Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH

Oleh:
ERI ABDILLAH
C014182054

Residen Pembimbing:
dr. YAN LAKSONO
dr. SRI HARDIYANTI PUTRI

Supervisor Pembimbing:
Dr. dr. Ema Alasiry, Sp.A(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Eri Abdillah


NIM : C014182054
Judul : Bayi Berat Lahir Rendah
Universitas : Universitas Hasanuddin

Telah menyelesaikan tugas PKMRS dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, Agustus 2019

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Yan Laksono dr. Sri Hardiyanti Putri

Supervisor,

Dr. dr. Ema Alasiry, Sp.A(K)

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3
2.1 Definisi BBLR ............................................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi BBLR ........................................................................................................... 3
2.3 Etiologi BBLR ............................................................................................................... 3
2.4 Masalah penyerta pada BBLR ....................................................................................... 4
2.5 penatalaksanaan BBLR .................................................................................................. 7
2.6 pemantauan dan evaluasi ............................................................................................. 15
BAB III KESIMPULAN..................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan < 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi dan WHO sejak tahun 1961 menyatakan bahwa semua bayi baru
lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram disebut low birth weight infant
(bayi berat lahir rendah). BBLR merupakan salah satu faktor utama dalam meningkatan
mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak di masa depan (Damanik, 2010).
BBLR memiliki peluang meninggal 35 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan
berat badan lahir diatas 2500 gram. Target Millenium Development Goals (MDG’s) pada tahun
2015 adalah menurunkan angka kematian bayi dari 90 per 1000 kelahiran di tahun 1990 menjadi
23 per 1000 kelahiran di tahun 2015. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012, angka kematian bayi sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup dan 60% terjadi
pada umur 1 bulan, menghasilkan angka kematian neonatus sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup.
Penyebab utama kematian tersebut antara lain BBLR.

Pemberian nutrisi pada BBLR merupakan hal yang penting dalam tercapainya tumbuh
kembang yang optimal dengan pembanding tumbuh kembang janin sesuai masa gestasinya.
Pemberian ASI merupakan pilihan utama. Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima
jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan
bayi menghisap paling kurang sehari sekali Pudjiadi, dkk. (2010). Oleh karena itu, diperlukan
nutrisi tambahan berupa susu formula BBLR dengan kandungan kalori lebih banyak dan volume
lebih kecil. Air susu ibu (ASI) telah diketahui merupakan asupan yang sangat bermanfaat bagi
bayi, terutama dalam mengurangi kejadian infeksi karena ASI memiliki faktor kekebalan non-
spesifik (O’Connor et al., 2003). Sedangkan, susu formula merupakan susu buatan pabrik yang
telah diformulasikan menyerupai ASI. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan faktor
pertumbuhan, antialergi, serta aniinflamasi. ASI juga mengandung berbagai zat protektif seperti
imunoglobulin, makrofag, lisozim dan sebagainya. Kandungan hormon ASI jumlahnya sedikit,
tetapi sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan dan sistem metabolisme (Purwanti, 2004).

1
Untuk tumbuh kembang, pantau berat bayi secara periodik. Bayi akan kehilangan berat
selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir > 1500 gram dan 15%
untuk bayi berat lahir <1500 gram). Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali
apabila terjadi komplikasi (Pudjiadi, dkk., 2010). Beberapa penelitian melaporkan terdapatnya
pertumbuhan yang lebih lambat, baik pertumbuhan berat badan maupun panjang badan, pada
bayi prematur dan BBLR yang mendapat ASI tanpa suplementasi selama perawatan di rumah
sakit. Bayi yang diberikan susu formula BBLR memiliki peningkatan panjang badan secara
signifikan lebih besar sekitar 1,06 – 1,8 mm/hari (O’Connor et al., 2003)

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi BBLR

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang usia gestasi. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat terjadi pada bayi kurang
bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk.,
2010).

