OLEH :
SULMI SOFYANG
18.04.005
CI LAHAN CI INSTITUSI
4. Etiologi
TBC paru disebabkan oleh kuman tahan asam yaitu :
mycobacterium tuberkulosis. Adapun faktor resiko yang mungkin
terjadi antara lain :
a. Adanya kontak langsung dengan seseorang yang menderita
tuberkulosis aktif.
b. Terganggunya kekebalan tubuh, misalnya seseorang dengan HIV,
kanker dan seseorang yang dalam pengobatan kortikosteroid dosis
tinggi dalam jangka panjang.
c. Ketergantungan obat atau alkoholik serta merokok.
d. Ventilasi yang buruk dan kelembaban.
5. Patofisiologi
Infeksi primer menjadi saat seseorang terpapar pertama kali
dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan
terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosis
spesifik tuberkulosis melisis (menghancurkan basil dan jaringan
normal). Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat
dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya
terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemaparan.
Massa jaringan paru, yang disebut granulomas, yang
merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati,
dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif.
Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral
dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon. Bahan (bakteri dan
makrofag) menjadi nekrotik, membentu massa seperti keju. Massa ini
dapat mengalami kalsifikasi, membentu skar kolagenosa. Bakteri
menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.y
Adapun faktor-faktor predisposisi lainnya/infeksi sekunder
yang dapat terjadi karena alkoholik, merokok dan ventilasi yang buruk
dan kelembaban. Kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol). Di
dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah
kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Alkoholik
dan merokok itu sendiri menyebabkan asupan nutrisi inadekuat
sehingga tubuh rentan terhadap kuman atau bakteri. Pada ventilasi
yang buruk dan kelembaban, dimana sifat lain kuman ini aerob. Sifat
ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal
ini merupakan tempat predi leksi penyakit tuberkulosis.
6. Tanda dan Gejala
Demam ringan, berkeringat waktu malam.
Sakit kepala
Takikardi
Anoreksia
Penurunan berat badan
Malaise
Keletihan
Nyeri otot
Batuk : pada awal non produktif
Sputum bercampur darah
Sputum mukopurulen
Krekels/rales di atas aspek paru
Nyeri dada.
7. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan fisik
1) Yang paling dicurigai di apeks paru.
2) Bila ada infiltrat yang luas akan didapatkan perkusi yang redup
dan auskultasi nafas bronkial didapatkan ronchi basah kasar
dan nyaring/rales.
3) Pada tuberkulosa lanjut dan fibrosis luas ditemukan atrofi dan
retraksi otot interkosta.
4) Apabila tuberkulosa mengenai pleura akan terjadi effusion
paru, paru-paru yang sakit akan terasa sulit bernafas, dengan
perkusi akan menimbulkan suara pekat dan dengan auskultasi
nafsu melemah sampai tidak terdengar.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Laju endap darah meningkat
2) Leukosit meningkat
3) Sputum sediaan langsung positif terhadap mycobacterium
tuberkulosa.
4) Biakan positif terhadap mycobacterium tuberkulosa.
5) BTA dapat positif.
c. Pemeriksaan rontgen : foto thorax membantu dalam membentuk
diagnosa :
1) Lesi tuberkulosis dapat ditemukan pada apeks paru, bisa juga
terdapat pada lobus bawah/hilus.
2) Pada pneumonia gambarnya jelas berupa bercak-bercak awan
dengan batas tegas.
3) Pada atelektasis terlihat seperti gambaran fibrosis dan
penciutan paru.
4) Pada TBC milier akan terlibat bercak-bercak halus di seluruh
lapang paru dan ada pleuritis.
5) PPD test : pada pemeriksaan tuberkulosis PPD test (purified
protein derivate) positif bila diameter mencapai 10 mm atau
lebih sesudah 48-72 jam.
Hasil Tes Mantoux ini dibagi dalam :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif : golongan
no sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol.
2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan. Di sini peran antibodi
humoral masih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm : Mantoux Positif : Di sini peran antibodi
selular paling menonjol.
4) Indurasi lebih 15 mm. Mantoux positif kuat. Di sini peran
antibodi selular paling menonjol.
8. Komplikasi
a. Atelektasis/penyempitan bronkus.
b. Hemoptoe berat (perdarahan dan saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian.
c. TB Milier: tulang, usus, otak, limfa.
d. Pneumothorax (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan :
Kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
e. TBC Perikarditis, peritonitis, meningitis, limfadenitis.
f. Pleural efusion
9. Terapi dan Pengelolaan Medik
a. Obat utama : INH, Ethambutol, Rifampisin, Streptomycin.
b. Obat sekunder : PAS (Para Amino Salicylic Acid), Pirazinamid,
Ethambutol.
c. Analgetik
d. Diet TKTP
e. Isolasi pencegahan penularan.
f. Tindak lanjut, penyuluhan terhadap keluarga dan orang.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Riwayat batu produktif lebih dari 2 minggu.
- Adanya hemoptoe.
- Kaji tempat tinggal, ventilasi, cahaya matahari, sumber polusi
sekitar rumah, kontak dengan penderita aktif dan perokok.
- Kedisiplinan dalam pengobatan dan kurang pengetahuan.
b. Pola nutrisi metabolik
- Tidak nafsu makan
- Mual, muntah
- Meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari
- Banyak keringat di malam hari tanpa aktiviats
- BB turun
- Kaji pola makan dan asupan makanan.
c. Pola aktivitas dan latihan
- Malaise
- Batuk produktif lebih dari 2 minggu.
- Hemoptoe
- Batuk dan sesak nafas.
d. Pola tidur dan istirahat
- Tidur terganggu akibat batuk dan sesak nafas, serta berkeringat
di malam hari.
e. Pola persepsi kognitif dan sensori
- Nyeri dada
- Kurang pengetahuan tentang penyakit.
f. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
- Pasien gelisah, takut karena dirawat.
- Pasien cemas dan malu dengan penyakitnya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan adanya
eksudat dalam alveoli dan penurunan fungsi permukaan paru.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan yang berhubungan dengan
peningkatan sputum dan penurunan usaha untuk batuk.
c. Perubahan temperatur tubuh : hipertermi berhubungan dengan
dengan proses infeksi.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan nafsu makan, kelelahan dan dispnea.
e. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan
daya tahan tubuh.
3. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya eksudat dalam
alveoli dan penurunan fungsi permukaan paru.
Tujuan :Tidak ada sesak nafas, pertukaran gas adekuat, AGD dalam
batas normal.
Intervensi:
a. Observasi frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan tiap 4 jam.
Rasional: Sebagai acuan untuk tindakan selanjutnya.
b. Beri posisi tidur yang nyaman (semi fowler).
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru.
c. Observasi tanda sianosis pada kulit, membran mukosa dan kuku.
Rasional: Mengevaluasi keadekuatan oksigen.
d. Beri kesempatan istirahat yang cukup.
Rasional: Mengurangi kebutuhan energi.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen.
Rasional: Pemenuhan kebutuhan oksigenisasi yang adekuat.
f. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian AGD dan foto thoraks.
Rasional: Untuk mengevaluasi keberhasilan tindakan.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
peningkatan sputum dan penurunan usaha untuk batuk.
Tujuan :
Meningkatkan kebersihan jalan nafas yaitu dengan berkurangnya
sekresi dan perbaikan usaha klien untuk batuk.
Intervensi: