meski kegiatan
penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah Umayyah, upaya untuk
menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa yunani dan
Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa

4
DaulahAbbasiyah. Para ilmuandiutus ke daeah Bizantium untuk mencari
naskah-naskah yunanidalam berbagai ilmu terutama filasafat dan kedokteran.
Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti Persia adalah
terutama dalam bidang tata Negara dan sastra. Pelopor gerakan
penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-
Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Pada awal penerjemahan,
naskah yang diterjemahkan terutama dalambidang astrologi, kimia dan
kedokteran. Kemudian naskah-naskahfilsafat karya Aristoteles dan Plato juga
diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan
tentang ilmu-ilmu pramatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan
matematika juga diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama,
cerpen dan sejarah jarang diterjemakan karena bidang ini dianggap kurang
bermanfa’at dan dalam hal bahasa arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini
sudah sangat maju.

Baitul hikmah merupakan perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat


pengembagan ilmu pengetahuan. Pada masa harun Ar-Rasyid institusi ini
bernama Khizanahal-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi
sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Pada masa al-Ma’mun lembaga ini
dikembangkan sejak tahun 815 M dan diubah namanya menjadi Bait al-
Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat
penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan
bahkan dari Ethiopia dan India. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis
Persia dan ahli pahlewi, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun,
lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset
astronomi dan matematika.

Dalam bidang filsafat, pada masa ini pemikiran filasafat mencakup


bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan
musik yang dipergunakan untuk menjelaskan pemikiran abstrak, garis dan
gambar, gerak dan su ibn Ishaq al-Kinemasa abbasiyah seperti Ya’kub ibn
Ishaq al-Kinl-Farabi,Ibn Bajah, Ibnu Tufaildan Ibn Rushd menjelaskan
pemikiran-pemikirannya dengan menggunakan contoh, metamor, analogi,
dan gambar animasi natif. Dalam bidang hukum, Islam Karya pertama yang

5
diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M)yang
berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakimagung yang pertama adalah Abu
Hanifah (w.150/767).meskidiangap sebagai pendiri madzhab hanafi,karya-
karyanya sendiri tidakada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul
Fiqh alAkbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi
Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkankarena ditulis oleh para
muridnya. Perkembangan Ekonomi di Zaman Abbasiyah, ekonomi imperium
Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai
macamindustri sepertikain linen di mesir, sutra darisyiria dan irak, kertas dari
samarkand, serta berbagai produk pertanian sepertigandum dari mesir dan
kurma dari iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke
berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyahdan Negara lain. (Thohir, 2001, 53). 1

Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak


dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak.
Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan
perekonomian Abbasiyah. Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain
merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan
Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak
kejayaan sehingga hubungan erdagangan antara keduanya menambah
semaraknya kegiatan perdagangan dunia. Dalam bidang peradaban, masa
Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani
Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan
dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban
sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di
dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan
baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya
perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajua ekonomi imperium
yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang
relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu
kemajuan peradaban Islam.

1
Mun’im Sirri,Sejarah Fiqih,79-80. Lihat juga Muhammad Ali as-Saayis,Pertumbuhan dan
Perkembangan Hukum Fiqih Hasil Refleksi Ijtihad,(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1995),
96.