2.2 Klasifikasi BBLR

Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR

a. Menurut berat lahir


1. Micropreemie. <800 g or 1.8 lb.
2. Extremely low birthweight (ELBW). <1000 g or 2.2 lb.
3. Very low birthweight (VLBW). <1500 g or 3.3 lb.
4. Low birthweight (LBW). <2500 g or 5.5 lb.
5. Normal birthweight (NBW). 2500 g (5.5 lb) to 4000 g (8.8 lb).
6. High birthweight (HBW). 4000 g (8.8 lb) to 4500 g (9.9 lb).
7. Very high birthweight (VHBW). >4500 g (9.9 lb).
b. Menurut masa gestasinya
1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya
sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang
bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan
merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK). (Proverawati, et al 2010).

2.3 Etiologi BBLR

BBLR dapat disebabkan oleh 2 hal yaitu kelahiran prematur atau kelahiran saat usia
kehamilan < 37 minggu dan IUGR yang biasa disebut terganggunya pertumbuhan janin. BBLR
dapat menyebabkan kesakitan bahkan kematian. Menetapkan penyebab BBLR antara prematur

3
dan IUGR (intra uterine growth restriction) merupakan hal yang penting karena tingkat
kematian antara kedua kondidi tersebut berbeda secara signifikan (Astria, et al. 2016)

Sutan, et al. (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa BBLR dapat disebabkan oleh
beberapa hal seperti faktor ibu (status gizi, usia, paritas, status ekonomi), riwayat kehamilan
buruk (pernah melahirkan BBLR, aborsi), asuhan antenatal care yang buruk, keadaan janin.
Wanita dengan status ekonomi rendah cenderung memiliki asupan makanan yang tidak
memadai, sanitasi tempat tinggal yang buruk, dan kemampuan untuk mencaari perawatan selama
kehamilan yang kurang sehingga dapat mempengaruhi berat lahir bayi mereka. Usia ibu < 15
tahun memiliki risiko tinggi untuk melahirkaan bayi dengan berat rendah (Perera & Manzur,
2014)

2.4 Masalah penyerta pada BBLR

a. Ketidakstabilan suhu tubuh

Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C - 37°C dan segera
setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah.
Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia
juga terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kemampuan untuk
menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot otot yang belum
cukup memadai, sedikitnya lemak subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak
coklat yang tidak memadai, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio
luas permukaan tubuh relatif lebih besar disbanding berat badan sehingga mudah
kehilangan panas.

b. Gangguan pernafasan

Sindrom gawat napas atau respiratory distress syndrome (RDS) adalah


sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat
ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak
menyisakan udara diantara usaha napas (Bobak, 2015).

4
c. Imaturitas imunologis

Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta
selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke
janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan
pembentukan antibodi menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir membran
tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita
infeksi (Surasmi, 2003)

d. Masalah gastrointestinal dan nutrisi

Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang menurun,


lambatnya pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang,
defisiensi enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein,
dan zat besi dalam tubuh, meningkatnya risiko NEC (Necrotizing Enterocolitis). Hal ini
menyebabkan nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi.

5
e. Imaturitas hati

Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya


hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan. Kurangnya
enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin direk belum sempurna dan
kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar
berkurang.

f. Hipoglikemi

Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu
karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian

6
glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam
pertama dalam kadar 45 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum
mencukupi. Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress
dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan
vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen darah
berkurang. Hal ini menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis
anaerob yang berakibat pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi
hipoglikemi. Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang rendah
juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi (Surasmi dkk., 2003).

2.5 Penatalaksanaan BBLR

Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLR
cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa
neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik maupun
psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi :

a. Dukungan respirasi

Tujuan primer dalam asuhan bayi risiko tinggi adalah mencapai dan
mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan
ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk
memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR berisiko mengalami defisiensi surfaktan
dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas,
merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan
tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang lebih baik,
terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian oksigen
100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity. (Wong et al.,
2009).

7
b. Termoregulasi

Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah
pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress sangat
dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan sistem
kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan
yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori
minimal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5°C – 37,5°C. Suhu normal pada pada
neonatus 36,5°C-37,5°C (suhu ketiak) (Wong et al., 2009).

Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui beberapa
cara, yaitu :

1) Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya.
Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.
2) Pemancar pemanas
3) Ruangan yang hangat
4) Inkubator

c. Perawatan metode kanguru/kangaroo mother care


Perawatan metode kanguru merupakan suatu cara khusus dalam merawat bayi
BBLR dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu yang
berguna untuk membantu perkembangan kesehatan bayi melalui peningkatan kontrol
suhu, menyusui, pencegahan infeksi, dan kontak ibu dengan bayi.
Depkes RI (2008) mendefinisikan perawatan metode kanguru sebagai suatu cara
perawatan untuk bayi BBLR terutama dengan berat lahir < 2000 gram melalui kontak
kulit dengan kulit antara ibu dengan bayinya dimulai di tempat perawatan diteruskan di
rumah, dikombinasi dengan pemberian ASI yang bertujuan agar bayi tetap hangat.
Manfaat pada bayi
1) Mempertahankan suhu tubuh, denyut jantung, dan frekuensi pernapasan relatif
terdapat dalam batas normal.

8
2) Memperkuat sistem imun bayi sehingga menurunkan kejadian infeksi nosokomial,
penyakit berat, atau infeksi saluran pernafasan bawah.
3) Kontak dengan ibu menyebabkan efek yang menenangkan sehingga menurunkan
stress pada bayi.
4) Menurunkan respon nyeri fisiologis dan perilaku
5) Meningkatkan berat badan dengan lebih cepat dan memperbaiki pertumbuhan pada
bayi prematur.
6) Meningkatkan ikatan ibu dan bayi.
7) Memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan perkembangan kognitif bayi.
8) Waktu tidur bayi menjadi lebih lama.
9) Memperpendek masa rawat.
10) Menurunkan risiko kematian dini pada bayi.
11) Mencegah kolik pada bayi.
12) Meningkatkan perkembangan motorik bayi.
13) Mempertahankan homeostasis.

Manfaat bagi ibu


1) Mempermudah pemberian ASI
2) Ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi.
3) Hubungan lekat antara ibu dan bayi lebih baik.
4) Ibu lebih sayang pada bayinya.
5) Memberikan pengaruh psikologis ketenangan bagi ibu.
6) Meningkatkan produksi ASI.
7) Meningkatkan lama menyusui dan kesuksesan dalam menyusui.

9
d. Developmental Care
Developmental care diartikan sebagai memodifikasi lingkungan neonatus dan
belajar untuk membaca serta berespon terhadap perubahan perilaku dalam pemenuhan
kebutuhannya. Adapun pengenalan terhadap perilaku bayi, termasuk pengenalan terhadap
kerentanan fisik, fisiologis, dan emosional adalah hal yang mendasari penerapan
developmental care. Adanya perubahan dalam fisiologis, tingkat kewaspadaan, aktivitas
motoric, dan perhatian merupakan petunjuk yang digunakan tenaga kesehatan untuk
melihat kemampuan adaptasi bayi terhadap suatu kondisi (Hockenberry., 2007).

Tujuan dari penerapan developmental care terhadap bayi dan keluarga:

a. Mengurangi stress
b. Menghemat energi dan meningkatkan penyembuhan
c. Meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan
d. Mendukung perilaku yang timbul dalam setiap tahapan kematangan perkembangan saraf
e. Memberi semangat dan mendukung orang tua sebagai pemberi pelayanan keperawatan
primer
f. Meningkatkan kualitas emosional keluarga dan kesehatan sosial.

Menurut Hockenberry and Wilson (2007) pendekatan developmental care dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu:

