Anda di halaman 1dari 5

Literasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dunia

pendidikan. Dunia pendidikan akan menjadi ‘kerdil’ jika literasi tidak


bersamanya. Mengapa? Sebab menjadi pribadi berwawasan luas
tentunya tidak cukup hanya dengan satu sumber informasi atau
sekedar mendengarkan dari guru.

Pribadi yang berwawasan luas itu juga perlu diberikan bacaan yang
berkualitas. Sehingga fisik boleh saja berada di pelosok negeri, tetapi
cara berfikir harus global. Menembus batas teritorial. Ia layaknya
tubuh. Tubuh yang kekurangan asupan gizi maka akan kurus tak berisi.
Memang secara fisik otak tidak akan mengecil tetapi cara berfikir
menjadi terbatas dan sempit.

Untuk itulah budaya literasi sekolah merupakan bagian penting yang


perlu diberikan perhatian. Meskipun sebenarnya literasi itu sendiri
lebih luas dari sekedar membaca dan menulis. Namun, aktifitas
tersebut merupakan dua hal mendasar dalam gerakan literasi.
Perlu kita akui aktifitas membaca buku dari berbagai literatur belum
bisa digantikan secara utuh oleh gadget. Dan ini merupakan ciri khas
yang dimiliki oleh buku.

Budaya literasi bisa diterapkan dimana saja. Akan tetapi, dalam dunia
pendidikan, tentunya harus lebih masif lagi. Sudah seharusnya bukan
sebatas interaksi, tetapi menjadikannya sebuah kebiasaan hingga
membudaya. Semakin sering berinteraksi dengan buku, semakin
terasah daya berfikir kritis, mempertajam analisa, dan argumentatif
bukan pribadi ngeles.

Dari pengamatan sederhana, kebiasaan membaca dan menulis masih


dimiliki oleh sebagian kecil orang. Bahkan bagi pelaku pendidikan
sekalipun. Penulis mencoba browsing di internet terkait kebiasaan
membaca. Dan grafik minat baca nasional sungguh sangat
memprihatinkan.

Sebuah postingan kompas.com pada 29 Agustus 2016 lalu ‘ minat baca


Indonesia ada diurutan ke – 60 dunia’. Sumber ini menyebutkan minat
baca bangsa sangat miris. Berdasarkan studi “ Most Littered Nation In
the World’’ yang dilakukan oleh Central Connecticut State University
pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke – 60
dari 61 negara tentang minat baca.

Hal inilah yang melatarbelakangi dikeluarkannya permendikbud nomor


23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti. Peraturan ini
merupakan langkah posistif yang perlu diapresisasi.
Dalam permendikbud ini dicantumkan bahwa setiap siswa mempunyai
potensi yang beragam. Hendaknya sekolah memfasilitasi secara optimal
agar siswa mampu menemukenali dan mengembangkan potensinya.
Untuk itu adanya kegiatan wajib menggunakan 15 menit sebelum hari
pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran setiap
hari.

Minat baca harus ditumbuhkan menjadi sebuah kebiasaan. Sebab suatu


kebiasaan lama kelamaan akan menjadi budaya. Sehingga untuk
mendobrak itu perlu adanya gerakan posistif yang harus didukung oleh
semua elemen dilingkungan sekolah.

Strategi penerapan Gerakan Literasi Sekolah ( GLS ) memiliki tujuan


umum dan khusus. Tujuan umum adalah menumbuhkembangkan budi
pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah
yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi
pembelajar sepanjang hayat.
Sedangkan secara khusus bertujuan untuk menumbuhkembangkan
budaya literasi sekolah, meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan
sekolah agar literat, menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang
menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola
pengetahuan.

Seperti yang dituliskan bagian awal tulisan ini, GLS yang tidak hanya
dalam konteks mahir membaca dan terampil menulis. Tetapi,
bagaimana peserta didik memiliki kemampuan untuk mengakses,
memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai
aktifitas seperti membaca, melihat, menyimak, menulis dan/atau
membaca.
GLS merupakan gerakan yang partisipatif dan kolaboratif semua
elemen sekolah. Artinya, ruang dan waktu mesti dirancang dan
difasilitasi dengan baik. Antara peserta didik, guru, kepala sekolah,
pengawas, komite, para orangtua juga sama – sama terlibat dalam
peran yang profesional dan proporsional.

GLS sendiri sudah lama diterapkan SMP Negeri 1 Batujajar. Penerapan


literasi disekolah ini secara umum adalah meningkatkan minat baca
peserta didik, meluaskan wawasan, serta kesadaran tentang pentingnya
literasi dalam dunia pendidikan. Sedangkan secara khusus, gerakan
literasi sekolah merupakan pengembangan potensi peserta didik. Hal ini
sejalan dengan permendikbud.

Setiap anak dilahirkan dengan segala potensi. Namun, selama ini tidak
semua potensi ter – upgrade dengan maksimal. Biasanya peserta didik
yang sering diorbitkan hanyalah yang mampu di bidang sains, sosial,
dan olahraga. Sehingga secara tidak langsung, potensi lain kurang
mendapatkan perhatian khusus. Sebut saja potensi anak dibidang
literasi.
SMP Negeri 1 Batujajar mencoba menerapkan GLS menjadi program
unggulan sekolah. Langkah kongkrit yang sudah dilakukan adanya
dorongan dari semua elemen sekolah memanfaatkan waktu untuk
membaca diluar kegiatan wajib. Selain itu juga dijadwalkan khusus yaitu
setiap rabu pagi untuk membaca dan menuliskan kembali.
Kegiatannya berupa membaca buku sesuai dengan minat si pembaca.
Baik berupa fiksi maupun non fiksi yang diseleksi terlebih dahulu untuk
melihat kelayakan sesuai dengan usia.

Waktu yang dikhususkan ini bukan hanya untuk membaca, tetapi


didorong untuk terampil menuliskan dalam bentuk puisi, cerpen,
artikel, esai, dan berbagai bentuk lainnya. Untuk tulisan yang masuk
akan dilakukan seleksi karya, dan yang tulisan yang layak akan diikutkan
lomba Tantangan Membaca Bupati Bandung Barat (TMBB) Tahun 2019.
Kegiatan ini digawangi secara khusus oleh bidang humas dan dibantu
oleh seluruh elemen sekolah seperti kepala sekolah dan guru sejauh ini
masih berlanjut.

Semua peserta didik dilibatkan dalam gerakan ini. Sehingga targetpun


hanya berlaku umum sesuai tujuan awal. Akan tetapi, dengan GLS juga
merupakan sarana menggali potensi dibidang literasi. Selain,
menstimulan peserta didik untuk menjadi literat. Juga diharapkan bisa
mencari bibit unggul dibidang literasi.
Alhamdulillah, sejak beberapa tahun terakhir prestasi non akademis di
bidang literasi mampu mengharumkan nama sekolah. Baik di ajang
bergensi FLS2N maupun lomba kepenulisan lainnya hingga tingkat
provinsi.
Dengan diterapkannya GLS menjadi suatu gerakan perbaikan kualitas
minat baca bangsa Indonesia. Salam literasi!

Anda mungkin juga menyukai