ِ ال َّ ِذ ي َن ي َ أ ْك ُ ل ُ و َن
الر ب َ ا ََل ي َ ق ُو ُم و َن إ ِ ََّل ك َ َم ا ي َ ق ُ و مُ ال َّ ِذ ي ي َ ت َ َخ ب َّ ط ُ ه ُ ال ش َّ ي ْ طَ ا ُن ِم َن
الر ب َ ا ۗ َو أ َ َح َّل َّللاَّ ُ ال ْ ب َ يْ َع َو َح َّر َم َ ِس ۚ ذَٰ َ ل
ِ ك ب ِ أ َن َّ هُ ْم ق َ ا ل ُوا إ ِ ن َّ َم ا الْ ب َ يْ ُع ِم ث ْ ُل ِ الْ َم
ۖ ِ َّف َو أ َ ْم ُر ه ُ إ ِ ل َ ى َّللا
َ َ ف َ ل َ ه ُ َم ا سَ ل الر ب َ ا ۚ ف َ َم ْن َج ا َء ه ُ َم ْو ِع ظَ ة ِم ْن َر ب ِ ِه ف َ ا نْ ت َ َه َٰى
ِ
َ َٰ ُ
َ ِ َو َم ْن عَ ا د َ ف َ أ و ل َ ئ
َخ ا لِ د ُو َن ار ۖ ه ُ ْم ف ِ ي َه ا ِ َّ ب ال ن
ُ ص َح ا
ْ كأ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
4. Tidak mubazir
Karena Allah telah melarangnya. (Q.S. Al-Isra’: 26-27).
ِ إ ِ َّن ال ْ ُم ب َ ذِ ِر ي َن كَ ا ن ُوا إ ِ ْخ َو ا َن ال ش َّ ي َ ا
ط ي ِن ۖ َو كَ ا َن ال ش َّ ي ْ طَ ا ُن ل ِ َر ب ِ ِه كَ ف ُ و ًر ا
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan
syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
5. Suci barangnya
Barang yang diperjualbelikan tidak mengandung najis dan bukan barang
yang haram.
6. Barang Bermanfaat
Barang yang diperjualbelikan bermamfaat dan tidak mubazir
Di dalam fiqih islam, utang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal
dengan istilah al-qardh. Makna al-qardh secara etimologi (bahasa) ialah al-qath’u
yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berutang disebut
al-qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan utang.
Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i), makna al-qardh ialah
menyerahkan harta (uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan
memanfaatkannya dan dia akan mengembalikannya (pada suatu saat) sesuai dengan
padanannya.
Atau dengan kata lain, utang piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak
milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari
sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Jika peminjam diberi pinjaman rp.
1.000.000 (satu juta rupiah) maka di masa depan si peminjam akan mengembalikan
uang sejumlah satu juta juga.
1. Lafadz
2. Orang yang berhutang dan yang berpiutang
3. Utang atau barang yang di piutangkan.
Sedangkan untuk hukum memberi piutang adalah sunah, sama halnya seperti dalam
hal tolong menolong dalam hal yang lain. Rasulullah saw bersabda:
Apabila orang yang berhutang itu memberikan kelebihan dalam membayar hutang,
boleh diterima. Rasulullah saw bersabda yang artinya:
Dari Abu Hurairah ra : Rasulullah telah menghutang hewan, kemudian beliau bayar
dengan hewan yang lebih besar umurnya daripada hewan yang beliau utang itu dan
Rasulullah Muhammad Saw, berkata: “Orang yang paling baik diantara kamu ialah
orang yang dapat membayar hutangnya dengan yang lebih baik”. (HR. Ahmad dan
Tirmidzi lalu di sahihkan nya).
Tetapi apabila tambahan itu merupakan kehendak dari orang yang berpiutang, yang
dicantumkan pada perjanjian atau telah menjadi perjanjian sewaktu akad, maka
tambahan itu tidak halal/ riba. Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang artinya:
Sedangkan orang yang mampu membayar hutang, bila dia menangguhkan dan tidak
melunasi hutangnya setelah sampai pada batas waktunya. Dianggap sebagai orang
yang zalim. Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Penundaan pembayaran hutang dari orang yang kaya itu adalah perbuatan yang
zalim.”
III. Riba
a. Pengertian Riba
b. Hukum Riba
َالربَا إِ ْن ُك ْنت ُ ْم ُمؤْ ِمنِين َّ يا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا
َ َّللاَ َوذَ ُروا َما بَ ِق
ِ َي ِمن َ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” [Al-Baqarah(2:
278)]
Allah Ta’ala juga berfirman:
“…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” [Al-
Baqarah(2: 275)] Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba…” [Ali ‘Imran(3:
130)]
c. Macam-macam Riba
2. Riba Yad
Riba yad adalah termasuk jenis riba jual beli, baik barang ribawi maupun
non ribawi. Arti riba yad adalah riba yang terjadi pada transaksi yang tidak
menegaskan harga pembayaran apabila transaksi dilakukan dengan penyerahan
langsung (tunai) atau penyerahan tunda.