10
a. Menciptakan suasana malam hari untuk meningkatkan pola tidur bayi, hal ini dilakukan
dengan cara mematikan lampu ruangan sehingga ruangan menjadi gelap atau redup,
menutup lampu incubator dengan selimut atau kain penutup dan memakaikan penutup pada
mata bayi.
b. Meminimalkan stimulasi lingkungan, perawat hendaknya selalu memonitor dan
memerhatikan perubahan fisiologis dan perilaku bayi selama melakukan prosedur untuk
mencegah etrjadinya stress pada bayi. Bayi memerlukan penanganan secara lembut,
mengontrol pergerakan bayi karena ada beberapa bayi yang tidak stabil apabila
dipindahkan secara tiba-tibadan apabila terjadi pergerakan yang tidak teratur maka bayi
harus diperbaiki kembali pada posisi tulang belakang fleksi, ekstremitas bawah mendekati
tubuh.
c. Membantu memperbaiki posisi bayi dengan cara miring dan fleksi pada tulang belakang,
hal ini dilakukan terutamasebelum dilakukan prosedur invasif untuk mengurangi stress. 8
d.
Pembedongan sering kali digunakan sebelum prosedur invasif dilakukan. Hasil penelitian
membuktikan bahwa pembedongan telah mengurangi respon nyeri pada bayi saat
dilakukan prosedur invasive. Dengan dilakukan pembedongan respon fisiologis dan
perilaku akibat adanya stress akibat prosedur invasif, prosedur memandikan atupun
mengukur berat badan.
e. Nesting (pembatasan) dengan cara menggulung selimut atau kain yang diletakkan pada
tempat tidur bayi bagian bawah untuk membantu mempertahankan posisi fleksi ketika bayi
terlentang atau miring.
f. Skin to skin contact (kangaroo care). prosedur ini dapat menurunkan stress pada bayi
prematur. Kontak kulit antara ibu dan bayi secara regular dapat meringankan stress. Orang
tua dalam hal ini ibu atau ayah tidak mengenakan pakaian bagian atas, demikian juga bayi,
kecuali memakai popok. Bayi diposisikan vertical pada dada ibu, sehingga terjadi kontak
langsung kulit bayi dengan kulit ibu, kontak mata serta kedekatan secara langsung.
g.
Cobedding of twins, merupakan intervensi perkembangan yang memberikan lingkungan
yang lebih baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi, bayi kembar ditempatkan pada
satu tempat tidur atau inkubator). Data menunjukkan bahwa dengan dilakukan cobedding
maka termoregulasi membaik, episode apneu atau bradikardi yang berkurang, berat badan
lebih cepat meningkat dan mengurangi jumlah hari rawat.

11
e. Perlindungan terhadap infeksi

Menurut Wong et al., 2009, perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian


integral asuhan semua bayi baru lahir terutama pada bayi prematur dan sakit. Pada bayi
BBLR imunitas seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan
penyakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain :

1) Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan cuci
tangan terlebih dahulu.
2) Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur. Ruang
perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.
3) Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang
perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk memakai
alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan.

f. Hidrasi

Bayi risiko tinggi terutama yang belum memungkinkan untuk pemberian nutrisi
enteral akan mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan kalori, elektrolit, dan

12
air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi prematur karena kandungan air
ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi
prematur). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik
diuresis terbatas pada ginjal bayi prematur yang belum berkembang sempurna sehingga
bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan cairan (Wong et al., 2009).

g. Nutrisi

Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi terdapat
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai mekanisme ingesti
dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode
pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan
melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya. Bayi prematur
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pemberian makan dibandingkan bayi cukup
bulan. Mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha memberi makan yang terlalu
cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam
menerima makanan. Toleransi yang berhubungan dengan kemampuan bayi menyusu
harus didasarkan pada evaluasi status respirasi, denyut jantung, saturasi oksigen, dan
variasi dari kondisi normal dapat menunjukkan stress dan keletihan. Bayi akan
mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap, menelan, dan bernapas sehingga
berakibat apnea, bradikardi, dan penurunan saturasi oksigen. Pada bayi dengan reflek
menghisap dan menelan yang kurang, nutrisi dapat diberikan melalui sonde ke lambung.
Kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan mudah mengalami distensi
abdomen yang dapat mempengaruhi pernafasan (Wong et al., 2009).

13
h. Penghematan energi

Salah satu tujuan utama perawatan bayi risiko tinggi adalah menghemat energy.
Bayi yang tidak menggunakan energi tambahan untuk aktivitas bernafas, minum, dan
pengaturan suhu tubuh, energi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan cahaya yang tidak terlalu
terang meningkatkan kenyamanan dan ketenangan sehingga bayi dapat beristirahat lebih
banyak. Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi prematur dan menghasilkan
oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-istirahatnya lebih
teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila
diposisikan telungkup (Wong et al., 2009).