6
B. Kebijakan-Kebijakan Administrasi Keuangan Daulah Abbasiyah (132-
656H/750-1258)

1. Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur

Pada awal pemerintahan khalifah al-Manshur, perbendaharaan negara


dapat dikatakan tidak ada karena khalifah sebelumnya, al-Shaffah, banyak
menggunakan dana baitul mal untuk diberikan kepada para sahabat dan
tentara demi mengukuhkan kedudukannya sebagai penguasa. Hal tersebut
mendorong khalifah al-Manshur untuk bersikap keras dalam peneguhan
kedudukan keuangan negara, disamping penumpasan musuh-musuh khalifah,
sehingga masa pemerintahanya ini juga dikenal sebagai masa yang penuh
dengan kekerasan.
Dalam mengendalikan harga-harga, khalifah memerintahkan para
kepala jawatan pos untuk melaporkan harga pasaran dari setiap bahan
makanan dan barang lainnya. Jika mengalami kenaikan yang luar biasa, ia
memerintahkan para walinya agar menurunkan harga-harga ke tingkat
semula. Disamping itu, khalifah sangat hemat dalam membelanjakan harta
baitul mal. Ketika ia meninggal, kekayaan kas negara telah mencapai 810 juta
dirham.
Keberhasilan khalifah al-Manshur dalam meletakkan dasar-dasar
pemerintahan Daulah Abbasiyah memudahkan usaha para khalifah
berikutnya untuk lebih fokus terhadap permasalahan ekonomi dan keuangan
negara., sehingga peningkatan dan pengembangan taraf hidup rakyat dapat
terjamin.

2. Khalifah Al-Mahdi

Pada masa pemerintahan khalifah Al-Mahdi, perekonomian negara


mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan
peningkatan hasil pertambangan, seperi emas, perak, tembaga, dan besi. Di
samping itu, jalur transit perdagangan antara Timur dan Barat juga banyak
menghasilkan kekayaan. Dalam hal ini, Bashrah menjadi pelabuhan yang
penting.Dengan demikian, sektor-sektor perekonomian yang menunjang

7
kemakmuran Daulah Abbasiyah adalah pertanian, pertambangan, dan
perdagangan.
Dalam meningkatkan sektor pertanian, pemerintah mengeluarkan
berbagai kebijakan yang menbela hak-hak kaum tani, seperti peringanan
beban pajak hasil bumi, penjaminan hak milik dan keselamatan jiwa,
perluasan lahan pertanian di setiap daerah, dan pembangunan berbagai
bendungan dan kanal. Sementara untuk meningkatkan sektor perdagangan,
pemerintah membuat sumur-sumur, membangun tempat peristirahatan para
kafilah dagang, dan mendirikan berbagai armada dagang serta menjaga
keamanan pelabuhan dan pantai.

3. Khalifah Harun Al-Rasyid

Ketika pemerintahan dikuasai Khalifah Harun Al-Rasyid, pertumbuhan


ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyah
mencapai puncaknya. Pada masa pemerintahannya, khalifah melakukan
diversifikasi sumber pendapatan negara. Ia membangun baitul mal untuk
mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang wazir yang mengepalai
beberapa Diwan, yaitu:

a. Diwan al-khazanah:bertugas mengurus seluruh perbendaharaan negara


b. Diwan al azra:bertugas mengurus kekayaan negara yang berupa hasil
bumi.
c. Diwan khazain as- siaah:berugas mengurus perlengkapan angkatan
perang.

Sumber pendfapatan pada masa pemerintahan ini adalah kharaj, jizyah,


zakat, fa’i, ghanimah, usyr, dan harta lainnya seperti wakaf, sedekah, dan
harta warisan yang tidak mempunyai ahli waris. Seluruh pendapatan negara
terasebut dimasukkan ke dalam baitul mal dan dikeluarkan berdasarkan
kebutuhan.

Pemerintahan khalifah Harun Al-Rasyid juga sangat memperhatikan


masalah perpajakan. Ia menunjuk Qadi Abu Yusuf untuk menyusun sebuah
kitab pedoman mengenai keuangan negara secara syariah. Untuk itu, Imam

8
Abu Yusuf menyusun sebuah kitab yang diberi judul Kitab al-Kharaj. Dalam
pemungutan al-Kharaj, para Khalifah Abbasiyah melakukan dengan tiga cara,
yaitu :

a. Al-Muhasabah atau penaksiran luas areal tanah dan jumlah pajak yang
harus dibayar dalam bentuk uang.
b. Al-Muqasamah atau penetapan jumlah tertentu (persentase) dari hasil
yang diperoleh
c. Al-Maqhatha’ah atau penetapan pajak hasil bumi terhadap para jutawan
berdasarkan persetujuan antara pemerintah dengan yang bersangkutan.

Pendapatan Negara dikeluarkan berdasarkan kebutuhan dan dialokasikan


untuk riset ilmiah dan penterjemahan buku-buku Yunani,disamping untuk
biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai.

4. Abu Yusuf(113H-182H)

Kebijakan Fiskal Abu Yusuf akan dipaparkan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil pengamatan dan penalarannya, Abu Yusuf


menganalisa permasalahan-permasalahan fiskal dan menganjurkan beberapa
kebijakan bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Dalam perjalanannya, beliau menulis kitab yang berjudul al-
Kharaj dan menjadi panduan dalam pengelolaan keuanngan publik pada masa
pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid.

Meletakkan dasar-dasar kebijakan fiskal yang berbasis pada keadilan


dan maslahah. Mengklasifikasikan secara umum penerimaan negara pada 3
kategori utama, yaitu: ghanimah,’usyur dan kharaj yang pemungutannya
memiliki aturan-aturan tersendiri.

a. Ghanimah: Ghanimah yang didapat sebagai hasil pertempuran dengan


pihak musuh maka harus dibagi sesuai Al-qur’an surat Al-Anfal ayat 41
yaitu 1/5 atau 20% untuk Allah dan Rasulnya serta orang-orang miskin
dan kerabat,sedangkan sisanya untuk mereka yang ikut berperang.

9
b. Shadaqah/zakat: Diantara objek zakat yang jadi perhatiannya adalah zakat
pertanian dan zakat dari hasil mineral/barang tambang lainnya. Pada zakat
pertanian jumlah pembayarannya yaitu 10% untuk tanah yang tidak butuh
banyak tenaga untuk persiapan sarana pertanian dan 5% untuk tanah yang
memerlukan banyak tenaga untuk penyiapan sarana pertanian,sedangkan
pada zakat dari hasil mineral/barang tambang lainnya tarifnya yaitu 1/5
atau 20% dari total produksi

c. Fay’: Fay’ merupakan segala sesuatu yang dikuasai kaum muslimin dari
harta orang kafir tanpa peperangan,termasuk harta yang mengikutinya
yaitu jizyah perorangan,kharaj tanah dari usyr dari perdagangan.

Jizyah: Pemungutan jizyah dilakukan atas dasar prinsip


keadilan,Beliau menasehati khalifah untuk menunjuk seorang
administrator yang jujur disetiap kota dengan asisten yang akan
berhubungan langsung dengan kepala dari komunitas zimmi untuk
mengumpulkan pajak melalui mereka yang kemudian akan dikiri ke
perbendaharaan negara .
Usyr: (Bea cukai):Dalam pengumpulan Bea.Abu Yusuf mensyaratkan
2 hal yang harus dipertimbangkan. Barang tersebut harus merupakan
barang yang diperdagangkan. Nilai barang yang dibawa tidak kurang dari
200 dirham. Tarif ini ditetapkan sesuai dengan status pedagang,,jika
muslim dikenakan 2,5% dari total barang yang dibawanya,sedangkan ahli
zimmah dikenakan tarif 5%dan kafir harbi dikenakan 10%
Kharaj: kharaj hanya dikenakan pada tanah yang termasuk kedalam
kategori kharajiyyah.Ada 2 metode yang dilakukan dalam penilaian
kharaj:

1) Metode Misahah: Metode penghitungan pajak yang didasarkan pada


pengukuran tanah tanpa memperhitungkan tingkat kesuburan
tanah,sistem irigasi dan jenis tanaman,sistem ini kemudian ditolak dan
digantikan dengan sistem Muqasamah.
2) Metode Muqasamah: Dalam metode ini,para petani dikenakan pajak
dengan menggunakan rasio tertentu dari total produksi yang mereka

10
hasilkan,sesuai dengan jenis tanaman,sistem irigasi,dan jenis tanah
pertanian.

Abu Yusuf merekomendasikan tarif yang berbeda dengan


mempertimbangkan sistem irigasi yang digunakan yaitu:

1) 40% dari produksi yang diirigasi oleh hujan alami


2) 30%dari produksi yang diirigasi oleh hujan buatan,dan
3) 1/4dari produksi panen musim panas

Kepemilikan Negara

Kebijakan fiskal islam tentang kepemilikan tanah di wilayah Arab


atau bagian negara lain yang tidak dimiliki oleh siapapun adalah tanah
tersebut akan tetap dikuasai oleh negara. Negara berhak untuk memberikan
tanah tersebut kepada seorang untuk dikelola dan memberikan pendapatan
bagi negara melalui pajak tanah. Pemungutan pajak dari tanah-tanah tersebut
dibedakan berdasarkan sistem irigasi, atau ditentukan sendiri oleh khalifah.
Administrasi Kharaj: Dalam hal pemungutan pajak/kharaj,Abu Yusuf
tidak menyetujui sistem taqbil dan menggantinya dengan Departemen khusus
dan pemerintah untuk mengatasi permasalahan pajak/kharaj. Karena
dikhawatirkan adanya penyimpangan yang akan terjadi demi memenuhi
kepentingan pribadi.

5. Abu Ubaid (154-224H)

Kebijakan Fiskal Abu Ubaid antara lain yaitu:

a. Mengklasifikasikan 3 harta yang masuk keuangan publik yaitu: shadaqah,


fa’i dan khumus

1) Shadaqah/zakat:Dalam hal ketentuan yang disepakati,bila seseorang


memiliki harta yang wajib dizakati,diantaranya 200 dirham,20 dinar,5
ekor unta,30 ekor sapi atau 40 ekor kambing,maka ia wajib
mengeluarkan zakatnya,yang dinamakan nishab.

11
2) Fa’i: Bagian-bagian dari Fa’i adalah Kharaj: Besarnya jumlah kharaj
adalah setengah dari hasil produksi. Jizyah: Besarnya jizyah bagi
masing-masing kepala adalah:1 dinar,atau 30 ekor sapi jizyahnya 1
ekor tabi’,40 ekor sapi jizyahnya 1ekor musinah dan penghasilan dari
tanah 1/10 bila diairi dengan hujan,dan 1/5 bila menggunakan biaya.

3) Khumus: Harta yang terhukum khumus yaitu:ghanimah,harta


terpendam/rikaz dan harta yang dipendam

b. Pembelanjaan penerimaan Keuangan publik,Abu Ubaid menyebutkan


kaidah mendasar dalam membatasi orang yang berhak atas kekayaan
publik. Pendistribusian zakat yaitu kepada mereka 8 ashnaf seperti yang
disebutkan dalam Al-Qur’an,sementara pendistribusian pengeluaran dan
penerimaan khumus adalah sesuai dengan ketentuan Rasulullah,karena
dana-dana publik merupakan keuangan publik maka harus dialokasikan
untuk kesejahteraan publik,seperti kesejahteraan anak-anak korban
bencana dan santunan lainnya

6. Al-Ghazali (1055-1111)

Kebijakan Fiskal Al-Ghazali antara lain yaitu:

Al-Ghazali menekankan bahwa negara memiliki peranan penting


dalam menjalankan aktivitas ekonomi dari suatu masyarakat dengan baik dan
juga dalam memenuhi kewajiban sosialnya. Ia menitikberatkan bahwa untuk
meningkatkan kemakmuran ekonomi, negara harus menegakkan keadilan,
kedamaian, dan keamanan serta stabilitas. Ia menekankan perlunya keadilan,
serta “aturan yang adil dan seimbang”. Negara juga memerlukan badan
pengawas yang berfungsi mengawasi praktik-praktik pasar yang merugikan
Menurut al-Ghazali, apabila keadaan negara sedang sangat
membutuhkan tentara untuk menjaga dan melindungi wilayahnya dari segala
macam ancaman, sementara perbendaharaan negara tidak mencukupi maka
pemerintah boleh memungut pajak atas rakyatnya yang mampu. Kebijakan

12
ini hanya berlaku pada kondisi terdesak saat kas negara kosong. Untuk itu
diperlukan sebuah pemerintahan yang kredibel.

