2. Anatomi Fisiologi
a. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis
untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai
tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepas saat
sesuai kebutuhan, fungsi sebagai tempat sum-sum tulang dalam membentuk sel
darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.
b. Otot dan tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak
sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta
dihubungkan dengan tulang melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang
melekat dengan sangat kuat pada tempat insersinya di tulang. Terputusnya tendon
akan mengakibatkan kontraksi otot tidak dapat menggerakkan organ di tempat
insersi tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan agar dapat
berfungsi kembali.
c. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligamen
pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan
mengakibatkan ketidakstabilan.
d. Sistem saraf
Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat (otak dan medulla spinalis) dan sistem
saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki bagian
somatic dan otonom. Bagian simatis memiliki bagian fungsi sensori dan motorik.
Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang
dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi
dapat menyebabkan terganggunya daerah yang diinervesi, dan kerusakan pada
saraf radial akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik di daerah
radial tangan.
e. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan antarsegmen dan
berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya
sendi synovial, sendi bahu, sendi panggul, lutut dan jenis sendi lainnya seperti
sidesmosis, sinkondrosis, dan simkisis.
3. Etiologi
a. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilisasi seseorang
karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
b. Proses penyakit atau cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat mempengaruhi
fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan
mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstermitas bagian tubuh.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi mobilitas seseorang. Contoh, orang yang
memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat,
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena ada
budaya dilarang untuk beraktivitas.
d. Tingkat energi
Energy adalah sumber untuk melakukan mobilisasi. Agar seseorang dapat
melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
e. Usia dan status perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini
dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidak seimbangan dan masalah psikologis. Osteoastritis
merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan kognitif berat
seperti dimensia dan gangguan mental seperti depresi juga menyebabkan
imobilisasi.
4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri bila dilakukan pergerakan
b. Adanya kelemahan otot
c. Integrasi kulit
d. Keterbatasan menggerakkan sendi
e. Penurunan ADL (Activity Daily Living) dibantu orang lain
f. Ketidakmampuan bergerak dengan tujjuan dalam lingkungan fisik
g. Penurunan kekuatan atau control otot
h. Tidak mampu bergerak atau beraktvitas sesuai kebutuhan
5. Komplikasi
a. Perubahan metabolisme
Secara umum imobilisasi dapat menggangu metabolisme secara normal, karena
mobilitas dapat menyebabkan turunnya kesepatan metabolisme dalam tubuh. Hal
ini dapat dijumpai pada menurunnya BMR yang menyebabkan kekurangan
energy untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat mempengaruhi gangguan
oksigenasi sel.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas
akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum
berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
c. Gangguan perubahan zat besi
Hal ini disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang
dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan
penurunan aliran oksigen, perut kembung, nyeri lambung yang dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
d. Gangguan fungsi gastrointestinal
Akibat imobilitas kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun dan terjadi
lemah otot.
e. Perubahan sistem pernapasan
Akibat imobilitas kadar hemoglobin menurun, akspansi paru menurunkan
terjadinya lemah otot.
f. Perubahan kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular akibat imobilitas yaitu berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
g. Perubahan sistem muskuloskeletal
1) Gangguan muskkular : menurunnya masa otot sebagai dampak imobilitas
dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
2) Gangguan skeletal : misalnya akan mudah terjadinya kntraktur sendi dan
osteoporosis. Terjadinya kontraktur menyebabkan sendi dalam kedudukan
yang tidak berfungsi.
h. Perubahan sistem integrumen
Perubahan sistem integrumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
i. Perubahan eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urin yang mungkin
disebabkan oleh kurangnya asupan dan penuruna n curah jantung sehingga aliran
darah renal dan urin berkurang.
j. Perubahan perilaku
Perubahan perilaku akibat imbobilitas antara lain timbulnya ras abermusuhan,
bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, dan
menurunnya koping mekanisme.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Diagnostik
- Foto rontgen
- CT-Scan tulang
- MRS
2) Pemeriksaan Laboraturium
- Pemeriksaan darah dan urin
- Pemeriksaan Hb
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan kardiovaskular.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan :
1) Tirah baring atau imobilitas
2) Kelemahan secara menyeluruh
3) Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
4) Gaya hidup yang menetap
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan trauma tulang belakang, nyeri,
terapi pembatasan gerak, dan lain-lain.
Kardiovaskular
teratasi
teratasi
teratasi
Kriteria hasil : - klien mampu mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya
tahan ekstermitas
- Mampu mengidentifikasi beberapa alternatif untuk membantu
mempertahankan tingkat ekstermitas pada saat aktivitas saat
sekarang
- Perpartisipasi dalam program rehabilitasi untuk meningkatkan
kemampuan untuk beraktivitas
Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2005. Buku Ajar Kebutuhan Dasar