Perawatan metode kanguru (PMK) juga akan memberikan rasa nyaman pada bayi
sehingga waktu tidur bayi akan lebih lama dan mengurangi stress pada bayi sehingga
mengurangi penggunaan energi oleh bayi (Wong et al., 2009).

i. Stimulasi Sensori

Bayi baru lahir memiliki kebutuhan stimulasi sensori yang khusus. Mainan
gantung yang dapat bergerak dan mainan- mainan yang diletakkan dalam unit perawatan
dapat memberikan stimulasi visual. Suara radio dengan volume rendah, suara kaset, atau
mainan yang bersuara dapat memberikan stimulasi pendengaran. Rangsangan suara yang
paling baik adalah suara dari orang tua atau keluarga, suara dokter, perawat yang
berbicara atau bernyanyi. Memandikan, menggendong, atau membelai memberikan
rangsang sentuhan. Rangsangan suara dan sentuhan juga dapat diberikan selama PMK
karena selama pelaksanaan PMK ibu dianjurkan untuk mengusap dengan lembut
punggung bayi dan mengajak bayi berbicara atau dengan memperdengarkan suara musik
untuk memberikan stimulasi sensori motorik, pendengaran, dan mencegah periodic apnea
(Wong et al., 2009).

j. Dukungan dan Keterlibatan Keluarga

Kelahiran bayi prematur merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan


membuat stress bila keluarga tidak siap secara emosi. Orang tua biasanya memiliki
kecemasan terhadap kondisi bayinya, apalagi perawatan bayi di unit perawatan khusus

14
mengharuskan bayi dirawat terpisah dari ibunya. Selain cemas, orang tua mungkin juga
merasa bersalah terhadap kondisi bayinya, takut, depresi, dan bahkan marah. Perasaan
tersebut wajar, tetapi memerlukan dukungan dari perawat. Perawat dapat membantu
keluarga dengan bayi BBLR dalam menghadapi krisis emosional, antara lain dengan
memberi kesempatan pada orang tua untuk melihat, menyentuh, dan terlibat dalam
perawatan bayi. Hal ini dapat dilakukan melalui metode kanguru karena melalui kontak
kulit antara bayi dengan ibu akan membuat ibu merasa lebih nyaman dan percaya diri
dalam merawat bayinya. Dukungan lain yang dapat diberikan perawat adalah dengan
menginformasikan kepada orang tua mengenai kondisi bayi secara rutin untuk
meyakinkan orang tua bahwa bayinya memperoleh perawatan yang terbaik dan orang tua
selalu mendapat informasi yang tepat mengenai kondisi bayinya (Wong et al., 2009).

2.6 Pemantauan dan evaluasi

-Pemantauan setelah pulang:

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul:


 Gangguan perkembangan
 Gangguan pertumbuhan
 Retinopati karena prematuritas
 Gangguan pendengaran
 Penyakit paru kronik
 Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
 Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

Untuk itu perlu dilakukan pemantauan sebagai berikut:


 Kunjungan ke dokter hari ke-2, 10, 20, 30 setelah pulang, dilanjutkan setiap bulan
 Hitung umur koreksi
 Pertumbuhan: berat badan, panjang badan dan lingkar kepala (lihat grafik pertumbuhan).
 Tes perkembangan: Denver development screening test (DDST)
 Awasi adanya kelainan bawaan

-Meliputi pemantauan jangka pendek dan jangka panjang.

a. Jangka pendek :
− Akseptabilitas yaitu penilaian perbandingan asupan yang masuk secara aktual terhadap
preskripsi nutrisi yang direncanakan dokter.