Kebijakan Moneter Al-Ghazali antara lain yaitu:

Menurut Al-Ghazali Uang ibarat cermin yang tidak dapat


merefleksikan dirinya sendiri,namun dapat merefleksikan semua warna yang
masuk kedalamnya.Dalam kebijakannya Al-Ghazali melarang praktek
penimbunan uang,karena dapat menarik peredaran uang untuk sementara
yang dapat mengakibatkan lambatnya laju perputaran uang,memperkecil
volume transasksi,kelangkaan produktivitas,menimbulkan lonjakan harga
yang pada akhirnya akan melumpuhkan roda perekonomian,Al-Ghazali
menganggap penimbunan uang sebagai suatu kejahatan,Al-Ghazali juga
melarang kegiatan pemalsuan uang/mengedarkan uang palsu, Menurut Imam
Al-ghazali ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah ketika ingin
mencetak uang,yaitu:

a. Uang tersebut dicetak dan diedarkan oleh pemerintah


b. Pemerintah menyatakan bahwa uang tersebut merupakan alat pembayaran
resmi di daerah tersebut.
c. Pemerintah memiliki cadangan emas dan perak sebagai suatu tolak ukur
dari uang yang beredar.

7. Ibnu Hazm (994-1064H)

Kebijakan Fiskal Ibnu Hazm antara lain adalah:

Dalam Persoalan zakat,Ibnu hazm menekankan pada status zakat


sebagai suatu kewajiban,Menurutnya Pemerintah sebgai pengumpul zakat
dapat memberikan sanksi/hukuman kepada orang yang enggan
mengeluarkannya,dan yang menolak zakat sebagai suatu kewajiban ia
dianggap murtad. Dalam hal Pemungutan Pajak Ibnu Hazm fokus terhadap
faktor keadilan,Menurutnya sikap kasar dan eksploitatif dalam pengumpulan
pajak harus dihindari.

13
Penghimpunan administrasi pajak di Andalusia pada masa Ibn Hazm
dikemukakan oleh S.M.Imamuddin: Cabang departemen keuangan terendah
berada di pedesaan dan dikelola oleh seorang kepala divisi yang disebut
amil.Saat hasil panen tiba,ladang diawasi dan hasil produksinya
diperhitungkan oleh seorang petugas yang disebut as-shar.Saat itu,ada
mutaqabbil yang bertugas mengumpulkan pajak dan kewajiban lain berkaitan
dengan fiskal di wilayahnya.Untuk mengawasi para petugas ini dari penipuan
dan harga yang melebihi kewajiban dilakukan pengawasan ketat,sehingga
jika hal ini dilakukan mereka akan ditangkap”

8. Ibnu Taimiyah(661-728H)

Ibnu Taimiyah sangat jelas memegang pentingnya kebijakan moneter


bagi stabilitas ekonomi,maka untuk menjaga kestabilan tersebut yang harus
dilakukan menurutnya adalah:
Negara bertanggung jawab untuk mengontrol ekspansi mata uang dan
untuk mengawasi penurunan nilai uang yang keduanya dapat mengakibatkan
ketidakstabilan ekonomi. Negara harus sejauh mungkin menghindari
anggaran keuangan yang defisit dan ekspansi mata uang yang tak
terbatas,sebab akan mengakibatkan timbulnya infasi dan menciptakan
ketidakpercayaan publik atas mata uang yang bersangkutan

9. Pemikiran Kaum Skolastik(1206/1270-1280M)

Ciri utama dari aliran pemikiran ekonomi Scholastik (scholasticism)


adalah kuatnya hubungan antara ekonomi dengan masalah etis serta besarnya
perhatian pada masalah keadilan. Hal ini karena ajaran-ajaran Scholastik
mendapat pengaruh yang sangat kuat dari ajaran gereja. Ada dua orang tokoh
utama aliran in yaitu Albertus Magnus (1206-1280) dan St. Thomas Aquinas
(1225-1274). Albertus Magnus adalah seorang filsuf-religius dari Jerman.
Salah satu pandangannya yang terkenal adalah pemikirannya tentang harga
yang adil dan pantas. (just price),yaitu harga yang sama besarnya dengan
biaya-biaya dan tenaga yang dikorbankan untuk menciptakan barang
tersebut.2

2
Mubarok,Sejarah dan Perkembangan, 67-70.

14
Tokoh kedua, yang dikenal lebih luas, Thomas Aquinas, adalah
seorang teolog dan filsuf Italia. Selain pengikut Albertus Magnus, ajaran-
ajaran Thomas Aquinas dipengaruhi oleh Aristoteles serta ajaran Injil. Dalam
bukunya "Summa Theologica", Aquinas menjelaskan bahwa memungut
bunga dari uang yang dipinjamkan adalah tidak adil, sebab ini sama artinya
menjual sesuatu yang tidak ada.