Contoh riba yad atau riba al-yadi adalah transaksi pembelian motor yang
oleh penjual ditawarkan dengan harga transaksi kontan Rp. 10 juta dan transaksi
kredit sebesar Rp. 15 juta. Seorang pembeli kendaraan tersebut, namun sampai
kedua pihak berpisah, belum ada kesepakatan harga yang akan dibayarkan.
Perbedaan nilai transaksi kontan dan kredit, tanpa ada kesepakatan harga inilah
yang disebut sebagai riba yad. Namun, jika kedua belah pihak sepakat memilih satu
harga sebelum berpisah. Maka transaksi tersebut tidak riba.
1. Riba Jahiliyah
Riba jahiliyah adalah tambahan yang dipersyaratkan pada saat jatuh tempo
pembayaran hutang, sebagai kompensasi perpanjangan periode hutang. Sehingga
Perbedaan pengertian riba jahiliyah dengan riba qardh adalah pada waktu penetapan
kewajiban kelebihan pengembalian hutang.
2. Riba qardh
Riba qardh adalah riba karena adanya persyaratan kelebihan pengembalian
pinjaman yang dilakukan di awal akad atau perjanjian hutang-piutang. Sehingga
saat jatuh tempo hutang, pemberi hutang (muqridh) menerima pengembalian
sebesar pokok ditambah kelebihan yang dipersyaratkan dari penerima hutang
(muqtharidh).
Contoh transaksi riba qardh dalam kehidupan sehari-hari masih sering ditemukan..
Berikut ini adalah beberapa praktek riba qardh yang sebaiknya dihindari.
Rentenir – meminjam uang sebesar Rp. 5 juta kepada orang lain, kemudian
yang bersangkutan meminjamkan uang dengan syarat bunga 20% selama 6
bulan. Saat pembayaran, peminjam maupun pemberi pinjaman telah makan riba
sebesar Rp. 1 juta.
Menabung atau investasi di Bank – membuka tabungan atau deposito
merupakan transaksi riba jika dilakukan di bank konvensional. Sebab,
perjanjian pada bank konvensioanal adalah perjanjian pinjam-meminjam uang,
dengan ketentuan bank memberikan kelebihan sebesar bunga yang
diperjanjikan.
Meskipun ada beberapa pendapat ulama yang membolehkan bunga bank,
namun pendapat mayoritas ulama pemberian bunga pinjaman termasuk riba.
Karena tambahan yang dibayarkan pemberi pinjaman, tidak memiliki transaksi
pengantinya yang sesuai.
d. Bunga Bank
Bank adalah entitas bisnis yang secara sah dan legal memperoleh amanat
undang-undang untuk menghimpun dana dari masyarkat dalam bentuk produk
simpanan Dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana,
baik untuk kepentingan konsumtif maupun komersil. Praktik riba banyak terdapat
dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yang terkait dengan bunga bank. Bunga
bank adalah keuntungan yang diambil oleh bank dan biasanya di tetapkan dalam
bentuk persentase seperti 5% atau 10% dalam jangka waktu bulanan atau tahunan
terhitung dari jumlah pinjaman yang diambil nasabah.
Bunga bank digunakan oleh bank-bank konvensional sedangkan bank syariah
biasanya menggunakan istilah margin keuntungan. Bagi bank konvensional, bunga
bank menjadi tulang punggung untuk menanggung biaya operasional dan menarik
keuntungan. Selain itu bunga bank memiliki beberapa manfaat bagi bank dan
nasabah seperti berikut ini:
1. Bunga pinjaman merupakan balas jasa yang diberikan nasabah kepada bank
atas produk bank yang dibeli nasabah,
2. Bunga simpanan adalah harga yang harus dibayar bank kepada nasabah
(yang memiliki simpanan), selain itu bunga juga merupakan harga yang
harus dibayar oleh nasabah kepada bank (bagi nasabah yang memperoleh
pinjaman),
Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan
bagi bank konvensional. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Ketika bunga simpanan tinggi, maka secara
otomatis bunga pinjaman ikut naik dan demikian pula sebaliknya.
Bunga bank termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam
ajaran Islam. Riba bisa saja terjadi pada pinjaman yang bersifat konsumtif, maupun
pinjaman yang bersifat produktif. Pada hakikatnya riba dalam bunga bank
memberatkan peminjam.
Berikut ini kami sampaikan beberapa pendapat ulama mengenai bunga bank
tersebut menurut syariah Islam:
1. Majelis Tarjih Muhammadiyah
Menurut lembaga ini, hukum tentang bunga bank dan riba dijelaskan sebagai
berikut:
b. Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad atau perjanjian kredit
c. Syubhat (tidak tentu halal haramnya), sebab para ahli hukum berselisih
pendapat tentangnya.
Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan bahwa pilihan yang lebih
berhati-hati ialah pendapat pertama, yakni menyebut bunga bank adalah haram.
Untuk menghindari praktik riba pada bunga bank konvensional maka saat ini di
Indonesia sudah mulai banyak Bank Syariah sebagai pilihan umat Islam untuk
bertransaksi seusai syariah Islam.