15
− Toleransi, meliputi penilaian adanya muntah, diare, residu lambung, food adverse
reaction pada pemberian nutrisi enteral atau oral; parameter biokimia dan klinis pada
pemberian nutrisi parenteral.
− Efisiensi yaitu menilai kenaikan berat badan.
Jangka panjang:
− Untuk menilai pertumbuhan dan osteopenia prematuritas
Beberapa pemeriksan laboratorium dapat mendeteksi defisiensi atau kelebihan zat gizi
sebelum muncul gejala klinis (Sulistijono Eko, 2016).

b. Jangka Panjang

 Osteopenia Prematuritas
Selama tiga bulan terakhir usia kehamilan, sejumlah besar kalsium dan fosfor
ditransfer dari ibu ke bayi. Ketika lahir prematur, bayi tidak menerima sejumlah besar
kalsium dan fosfor untuk membentuk tulang yang kuat. Penurunan densitas tulang pada
bayi prematur, bayi berat lahir rendah, disebut osteopenia prematuritas. Pada bayi
prematur, deteksi dan pemantauan osteopenia prematuritas sebaiknya dilakukan bila
umur gestasi <34 minggu dan BB lahir <1800 gram. Temuan yang khusus pada
osteopenia prematuritas ini berupa penurunan kadar ion kalsium (Ca2+) dan fosfor serta
peningkatan serum alkali phospatase (ALP). Serum alkali phospatase merupakan
indikator tidak langsung untuk melihat aktivitas sel tulang. Pemeriksaan laboratorium ini
biasanya diprioritaskan pada saat keluar rumah sakit dan harus di cek sampai tiga bulan
usia koreksi
 Pemantauan pertumbuhan
Tujuan pemberian nutrisi pada awal kehidupan bayi prematur adalah untuk
mencapai pertumbuhan dan pemenuhan nutrisi sesuai dengan bayi dengan usia gestasi
yang sama. Hingga saat ini pemantauan pertumbuhan bayi prematur selalu mengacu pada
pertumbuhan intrauterin.
Berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala diukur secara berkala. Kecepatan
penambahan berat badan (weight velocity) diukur setiap hari, dalam rangka mendeteksi
dini adanya weight faltering dan melakukan tatalaksana yang tepat untuk
menanggulanginya. Penilaian pertumbuhan bukan saja kenaikan berat badan, tetapi juga

16
pertambahan panjang badan dan lingkar kepala.3 Umumnya kenaikan 15 g/kg/hari
dikatakan sebagai ambang batas yang baik, sedangkan dikatakan weight faltering jika
antropometri bayi tersebut berada <P10 menurut usia gestasi. Target terapi nutrisi pada
bayi prematur yaitu mencapai laju pertumbuhan yang sama dengan janin normal yang
sesuai usia gestasi, menyerupai komposisi tubuh janin, dan mencapai luaran fungsional
serupa dengan bayi lahir cukup bulan yaitu:4− Penambahan berat badan bayi prematur 15
g/kg/hari. − Penambahan panjang badan : 0,8-1,0 cm/minggu− Penambahan lingkar
kepala: 0,5-0,8/mingguPanjang badan merupakan indikator status nutrisi yang lebih baik
daripada berat badan oleh karena tidak dipengaruhi oleh jumlah cairan tubuh,
menggambarkan lean body mass yang sebenarnya, dan pertumbuhan jangka panjang
(Sulistijono Eko, 2016).

17
18
BAB III

KESIMPULAN

Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat badan pada saat lahir < 2500 gram tanpa
memandang usia gestasi. Bayi berat lahir rendah atau BBLR bisa disebabkan oleh banyak hal
misalnya karena faktor ibu seperti anemia, perdarahan antepartum, preeklamsia, TORCH,
HIV/AIDS, umur saat hamil <20 Tahun atau > 35 Tahun, jarak antar kehamilan kurang dari
setahun, ada riwayat BBLR sebelumnya, kurangnya nutrisi, dan aktifitas fisik yang berlebihan
atau karena faktor janin misalnya kelainan kromosom, gawat janin dan kehamilan kembar.
Faktor plasenta seperti plasenta previa, solusio plasenta, sindrom transfuse bayi kembar dan
ketuban pecah dini serta faktor lingkungan misalnya terkena radiasi dan terpapar zat beracun
juga bisa menyebabkan bayi berat lahir rendah pada saat kelahiran.