10. Ibnu Khaldun (1332-1404M)

Kebijakan Fiskal

Jauh sebelum Adam Smith(w.1970) yang terkenal dengan hukum


pajak,Ibnu Khaldun menekankan prinsip-prinsip tentang perpajakan dalam
kitab Muqaddimah dengan tegas.Ibnu Khaldun menekankan pada prinsip
pesamarataan dan kenetralan.Penetapan pajak yang berprinsip pada keadilan
merupakan suatu keharusan.Ibnu Khaldun juga menganalisis efek dari
pengeluaran belanja pemerintah dalam perekonomian yang nantinya
dipelajari oleh Keynes.Ibnu Khaldun mengatakan ”penurunan dalam
penghasilan pajak disebabkan juga oleh penurunan belanja
pemerintah,semakin besar belanja pemerintah,semakin baik perekonomian.

Kebijakan Moneter

Sejalan dengan apa yang dikemukakan Al-ghazali,Ibnu Khaldun


menyatakan bahwa uang tidak harus mengandung emas dan perak,hanya saja
emas dan perak dijadikan standard nilai uang,sementara pemerintah
menetapkan harganya secara konsisten.
Mengenai nilai tukar mata uang,Ibnu Khaldun menyatakan bahwa
kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang yang beredar di
negara tersebut tetapi oleh tingkat produksi dan neraca pembayaran yang
positif,sehingga bila kemampuan produksinya menurun,maka nilai uangnya
menurun dan harga secara berkesinambungan akan meningkat dan pada
kondisi ini inflasi terjadi

15
11. Al-Maqrizi (1364-1441M)

Kebijakan Moneter Al-Maqrizi antara lain:

Menurut Al-Maqrizi,mengindikasikan bahwa mata uang yang dapat


diterima sebagai standard nilai,baik menurut hukum,logika,maupun tradisi
hanya yang terdiri dari emas dan perak,oleh karena itu mata uang yang
menggunakan bahan selain keduanya tidak layak disebut sebagai mata uang.
Kebijakan menciptakan fulus secara besar-besaran menurut Al-Maqrizi
sangat mempengaruhi penurunan nilai mata uang secara drastis,Akibatnya
uang tidak lagi bernilai dan harga-harga melambung tinggi yang pada
gilirannya menimbulkan kelangkaan bahan makanan. 3
Al-Maqrizi menyatakan bahwa penciptaan mata uang dengan kualitas
yang buruk akan melenyapkan mata uang yang berkualitas baik.Menurut Al-
Maqrizi,pencetakan mata uang harus disertai dengan perhatian yang lebih
besar dari pemerintah untuk menggunakan mata uang tersebut dalam bisnis
selanjutnya dan hal ini tidak boleh diabaikanDalam hal pajak.

C. Perkembangan Para Fuqaha Pada Masa Dinasti Abbasiyah


Faktor utama yang mendorong perkembangan fuqaha adalah berkembangnya
Ilmu pengetahuan di dunia Islam. Berkembang pesatnya ilmu pengetahuan di
dunia Islam disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Pertama, Banyaknya mawali yang masuk Islam. Pada zaman Umayyah,


Islam telah berhasil menguasai pusat-pusat peradaban Yunani, yaitu
Antioch dan Bactra. Harun al-Rasyid menjadi khalifah tahun 786 M.
Sebelumnya ia belajar di Persia di bawah asuhan Yahya ibn Khalid ibn
Barmak, dana karenanya ia dipengaruhi oleh kegemaran keluarga Barmak
pada ilmu pengetahuan dan falsafah. Di bawah pemerintahan Harun al-
Rasyid, dimulailah penerjemahan buku-buku ilmu Yunani ke dalam bahasa

3
Mun’im Sirri,Sejarah Fiqih,79-80. Lihat juga Muhammad Ali as-Saayis,Pertumbuhan dan
Perkembangan Hukum Fiqih Hasil Refleksi Ijtihad,(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1995),
96.

16
Arab. Banyak ilmuwan yang dikirim ke kerajaan Eropa untuk mendapatkan
manuskrip (mukhtuthat).

2. Kedua, perkembangnya pemikiran karena luasnya ilmu pengetahuan. Dalam


bidang Ilmu Kalam terjadi perdebatan; setiap kelompok memiliki cara
berpikir tersendiri dalam memahami akidah Islam. Selain itu, saat itu terjadi
pula“pertarungan pemikiran” antara mutakalimin, muhadditsin,dan fuqaha.

3. Ketiga, adanya upaya umat Islam untuk melestarikan Al-Qur’an dengan dua
cara, yaitu dicatat (dikumpulkan dalam satu mushaf) dan dihafal.

4. Keempat, Wilayah kekuasaan pemerintahan Islam pada periode ini sudah


sangat luas. Muncul tokoh-tokoh yang mempunyai bakat dan kemampuan
dalam mentapkan perundang-undangan dan memberi fatwa telah menguasai
metode tasyri’ secara luas dan mudah. Sehingga ketika umat Islam
menghadapi pelbagai problem hukum, mereka bisa mendatangi para ulama
menanyakan, dan meminta fatwa tentang ketetapan hukum-hukumnya.4

4
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Edisi Ketiga. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2008. Hal. 89-95

17
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan

1. Perkembangan bidang pertanian Pertanian maju pesat pada awal


pemerintahan Dinasty Abbasiyah karena pusat pemerintahanya berada di
daerah yang sangat subur, di tepian sungai yang dikenal dengan nama Sawad.
Pertanian merupakan sumber utama pemasukan negara dan pengolahan tanah
hampir sepenuhnya dikerjakan oleh penduduk asli, yang statusnya mengalami
peningkatan pada masa rezim baru. Lahan-lahan pertanian yang terlantar dan
desa-desa yang hancur di berbagai wilayah kerajaan diperbaiki dan dibangun
secara perlahan-lahan. Mereka membangun saluran irigasi baru sehingga
membentuk ”jaringan yang sempurna”. Tanaman asal Irak terdiri atas
gandum, padi, kurma, wijen, kapas, dan rami. (Dedi, 2008).
2. Kebijakan fiskal islam tentang kepemilikan tanah di wilayah Arab atau
bagian negara lain yang tidak dimiliki oleh siapapun adalah tanah tersebut
akan tetap dikuasai oleh negara. Negara berhak untuk memberikan tanah
tersebut kepada seorang untuk dikelola dan memberikan pendapatan bagi
negara melalui pajak tanah. Pemungutan pajak dari tanah-tanah tersebut
dibedakan berdasarkan sistem irigasi, atau ditentukan sendiri oleh khalifah.
3. Banyaknya mawali yang masuk Islam. perkembangnya pemikiran karena
luasnya ilmu pengetahuan.adanya upaya umat Islam untuk melestarikan Al-
Qur’an dengan dua cara, yaitu dicatat (dikumpulkan dalam satu mushaf) dan
dihafal.Wilayah kekuasaan pemerintahan Islam pada periode ini sudah sangat
luas.
B. Saran
Dengan selesianya makalah ini, semoga bermanfaat khususnya bagi kami
penulis, dan juga bermanfaat bagi pembaca oada umumnya. Makalah ini tentu
banyak sekali kekurangan, sehingga memotivasi berupa kritik dan saran sangat
dibutuhkan, dan kekurangan di dalam makalah ini penulis meminta maaf dan
untuk para pembaca mudah-mudahan bermanfaat Aamiin.

18
DAFTAR PUSTAKA
Mubarok, Jaih. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000.
Wahab Khallaf, Abdul. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam,
PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2001.
A’la al-Maududi, Abul. Al-Khilafah wa al-Mulk, terj. Muhammad Al-Baqir,
Mizan: Bandung, 1993.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Edisi Ketiga.
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008.
Mun’im Sirri,Sejarah Fiqih,79-80. Lihat juga Muhammad Ali as-
Saayis,Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqih Hasil Refleksi
Ijtihad,(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1995), 96.

19

Anda mungkin juga menyukai