Berat badan lahir yang rendah pada bayi bisa menyebabkan berbagai komplikasi
misalnya ketidak stabilan suhu tubuh, gangguan pernapasan. Imaturitas imunologis, masalah
gastrointestinal dan nutrisi, imaturitas hati, hipoglikemia. Karena berbagai komplikasi yang bisa
terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah maka harus dilakukan penatalaksanaan yang tepat
untuk menunjang fungsi tubuh yang belum matang pada bayi misalnya dukungan respirasi,
evaluasi termoregulasi tubuh, perlindungan terhadap infeksi, pencegahan dehidrasi, nutrisi yang
cukup, penghematan energi, stimulasi sensoris, serta dukungan dan keterlibatan keluarga.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Gomella T Lacy, Cunningham M Douglas, Eyal Fabien G. 2013. Neonatology Management,


Procedures, On-Call Problems, Disease, and Drugs. 25th Anniversary Edition. New York:
Mc Graw Hill Education. P 35.

2. Sulistijono Eko, dkk. 2016.Konsensus Asuhan Nutrisi pada Bayi Prematur. Jakarta: IDAI. P
41,41

3. Bohnhorst, B, T. Heyne. (2001). Skin-to-Skin (Kangaroo) Care, Respiratory Control, and


Thermoregulation. J Pediatric 138 (2) : 193-7.

4. Chamley ,C., Carson, P., Randall, D.,Sanwell, M. (2005). Developmental Anatomy and
Physiologi of Children. Philadelphia: Elsevier.

5. Damanik SM. 2010. Klasifikasi bayi menurut berat lahir rendah dan masa gestasi. Dalam:
Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi.
Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 11-30.

6. Departement of Reproductive Health and Research. WHO. (2003). Kangaroo Mother Care :
Practical Guide (1st ed.). Geneva: WHO.

7. Depkes. (2008). Analisis Situasi Gizi & Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI

8. Haksari Lutfia, E. (2010). Modul Pelatihan Kangaroo Mother Care (KMC). Yogyakarta :
Instalasi Maternal Perinatal RSUP Dr. Sardjito.

9. Hockenberry, M.J., & Wilson, D.( 2007). Wong’s Nursing Care Of Infants And Children. (8
th ed). Volume 1. Santa Louis Missouri: Mosby.

20
10. Jones, E., King, C., Spenser, A.(2005). Feeding and Nutrition in the Prematur Infant.
Philadelphia: Elsevier.

11. Kemenkes RI. 2010. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial: Pedoman Teknik Pelayanan
Kesehatan Dasar.

12. Khoiriah F, Angraini DI, Carolina N, Sukohar A. 2015. Hubungan pertambahan berat badan
ibu selama hamil dengan berat bayi lahir rendah. Majority. 4(3):

13. Kosim Sholeh. 2005. Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir Untuk Dokter,
Perawat, Bidan Di Rumah Sakit Rujukan Dasar. Jakarta: Depkes RI

14. Maguire, C.M, Walther, F.J, Swieten, C Le Cessie, S. Wit J.M, $ Veen S. (2008). Effect of
basic developmental care on neonatal morbidity, neuromotor development and growth and
term age on infants who were born at <32 weeks, pediatrics. 121, 239-245.

15. Nasar SS. 2004. Tata laksana nutrisi pada bayi berat lahir rendah. Sari pediatri. 5(4): 165–70.

16. O’Connor D, Jacobs J, Hall R, Adamkin D, Auestad N, Castillo M, et al. 2003. Growth and
development of premature infants fed predominantly human milk, predominantly premature
infant formula, or a combination of human milk and premature formula. Journal of pediatric
gastroenterology and nutrition. 37: 437–46.

17. Purwanti SP. 2004. Konsep penerapan ASI eksklusif. Jakarta: EGC. I

18. Proverawati, Atikah., Ismawati, Cahaya. (2010). BBLR: Berat Badan Lahir Rendah.
Yogyakarta: Nuha Medika

19. Pudjiadi, dkk. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
IDAI. P 23, 24, 26

21
20. Rahayu, E. (2010). Koping Ibu Terhadap BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Yang
Menjalani Perawatan Intensif Di Ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit).

21. Rukiyah, Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Trans Info
Medika

22. Surasmi, Asrining.,dkk. (2003). Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta: EGC

23. Wong, L.D., Eaton, H.M., Wilson, D., Wilkelstein, L.M., & Schawart, P. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik. Edisi 6 volume 2. Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai